Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN

TENTANG DAERAH RESAPAN AIR


DI DAS CITARUM HULU
Oleh : Mardi Wibowo *)

Abstrak
Pada skala nasional DAS Citarum tergolong DAS super prioritas. Khusus DAS
Citarum Hulu mempunyai fungsi utama sebagai perlindungan tata air tetapi dalam
perkembangannya mempunyai fungsi ekonomi yang sangat strategis.
Perkembangan kota dan jumlah penduduk di dalam DAS Citarum Hulu
menyebabkan kebutuhan akan air bersih meningkat sangat tajam. Sebagian besar
kebutuhan tersebut diambil dari air tanah. Dengan semakin meningkatnya
kebutuhan (pengambilan) air tanah dan di lain pihak kualitas ruang hidrologinya
semakin menurun, akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara
pengambilan dengan pemasokan (imbuhan) air tanah. Akibat ketidakseimbangan
tersebut antara lain adalah turunnya muka air tanah, turunnya produksi sumur bor,
frekuensi banjir di musim hujan dan frekuensi kekeringan di musim kemarau
semakin besar. Oleh karena itu diperlukan adanya konservasi daerah resapan air
di DAS Citarum Hulu dari desakan perkembangan kawasan urban. Salah satu
upaya untuk mendukung konservasi daerah resapan air tersebut adalah dengan
dikeluarkannya berbagai peraturan perundangan baik tingkat nasional maupun
kabupaten. Beberapa hal penting berkaitan dengan perauran perundangan
mengenai daerah resapan air di DAS Citarum Hulu adalah : a) Sebenarnya
peraturan atau kebijaksanaan untuk mempertahankan fungsi ekologi daerah
resapan air sudah memadai, tetapi sering informasi dan batasannya kurang jelas
dan rinci; b) Kurang terkendalinya pembangunan pemukiman oleh perorangan
karena umumnya peraturan diberlakukan untuk pembangunan pemukiman dalam
skala besar oleh pengembang (developer) serta peraturan/ kebijaksanaan yang
dibuat sering belum dilengkapi peta yang representatif dan applicable;
c)Kurangnya pranata (sistem) yang baik dan kuat, kuantitas dan kualitas
sumberdaya manusia yang terbatas, serta biaya dan waktu yang terbatas pula
sehingga dalam proses pelaksanaan dan pengawasannya sering terjadi
penyimpangan.

Katakunci : Daerah resapan air, DAS Citarum Hulu

1. PENDAHULUAN tanah baik yang langsung diambil oleh


penduduk maupun yang diambil oleh PDAM
1.1. Latar Belakang (Harnandi, dkk, 1997:13). Dilain pihak
perkembangan kota itu semakin mendesak
Pada skala nasional DAS Citarum daerah resapan (recharge area) air tanah.
tergolong DAS super prioritas berdasarkan Dari Tahun 1976 sampai 1992 terjadi
Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri penurunan luas kawasan hutan sebesar 688
No. 19/ 1984, Menteri Kehutanan No. 059/ Ha, kebun campuran 28.684 Ha, sedangkan
1984 dan Menteri Pekerjaan Umum No. 124/ industri naik seluas 38.619,98 Ha (Wibowo
1984. DAS Citarum hulu mempunyai fungsi dan Yulianto, 1995:II-3). Dengan semakin
utama sebagai perlindungan tata air tetapi meningkatnya kebutuhan (pengambilan) air
dalam perkembangannya mempunyai fungsi tanah dan di lain pihak kualitas ruang
ekonomi yang sangat strategis. hidrologinya semakin menurun, sehingga
Perkembangan kota dan jumlah akan mengakibatkan semakin terjadi
penduduk di dalam DAS Citarum Hulu ketidakseimbangan antara pengambilan
menyebabkan kebutuhan akan air bersih juga dengan pemasokan (imbuhan) air tanah.
meningkat. IWACO, 1991, memproyeksikan Akibat ketidakseimbangan tersebut, antara
kebutuhan air bersih pada Tahun 2015 sekitar Juli 1994 sampai Juli 1995 terjadi penurunan
4.372 l/dt (136 juta m3/th) dan sekitar 60% muka air tanah pada akifer tengah antara 0,12
dari kebutuhan tersebut dipenuhi dari air - 8,76 m/th dan pada akifer dalam antara 1,44
*)
Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan – BPPT
144 Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 2, Mei 2002: 144-152
- 12,48 m/th (Harnandi, 1997:17). Penurunan a. Dalamnya genangan di permukaan tanah,
sangat besar terjadi di kawasan industri semakin tinggi genangan maka tekanan air
seperti Cimahi Selatan, Banjaran, untuk meresap ke dalam tanah semakin
Dayeuhkolot, Cicadas dan Majalaya. Akibat besar pula.
lain adalah turunnya produksi sumur bor b. Kadar air dalam tanah, semakin kering
PDAM Kodya Bandung dari 542 l/dt pada tanah infiltrasi semakin besar.
Tahun 1983 menjadi hanya 148 l/dt pada c. Pemampatan tanah, akan memperkecil
Tahun 1994 (Yusuf, 1995:II-74). Akibat lain porositas, pemampatan dapat terjadi
adalah adanya kecenderungan debit karena pukulan butir-butir hujan,
maksimum sungai meningkat, debit minimum penyumbatan pori oleh butir halus, karena
sungai menurun, dan frekuensi banjir pada injakan manusia, binatang dan lain
musim hujan dan kekeringan pada musim sebagainya.
kemarau semakin meningkat. Oleh karena itu d. Tumbuh-tumbuhan, jika tertutup oleh
diperlukan adanya konservasi daerah resapan tumbuhan akan semakin besar.
air di DAS Citarum Hulu dari desakan e. Struktur tanah, yaitu ada rekahan daya
perkembangan kawasan urban. Salah satu infiltrasi akan memperbesar.
upaya untuk mendukung konservasi daerah f. Kemiringan lahan dan temperatur air
resapan air tersebut adalah dengan (mempengaruhi kekentalan).
dikeluarkannya berbagai peraturan
perundangan baik tingkat nasional maupun 1.2.2. Kawasan Konservasi dan Daerah
kabupaten. Resapan Air

