Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
201610420311016
Latar belakang
Penyakit paru obstrukti- kronik (PPOK), merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dii ndonesia.Pada
saat tahun 2007 di Amerika Serikat, PPOK merupakan penyebab utama kematian
ketiga.Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting. Gejala dan tanda
klinis pada fase awal sangat tidak khas. Pemberian terapi yang terlambat membawa dampak
kematian Setiap pengobatan harus spesifik terhadap setiap pasien, karena gejala dan
keparahan dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor. Pasien yang
pengobatannya terlambat angka kematiannya cukup tinggi. PPOK adalah klasifikasi luas dari
gangguan yang mencakup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisiema dan asma. PPOK,
merupakan kondisi irreversible yang berkaitan dengan dispnea saat aktifitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung
pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis,penumpukan lendir dan sekresi yang
sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema,obstruksi pada pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi
ruang udara dalam paru-paru. Pada asma,jalan napas bronchial menyempit dan membatasi
jumlah udara yang mengalir dalam paru-paru.Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam
semua kelainan ini,meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan
pendekatan spesifik.
PPOK, dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetic dengan
lingkungan. Merokok polusi udara dan pemajanan ditempat kerja (terhadap batu bara, kapas,
padi-padian) merupakakn faktor-faktor risiko penting yang menunjang pada terjadinya
penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan.PPOK juga
ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal mencegah
panghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam
kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul bertahun-
tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.
PPOK, sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya
meningkat sejalan dengan peningkatan usia. meskipun aspek-aspek paru tertentu,seperti
kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat,menurun sejalan dengan peningkatan usia, PPOK,
memperburuk banyak perubahan -isiologi yang berkaitan dengan penuaan dan
mengakibatkan obstruksi jalan napas dalam bronchitis dan kehilangan daya kembang elastic
paru pada emfisema.Karenanya,terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi
pada pasien lansia dengan PPOK.
BAB II
ISI
1.Pengertian
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit peradangan paru yang berkembang
dalam jangka waktu panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari paru-paru karena terhalang
pembengkakan dan lendir atau dahak, sehingga penderitanya sulit bernapas.Sebagian besar pederita
PPOK adalah orang-orang yang berusia paruh baya dan perokok. Penderita penyakit ini memiliki
risiko untuk mengalami penyakit jantung dan kanker paru-paru.Pada tahap-tahap awal, PPOK jarang
menunjukkan gejala atau tanda khusus. Gejala penyakit ini baru muncul ketika sudah terjadi
kerusakan yang signifikan pada paru-paru, umumnya dalam waktu bertahun-tahun.
2 .Epidemologi
Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di seluruh dunia.
Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada individu usia > 45 tahun.. 10
Data penelitian lain menunjukkan prevalens PPOK bervariasi dari 7,8%-32,1% di beberapa kota
Amerika Latin. Prevalens PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%, yang terendah 3,5 % di Hongkong dan
Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam.12 Untuk Indonesia, penelitian PPOK working group tahun
2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.18
Data kunjungan pasien di RS Persahabatan menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus PPOK.
Pada tahun 2000 PPOK menduduki peringkat ke 5 dari jumlah penderita yang berobat jalan dan
menduduki peringkat 4 dari penderita yang dirawat. Kunjungan rawat jalan pasien PPOK di RS
Persahabatan Jakarta meningkat dari 616 pada tahun 2000 menjadi 1735 pada tahun 2007.10
Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan hidup
penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun sedangkan penyakit degeneratif
meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan polusi udara. Merokok merupakan salah satu
faktor risiko terbesar PPOK.19 Berdasarkan hasil penelitian prevalens PPOK meningkat dari tahun ke
tahun, dari sekitar 6% di periode tahun 1960-1979 mendekati 10% di periode tahun 2000-2007.13
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian di seluruh dunia. Menurut prediksi WHO, PPOK yang saat ini merupakan penyebab
kematian ke-4 di seluruh dunia diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ketiga
di seluruh dunia.2 Sebagai pengingat pentingnya masalah PPOK, WHO menetapkan hari PPOK
sedunia (COPD day) diperingati setiap tanggal 18 November.
