Kti Jiwa Fix - Alifia Melinia R - 108
Kti Jiwa Fix - Alifia Melinia R - 108
PUSKESMAS I SOKARAJA
KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto
PUSKESMAS I SOKARAJA
KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto
LEMBAR PENGESAHAN
Dewan Penguji:
Mengetahui,
Ketua Prodi DIII Keperawatan Purwokerto
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa prosal karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan proposal ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi para
vii
pembaca khususnya bagi penulis sendiri. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................... i
HALAMAN JUDUL............................................................................ ii
HALAMAN KEASLIAN PENULISAN.............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. v
KATA PENGANTAR.......................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................... viii
DAFTAR SINGKATAN...................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan....................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan..................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengkajian................................................................................. 5
B. Diagnosa Keperawatan............................................................. 7
C. Perencanaan.............................................................................. 7
D. Pelaksanaan .............................................................................. 19
E. Evaluasi..................................................................................... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rencana Penelitian.................................................................... 21
B. Subjek Penelitian...................................................................... 21
C. Fokus Studi............................................................................... 21
D. Definisi Operasional................................................................. 21
E. Tempat dan Waktu.................................................................... 22
F. Pengumpulan Data.................................................................... 22
G. Cara Pengolahan Data............................................................... 23
ix
H. Penyajian Data.......................................................................... 23
I. Etika Penelitian......................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Asuhan Keperawatan..............................................................25
B. Pembahasan......................................................................................39
C. Keterbatasan.....................................................................................45
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan..........................................................................................46
B. Saran.................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................
x
ABSTRACT
Background: The risk of violent behavior is a form of violent behavior that has the
risk of physically, emotionally and or sexually harming oneself or others.
Patients who are at risk of violent behavior usually have a history of or threats
of violence against themselves or others. In Central Java Province, there were
260,247 mental disorders patients (Central Java Provincial Health Office,
2014). Riskesdas 2018 noted that the prevalence of serious mental disorders
in the Indonesian population is 1.7 per mile. Progressive muscle relaxation is
the simplest and easiest method of relaxation to learn by tensing and relaxing
the muscles of the body. Changes caused by progressive muscle relaxation
can reduce muscle tension, lower metabolic rate, increase the feeling of
fitness, and concentration, and improve the ability to deal with stressors.
Objective: Implement risk management of violent behavior with progressive
muscle relaxation therapy.
Methods: The research method used by the author in making scientific papers on
nursing care for patients with the Risk of Violent Behavior with Progressive
Muscle Relaxation Therapy is a descriptive method with a case study
approach and using a nursing approach process.
Result: The patient was angry until he hit his younger brother and hit the sand, it
can be concluded that the problem experienced by the patient was a risk
disorder for violent behavior. After doing Progressive Muscle Relaxation
therapy showed success in controlling anger.
Keywords: Risk Management of Violent Behavior with Progressive Muscle
Relaxation Therapy
xi
DAFTAR SINGKATAN
SP : Strategi Pelaksana
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan
benci atau marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Gangguan jiwa perilaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang memiliki
tekanan batin yang berupa kebencian terhadap seseorang. Maka seseorang yang
memiliki gangguan jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan perhatian
khususnya dalam perawatan supaya resiko tindakan yang dapat membahayakan
diri sendiri dan orang lain bisa diperkecil (Yosep, 2007). Latihan relaksasi otot
progresif dapat meningkatan ketrampilan dasar relaksasi untuk mengontrol
marah dan memperbaiki kemampuan mengatasi stress (Pangestika,
Rochmawati & Purnomo, 2018). Penelitian lain yang dilakukan oleh Fhadilah,
Adi & Shobirun (2017) ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap
penurunan emosi marah pada pasien resiko perilaku kekerasan. Dari penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa relaksasi otot progresif dapat menurunkan
perilaku kekerasan pada klien skizofrenia (Suryanti & Ariani, 2018).
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku kekerasan yang
berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan atau seksual pada diri sendiri
atau orang lain. Pasien yang mengalami risiko perilaku kekerasan biasanya
memiliki riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Menurut Keliat (2005) ada beberapa
tanda gejala terjadinya perilaku kekerasan diantaranya yaitu, bicara kasar,
muka merah, otot tegang, pandangan tajam, berdebat, nada suara tinggi,
memaksakan kehendak seperti merampas makanan dan memukul jika menemui
hal-hal yang tidak disenangi.
Data WHO (World Health Organization, 2016) menunjukkan, terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia. Di Provinsi jawa tengah kunjungan pasien gangguan jiwa
sebanyak 260.247 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014).
Riskesdas Tahun 2018, mencatat bahwa prevalensi gangguan jiwa berat pada
2
penduduk Indonesia adalah 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Lebih lanjut jika
Riskesdas menyebutkan bahwa prevalensi gangguan jiwa emosional pada
penduduk Jawa Tengah adalah 9,8% dari seluruh penduduk Indonesia
(Riskesdes RI, 2018).
Menurut Yusuf (2015), tanda gejala yang sering muncul pada pasien
dengan resiko perilaku kekerasan seperti emosi (tidak adekuat, tidak mana, rasa
terganggu, marah/dendam, jengkel), intelektual (mendominasi, bawel,
berdebat, meremehkan), fisik ( muka merah, pandangan tajam, tangan
mengepal, napas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, TD
meningkat), spiritual (kemahakuasaan, kenijakan/kebenaran diri, keraguan,
tidak bermoral, kebejatan), sosial (menarik diri, pengasingan, penolakan,
kekerasan, ejekan, humor).
Perawat memiliki peran penting dalam pengendalian kemarahan yang
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, mengendalikan marah dengan
relaksasi, latihan fisik, sosial/ verbal, mengkonsumsi obat dengan teratur, dan
secara spiritual ( Keliat, 2010). Salah satu aktivitas terarah yang dapat
diajarkan kepada klien dalam mengendalikan perilaku kekerasan adalah dengan
menggunakan teknik relaksasi. Teknik relaksasi merupakan keterampilan,
dimana untuk mendapatkan manfaatnya perlu mempraktekkannya secara
teratur (Widyastuti, 2003).