1.2. Resapan Air Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa


Indonesia, konservasi didefinisikan sebagai
1.2.1. Konsep Dasar pemeliharaan dan perlindungan sesuatu
secara teratur untuk mencegah kerusakan
Secara umum proses resapan air dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan
tanah ini terjadi melalui 2 proses berurutan, atau pengawetan. Konservasi adalah usaha
yaitu infiltrasi (pergerakan air dari atas ke yang dilakukan agar sumber daya yang
dalam permukaan tanah) dan perkolasi yaitu dibutuhkan untuk kehidupan itu tetap mampu
gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh ke melayani kebutuhan hidup manusia, tidak
dalam zona jenuh air. Daya infiltrasi adalah rusak/ cepat habis terpakai (Prawiro,
laju infiltrasi maksimum yang mungkin, yang 1988:124).
ditentukan oleh kondisi permukaan tanah. Kawasan lindung adalah suatu
Daya perkolasi adalah laju perkolasi wilayah yang karena keadaan dan sifat
maksimum yang mungkin, yang besarnya fisiknya mempunyai fungsi lindung untuk
ditentukan oleh kondisi tanah di zona tidak kelestarian sumber daya alam, sumber daya
jenuh. Laju infiltrasi akan sama dengan air, flora dan fauna (BRLKT Wil. IV, 1986:9).
intensitas hujan jika laju infiltrasi masih lebih Sedangkan kawasan konservasi umumnya
kecil dari daya infiltrasinya. Perkolasi tidak dikaitkan dengan fungsi perlindungan
akan terjadi jika porositas dalam zona tidak terhadap tata air dan tanah. Sehingga
jenuh belum mengandung air secara kawasan konservasi merupakan bagian dari
maksimum. kawasan lindung.
Proses infiltrasi berperan penting Daerah resapan air adalah daerah
dalam pengisian kembali lengas tanah dan air tempat meresapnya air hujan ke dalam tanah
tanah. Pengisian kembali lengas tanah sama yang selanjutnya menjadi air tanah.
dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi Kenyataannya semua daratan di muka bumi
(jika ada). dapat meresapkan air hujan. Daerah resapan
Pengisian kembali air tanah sama regional berarti daerah tersebut meresapkan
dengan perkolasi dikurangi kenaikan kapiler air hujan dan akan mensuplai air tanah ke
(jika ada). Resapan air tanah akan seluruh cekungan, tidak hanya mensuplai
menentukan besarnya aliran dasar yang secara lokal dimana air tersebut meresap
merupakan debit minimum sungai di musim (Sudadi, 1996:10). Pembagian sistem aliran
kemarau. tanah terlihat pada Gb. 1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Untuk keperluan praktis aspek-aspek
besarnya daya infiltrasi air adalah (Soemarto, yang harus diperhatikan dalam menentukan
1987:85) : daerah resapan air adalah (Sudadi, 1996:3) :

Analisis Peraturan Perundangan….(Mardi Wibowo) 145


a. Kondisi hidrogeologi yang serasi, meliputi : Kawasan konservasi umumnya
arah aliran air tanah, adanya lapisan terletak di kawasan pegunungan, curah hujan
pembawa air, kondisi tanah penutup, curah tinggi, daerah pemasok aliran mantap,
hujan. kemiringan tanah relatif tinggi dan mempunyai
b. Kondisi morfologi/ medan/ topografi, kerentanan sedang - tinggi terhadap bahaya
semakin tinggi dan datar lahan semakin longsor (Arwin Sabar & Bandono, 1995:II-69).
baik sebagai daerah resapan air. Secara lengkap aspek-aspek yang berkaitan
c. Tataguna lahan, lahan yang tertutup dengan kawasan konservasi ini adalah :
tumbuhan lebih baik. a. Aspek Geologi
♦ Topografi bergelombang kasar dengan
kemiringan relatif besar.
♦ Tersusun dari batuan deposit vulkanik
muda sehingga belum terkonsolidasi
sempurna (peka terhadap erosi dan
longsor).
♦ Dikelilingi oleh pegunungan dan sering
ditemukan mata air.
b. Aspek Hidrologi
Dari sudut pandang pengendalian kualitas
Gambar 2.4. Sistem aliran air tanah ruang hidrologi, kawasan konservasi
(Toth,1963 dalam Sudadi, 1996:10) mempunyai fungsi : sebagai kawasan
resapan air, memperlambat akumulasi air
Menurut Freeze & Cherry, 1979 di kawasan kerja sehingga mengurangi
(dalam Salama dkk, 1993:274) untuk frekuensi banjir, mempertahankan aliran
menentukan zona resapan dan pelepasan air mantap (air tanah & air permukaan),
perlu diperhatikan : mencegah erosi, dan sumber air bersih.
a. Aliran air permukaan dan air tanah.
b. Iklim, terutama curah hujan. Berdasarkan potensi alamiahnya,
c. Karakteristik hidrogeologi. pengembangan di kawasan konservasi
d. Topografi, daerah resapan air umumnya dibatasi hanya sebagai :
bertopografi tinggi dengan kemiringan a. Kawasan pariwisata
lahan relatif besar. b. Pemukiman non-petani sedapat mungkin
Menurut Purbo Hadiwidjoyo, 1982 dihindari
terdapat kaitan yang erat antara topografi/ c. Penelitian, pendidikan dan kesehatan
morfologi dengan keterdapatan air, yaitu : d. Kantor yang menangani pelayanan
a. Medan datar : umumnya muka air tanah administrasi lokal
dangkal.
b. Medan miring : makin miring lahan muka
air tanah makin dalam, sering ada 2. ANALISIS PERATURAN
pemunculan air di kakinya. PERUNDANGAN TENTANG DAERAH
c. Medan bergelombang : bagian puncak RESAPAN AIR DI DAS CITARUM HULU
kering dan lembah basah.
d. Medan berbukit : puncak kering, mungkin 2.1. Daerah Resapan Air DAS Citarum Hulu
air muncul di kaki bukit. Sebagai Kawasan Lindung