3. Faktor Resiko
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang menyebabkan terjadinya
PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor
perilaku merokok, dan faktor lingkungan. Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas
dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu
serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau
polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak.
Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko
mendapatkan PPOK.Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi
tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Usia mulai
merokok, jumlah bungkus per tahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Tidak
semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan faktor genetik.
Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK. Pada perokok pasif
didapati penurunan FEV1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok.
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor,
asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang
kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan kimia,
debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus menerus oleh polusi udara merupakan
faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar ruangan (outdoor polution) masih belum jelas tapi lebih
kecil dibandingkan asap rokok. Polusi dalam ruangan (indoor polution) yang disebabkan oleh bahan
bakar biomassa yang digunakan untuk keperluan rumah tangga merupakan faktor risiko lainnya.
Status sosioekonomi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK, kemungkinan berkaitan dengan
polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan
dengan sosiol ekonomi.
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini
terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya
udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari
gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah
kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi
paksa detik pertama (FEV1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital
paksa (FEV1/FVC).24
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang
perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus
dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental
dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema jaringan.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.12 Komponen-
komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator
peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Parenkim paru kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam
paru dan saluran udara kolaps , sehingga dapat terjadi sesak nafas.12 Berbeda dengan asma yang
memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas
pada PPOK predominan dimediasi olehneutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease,
sehingga terjadi kerusakan jaringan. 25 Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus. Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arterio.
4.Patofisiologi
Patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease
utamanya adalah perubahan pada saluran nafas, tapi dapat juga ditemukan perubahan pada jaringan
parenkim paru dan pembuluh darah paru. Sebagian besar kasus PPOK disebabkan karena paparan zat
berbahaya, paling sering disebabkan oleh asap rokok. Mekanisme patofisiologi masih belum jelas,
namun diperkirakan disebabkan oleh banyak faktor.
Kerusakan Jalan Nafas Perubahan struktural jalan nafas yang terjadi adalah atrofi, metaplasia sel
skuamosa, abnormalitas siliar, hyperplasia sel otot polos, hiperplasia kelenjar mukosa, inflamasi dan
penebalan dinding bronkial. Inflamasi kronik pada bronkitis kronik dan emfisema ditandai dengan
peningkatan jumlah Sel Limfosit T CD8, neutrofil, dan monosit/makrofag. Sebagai perbandingan,
inflamasi pada Asma ditandai dengan adanya peningkatan Sel limfosit T CD4, eosinophil dan
interleukin (IL)-4 dan IL-5. Namun hal ini tidak bisa digunakan untuk diagnosis, karena ada kondisi
Asma yang berkembang menjadi PPOK.
Kerusakan Parenkim Paru Emfisema menyebabkan kerusakan pada struktur distal dari bronkiolus
terminal. Struktur ini terdiri dari bronkiolus, duktus alveoulus, dan saccus alveoli yang secara
keseluruhan disebut asinus. Kerusakan alveoli akan menyebabkan gangguan aliran udara melalui dua
mekanisme, yaitu dengan berkurangnya elastisitas dinding jalan nafas dan penyempitan jalan nafas.
Terdapat 3 pola morfologik Emfisema, yaitu :
Centracinar Ditandai dengan kerusakan pada bronkiolus dan bagian sentral dari asinus. Tipe
emfisema ini biasanya ditemukan pada perokok dan lobus paru atas merupakan bagian yang
rusak paling parah.Panacinar Ditandai dengan kerusakan menyeluruh pada semua bagian
asinus. Tipe ini biasanya menyebabkan kerusakan parah pada lobus paru bawah dan biasanya
ditemukan pada pasien dengan defisiensi alfa 1 antitrypsin.
Distal Acinar Kerusakan terjadi pada struktur distal jalan nafas, duktus dan saccus alveolar.