Relaksasi Otot progresif adalah suatu metode relaksasi yang paling
sederhana dan mudah dipelajari dengan menegangkan dan merilekskan otot-
otot tubuh (Richmond, 2013). Perubahan yang diakibatkan oleh relaksasi otot
progresif yaitu dapat mengurangi ketegangan otot, menurunkan laju
metabolisme, meningkatkan rasa kebugaran, dan konsentrasi, serta
memperbaiki kemampan untuk mengatasi stressor (Potter & Perry, 2005,
hlm.491).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini
dalam pembuatan prorposal laporan kasus dengan judul “Pengelolaan Resiko
Perilaku Kekerasan dengan Terapi Relaksasi Otot Progesif”
3
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pengelolaan Resiko Perilaku Kekerasan dengan Terapi
Relaksasi Otot Progesif ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan pengelolaan resiko perilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progesif.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian pada pasien resiko perilaku kekerasan
dengan terapi relaksasi otot pogresif.
b. Menetapkan diagnosis keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan jiwa pada pasien resiko perilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progresif.
c. Melaksanakan perencanaan keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan jiwa pada pasien resiko peilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progresif.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan jiwa pada pasien resiko perilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progresif.
e. Melaksanakan evaluasi dari asuhan keperawatan dengan masalah
keperawatan jiwa pada pasien resiko perilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progresif.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
bahan kajian dalam pengembangan ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan
resiko perilaku kekerasan dengan terapi relaksasi otot progresif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien
Pasien dapat mengenal dan mengontrol resiko perilaku kekerasan yang
dialaminya.
b. Bagi Keluarga Pasien
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengkajian
Tahap pengkajian bertujuan untuk mengumpulkan data dan
perumusan masalah atau kebutuhan pasien (Prabowo, 2014).
Menurut Riyadi dan Purwanto, (2013) pengkajian pasien resiko
perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku
kekerasan adalah faktor biologis, psikologis, dan
sosiokultural.
b. Faktor Prespitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan
dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang berasal dari
luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian dan
lain-lain. Sedangkan stressor yang berasal dari dalam
adalah putus hubungan dengan orang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik dan
lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu rebut, padat,
kitikan yang mempengaruhi pada penghinaan, tindakan
kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
c. Status Mental
1) Penampilan
Data ini didapatkan melalui hasil observasi
perawat/keluarga
a) Penampilan tidak rapi jika dari ujung rambut
sampai ujung kaki yang tidak rapi. Misalnya :
rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat,
6
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan adalah resiko
perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (Herdman & Kamitsuru, 2015).
Diagnosa resiko perilaku kekerasan ini ditegakkan apabila saat ini pasien
tidak melakukan perilaku kekerasan terhadap diri sendiri namun
mempunyai riwayat peilaku kekeasan terhadap diri sendiri dan belum
mampu untuk mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan terhadap diri
sendiri tersebut.
C. Intervensi keperawatan
Menurut Sutejo (2018) intervensi keperawatan untuk klien dengan
risiko
perilaku kekerasan
a. Tujuan
Tujuan Umum : Klien mampu mengatasi dan mengendalikan risiko
perilaku kekerasan secara mandiri
Tujuan khusus 1 : Klien dapat melakukan BHSP (bina hubungan saling
percaya). Dengan kriteria hasil: Ekspresi wajah cerah, mau tersenyum,
mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaannya,
bersedia mengungkapkan masalah
8
b. Tindakan keperawatan
a) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya, klien harus
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan
perawat. Tindakan yang harus perawat lakukan dalam
rangka membina hubungan saling percaya adalah :
(1) Mengucap salam terapeutik
(2) Berjabat tangan
11
Gerakan kedelapan
Gerakan yang ditujukan untuk melatih otot-otot
tangan bagian belakang. Gerakan dilakukan
dengan cara menekuk kedua pergelangan tangan
k belakang secara perlahan-lahan hingga terasa
ketegangan pada otot-otot tangan bagian
belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari
menghadap ke langit-langit. Lemaskan
perlahan-lahan hingga 10 detik dan lakukan
sekali lagi.
Gerakan kesembilan
Gerakan untuk melatih otot-otot lengan atau
biseps. Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan hingga menjadi
kepalan dan membawa kepalan tersebut ke
pundak sehingga otot-otot lengan bagian dalam
menegang. Lemaskan perlahan-lahan slama 10
detik dan lakukan sekali lagi.
18
Gerakan kesepuluh
Ditujukan untuk melatih otot-otot bahu.
Relaksasi ini dilakukan dengan mengendurkan
bagian otot-otot bahu dengan cara mengangkat
kedua bahu kearah telinga setinggi-tingginya.
Lemaskan atau turunkan kedua bahu secara
perlahan-lahan hingga 10 detik dan lakukan
sekali lagi. Focus perhatian gerakan ini adalah
kontras ketegangan yang terjadi di bahu,
punggung, atas dan leher.
(3) Sesi tiga : pelaksanaan tehnik relaksasi yang
meliputi punggung, dada, perut tungkai dan
kaki dimana masing-masing gerakan
dilakukan sebanyak dua kali. Pelaksanaan
latihan terapi relaksasi otot progresif
meliputi :
Gerakan kesebelas
Bertujuan untuk melatih otot-otot punggung.
Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara
mengangkat tubuh dari sandaran kursi, lalu
busungkan dada dan pertahankan selama 10
detik lalu lemaskan perlahan-lahan. Lakukan
gerakan sekali lagi.