Keputusan MENEG Lingkungan Keputusan Presiden No. 32/ 1990


Hidup No. 39/ MENLH/ 8/ 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
menggolongkan kawasan resapan air sebagai menetapkan bahwa kawasan resapan air
kawasan lindung. Kriteria umum kawasan digolongkan sebagai kawasan lindung yang
lindung adalah (Hartanto & Karsidi, 1995:136) berfungsi untuk memberikan perlindungan
: bagi kawasan di bawahnya. Hal tersebut
a. Ketinggian > 1500 m di atas permukaan diperkuat dengan Keputusan Menteri Negara
laut (dpl). Lingkungan Hidup No. 39/MENLH/8/1996
b. Kemiringan lahan > 40 % tentang Usaha Atau Kegiatan Yang Wajib
c. Tanah sangat peka/ peka terhadap erosi. Dilengkapi Dengan Studi AMDAL yang
d. Curah hujan > 1500 mm/tahun menyatakan : semua kegiatan di kawasan
e. Penggunaan lahan sebagai hutan. lindung (termasuk di dalam kawasan resapan
air) wajib dilengkapi AMDAL. Menindaklanjuti

146 Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 2, Mei 2002: 144-152


keputusan tersebut, Pemda Tingkat I Jawa dengan tetap memperhatikan asas konservasi
Barat mengeluarkan PERDA No. 2/ 1996 tanah dan air. Cara yang dapat ditempuh
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di adalah dengan merubah penggunaan non-
Daerah Tingkat I Jawa Barat yang hutan menjadi hutan produksi.
menyebutkan bahwa kawasan resapan air Berdasarkan Peta Tataguna Lahan,
adalah kawasan yang mempunyai curah GTL, 1992 ternyata luas total hutan berkurang
hujan lebih besar dari 1.000 mm/tahun, tanah menjadi 49.895,86 ha dengan luas hutan
berukuran pasir halus, permeabilitas lebih lindung 27.900 ha sedangkan hutan produksi
besar dari 1 m/hari, kedalaman muka air turun menjadi 21.995,86 ha. Jadi dapat
tanah lebih besar dari 10 m, kemiringan dikatakan bahwa penggunaan lahan di
lereng lebih besar dari 40% dan muka air Citarum Hulu belum sesuai dengan PRLKT
tanah dangkal lebih tinggi dari muka air tanah DAS Citarum.
dalam. Sebelum peraturan tersebut Pemda
telah mengeluarkan Perda No. 3/ 1994 Tabel 1. Arahan Penggunaan Lahan Di
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DAS Citarum Hulu
Propinsi Dati I Jawa Barat yang diantaranya
menetapkan bahwa peruntukan lahan di Luas Jenis Kawasan (ha)
bagian paling utara Kawasan Bandung Utara No. Sub DAS Lin- Penya- Budi- Total
sebagai kawasan lindung. dung ngga daya
1. Citarik 9.575 16.804 27.114 53.493
2.2. Pola Rehabilitasi Lahan & Konservasi 2. Cirasea 9.757 11.127 11.597 32.481
Tanah (PRLKT) di DAS Citarum 3. Cisangkuy 7.391 11.238 14.961 33.590
4. Ciminyak 6.941 10.623 11.668 29.232
5. Cihaur 1.958 4.400 7.942 14.300
PRLKT DAS Citarum ini disusun oleh 6. Cikapundung 5.002 13.664 20.425 39.091
Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi 7. Ciwidey 9.454 8.029 9.000 26.483
Tanah (BRLKT) Wilayah IV Jawa Barat. Total 50.078 75.885 102.707 228.670
PRLKT merupakan rencana umum jangka Sumber : BRLKT Wil. IV Jawa Barat, 1986:45
panjang (25 tahun) yang memuat arahan
umum tentang penggunaan dan rehabilitasi Menurut BRLKT Wil. IV Jawa Barat
lahan serta konservasi tanah juga urutan arahan rehabilitasi lahan dan konservasi
prioritas penanganan sesuai tingkat tanah yang disarankan adalah
kekritisannya. Dalam PRLKT ini daerah mempertahankan, menjaga, memelihara dan
resapan air digolongkan ke dalam kawasan jika mungkin memperluas kawasan lindung,
lindung meskipun tidak didefinisikan merubah status hutan produksi yang ada di
tersendiri. kawasan lindung menjadi hutan lindung,
Dalam PRLKT DAS Citarum ini, meningkatkan fungsi perlindungan dari
penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu kawasan penyangga dengan cara
diarahkan sebagai Kawasan Lindung 50.078 memperluas hutan produksi di kawasan
ha, Kawasan Penyangga 75.885 ha dan penyangga. Upaya rehabilitasi dilakukan
Kawasan Budidaya 102.707 ha (Tabel 1). dengan intensifikasi konservasi tanah melalui
Kenyataannya pada Tahun 1986 dari seluruh penyesuaian pola tanam seperti strip-croping,
luas kawasan lindung yang berupa hutan contour farming, penanaman tanaman perdu,
lindung hanya 27.900 ha dan sisanya sekitar terasering, membuat parit buntu memanjang
22.178 ha berupa penggunaan lain. kontur, sumur peresapan, kantung lumpur,
Sebaiknya diupayakan agar penggunaan dam pengendali dan penahan serta
lahan non-hutan di kawasan lindung itu dapat pengaturan saluran pembuangan air, dll.
berfungsi sebagai hutan lindung dan Khusus untuk kawasan budidaya tanaman
diupayakan juga agar hutan produksi seluas tahunan perlu penyempurnaan pola tanam
25.760 ha dapat diubah menjadi hutan dengan pola agroforestry, untuk kawasan
lindung sehingga fungsi ekologi kawasan pemukiman perlu penghijauan halaman, jalan,
lindung ini dapat optimal. Sedangkan dari taman, pagar hidup, sumur resapan, dll.
seluruh luas kawasan penyangga yang
berupa hutan produksi sekitar 25.760 ha dan 2.3. Peraturan dan Kebijaksanaan Tentang
sisanya seluas 40.125 berupa sawah, Kawasan Bandung Utara
pertanian lahan kering, perkebunan dan
penggunaan lain. Fungsi perlindungan Kawasan Bandung Utara adalah
kawasan penyangga sebaiknya lebih daerah di utara Kota Bandung yang berada di
diutamakan disamping fungsi ekonomisnya ketinggian 750 - 2.076 m dpl. Berdasarkan