Tipe emfisema ini terlokalisasi pada septa fibrous atau pleura dan akan menyebabkan
pembentukan bullae. Bullae apikal yang ruptur dapat menyebabkan timbulnya pneumothoraks
spontan.
Kerusakan pembuluh darah paru Perubahan pada pembuluh darah paru berupa hyperplasia
tunika intima dan otot polos akibat vasokonstriksi kronik dari arteri kecil paru yang dipicu
oleh hipoksia.
Batuk Kronis
Salah satu gejala PPOK yang umum ditemui adalah batuk. Batuk merupakan cara tubuh
membersihkan saluran udaranya, lendir/dahak pada paru-paru, iritan lainnya, dan juga sekresi. Lendir
biasanya jernih; namun, pada penderita PPOK, lendir bisa berwarna kuning. Batuk sering sangat
parah di pagi hari dan Anda bisa lebih banyak batuk saat berolahraga atau merokok. Batuk bisa
membandel setiap harinya, meskipun tidak ada gejala penyakit lainnya seperti pilek atau flu.
Mengi
Saat Anda membuang napas melalui saluran udara yang sempit atau tersumbat, Anda akan sering
mendengar suara seperti siulan yang disebut mengi. Pada penderita PPOK, mengi paling sering
disebabkan oleh kelebihan lendir yang memblokir saluran udara. Mengi tidak selalu berarti bahwa
Anda menderita PPOK. Mengi juga adalah gejala dari asma dan pneumonia.
Seiring saluran udara di paru-paru Anda meradang, rusak, dan mulai menyempit, Anda bisa menjadi
kesulitan untuk bernapas atau mengambil napas. Gejala PPOK ini bisa tampak jelas selama
peningkatan aktivitas fisik. Gejala ini bisa membuat rutinitas kegiatan harian, seperti berjalan,
melakukan pekerjaan rumah sederhana, berganti pakaian, atau mandi, menjadi lebih sulit. Yang paling
buruk, sesak napas bisa terjadi bahkan saat Anda beristirahat.
Kelelahan
Jika Anda mengalami kesulitan bernapas, Anda tidak dapat mendapatkan cukup oksigen bagi darah
dan otot Anda. Tanpa oksigen yang diperlukan, fungsi tubuh akan melambat dan terjadilah kelelahan.
Anda juga bisa kelelahan karena paru-paru Anda bekerja dengan lebih keras untuk memasok oksigen
dan membuang karbondioksida, sehingga Anda kehabisan energi.
Karena penderita penyakit paru obstruktif kronis alias PPOK memiliki kesulitan dalam membersihkan
paru-paru dari bakteri, virus, polutan, debu, dan zat-zat lain yang menyebabkan peradangan, mereka
berisiko lebih tinggi terhadap infeksi paru, seperti pilek, flu, dan pneumonia.Bagi penderita PPOK,
menghindari risiko infeksi pernapasan tentu menjadi lebih sulit. Untuk itu, salah satu hal yang dapat
dilakukan untuk meminimalisir risikonya adalah dengan melakukan vaksinasi dan menjaga
lingkungan sekitar agar tetap bersih.Jika Anda sering mengalami gangguan atau infeksi pernapasan
dan tak kunjung sembuh, namun ragu apakah memiliki PPOK atau tidak, sebaiknya Anda segera
memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan kejelasan.
Salah satu gejala yang dialami oleh penderita PPOK adalah penurunan berat badan. Penyakit Paru
Obstruktif Kronis yang telah diderita dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan penurunan
berat badan. Hal ini karena tubuh membutuhkan energi ekstra sehingga pembakaran kalori menjadi
lebih banyak dibandingkan dengan kalori yang masuk. Akibatnya berat badan Anda pun turun.Selain
itu, penurunan berat badan akibat kelelahan yang Anda alami sebagai gejala lain dari PPOK juga
berkontribusi dalam penurunan berat badan yang Anda alami. Sesak napas yang Anda rasakan pada
akhirnya juga membuat Anda kesulitan melakukan aktivitas lain, termasuk makan.
