Anda di halaman 1dari 2

c275191df4219a

Abad Teknik Suatu Keharusan Sejarah


Bagikan
 14 Juli 2009 jam 13:20
Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Budhy Munawar-Rachman

Apa pun yang terjadi, disebabkan oleh dinamika internal teknikalisme, sekali suatu Abad Teknik
tersembulkan di suatu tempat, tidaklah mungkin lagi bagi tempat lain untuk menyembulkannya
juga. Dikarenakan efek teknikalisasi yang melanda dunia dengan cepat, tempat-tempat lain
tersebut hanya bisa menolak, atau menerima dan mengasimilasinya. Karena itu masyarakat di
tempat-tempat lain, termasuk umat Islam, dengan cepat kehilangan kemandiriannya dan berubah
menjadi bagian penting atau tidak penting masyarakat dunia yang sedang mengalami
transmutasi.

Dari sudut tinjauan ini, maka dapat dikatakan bahwa keseluruhan masyarakat pemeluk Islam
telah berhenti sebagai umat, jika pengertian umat, seperti yang ada selama ini, mengisyaratkan
kemandirian dan kecukupan diri. Sebab kemandirian dan kecukupan diri Dunia Islam yang
dinikmatinya selama dominasinya berabad-abad itu kini telah runtuh berhadapan dengan arus
dan gelombang teknikalisme. Yang tersisa sekarang ialah pengelompokan-pengelompokan para
pemeluk agama Islam yang tidak lagi terkoordinasi, lebih dari masa-masa dekat sebelumnya.
Universitas Al-Azhar di Mesir memiliki daya tahan yang luar biasa mengagumkan, dan untuk
jangka waktu lama sekali senantiasa memancarkan kewi-bawaan orientasionalnya ke seluruh
Dunia Islam. Tetapi setelah secara tak terhindarkan harus berhadapan dengan arus modernisasi,
respons yang diberikannya kurang kreatif, jika bukannya reaksioner, dan peranannya sebagai
sumber orientasi melemah dengan cepat. Tergesernya prestise Al-Azhar oleh Universitas Kairo
yang sekular, atau malah oleh Universitas Amerika di sana, merupakan kaleidoskop drama Islam
menghadapi Abad Modern. Dari segi inilah amat disayangkan bahwa usaha reformasi Abduh
mengalami kegagalan.

Maka, memasuki dan ikut serta dalam Abad Modern bukanlah persoalan pilihan, melainkan
suatu keharusan sejarah. Dan dari perspektif sejarah kemanusiaan itu, kemodernan bukanlah
monopoli suatu tempat atau kelompok manusia tertentu. Selalu ada kemungkinan bagi tempat-
tempat dan kelompok-kelompok manusia lain untuk mengejar dan menyertainya. Kita harus
menyebut Jepang sebagai contoh bangsa non-Barat yang tidak saja berhasil menyertai
kemodernan itu, bahkan telah meluncur dengan kecepatan yang mencengangkan, termasuk untuk
orang-orang Barat sendiri.

Bagi Dunia Islam, kemodernan itu semestinya tidak terlalu asing dalam tinjauan kema-nusiaan
dan intelektualnya. Terdapat banyak pandangan yang menjelaskan bahwa kemodernan, dalam
banyak hal, merupakan pengembangan lebih lanjut nilai-nilai yang ada dalam tradisi keruhanian
Irano-Semitik yang memuncak dalam Islam. Meskipun pandangan yang menyalahkan para
pemeluk Islam atas keterbelakangan zaman sekarang ini mengandung usaha melindungi agama
Islam (bernada apologetik), namun sebenarnya dalam pernyataan itu terdapat kebenaran
mendasar yang tidak mungkin diabaikan. Di tangan peninjau yang lebih netral dengan mengikuti
disiplin ilmiah tertentu, pernyataan serupa bisa memperoleh pensubstansiannya dan terbebas dari
kesan apologetik apa pun. Contoh tinjauan netral serupa itu ialah yang dilakukan oleh Ernest
Gellner, seorang ahli sosiologi agama.

Dalam kajiannya, Gellner menunjukkan bahwa tradisi agung Islam tetap bisa dimodernkan
(modernizable) tanpa perlu banyak memberi konsesi kepada pihak luar, dan bisa merupakan
semata-mata kelanjutan berbagai dialog dalam umat sepanjang sejarahnya. Dari antara berbagai
agama yang ada, kata Gellner, Islam adalah satu-satunya yang mampu tanpa banyak gangguan
doktrinal untuk mempertahankan sistem keimanannya dalam Abad Modern ini. Dalam penilaian
Gellner, hanya dalam Islam, pemurnian dan modernisasi di satu pihak, dan peneguhan kembali
identitas lama umat di lain pihak, dapat dilakukan dalam satu bahasa dan perangkat simbol-
simbol yang sama. Dunia Islam memang gagal menerobos zaman dan memelopori umat manusia
memasuki Abad Modern. Tetapi, kata Gellner lebih lanjut, karena watak dasar Islam itu, kaum
Muslim mungkin akan justru menjadi kelompok umat manusia yang paling besar memperoleh
manfaat dari kemodernan Dunia.

Anda mungkin juga menyukai