Analisis Peraturan Perundangan….(Mardi Wibowo) 147


kriteria tersebut luas Kawasan Bandung Utara ijin dan persyaratan khusus seperti
adalah 361,04 km2. Penggunaan lahan di pengembangannya dalam kerangka jaringan
Kawasan Bandung Utara dapat dilihat pada sarana dan prasarana Kota Bandung,
Tabel 2. persyaratan teknis (BCR, peresapan air,
galian/urugan) dan persyaratan lain.
Tabel 2. Penggunaan Lahan Di Kawasan Lingkungan khusus mencakup kawasan
Bandung Utara pariwisata, kesehatan, kegiatan ilmiah,
pendidikan dan pertambangan bahan galian
No. Penggunaan Lahan Luas (km2) % golongan C. Pengembangan lingkungan
1. Kawasan Terbangun 53,652969 14,86 khusus harus memperhatikan daya dukung
2. Persawahan 42,634949 11,81 lingkungan dan harus men-dukung fungsi
3. Tanaman Sayuran 60,838635 16,85 kawasan hutan lindung dan pertanian. Untuk
4. Ladang/ Tegalan 48,782685 13,51 pelaksanaan pengembangan di wilayah ini
5. Perkebunan/ Semak 50,778703 14,06
diperlukan pemetaan skala 1 : 5.000 dengan
6. Hutan (alam/ produksi) 104,351831 28,90
361,039771 100,00
interval kontur 2,5 m dan data/ informasi serta
Sumber : Hasil digitasi Peta Penggunaan Lahan, 1998 penyelidikan tentang faktor-faktor geografi
fisik dan non-fisik seperti tanah, geologi,
Saat ini kegiatan pembangunan di agroklimat, hidrogeologi, jenis tanaman,
Kawasan Bandung Utara berkembang sangat sosial, dan ekonomi.
pesat dan menjadi perhatian semua pihak. Bersamaan dengan keputusan itu
Akibat perkembangan tersebut fungsi dikeluarkan juga Surat Edaran No.
perlindungan dan pelestarian tata air menjadi 649/SK.1625-Bappeda/1982 tentang
berkurang. Untuk itulah pada tanggal 5 Pemberian Ijin Pembangunan di Wilayah Inti
Nopember 1982 telah dikeluarkan Surat Bandung Bagian Utara yang merupakan
Keputusan Gubernur Jawa Barat No. instruksi gubernur kepada Bupati dan
181.1/SK.1624-Bappeda/1982 tentang Walikota Bandung untuk mengambil langkah-
Peruntukan Lahan di Wilayah Inti Bandung langkah pengamanan, pengawasan serta
Raya Bagian Utara. Keputusan tersebut meningkatkan koordinasi dan seleksi dalam
dilandasi pada karakteristik khusus Kawasan pemberian ijin pembangunan di Wilayah Inti
Bandung Utara, sebagai : Bandung Raya Bagian Utara serta SK
a. Kawasan resapan air sehingga Gubernur No. 146/SK.1626-Bapp/1982
diharapkan tetap berfungsi sebagai tentang Perpanjangan Tugas Serta
pengatur, pemelihara dan pemurni Penyempurnaan Keanggotaan Kelompok
ekologis untuk tetap melestarikan Kerja Penyusunan Rencana Terperinci
sumberdaya air di bagian hulu DAS yang Pengembangan Wilayah Inti Bandung Raya
berada di Bandung Utara. Bagian Utara yang terdiri dari 11 instansi
b. Kawasan yang memiliki hijau lestari terkait. Peraturan/ kebijaksanaan lain tentang
sehingga tetap berfungsi untuk rekreasi Kawasan Bandung Utara adalah :
alami dan daya tarik wisata alam. a. Surat Edaran No. 593/4538-
Untuk mencapai tujuan tersebut maka Bappeda/1993 tentang Pengendalian
ditetapkan peruntukan lahan di Kawasan Penggunaan lahan di Kawasan Bandung
Bandung Utara sebagai berikut : Utara yang berisi instruksi gubernur
a. Kawasan hutan lindung seluas 25%. kepada Kakanwil BPN Jawa Barat untuk
b. Kawasan pertanian tanaman keras 60%. memerintahkan Kakantor Pertanahan
c. Kawasan pertanian non-tanaman keras, Kabupaten dan Kotamdya Bandung agar
pemukiman & lingkungan khusus 15%. untuk sementara tidak memberikan ijin
Pembagian peruntukan tersebut lokasi pembangunan di Wilayah Inti
didasarkan pada pengolahan data/ informasi Bandung Raya Bagian Utara sebelum
geografis-fisik di atas peta skala 1 : 50.000. dilakukan penelitian rinci oleh Bappeda
Dasar utama pembagian peruntukan tersebut Tingkat I Jawa Barat. Surat edaran ini
adalah kemiringan lahan yang dianalisis dari kemudian ditindak lanjuti dengan
Peta Topografi skala 1 : 50.000 (sehingga dikeluarkannya Keputusan Kakanwil BPN
bukit dengan panjang lereng < 200m tidak Jawa Barat No. 460-3932 pada tanggal 7
akan terekam dengan baik) serta kepekaan Desember 1993 yang menyatakan untuk
tanah terhadap erosi dan ketinggian. sementara tidak memberikan ijin lokasi
Untuk pengembangan pemukiman baru bagi kegiatan pembangunan di
diutamakan pada pemukiman pedesaan Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara
sedangkan untuk pemukiman perkotaan perlu dan jika habis tidak dapat diperpanjang.