6. Klasifiasi
Penyakit yang menyerang paru-paru ini adalah penyakit yang menyebabkan kerusakan permanen pada
jaringan di paru-paru. Sebelum menjadi semakin parah, kenali tahapan-tahapan penyakit PPOK agar
Anda bisa mendapatkan perawatan yang tepat.Penyakit Paru Obstruktif Kronis alias PPOK memiliki
empat tahapan, mulai dari yang ringan sampai sangat parah. Di setiap tahapannya, gejala PPOK
berbeda-beda. Hasil tes fungsi paru juga akan berbeda di setiap tahapannya. Biasanya, kinerja tes
fungsi paru akan menurun seiring dengan stadium PPOK yang semakin parah.
Stadium 1
Stadium 1 PPOK memiliki gejala yang ringan, seperti sesak napas. Meski sesak napas terjadi,
namun tingkatnya terbilang ringan. Pada tahap ini kadang terjadi batuk kronis dan produksi
dahak, namun hal ini tidak selalu terjadi. Oleh karena terbilang ringan, banyak orang yang
berada pada stadium 1 ini cenderung tidak menyadari bahwa fungsi paru-parunya mulai tidak
normal.
Stadium 2
Pada tahap ini, keterbatasan keterbatasan aliran udara menjadi lebih buruk. Jika pada stadium
1 sesak napas tidak terlalu sering terjadi, pada tahap ini Anda akan lebih sering mengalami
sesak napas. Paling umum, sesak napas terjadi pada saat melakukan aktivitas. Pada tahap ini,
pasien mungkin akan mulai pergi memeriksakan diri ke dokter karena gejala gangguan
pernapasan yang tak kunjung hilang (gejala pernapasan kronis) atau penyakit mereka yang
dirasa semakin memburuk.
Stadium 3
Tahap ini dikenal juga sebagai PPOK stadium berat atap parah. Aliran udara dalam tubuh
Anda akan menjadi lebih buruk lagi dari sebelumnya pada tahap ini. Pada stadium 3, Anda
akan memiliki gejala PPOK yang lebih parah, seperti sesak napas yang semakin menjadi,
menurunnya kemampuan berolahraga, peradangan serta gejala penyakit lain yang berulang
dan makin parah sehingga memengaruhi kualitas hidup pasien.
Stadium 4
Ini adalah tahapan terparah dari PPOK dan menyebabkan penurunan kualitas hidup yang
signifikan akibat sesak napas. Kesulitan bernapas yang dialami oleh pasien PPOK bahkan
dapat mengancam nyawa pada beberapa kasus.
7. Pemeriksaan Penunjang
Akupuntur
Akupuntur merupakan terapi yang menggunakan media jarum untuk pengobatannya. Jarum yang
sangat tipis akan disisipkan ke titik-titik tertentu di tubuh Anda. Biasanya penetapan titik ini
disesuaikan dengan keluhan yang diderita pasien. Di negeri asalnya, Tiongkok, akupuntur paling
sering digunakan untuk mengobati rasa sakit di hampir seluruh bagian tubuh.Sebaliknya, di Barat,
terapi akupuntur dilihat sebagai sarana pengobatan yang dapat merangsang saraf, otot, dan
jaringan ikat. Beberapa ahli percaya bahwa terapi ini bisa memicu zat penghilang rasa sakit alami
di tubuh dan meningkatkan aliran darah.
kupuntur adalah teknik kesehatan holistik , yang dilakukan oleh ahli tusuk jarum dengan
merangsang titik-titik tertentu pada tubuh dengan memasukkan jarum tipis ke dalam kulit.