Gerakan keduabelas
Ditujukan untuk melatih otot-otot dada. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menarik nafas dalam
sedalam-dalamnya dan tahan beberapa saat
sambil merasakan ketegangan pada bagian dada
dan daerah perut. Hembuskan nafas perlahan-
lahan melalui bibir. Lakukan gerakan ini sekali
lagi.
19
Gerakan ketigabelas
Ditujukan untuk melatih otot-otot perut.
Gerakan ini dilakukan dengan menarik perut
kearah daam sekuat-kuatnya. Tahan selama 10
mnit hingga perut terasa kencang dann tegang,
lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik dan
lakukan sekali lagi.
Gerakan keempatbelas
Gerakan yang ditujukan untuk merelaksasikan
oot-otot kaki. Gerakan ini dilakukan dengan
meluruskan kedua telapak kaki selama 10 detik
hingga terasa tegang pada daerah paha.
Lemaskan kedua kaki secara perlahan hingga 10
detik, lakukan sekali lagi. Kemudian gerakan
selanjutnya dengan cara menarik kedua telapak
kaki kearah dalam sekuat-kuatnya hingga klien
merasakan ketegangan di kedua betis selama 10
detik. Lemaskan kedua kaki secara perlahan-
lahan hingga 10 detik, lakukan kembali sekali
lagi.
(4) Sesi empat : sesi evaluasi kemampuan klien
melakukan latihan relaksasi pogresif gerakan
pertama hingga keempat blas yang meliputi
dahi, mata, rahang, mulut, leher, tangan,
telapak tangan. Lengan, bahu, punggung,
dada, prut tungkai dan kaki.
D. Implementasi
Imlpementasi merupakan pelaksanaan dari rencana intervensi.
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
20
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini
(Kusumawati & Yudi, 2010)
E. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan setelah strategi pelaksanaan dan terapi
relaksasi otot progresif selesai diberikan pada klien (evaluasi proses)
maupun pada akhir kegiatan (evaluasi hasil). Pada pasien yang telah
dilakukan strategi pelaksanaan, diharapkan pasien mampu menyebutkan
penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan, dan pasien mampu menggunakan cara mengontrol
perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal, yang meliputi : secara
fisik, sosial/verbal, seara spiritual, terapi psikofarmaka (Yusuf, Fitryasari
& Nihayati, 2015) dan pada pasien yang telah dilakukan terapi relaksasi
otot progresif dapat dilihat dari keadaan malasnya beraktivitas, pandangan
tajam, berbicara kasar saat dilakukannya teknik relakasi otot progresif
(Rusmini & Dramawan, 2013).
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rencana penelitian
Rencana penelitian yang digunakan penulis dalam pembuatan Karya Tulis
Ilmiah Asuhan Keperawatan pada pasien Resiko Perilaku Kekerasan
dengan Terapi Relaksasi Otot Progresif yaitu metode deskriptif. Metode
penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha mengungkap
fakta suatu kejadian, objek, aktivitas, proses dan manusia secara apa
adanya pada waktu sekarang atau jangka waktu yang lama(Prastowo,
2011). Studi kasus ini bertujuan untuk mengeksporasi masalah asuhan
keperawatan pada pasien resiko perilaku kekerasan dengan terapi relaksasi
otot progresif.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam karya tulis ilmiah ini adalah satu orang pasien resiko
perilaku kekerasan dengan kriteria subjek :
1. Pasien resiko perilaku kekerasan
2. Pasien dengan keluarga sebagai subjek studi kasus
3. Pasien resiko perilaku kekerasan baik laki-laki maupun wanita
tanpa batasan umur
C. Fokus Studi
Fokus studi dalam karya tulis ilmiah ini adalah ketegangan jiwa pada
pasien resiko perilaku kekerasan setelah dilakukan tindakan terapi
relaksasi otot progresif.
D. Definisi Operasional
Asuhan Keperawatan pada pasien Resiko Perilaku Kekerasan dengan
Terapi Relaksasi Otot Progresif adalah serangkaian tindakan atau proses
keperawatan yang diberikan kepada pasien resiko perilaku kekerasan yang
dirawat di rumah dan dilakukan secara berkesinambungan meliputi
pengkajian, diagnosis keperwatan, rencana keperawatan, implementasi,
kemudian evaluasi terhadap tindakan keperawatan itu sendiri.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan membahas tentang laporan kasus asuhan
keperawatan pada Sdr. F dengan gangguan resiko perilaku kekerasan dengan
terapi relaksasi otot progresif di Kecamatan Sokaraja yang meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. Asuhan
keperawatan dilakukan selama 3 hari yaitu pada tanggal 17 Maret 2021
sampai 19 Maret 2021.
A. Hasil Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Hasil pengkajian pada Sdr. F, tanggal 17 Maret 2021 di
Kecamatan Sokaraja dengan sumber data dari pasien dan keluarga
pasien dan status pasien yang diperoleh dari Puskesmas 1 Sokaraja
diperoleh data bahwa pasien bernama Sdr. F berusia 21 tahun,
beragama islam, bertempat tinggal di Sokaraja Tengah RT 02/RW
01, sokaraja, banyumas. Sdr. F adalah seorang laki-laki, berstatus
belum menikah dan tidak mempunyai pekerjaan dengan tingkat
pendidikan SD. Penanggung jawab dari Sdr. F adalah ibu
kandungnya berinisial Ny. S seorang perempuyan beragama islam,
pekerjaan pedagang dan bertempat tinggal di Sokaraja Tengah RT
02/RW 01, sokaraja, banyumas, satu rumah dengan pasien.
b. Alasan masuk
Sdr. F masuk ke Puskesmaas 1 Sokaraja pada dua tahun yang
lalu, diantar oleh ibunya setelah mengalami kejang-kejang karena
menggunakan tembakau gorilla, setelah kejadian tersebut pasien
mulai sensitive dan terjadi perubahan tingkah laku seperti
mengamuk, memukul barang, dan bersuara kasar. Lalu segera di
rujuk ke Rumah Sakit Jiwa Banyumas.
c. Faktor Predisposisi dan Prespitasi
1) Faktor Predisposisi
26
2. Daftar Masalah
Berdasarkan data subjektif pertama ditemukan data bahwa
pasien sering marah dan kesal terhadap adiknya yang sedang
tertawa sendiri dengan hp seolah-olah sedang menertawakan
pasien. Pasien marah sampai memukul adiknya dan memukul
pasir. Didukung data objektif pasien tampak pandangan mata
sedikit tajam, tampak gelisah, tampak menahan rasa marah, saat
interaksi konta mata kurang, pembicaraan terdengar keras. Dapat
disimpulkan masalah yang dialami pasien adalah gangguan resiko
perilaku kekerasan.