148 Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 2, Mei 2002: 144-152


Selain itu diinstruksikan kepada Kakantor Melakukan tindakan atas pe-
Pertanahan Kabupaten Bandung untuk : langgaran.
Menginventarisasi izin lokasi di Memberikan laporan secara berkala
Kawasan Bandung Utara. (tiap bulan) kepada gubernur dengan
Mengecek ke lapangan untuk tembusan kepada Ketua Bappeda Tk.
pemenuhan persyaratan. I Jawa Barat.
Melakukan AMDAL, kajian geologi e. Surat Edaran Gubernur No.
tata lingkungan semidetil, 660/4281/Bappeda/1994 tentang Studi
menyusun site plan berdasar AMDAL AMDAL Bagi Rencana Kegiatan di
dan menentukan BCR. Daerah-Daerah Rawan Lingkungan yang
b. Surat Edaran No. 593.82/1174- menyatakan bahwa studi AMDAL perlu
Bappeda/1994 tentang Permohonan Ijin dilaksana-kan sebelum persetujuan
Lokasi dan Pembebasan Tanah di prinsip dan/atau lokasi dan perolehan
Kawasan Bandung Utara yang tanah diberikan, bagi semua rencana
menerangakan proses dan prosedur kegiatan yang berlokasi di Kabupaten dan
dalam pemberian ijin lokasi, pengesahan Kotamdya Bandung
site plan dan penerbitan IMB. Ijin Lokasi f. Surat Edaran No. 660.04/695-
diberikan dengan syarat melakukan studi Bappeda/1995 tentang Laporan Kajian
AMDAL, penelitian geologi semidetil dan Penanganan Wilayah Inti Bandung Raya
detil, pengkajian jumlah kapling dan bagian Utara yang merupakan hasil
jumlah penghuni, pengkajian pengaruh kerjasama dengan LPM ITB. Dari hasil
terhadap sistem lalulintas dan masalah kajian ini kondisi ekosistem di Kawasan
sosial. Bandung Utara diklasifikasikan dalam 3
c. Surat Edaran No. 593/1221- kelompok, yaitu :
Bappeda/1994 tentang Pengendalian Ekosistem A : berfungsi lindung
Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung optimal, harus dipertahankan dan
Utara, yang memaparkan hasil penelitian dipelihara kelestariannya.
Bappeda Tingkat I Jawa Barat dengan Ekosistem B : berfungsi lindung tidak
LPM-ITB tentang kajian aspek geologi optimal, longsor, erosi dan
lingkungan di Kawasan Puncrut, yang pengikisan, pergerakan tanah tinggi,
hasilnya menyarankan : kegiatan budidaya pangan dominan.
terbangun dapat dikembangkan secara Ekosistem C : telah rusak, vegetasi
terbatas pada kemiringan lahan < 30% budidaya tidak produktif.
dengan BCR 10-15%, pembangunan g. SK Gubernur Jawa Barat No.
harus memperhatikan kelestarian air, 912.05/SK.1845-Bappeda/95 tentang Tim
penanggulangan erosi dan longsor serta Pengendali Pembangunan Wilayah Inti
menetapkan kawasan dengan kemiringan Bandung Raya Bagian Utara yang
lahan lebih besar dari 40% ditetapkan bertugas untuk membantu Gubernur
sebagai hutan lindung dan kawasan dalam mengendali-kan pembangunan di
dengan kemiringan 30-40% Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara
diperuntukkan bagi budidaya penyangga. agar fungsinya sebagai kawasan lindung
d. Surat Edaran No. tidak menurun.
660/4244/Bappeda/1994 tentang h. Surat Edaran No. 912/333-Bappeda/1996
Pengamanan Wilayah Inti Bandung Raya tentang Penanganan Kegiatan
Bagian Utara yang menginstruksikan Pembangunan di Wilayah Inti Bandung
kepada Bupati dan Walikota Tingkat II Raya Bagian Utara yang merupakan
Bandung, untuk : tindak lanjut untuk memberikan arahan
Tidak memberikan ijin untuk penataan pada tiap ekosistem di butir (6)
sementara bagi pembangunan real di atas. Arahan penataan di :
estate, villa estate atau kegiatan Ekosistem A : mempertahankan &
lainnya di Wilayah Inti Bandung melestarikan kawasan lindung,
Bagian Utara. pembangunan pemukiman pedesaan
Memberi persetujuan atas site plan terbatas yang sudah ada.
setelah studi ANDAL disetujui oleh Ekosistem B : pembangunan
Gubernur KDH Tk. I Jawa Barat. perumahan pedesaan yang
Melakukan pengawasan dan menunjang pertanian, dengan syarat
pengendalian pembangunan. tidak mengambil air tanah dalam,
membuat bangunan peresapan air,

