Anda di halaman 1dari 104

i

LAPORAN STUDI KASUS

PENGELOLAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN TERAPI

RELAKSASI OTOT PROGRESIF DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS I SOKARAJA

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto

ALIFIA MELINIA RAMADHANTY


NIM.P1337420218108

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


PURWOKERTO JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
ii

LAPORAN STUDI KASUS

PENGELOLAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN TERAPI

RELAKSASI OTOT PROGRESIF DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS I SOKARAJA

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto

ALIFIA MELINIA RAMADHANTY


NIM.P1337420218108

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


PURWOKERTO JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Alifia Melinia Ramadhanty
NIM : P1337420218108
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan studi kasus yang saya tulis ini
adalah benr benar merupakan hasil karya saya senddiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan proposal laporan kasus
ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, 14 November 2020


Yang membuat pernyataan,

Alifia Melinia Ramadhanty


iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal studi kasus oleh Alifia Melinia Ramadhanty NIM.


P1337420218108 dengan judul Pengelolaan resiko perilaku kekerasan dengan
terapi relaksasi otot progresif, telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.

Purwokerto, 14 November 2020


Pembimbing I Pembimbing II

Widyo Subagyo, SST,MMR Ruti Wiyati, S.Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19750707 200112 1 001 NIP. 19720705 199803 3 003
v

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal studi kasus oleh Alifia Melinia Ramadhanty, NIM. P1337420218108


dengan judul Pengelolaan resiko perilaku kekerasan dengan terapi relaksasi otot
progresif, telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 1 Desember
2020.

Dewan Penguji:

Dyah Wahyuningsih, S.Kep. Ns.M. Kep Ketua ( )


NIP. 19760331 199803 2 001

Ruti Wiyati, S.Kep. Ns., M.Kep Anggota I ( )


NIP. 19720705 199803 3 003

Widyo Subagyo, SST,MMR Anggota II ( )


NIP. 19750707 200112 1 001

Mengetahui,
Ketua Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Walin, SST., M.Kes.


NIP. 19650423 198803 2 002
vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,


atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan proposal studi kasus
berjudul “Pengelolaan Resiko Perilaku Kekerasan dengan Terapi Relaksasi Otot
Progresif” Seuai dengan waktu yang direncanakan.
Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan berkat
adanya dukungan dari berbagai belah pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada:
1. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP. Selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang
2. Bapak Suharto, S.Pd., MN. Selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang
3. Ibu Walin, SST., M.Kes. selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan
Purwokerto Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
4. Widyo Subagyo, SST,MMR. selaku Dosen Pembimbing I Karya Tulis Ilmiah
5. Ruti Wiyati, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing II Karya Tulis
Ilmiah yang banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan proposal
laporan kasus karya tulis ilmiah sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan
pendidikan diploma III
6. Seluruh dosen dan tenaga kependidikan Program Studi D III Keperawatan
Purwokerto Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang yang telah
memberikan kenyamanan menuntut ilmu bagi penulis
7. Seluruh teman angkatan 2018 yang telah membantu menyelesaikan
penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini
8. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu menyelesaikan penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini

Penulis menyadari bahwa prosal karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan proposal ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi para
vii

pembaca khususnya bagi penulis sendiri. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Purwokerto, 14 November 2020

Penulis
viii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................... i
HALAMAN JUDUL............................................................................ ii
HALAMAN KEASLIAN PENULISAN.............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. v
KATA PENGANTAR.......................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................... viii
DAFTAR SINGKATAN...................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan....................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan..................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengkajian................................................................................. 5
B. Diagnosa Keperawatan............................................................. 7
C. Perencanaan.............................................................................. 7
D. Pelaksanaan .............................................................................. 19
E. Evaluasi..................................................................................... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rencana Penelitian.................................................................... 21
B. Subjek Penelitian...................................................................... 21
C. Fokus Studi............................................................................... 21
D. Definisi Operasional................................................................. 21
E. Tempat dan Waktu.................................................................... 22
F. Pengumpulan Data.................................................................... 22
G. Cara Pengolahan Data............................................................... 23
ix

H. Penyajian Data.......................................................................... 23
I. Etika Penelitian......................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Asuhan Keperawatan..............................................................25
B. Pembahasan......................................................................................39
C. Keterbatasan.....................................................................................45
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan..........................................................................................46
B. Saran.................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................
x

PENGELOLAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN TERAPI


RELAKSASI OTOT PROGRESIF DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS I SOKARAJA
Alifia Melinia Ramadhanty, Widyo Subagyo, SST, MMR., Ruti Wiyti, S.Kep, Ns,
M.Kep
1) Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Purwokerto Poltekkes
Kemenkes Semarang
2) Dosen Jurusan Keperawatan Purwokerto Poltekkes Kemenkes Semarang
Email : alifiamelinia@gmail.com

ABSTRACT
Background: The risk of violent behavior is a form of violent behavior that has the
risk of physically, emotionally and or sexually harming oneself or others.
Patients who are at risk of violent behavior usually have a history of or threats
of violence against themselves or others. In Central Java Province, there were
260,247 mental disorders patients (Central Java Provincial Health Office,
2014). Riskesdas 2018 noted that the prevalence of serious mental disorders
in the Indonesian population is 1.7 per mile. Progressive muscle relaxation is
the simplest and easiest method of relaxation to learn by tensing and relaxing
the muscles of the body. Changes caused by progressive muscle relaxation
can reduce muscle tension, lower metabolic rate, increase the feeling of
fitness, and concentration, and improve the ability to deal with stressors.
Objective: Implement risk management of violent behavior with progressive
muscle relaxation therapy.
Methods: The research method used by the author in making scientific papers on
nursing care for patients with the Risk of Violent Behavior with Progressive
Muscle Relaxation Therapy is a descriptive method with a case study
approach and using a nursing approach process.
Result: The patient was angry until he hit his younger brother and hit the sand, it
can be concluded that the problem experienced by the patient was a risk
disorder for violent behavior. After doing Progressive Muscle Relaxation
therapy showed success in controlling anger.
Keywords: Risk Management of Violent Behavior with Progressive Muscle
Relaxation Therapy
xi

DAFTAR SINGKATAN

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

SP : Strategi Pelaksana

SOP : Standar Operasional Prosedur


xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Inform Consent..................................................................................