Berdasarkan data subjektif kedua ditemukan bahwa pasien
merasa malu karena belum bekerja diusianya saat ini. Didukung
oleh data objektif yaitu berbicara dengan nada suara lirih, lambat,
klien lebih sering menunduk dan tidak menatap lawan bicaranya,
klien tidak mau memulai pembicaraan.
3. Masalah Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian serta analisa data, maka
masalah keperawatan yang muncul pada Sdr. F adalah resiko
perilaku kekerasan dan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
33
4. Pohon Masalah
Sebab
Gangguan konsep diri : harga diri
5. Rencana Keperawatan
Sesuai dengan kasus Sdr. F, penulis telah menemukan adanya 2
masalah keperawatan dengan 1 prioritas masalah yang harus segera
ditangani yaitu resiko perilaku kekerasan. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 hari pertemuan, di harapkan pasien dapat membina
hubungan saling percaya, dapat mengenal Resiko perilsku kekerasan,
dapat mengontrol perilaku kekerasan, dapat memanfaatkan obat
dengan baik, berelaksasi untuk mengendurkan ketenangan jiwa, tidak
malas beraktivitas dan mampu berkonsentrasi.
Tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami resiko
perilaku kekerasan terdiri dari 2 strategi pelaksanaan pasien dan 2
strategi pelaksanaan keluarga. Pada strategi pelaksanaan 1 pasien
adalah membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, menyebutkan cara mengontrol
perilaku keekrasan (fisik, verbal, obat, spiritual), melatih cara
mengontrol perilaku kekeraan secara fisik (tarik nafas dalam dan pukul
bantal), membimbing pasien memasukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan fisik.
34
B. Pembahasan
Pembahasan berisi tentang analisis dari kasus yang berisikan respon
pasien, analisis yang dibahas yaitu mengenai resiko perilaku kekerasan.
Pada pembahasan ini dijelaskan mengenai pengkajian, masalah
keperawatan, perencanaan, tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan. Pada tindakan keperawatan, penulis berfokus pada cara
mengontrol perilaku kekerasan pada pasien dengan gangguan jiwa.
1. Pengkajian
Pengkajian pada Sdr. F didapatkan data sering marah-marah dan
kesal kesal terhadap adiknya yang sedang tertawa sendiri dengan hp
seolah-olah sedang menertawakan pasien. Pasien marah sampai
memukul adiknya dan memukul pasir. Sesuai dengan Afnuhazi (2015),
manusia sebagai mahluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dalam
40
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian diatas penulis merumuskan
diagnosa keperawatan yang actual yaitu resiko perilaku kekerasan. Sdr.
F ditemukan data subjektif bahwa pasien sering marah dan kesal
terhadap adiknya yang sedang tertawa sendiri dengan hp seolah-olah
sedang menertawakan pasien. Pasien marah sampai memukul adiknya
dan memukul pasir. Didukung data objektif pasien tampak pandangan
mata sedikit tajam, tampak gelisah, tampak menahan rasa marah, saat
interaksi konta mata kurang, pembicaraan terdengar keras. Dapat
disimpulkan masalah yang dialami pasien adalah gangguan resiko
perilaku kekerasan.
Jika resiko perilaku kekerasan yang menjadi masalah utama
dapat diatasi, maka akibat dari masalah utama dapat dicegah
Dermawan dan Rusdi (2013) menyatakan bahwa resiko perilaku
kekerasan dapat berupa kemarahan, kekesalan, perasaan tidak mampu,
mudah tersinggung, dan dapat merusak diri atau menciderai diri sendiri
dan orang lain. Pada Sdr. F dampak dari masalah utama resiko
menciderai diri semdiri dan orang lain, dan penyebabnya adalah
gangguan psikosis.
Menurut teori Morison (2009), kekerasan pada diri sendiri
berupa ancaman melukai, kekerasan pada orang lain berupa ancaman,
serangan fisik, memukul dan melukai, kekerasan pada lingkungan
berupa merusak peralatan rumah tangga, merusak harta benda dan
membanting pintu.
3. Rencana Keperawatan
Sesuai dengan kasus Sdr. F penulis telah menemukan adanya 2
masalah keperawatan dengan 1 prioritas masalah yang harus segera
ditangani yaitu resiko perilaku kekerasan. . Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 hari pertemuan, di harapkan pasien dapat membina
hubungan saling percaya, dapat mengenal Resiko perilsku kekerasan,
dapat mengontrol perilaku kekerasan, dapat memanfaatkan obat
42
(poeter & Potte, 2004 dalam Rusmini & Dramawan, 2013) berelaksasi
merupakaan upaya untuk mengendurkan tegangan, pertama-tam
jasmaniah, yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya
ketegangan jiwa. Keteraturan dalam bernafas, khususnya dengan irama
yang tepat, akan menyebabkan sikap mental dan badan akan rileks.
Pelatihan otot akan menyebabkan otot makin lentur dan menerima
situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku.
4. Tindakan Keperawatan
Implementasi Sdr. F silakukan selama tiga hari peretmuan.