Analisis Peraturan Perundangan….(Mardi Wibowo) 149


BCR tertentu, membuat ruang kuat, kuantitas dan kualitas sumberdaya
terbuka hijau dengan vegetasi manusia yang terbatas, serta biaya dan
berlapis. waktu yang terbatas pula sehingga dalam
Eksosistem C : hampir sama dengan proses pelaksanaan dan pengawasannya
ekosistem B. seringkali terjadi penyimpangan.
i. Surat Menteri Negara Lingkungan Hidup/ Contohnya : menurut SK Ka.Kanwil BPN
Ketua BAPPEDAL kepada Gubernur KDH No. 460-3932, 7 Desember 1993 yang
Tingkat I Jawa Barat No. 755/ MENLH/ 5/ menyatakan untuk sementara tidak
1995 yang menetapkan bahwa AMDAL menerbitkan ijin lokasi baru di Wilayah Inti
Regional harus disusun oleh pemrakarsa Bandung Bagian Utara serta Surat
yang merencanakan pembangunan di Edaran No. 660/4244/ Bappeda/ 1994
Kawasan Bandung Utara dalam batas- yang menginstruksikan kepada Bupati/
batas sesuai dengan peraturan yang Walikota Tk. II Bandung untuk sementara
berlaku. tidak memberikan ijin bagi pembangunan
j. Keppres No. 32/1990 tentang real estate, villa atau kegiatan lainnya di
Pengelolaan Kawasan Lindung yang Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara
menetapkan bahwa kawasan resapan air tetapi pada kenyataannya selama Tahun
digolongkan sebagai kawasan lindung 1994 dikeluarkan 38 ijin baru dan 16 ijin
yang berfungsi untuk memberikan perpanjangan yang keseluruhannya
perlindungan bagi kawasan di bawahnya mencapai luas sekitar 31,11 km2.
seperti Kawasan Bandung Utara ini.
k. Berdasarkan uraian di atas sebenarnya 2.4. Pemberian Ijin Lokasi Pemukiman di
peraturan atau kebijak-sanaan untuk DAS Citarum Hulu
mempertahankan fungsi ekologi daerah
resapan air sudah memadai. Tetapi sering Setelah dikeluarkannya paket
informasi dan batasannya kurang jelas deregulasi perijinan pada Bulan Oktober 1993
dan rinci misalnya peraturan itu berlaku di (Pakto 1993) jumlah ijin lokasi di Kab.
daerah/ lokasi mana (sebaiknya ada Bandung mencapai 106 buah. Sebagian
deliniasi yang jelas dan tegas pada peta besar ijin lokasi berada di kecamatan yang
dengan skala minimal 1 : 5.000), berbatasan dengan Kotamadya Bandung
persyaratan BCR yang tidak dijelaskan termasuk di dalamnya adalah kecamatan di
lingkupnya apakah untuk seluruh tapak Bandung Utara seperti Cileunyi, Cimahi Utara,
atau hanya untuk tiap kapling, pembuatan Cimenyan, Cisarua, Lembang, Ngamprah,
bangunan peresapan yang tidak Parongpong & Ledeng.
dijelaskan secara rinci kriterianya, Secara keseluruhan ijin lokasi di
kemiringan lahan yang merupakan dasar Kawasan Bandung Utara mencapai 87 buah
penentu jenis peruntukkan lahan tidak dengan luas 3.794,25 ha atau sekitar 10,5%
dijelaskan berapa panjangnya dan dari seluruh Kawasan Bandung Utara
dianalisis pada skala peta berapa. (lampiran Surat Edaran Gubernur KDH Tk. I
Kelemahan lain adalah kurang Jawa Barat No. 912/402-Bappeda/1995).
terkendalinya pembangunan pemukiman Sebagian besar ijin lokasi itu berada di lahan
oleh perorangan karena umumnya persawahan, sebagian lagi di lahan tegalan
peraturan diberlakukan untuk dan kebun campuran sehingga akan
pembangunan pemukiman dalam skala memperbesar koefisien limpasan di daerah
besar oleh pengembang (developer) serta tersebut artinya air yang meresap ke dalam
peraturan/ kebijaksanaan yang dibuat tanah akan menurun. Untuk itulah Gubernur
sering belum dilengkapi peta yang Jawa Barat melalui Bappeda Tk. I yang
representatif dan applicable misalnya SK penelitiannya bekerjasama dengan LPM-ITB,
Gubernur No.181.1/ SK.1624-Bappeda/ mengeluarkan surat edaran dengan No.
1982 yang menetapkan bahwa 593/1221-Bappeda/1994 tntg Pengendalian
peruntukan lahan bagi pertanian non Penggunaan lahan di Kawasan Bandung
tanaman keras, pemukiman dan Utara sebagai acuan BPN dalam
lingkungan khusus di Bandung Utara mengeluarkan ijin lokasi. Penelitian tersebut
seluas 15% (6.000 ha) padahal pada merekomendasikan tentang pemanfataan
kenyataannya saat itu luas pertanian non ruang di Bandung Utara yaitu lahan dengan
tanaman keras dan lahan terbangun lebih kemiringan 0 - 8% untuk perumahan, 8 - 25%
dari 20.000 ha. Selain itu juga karena untuk villa dan lebih besar dari 25% untuk
kurangnya pranata (sistem) yang baik dan