Anehnya, meskipun perawatannya menggunakan jarum, namun pengobatan ini tidak
menimbulkan rasa sakit. Bahkan, salah satu manfaat yang paling populer dari akupuntur ialah
untuk mengurangi rasa sakit kronis di seluruh tubuh dengan cara yang alami
jadi amplifikasi respons inflamasi abnormal merupakan patogenesis pada PPOK yang menyebabkan
kerusakan parenkim paru dan mengakibatkan emfisema,menganggu pertahanan yang mengakibatkan
fibrosi saluran nafas mengecil.didalam salah satu penelitian li et al dan carlos fernandez jane
akupuntur dapat berperan sebagai antiinflamasi melalui aksis HPA (hipotalamus-pituitari-adrenal)
diketahui dapat meningkatkan corticotrohin releasing hormone) pada hipo talamus,yang selanjutnya
menginduksi produksi adrenocorticotrophic hormone pada pituiari anterior(ACTH),ACTH akan
merangsang pelepasan glukokortikoid dari kalenjer adrenal yang memiliki efek antiinflamasi yang
luas yang berperan sebagai penyeimbang kembali rasio lifosit.(Fernández-Jané et al., 2019)
Tai Chi
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Chest mengungkapkan bahwa tai chi
bisa sama efektifnya dengan rehabilitasi untuk mengobati PPOK. Namun, tai chi dalam hal ini
harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Dengan kata lain, tai chi untuk mengatasi
PPOK harus di bawah pengawasan ahli atau tenaga profesional terlatih.
Faktanya, tai chi telah terbukti memiliki banyak manfaat kesehatan. Seni bela diri yang
berfokus pada teknik pernapasan ini tidak hanya meningkatkan keseimbangan dan
fleksibilitas, tetapi juga membantu menurunkan tekanan darah serta meningkatkan kesehatan
jantung. Dengan adanya manfaat tersebut, tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Yuan-Ming
Luo dari Laboratorium State Key of Respiratory Disease di Guangzhou berhipotesis bahwa
tai chi juga akan memberikan manfaat signifikan untuk memperbaiki kesehatan pernapasan.
"Kami menilai bahwa pasien yang mengalami PPOK bisa memiliki kualitas hidup yang lebih
baik dengan melakukan tai chi,” ujar salah satu peneliti, Dr. Nan-Shan Zhong.
Dalam pengujian hipotesis tersebut, Prof. Luo dan rekan mengevaluasi efek tai chi pada 120
penderita PPOK yang tidak pernah menggunakan bronkodilator (obat pelega pernapasan di
Tiongkok.
Setelah peserta mulai menggunakan indacaterol?obat yang biasa diresepkan untuk
mengobati PPOK?mereka secara acak dibagi menjadi kelompok-kelompok yang menerima
rehabilitasi paru tradisional atau pelatihan tai chi. Peserta dalam kelompok tai chi diajarkan
untuk melakukan 24 gaya Yang selama 5 jam setiap minggu untuk jangka waktu 12 minggu.
Setelah jangka waktu tersebut terpenuhi, peserta diminta kembali untuk melanjutkan latihan
selama 12 minggu. Setelah jangka waktu yang ditentukan sudah selesai, tim peneliti
mengevaluasi hasil dari dua pendekatan menggunakan Kuesioner Pernapasan Saint George
(SGRQ). Untuk diketahui, kuesioner tersebut adalah alat standar yang digunakan untuk
mengukur hasil kesehatan pada orang dengan penyakit pernapasan.Setelah beberapa saat,
Prof. Luo dan tim mendapatkan kesimpulan bahwa tai chi adalah alternatif terapi yang layak
untuk rehabilitasi paru. "Kami menyimpulkan bahwa tai chi setara dengan rehabilitasi paru
dan dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan untuk kasus PPOK," tegas Prof. Yuan-
Ming Luo.
Seiring dengan temuan tersebut, peneliti penyakit pernapasan di National Institute for Health
Research di Leicester Inggris, Michael I. Polkey, juga mengatakan bahwa tai chi adalah salah
satu rekomendasi latihan yang baik untuk alternatif rehabilitasi paru.