Setelah dilakukan penatalaksanaan secara generalis pada pasien juga
dilakukan menggunakan terapi relaksasi otot progresif. Terapi relaksasi
otot progresif merupakan upaya untuk mengendurkan tegangan,
pertama-tama jasmaniah, yang pada akhirnya mengakibatkan
mengendurnya ketegangan jiwa. Keteraturan dalam bernafas,
khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan sikap mental
dan badan akan rileks. Peltihan otot akan menyebabkan otot makin
lentur dan menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa
membuatnya kaku (perry & potte, 2004 dalam Rusmini & Dramawan,
2013).
Ditemukan kesenjangan dimana ketika pasien diminta untuk
mengidentifikasi ketegangan otot yang di rasakan, pasien masih
tampak gelisah, cenderung diam, dan acuh tak acuh. Ini sesuai dengan
Rusmini dan Dramawan (2013), bahwa beberapa kriteria inklusi pasien
yang diberikan terapi relaksasi otot progresif yaitu sudah tidak gelisah,
agresif, incoherent dan waham yang tidak terlalu berat sehingga dapat
kooperatif dan tidak mengganggu dalam berlangsungnya terapi. Dalam
hal ini penulis mencoba untuk lebih membina hubungan saling percaya
kepada pasien dan memotivasi pasien agar dapat mengungkapkan
perasaannya dan mampu mengidentifikasi ketegangan otot yang
dirasakan.
Manfaat terapi relaksasi otot progresif menurut (Perry & Potte,
2004 dalam Rusmini & Dramawan, 2013) adalah mengendurkan
44
C. Keterbatasan
Hambatan penulis selama proses keperawatan dilakukan yaitu terapi
relaksasi otot progresif belum cukup maksimal. Sdr. F kurang
berkonsentrasi dalam melakukan terapi relaksasi otot progresif. Pasien
sering lupa-lupa tentang gerakannya.
Sehingga penulis menggunakan media leaflet bergambar untuk
membantu pasien berkonstentrasi pada terapi yang di ajarkan.
46
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diulas, maka dapat disusun
simpulan berikut :
1. Berdasarkan pengkajian pada Sdr. F, pasien mudah berinteraksi
meskipun diawal agak sedikit susah dan jarang mau memulai
pembicaraan terlebih dahulu, kooperatif, namun pasien banyak diam
dan menunduk ketika berinteraksi
2. Masalah keperawatan yang muncul pada Sdr. F adalah resiko perilaku
kekerasan dan gangguan konsep diri harga diri rendah. Namun penulis
memprioritaskan satu masalah keperawatan untuk diatasi pada pasien
tersebut yaitu resikoperilaku kekerasan.
3. Rencana dilakukan selama 3 hari yaitu dengan melakukan SP 1, 2
pasien dan SP 1,2 keluarga pada pasien dengan resiko perilaku
kekerasan dan dengan terapi relaksasi otot progresif.
4. Penulis melakukan implementasi yaitu melatih mengontrol kemarahan
yang dimiliki pasien dn membimbing pasien melakukan terapi
relaksasi otot progresif. Terapi relaksasi otot progresif bisa dilakukan
tidak hanya sendiri bisa dengan keluarga untuk meningkatkan sikap
adaptif dn maladaptive.
5. Hasil evaluasi keperawatan 3 hari pertemuan adalah Sdr. F mampu
mengontrol perilaku kekerasan, cukup mampu melakukan aktivitas,
cukup mampu melakukan aktivitas, cukup mampu berelaksasi, mampu
melakukan terapi relaksasi otot progresif meskiup dalam melakukan
tindakan keperawatan agak sulit karena pasien gelisah, cenderung diam
dan sering mengeluh capek. Dengan diberikan terapi relaksasi otot
progresif pasien lebih mampu untuk berelaksasi dan tidak malas untuk
mlakukan aktivitas, mengurangi kecemasan, depresi, peningkatan
perasan control diri, dan juga meningkatkan kemampuan mengatasi
stress dalam berbagai situasi.
47
B. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah disusun, maka dalam penulis ini, penulis
ingin menyampaikan beberapa saran yaitu :
1. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan manfaat praktis yang menekankan intervensi pasien
dengan resiko perilaku kekerasan dengan melatih kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki pasien untuk latihan terapi relaksasi otot
progresif agar pasien mampu merelaksasikan ketegangan jiwa yang
ada dalam tubuhnya dan tidak malas untuk beraktivitas.
2. Bagi Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan penulis mampu
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam merawat pasien
dengan resiko perilaku kekerasan.
3. Bagi Institusi
Hendaknya selalu memberikan motivasi dan meningkatkan
Kepustakaan jiwa tentang Resiko Perilaku Kekerasan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Pendidikan : SD
Umur : 21 tahun
Dengan ini saya menyatakan bersedia/ tidak bersedia*) menjadi responden pada
penelitian dengan judul “Pengelolaan Resiko Perilaku Kekerasan dengan Terapi
Relaksasi Otot Progresif Di Wilayah Kerja Puskesmas I Sokaraja” yang dilakukan
oleh Alifia Melinia Ramadhanty mahasiswA Poltekkes Kemenkes Semarang
Program Studi Diploma III Keperawatan Purwokerto.