150 Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 2, Mei 2002: 144-152


kawasan penyangga dan lindung serta BCR minimal 1 : 5.000), persyaratan BCR yang
sebesar 10 - 15%. tidak dijelaskan lingkupnya apakah untuk
seluruh tapak atau hanya untuk tiap kapling,
Tabel 3. Perkembangan Ijin Lokasi pembuatan bangunan peresapan yang tidak
Pemukiman Di Kabupaten Bandung dijelaskan secara rinci kriterianya, kemiringan
lahan yang merupakan dasar penentu jenis
Tahun
PERUMNAS Swasta peruntukkan lahan tidak dijelaskan berapa
Jumlah Luas (ha) Jumlah Luas (ha) panjangnya dan dianalisis pada skala peta
1990 - - 11 90,786 berapa. Kelemahan lain adalah kurang
1991 - - 13 100,486 terkendalinya pembangunan pemukiman oleh
1992 1 2,5 11 84,500 perorangan karena umumnya peraturan
1993 - - 9 69,620
diberlakukan untuk pembangunan pemukiman
1994 1 200 105 5.436,476
dalam skala besar oleh pengembang
Jumlah 2 202,5 149 5.781,868
Sumber : Hasil pengolahan data BPN Kabupaten
(developer) serta peraturan/ kebijaksanaan
Bandung, 1995 yang dibuat sering belum dilengkapi peta
yang representatif dan applicable misalnya
Berdasarkan hasil digitasi Peta Ijin SK Gubernur No.181.1/SK.1624-Bappeda/
Lokasi BPN, 1995, diperoleh bahwa luas 1982 yang menetapkan bahwa peruntukan
seluruh ijin lokasi perumahan, vila dan hotel di lahan bagi pertanian non tanaman keras,
daerah penelitian adalah 34.131.496 m2. pemukiman dan lingkungan khusus di
Perbedaan hasil digitasi dengan data dari Bandung Utara seluas 15% (6.000 ha)
BPN disebabkan belum semua ijin lokasi padahal pada kenyataannya saat itu luas
digambarkan pada peta dan beberapa ijin pertanian non tanaman keras dan lahan
lokasi berada di luar batas daerah penelitian . terbangun lebih dari 20.000 ha. Selain itu juga
Berdasarkan hasil penampalan antara karena kurangnya pranata (sistem) yang baik
Peta Ijin Lokasi digital dengan Peta dan kuat, kuantitas dan kualitas sumberdaya
Peruntukan Lahan di Wliayah Inti Bandung manusia yang terbatas, serta biaya dan waktu
Raya bagian utara (SK 181.1/SK.1624- yang terbatas pula sehingga dalam proses
Bapp/1982) diketahui bahwa sebagian besar pelaksanaan dan pengawasannya sering
ijin lokasi tersebut berada pada daerah yang terjadi penyimpangan. Contohnya : menurut
ditetapkan untuk pertanian tanaman keras SK Ka.Kanwil BPN No. 460-3932, 7
yaitu sekitar 15,52 km2 (67,03 % dari total ijin Desember 1993 yang menyatakan untuk
di Bandung Utara), dan yang berada di lahan sementara tidak menerbitkan ijin lokasi baru
pertanian non-tanaman keras, pemukiman di Wilayah Inti Bandung Bagian Utara serta
dan lingkungan khusus hanya sekitar 4,03 Surat Edaran No. 660/4244/Bappeda/1994
km2. yang menginstruksi-kan kepada Bupati/
Dari hasil penampalan antara Peta Walikota Tk. II Bandung untuk sementara
Ijin Lokasi digital dengan Peta Penggunaan tidak memberikan ijin bagi pembangunan real
Lahan diketahui bahwa sebagian besar ijin estate, villa atau kegiatan lainnya di Wilayah
lokasi berada pada lahan yang digunakan Inti Bandung Raya Bagian Utara tetapi pada
untuk budidaya sayuran yaitu sekitar 11,39 kenyataannya selama Tahun 1994
km2, persawahan 8,57 km2, kawasan dikeluarkan 38 ijin baru dan 16 ijin
terbangun 7,32 km2, perkebunan 3,48 km2, perpanjangan yang keseluruhannya mencapai
hutan 2,19 km2, dan di kebun atau tegalan luas sekitar 31,11 km2.
0,51 km2.
Oleh karena itu sebaiknya ijin-ijin 3. PENUTUP
lokasi tersebut ditinjau kembali keberadaanya
dan untuk yang sudah terlanjur membangun a. Sebenarnya peraturan atau
harus memperhatikan asas konservasi lahan kebijaksanaan untuk mempertahankan
dan peraturan yang berlaku. fungsi ekologi daerah resapan air sudah
Berdasarkan uraian di atas memadai. Tetapi sering informasi dan
sebenarnya peraturan atau kebijaksanaan batasannya kurang jelas dan rinci
untuk mempertahankan fungsi ekologi daerah misalnya peraturan itu berlaku di daerah/
resapan air sudah memadai. Tetapi sering lokasi mana.
informasi dan batasannya kurang jelas dan b. Kurang terkendalinya pembangunan
rinci misalnya peraturan itu berlaku di daerah/ pemukiman oleh perorangan karena
lokasi mana (sebaiknya ada deliniasi yang umumnya peraturan diberlakukan untuk
jelas dan tegas pada peta dengan skala pembangunan pemukiman dalam skala