"Kami mendorong penyedia rehabilitasi paru untuk mempertimbangkan tai chi sebagai terapi
alternatif untuk pasien," pungkas Polkey.Kesimpulannya, tai chi terbukti dapat memberikan
manfaat yang besar untuk meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit paru obstruktif
kronis atau PPOK. Di luar itu, tai chi juga terbukti bermanfaat untuk kesehatan jantung dan
pembuluh darah jika dilakukan dengan tepat secara teratur.(Polkey et al., 2018)
Yoga
Bentuk penatalaksanaan yang dapatdilakukan untuk menghindari adanya kondisi yang
memburuk pada pasien PPOKsalah satunya adalah latihan pernafasan pranayama. Yoga
breathing exercise (Pranayama) adalah latihan pernapasan dengan tehnik bernapas secara
perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen
terangkat perlahan dan dada mengembang penuh .
Tehnik pernafasan yoga mengendalikan pernafasan dan pikiran. Mekanisme latihan
pernafasan pranayama terhadap perubahan fisik yang terjadi pada tubuh diawali dengan
terciptanya suasana relaksasi alam sadar yang secara sistematis membimbing pada keadaan
relaks yang mendalam Terciptanya suasana relaksasi akan menghilangkan suara-suara dalam
pikiran sehingga tubuh akan mampu untuk melepaskan ketegangan otot. Suasana relaks juga
akan membuat tubuh menjadi lebih santai, pernapasan menjadi lebih lambat dan memberikan
pengaruh positif terhadap keseluruhan sistem sirkulasi dan jantung untuk beristirahat dan
mengalami proses perbaikan. Sistem saraf simpatik yang selalu siap menerima pesan aman
untuk melakukan relaksasi sedangkan sistem saraf parasimpatik akan memberikan respon
untuk relaksasi. Selain saraf simpatik, pesan untuk relaksasi juga diterima oleh kelenjar
endokrin yang bertanggung jawab terhadap sebagian besar keadaan emosi dan fisik
Berdasarkan evidence based practice bahwa latihan pernafasan yoga (Pranayama) dapat
dilakukan dalam pengelolaan pasien dengan masalah pernapasan. Hasil penelitian latihan
pernafasan pranayama pada pasien COPD/PPOK didaptkan hasil terjadi peningkatan nilai
FVC, FEV1, PEF dan ada peningkatan aktivitas jalan dengan 6MWT serta terjadi penurunan
gejala sesak nafas.(Thokchom, Gulati, Ray, Menon, & Rajkumar, 2018)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari Penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa banyak sekali terapi komplementer yang dapat
digunakan dalam penanganan pasien dengan penyakit COPD,dengan banyak cara kita untuk
melakukan rehabilitasi,dari ketiga intervensi yaitu tai chi ,yoga,dan juga akupuntur disini dapat
membantu seorang pasien COPD dalam masa rehabilatisi untuk melatih pernafasan yang dapat
membantu meringankan penyakit yang sedang dialami oleh pasien.
SARAN
kita sebagai perawat hendak nya dapat melakukan intervensi yang dapat membantu pasien
agar meringankan penyakit yang sedang diderita oleh pasien dengan menggunakan terapi tai chi
,yoga,maupun akupuntur yang dapat sebagai altenatif pasien selain melalui pengobatan dirumah sakit.
Daftar Pustaka
Fernández-Jané, C., Vilaró, J., Fei, Y., Wang, C., Liu, J., Huang, N., … Sitjà-Rabert, M. (2019).
Filiform needle acupuncture for copd: A systematic review and meta-analysis. Complementary
Therapies in Medicine, (July), 102182. https://doi.org/10.1016/j.ctim.2019.08.016
Polkey, M. I., Qiu, Z. H., Zhou, L., Zhu, M. D., Wu, Y. X., Chen, Y. Y., … Luo, Y. M. (2018). Tai
Chi and Pulmonary Rehabilitation Compared for Treatment-Naive Patients With COPD: A
Randomized Controlled Trial. Chest, 153(5), 1116–1124.
https://doi.org/10.1016/j.chest.2018.01.053
Thokchom, S. K., Gulati, K., Ray, A., Menon, B. K., & Rajkumar. (2018). Effects of yogic
intervention on pulmonary functions and health status in patients of COPD and the possible
mechanisms. Complementary Therapies in Clinical Practice, 33(July), 20–26.
https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2018.07.008