( )
Nama Pasien :
Tempat Kegiatan :
NO Aspek Penilaian Tanggal Evaluasi
I Tanda Gejala
Kognitif
1. Tidak mampu mengontrol PK
2. Punya pikiran negatif dalam menghadapi
stressor
3. Mendominasi pembicaraan
Bawel
4. Sarkasme
5. Meremehkan keputusan
6. Flight of idea
7. Perubahan isi piker
8. Ingin memukul orang lain
Afektif
11. Afek labil
12. Marah
13. Kecewa/ kesal
14. Curiga
15. Mudah tersinggung
16. Frustasi
17. Merasa tidak aman dan nyaman
18. Merasa jengkel
19. Dendam
20. Ingin memukul orang lain
Fisiologis
21. Muka merah
22. Pandangan tajam
23. Mengatup rahang dengan kuat
24. Mengepalkan tangan
25. Tekanan darah meningkat
26. Denyut nadi meningkat
27. Pupil dilatasi
28. Tonus otot meningkat
29. Mual
30. Frekuensi BAB meningkat
31. Kadang konstipasi
32. Kewaspadaan meningkat
33. Wajah tegang
Perilaku
56
34. Mondar-mandir
35. Melempar/memukul benda/ orang lain
36. Merusak barang
37. Sikap bermusuhan
38. Agresif/ pasif
39. Sinis/ curiga
40. Perilaku verbal ingin memukul
41. Memberontak
42. Nada suara keras
Sosial
43. Bicara kasar
44. Suara tinggi, menjerit, berteriak
45. Mengancam secara verbal atau fisik
46. Pengasingan
47. Penolakan
48. Ejekan
49. Mentertawakan
50. Menarik diri
Total Jumlah Tanda dan Gejala
57
baik.
f) Susun jadwal latihan mengungkapkan
marah secara verbal.
Petunjuk Pengisian:
1. Isilah dengan lengkap.
2. Untuk data yang dipilih, beri tanda (√ ) pada kotak yang tersedia.
3. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban.
59
Petunjuk Pengisian:
1. Isilah dengan lengkap.
2. Untuk data yang dipilih, beri tanda (√ ) pada kotak yang tersedia.
3. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban.
61
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh :
Nama Mahasiswa : Alifia Melinia Ramadhanty
NIM : P1337420218108
Tanggal Pengkajian : 17 Maret 2021
1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 21 tahun
Alamat : Sokaraja Tengah RT 02/RW 01
Agama : Islam
Status : Lajang
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 49 tahun
Alamat : Perempuan
Jenis Kelamin : Sokaraja Tengah RT 02/RW 01
Agama : Islam
62
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Hubungan dengan Pasien : Ibu kandung
3. Alasan masuk
Pasien masuk ke Puskesmas Sokaraja 1 pada dua tahun yang lalu,
diantar oleh ibunya setelah mengalami kejang-kejang karena
menggunakan tembakau gorilla, setelah kejadian tersebut pasien mulai
sensitive dan terjadi perubahan tingkah laku seperti mengamuk,
memukul barang, dan bersuara kasar.
4. Faktor Predisposisi
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat di Rumah Sakit
Banyumas dan Panti rehabilitasi di bungkanel purbalingga. Pasien
pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan sudah pernag
menjalani pengobatan namun kurang berhasil dalam mempertahankan
pengobatan secara teratur karena pasien menyimpan obat sendiri tanpa
jangkauan orang tua. Setelah keluar dari Rumah Sakit Banyumas kini
pasien menjalani pengobatan dirumah dan setiap sebulan sekali control
ke Rumah Sakit Banyumas. Didalam keluarga Pasien tidak ada
anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
5. Faktor Prespitasi
Pasien mengatakan sering marah-marah dan mengamuk jika ditinggal
ibunya pergi berdagang di pasar. Pasien lebih suka diam dan
memendam perasaanya sendiri. Pasien pernah memukuli adik
kandungnya. Pasien pernah memukul pasir sampai tangannya terluka.
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik/Compos Mentis
b. Tanda-tanda vital :
TD: 101/90mmHg N: 84x/menit
S: 36,5oC RR: 21x/menit
63
6. Psikososial
a. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis menikah
: Pasien
64
: Garis keturunan
Penjelasan :
Pasien merupakan anak ke tiga dari 6 bersaudara, pasien berusia 21
tahun, pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan adik yang terakhir.
Sedangkan kakanya yang ke 1dan 2 sudah menikah dan sudah
tidak tinggal bersama. Adik ke 1 dan 2 meninggal semasa masih
dalam kandungan. Di dalam anggota keluarga Pasien, tidak ada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
b. Konsep diri:
1) Citra diri
Pasien mengatakan selalu bersyukur terhadap anggota
tubuhnya karena sudah tidak ada kekurangan pada anggota
tubuhnya dan pasien menyukai semua anggotanya.
2) Identitas diri
Pasien mengetahui bahwa Pasien berama Sdr. F, pasien
tinggal bersama ayah, ibu dan adiknya. Sebelum sakit Pasien
berperilaku ramah pada keluarganya. Pasien berlatarbelakang
pendidikan SD. Pasien pernah dirawat sebelumnya di Rumah
Sakit Jiwa pada tahun 2020.
3) Peran diri
Pasien adalah anak ke tiga dari 6 bersaudara, pasien tinggal
bersama ayah, ibu dan adiknya, pasien belum mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya karena Pasien tidak bekerja.
Pasien merasa malu dan sedih.
4) Ideal diri
65
5) Harga diri
Pasien mengatakan sering marah dan jarang keluar rumah karena
merasa malu jika dirinya pengangguran dan tidak bisa membantu
perekonomian keluarganya.
6) Hubungan sosial :
a) Orang Terdekat
Pasien mengatakan bahwa orang yang paling dekat adalah
ibunya, tempat mengadu, tempat bicara, mita bantuan dan
dukungan.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Pasien mengatakan dirinya tidak pernah mengikuti kegiatan
karabg taruna di lingkungannya dan lebih suka berdiam dii
dirumah.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan cenderung pendiam dan pasien malu jika
bertemu dengan orang yang baru dikenal.
7) Spiritual:
a) Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan beragama islam dan percaya kepada Allah
SWT. Sebelum sakit Pasien rajin beribadah, dan selama sakit
ibadahnya juga masih rajin.
b) Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan selama dirumah Pasien rajin sholat dan
sesekali mengaji.