Analisis Peraturan Perundangan….(Mardi Wibowo) 151


besar oleh pengembang (developer) serta 6. Sabar, A., dan Bandono, Strategi
peraturan/ kebijaksanaan yang dibuat Pengambilan Air Tanah di Cekungan
sering belum dilengkapi peta yang Bandung, Prosiding Seminar Air Tanah
representatif dan applicable. Cekungan Bandung 1995, Satgas PSDA,
c. Kurangnya pranata (sistem) yang baik ITB, Bandung, 1995, II-59 - II-73.
dan kuat, kuantitas dan kualitas 7. Salama, R.B., dkk., Distribution of
sumberdaya manusia yang terbatas, serta Recharge and Discharge Areas in A First
biaya dan waktu yang terbatas pula Order Catchment as Interpreted from
sehingga dalam proses pelaksanaan dan Watter Level Pattern, Journal of
pengawasannya sering terjadi Hydrology v. 143, Elseiver, Amsterdam,
penyimpangan. 1993, 259 - 277
8. Soemarto, C.D., Hidrologi Teknik, Usaha
DAFTAR PUSTAKA Nasional, Surabaya, 1987, 80 - 93
9. Sudadi, P., Menentukan Parameter
1. BRLKT Wil. IV Jabar, Pola Rehabilitasi Daerah Resapan Air Dalam Kaitannya
Lahan dan Konservasi Tanah DAS dengan Kep. Menteri Negera Lingkungan
Citarum, Dep. Kehutanan, Bandung, Hidup No. 39/ MENLH/ 8/ 1996, Buletin
1986, 1 - 18 Geologi Tata Lingkungan No. 17, Des
2. Harnandi, D., dkk., Konservasi Air Tanah 1996, Dit. GTL, Dep. Pertambangan dan
di Daerah Bandung dan Sekitarnya, Energi, Bandung, 1996, 1-14.
Buletin Geologi Tata Lingkungan No. 20, 10. Wibowo, S., dan Yulianto, Penanganan
Sept 1997, Dit. GTL, Dept. Pertambangan Resapan Air Cekungan Bandung Ditinjau
dan Energi, Bandung, 1997, 10 - 27 Dari Sisi Pandang Rehabilitasi Lahan dan
3. Hartanto, S., dan A. Karsidi, Daerah Konservasi Tanah DAS, Prosiding
Aliran Sungai Citarum Hulu Yang Seminar Air Tanah Cekungan Bandung
Memprihatinkan - Suatu Hasil Analisis 1995, Satgas PSDA, ITB, Bandung, 1995,
Citra Dalam Pembagian Kelas DAS, II-1 - II-7
Remote Sensing and Geographic
Information Systems Year Book 95/96, RIWAYAT PENULIS
BPPT, Jakarta, 1995, 134 - 145
4. Prawiro, R.H., Ekologi Lingkungan Mardi Wibowo lahir di Sragen pada 7 Oktober
Pencemaran ed. 4, Satya Wacana, 1968, Menamatkan pendidikan S1 di Jurusan
Semarang, 1988, 123 - 128 Teknik Geologi -UGM dan S2 di Jurusan
5. Purbo Hadiwidjoyo, M.M., 1982, Teknik Lingkungan-ITB. Saat ini bekerja
Kumpulan Edaran Kuliah Geohidrologi, sebagai peneliti di Pusat Pengkajian dan
Departemen Teknik Penyehatan, ITB, Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT.
Bandung.

152 Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 2, Mei 2002: 144-152

Anda mungkin juga menyukai