8) Status Mental
66
a) Penampilan
Penampilan pasien rapi, rambut terlihat bersih, gigi bersih
kekuningan, kuku pendek dan bersih, kulit kuning langsat,
bersih dan lembab.
b) Pembicaraan
Pembicaraan Pasien tampak lirih, dalam berbicara datar,
intonasi jelas, suara pasien cukup pelan dan terdengar keras,
tetapi kadang menunduk, pasien terkadang mau memulai
pembicaraan dengan orang lain.
c) Aktivitas Motorik
Pasien tampak gelisah, tampak menunduk saat diajak
berbicara, posisi duudk pasien bergeser-geser, posisi
duduk membungkuk.
d) Alam Perasaan
Pasien mengatakan merasa putus asa, khawatir, dan
ketakutan karena belum bisa mendapat pekerjaan.
e) Afek
Afek datar, dibuktikan saat diajak bercerita tentang hal-hal
yang menyenangkan tidak terdapat ekspresi perasaan dan
ekspresi muka tampak biasa saja, kontak mata kurang, dan
sedi amenunduk
f) Interaksi selama wawancara
Pasien kooperatif saat diajak bicara, pasien hanya mau
menjawab pertanyaan seperlunya saja, tetapi kadang jug a
bertanya. Kontak mata kurang,dan lebih suka diam.
g) Persepsi
Pasien tidak memiliki halusinasi, pasien tidak memiliki
bayangan atau bisikan-bisikan yang aneh.
h) Proses Pikir
Pada saat diajak berbicara pasien menjawab pertanyaan
dengan nada suara lirih dan terkadang cukup keras.
67
c) Mandi
Pasien mau mandi 2xsehari pada pagi dan sore hari,
menggunakan sabun mandi. Pasien rajin gosok gigi.
d) Berpakaian/berhias
Pasien mampu mengenakan pakaian sendiri, menggunakan
pakaian yang sesuai. Pasien selalu menyisir rambutnya.
e) Istirahat dan tidur
Pasien tampak lebih sering tidur, baik pada siang maupun
malam hari Pasien tidur 9-10 jam perhari. Kegiatan Pasien
sebelum maupun sesudah tidur hanya dudu di atas tempat tidur
memandangi dinding dan langit-langit kamar.
f) Penggunaan obat
Selama dirumah pasien selalu patuh minum obat jika setelah
makan.
g) Pemeliharaan kesehatan
Pasien selalu kontrol secara lanjut, dan kontrol ditemani
ayahnya. Perawatan lanjut.
h) Kegiatan didalam rumah
Pasien mampu menjaga kerapian rumah dan menjaga
kebersihan rumah.
i) Kegiatan diluar rumah
Pasien mengatakan jika sudah sembuh akan berusaha mencoba
mengikuti kegiatan dimasyarakat dan mau berkumpul dengan
tetangga yang ada disekitar rumahnya.
10) Mekanisme Koping
69
Pakai
Chlorpromazine 1x1 tab Sore
Risperidone 2x1 tab Pagi, Sore
Trihexyphendyl 1x1 tab Sore
Amitriptyline 1x1 tab Sore
B. Analisa Data
No Data Fokus Problem Paraf
1. DS : Resiko Perilaku Alifia
Pasien mengatakan sering marah dan Kekerasan
kesal terhadap adiknya yang sedang
tertawa sendiri dengan hp seolah-olah
sedang menertawakan pasien. Pasien
marah sampai memukul adiknya dan
memukul pasir.
DO :
Pasien tampak pandangan mata
sedikit tajam,
Pasien tampak gelisah,
Pasien tampak menahan rasa
marah
saat interaksi konta mata
kurang,
pembicaraan terdengar keras.
2. DS : Gangguan Alifia
Pasien mengatakan merasa malu Konsep Diri :
karena belum bekerja diusianya saat Harga Diei
ini, pasien mengatakan malu jika Rendah
bertemu dengan orang yang baru
kenal.
DO :
Pasien berbicara dengan nada
suara lirih, lambat
Pasien lebih sering menunduk
71
Sebab
Gangguan konsep diri : harga diri
D. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawat Tujuan Intervensi
an
Resiko setelah dilakukan tindakan SP 1 Pasien :
Perilaku asuhan keperawatan selama 1. Menanyakan
Kekerasan 3x8 jam diharapkan pasien penyebab perilaku
dapat : kekerasan, tanda
1. Pasien dapat membina dan gejala perilaku
hubungan saling percaya kekerasan.
2. Pasien dapat mengenal 2. Menyebutkan cara
resiko perilaku mengontrol
72
tentang cara
merawat Pasien di
rumah
2. Diskusikan
masalah yang
dihadapi keluarga
dalam merawat
pasien
3. Diskusikan
bersama keluarga
tentang perilaku
kekerasan
(penyebab, tanda
dan gejala,
perilaku yang
muncul dan akibat
dari perilaku
tersebut)
4. Diskusikan
bersama keluarga
kondisi-kondisi
pasien yang perlu
segera dilaporkan
kepada perawat,
seperti melempar
atau memukul
benda/orang lain.
SP 2 Kleuarga :
1. Melatih keluarga
melakukan cara-
cara mengontrol
kemarahan
74
2. Evaluasi
pengetahuan
keluarga tentang
masalah
3. Anjurka keluarga
untuk memotivasi
pasien melakukan
tindakan yang
telah diajarkan
oleh perawat
4. Ajarkan keluarga
untuk memberikan
pujian kepada
pasien bila dapat
melakukan
kegiatan tersebut
secara tepat
5. Diskusikan
bersama keluarga
tindakan yang
harus dilakukan
bila pasien
menunjukkan
gejala-gejala
perilaku
kekerasan.
Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi Otot
asuhan keperawatan selama Progresif
3x8 jam diharapkan pasien 1. Persiapan pasien
dapat : Berikan posisi
1. Pasien dapat nyaman, bantu
membina hubungan pasien untuk
saling percaya mendapatkan
75
dilakukan dalam 3
sesi akan
memudahkan
pasien untuk
mengingat
gerakan-gerakan
yang telah dilatih
oleh terapis.
F. Implementasi Keperawatan
Tanggal
Implementasi Respon Pasien Paraf
/Jam
17 Maret Membina hubungan saling Pasien mengatakan Alifia
2021 percaya bernama Sdr. F
08.00 Menyebutkan nama alamat dan senang
dan nama panggilan dipanggil F
Menjabat tangan Pasien Pasien mampu Alifia
menjawab
pertanyaan dengan
baik
Pasien mau Alifia
berjabat tangan
namun tidak
menatap lawan
bicaranya
SP 1 Pasien :
Identifikasi penyebab Pasien mengatakan Alifia
77
pengertian dan
tujuan dari terapi Alifia
Pasien masih
bingung dan diam
18 Maret SP 2 Pasien :
2021 Mengevaluasi perasaan dan Pasien mengatakan Alifia
latihan nafas dalam saat ini perasaanya
sedikit tenang
08.00 Melatih mengontrol perilaku Pasien memukul Alifia
kekerasan secara fisik ke-2 bantal dengan
yaitu pukul bantal sekuat tenaga
08.05 Melatih terapi relaksasi otot Pasien hanya Alifia
progresif sesi 2 mengangguk
Menjelaskan tujuan pertemuan Pasien tampak
kedua yaitu Pasien mampu diam dan Alifia
melakukan teknik relaksasi mengangguk
dengan mengencangkan dan
mengendorkan otot mata,
mulut, tengkuk, bahu, tangan,
punggung, perut dan kaki
Mengatur posisi pasien pada Pasien mengambil 2
08.10 tempat duduk kursi dan duduk Alifia
berhadapan
Menganjurkan pasien menarik Pasien tarik nafas
08.15 nafas dalam hembuskan secara dalam dan Alifia
perlahan 3-5kali dan katakana mengatakan “rileks”
rileks
Mendemonstrasikan gerakan Pasien mengerutkan
08.20 Alifia
1 : Mengerutkan dahi dan alis alis
sekencang-kencangnya hingga
kulit terasa mengerut
kemudian dilemaskan
80
progresif
Pasien mengatakan
Menanyakan hambatan apa
“gerakannya Alifia
yang dirasakan selama terapi
banyak, saya gak
inget semua terus
tangan sama kaki
saya pegal kalo
kelamaan”
Pasien mengangguk
Memberikan motivasi untuk
dan mengatakan Alifia
tetap latihan relaksasi otot
“insyaAllah”
progresif untuk menurunkan
gejala perilaku kekerasan dan
meningkatkan kemampuan
perilaku asertif
Pasien mengatakan
Menanyakan perasaan setelah
“senang dan rileks Alifia
dilakukan terapi relaksasi
tapi capek”
otot progresif
Pasien mengangguk
Menganjurkan pasien untuk
Alifia
memasukkan kegiatan ini
pada buku harian
Pasien dan keluarga
Mengakhiri pertemuan dan
senang dan juga Alifia
mengucapkan terimakasih
85
G. EVALUASI
2
18 Maret S: Alifia
2021 Pasien mengatakan kesalnya berkurang
Pasien mengatakan sedikit bisa mengontrol
marah
Pasien mengatakan masih ingat dan sudah bisa
mengontrol marah dengannafas dalam
O:
Kurangnya kontak mata selama perawatan
Pasien sudah kooperatif dan pasien mau
mempraktikan cara mengontrol perilaku
kekerasan
A : Masalah Resiko Perilaku Kekerasan teratasi
sebagian, dibuktikan pasien sudah mampu untuk
mengontrol perilaku kekerasan .
P:
Mengevaluasi SP 1 dan SP 2 cara mengontrol
marah yang benar
Melanjutkan sesi ke 2 dan sesi ke 3 terapi
relaksasi otot progresif
19 Maret S: Alifia
2021 Pasien mengatakan kesalnya sudah berkurang
Pasien sudah mampu mengontrol perilaku
kekerasan
O:
Pasien tampak lebih tenang dan rileks
Pasien sudah mulai tidak bicara kasar, mampu
meminta dan menolak dengan baik
Emosi pasien sudah labil
A ; Masalah resiko perilaku kekerasan teratasi
sebagian, dibuktikan Pasien sudah mampu untuk
87
LEMBAR BIMBINGAN
NIM : P1337420218108
TANDA
G
88
Senin, 14
2020
Untuk
prologfokuspada
masalah utama
KTI dan
Senin, 19
penelitian
2. Oktober Pengajuan Bab I
terdahuluyang
2020
berkaitan masalah
utama KTI,
minimal 3
penelitian
Senin, 30
2020
4. Rabu, 2 Pengajuan Bab II dan Bab II tolong
lakukan terhadap
pasien anda”
secara teori.
Lihat rujukan
Bab II bukan
pembahasan ya,
tolong dilihat
lagi.
Kamis, 3
Pengajuan Bab II dan
5. Desember ACC
III
2020
Kamis, 3
2020
Jumat, 4 Membuat PPT dan
2021 proposal
Senin, 12
8. Konsul BAB IV Revisi pengkajian
Maret 2021
Bab ini, kesulitan
hadapi dan
9. bagaimana solusi
dalam mengatasi
masalah klien
Senin, 26 Konsul Revisi BAB Revisi
10.
Maret 2021 IV Pembahsan
Senin, 3
11. Konsul revisi BAB IV ACC
April 2021
90
NIM : P1337422018108
Jurusan : Keperawatan
Tim Penguji
NO JABATAN NAMA TANDA TANGAN
1 Ketua Penguji Dyah Wahyuningsih, 1
S.Kep. Ns.M. Kep
2 Penguji 1 Ruti Wiyati, S.Kep. Ns., 2
M.Kep
3 Penguji 2 Widyo Subagyo, SST., 3
MMR