Lampiran 2 SOP Terapi Relaksasi Otot Progresif................................................

Lampiran 3 Evaluasi Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan....................

Lampiran 4 Evaluasi Kemampuan Klien..............................................................

Lampiran 5 Evaluasi Kemampuan Keluarga Klien...............................................

Lampiran 6 Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan pada Sdr. F..........

Lampiran 7 Lembar Bimbingan Penulisan............................................................

Lampiran 8 Berita Acara Seminar Hasil...............................................................


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan
benci atau marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Gangguan jiwa perilaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang memiliki
tekanan batin yang berupa kebencian terhadap seseorang. Maka seseorang yang
memiliki gangguan jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan perhatian
khususnya dalam perawatan supaya resiko tindakan yang dapat membahayakan
diri sendiri dan orang lain bisa diperkecil (Yosep, 2007). Latihan relaksasi otot
progresif dapat meningkatan ketrampilan dasar relaksasi untuk mengontrol
marah dan memperbaiki kemampuan mengatasi stress (Pangestika,
Rochmawati & Purnomo, 2018). Penelitian lain yang dilakukan oleh Fhadilah,
Adi & Shobirun (2017) ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap
penurunan emosi marah pada pasien resiko perilaku kekerasan. Dari penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa relaksasi otot progresif dapat menurunkan
perilaku kekerasan pada klien skizofrenia (Suryanti & Ariani, 2018).
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku kekerasan yang
berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan atau seksual pada diri sendiri
atau orang lain. Pasien yang mengalami risiko perilaku kekerasan biasanya
memiliki riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Menurut Keliat (2005) ada beberapa
tanda gejala terjadinya perilaku kekerasan diantaranya yaitu, bicara kasar,
muka merah, otot tegang, pandangan tajam, berdebat, nada suara tinggi,
memaksakan kehendak seperti merampas makanan dan memukul jika menemui
hal-hal yang tidak disenangi.
Data WHO (World Health Organization, 2016) menunjukkan, terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia. Di Provinsi jawa tengah kunjungan pasien gangguan jiwa
sebanyak 260.247 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014).
Riskesdas Tahun 2018, mencatat bahwa prevalensi gangguan jiwa berat pada
2

penduduk Indonesia adalah 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Lebih lanjut jika
Riskesdas menyebutkan bahwa prevalensi gangguan jiwa emosional pada
penduduk Jawa Tengah adalah 9,8% dari seluruh penduduk Indonesia
(Riskesdes RI, 2018).
Menurut Yusuf (2015), tanda gejala yang sering muncul pada pasien
dengan resiko perilaku kekerasan seperti emosi (tidak adekuat, tidak mana, rasa
terganggu, marah/dendam, jengkel), intelektual (mendominasi, bawel,
berdebat, meremehkan), fisik ( muka merah, pandangan tajam, tangan
mengepal, napas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, TD
meningkat), spiritual (kemahakuasaan, kenijakan/kebenaran diri, keraguan,
tidak bermoral, kebejatan), sosial (menarik diri, pengasingan, penolakan,
kekerasan, ejekan, humor).
Perawat memiliki peran penting dalam pengendalian kemarahan yang
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, mengendalikan marah dengan
relaksasi, latihan fisik, sosial/ verbal, mengkonsumsi obat dengan teratur, dan
secara spiritual ( Keliat, 2010). Salah satu aktivitas terarah yang dapat
diajarkan kepada klien dalam mengendalikan perilaku kekerasan adalah dengan
menggunakan teknik relaksasi. Teknik relaksasi merupakan keterampilan,
dimana untuk mendapatkan manfaatnya perlu mempraktekkannya secara
teratur (Widyastuti, 2003).
Relaksasi Otot progresif adalah suatu metode relaksasi yang paling
sederhana dan mudah dipelajari dengan menegangkan dan merilekskan otot-
otot tubuh (Richmond, 2013). Perubahan yang diakibatkan oleh relaksasi otot
progresif yaitu dapat mengurangi ketegangan otot, menurunkan laju
metabolisme, meningkatkan rasa kebugaran, dan konsentrasi, serta
memperbaiki kemampan untuk mengatasi stressor (Potter & Perry, 2005,
hlm.491).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini
dalam pembuatan prorposal laporan kasus dengan judul “Pengelolaan Resiko
Perilaku Kekerasan dengan Terapi Relaksasi Otot Progesif”
3

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pengelolaan Resiko Perilaku Kekerasan dengan Terapi
Relaksasi Otot Progesif ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan pengelolaan resiko perilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progesif.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian pada pasien resiko perilaku kekerasan
dengan terapi relaksasi otot pogresif.
b. Menetapkan diagnosis keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan jiwa pada pasien resiko perilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progresif.
c. Melaksanakan perencanaan keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan jiwa pada pasien resiko peilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progresif.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan jiwa pada pasien resiko perilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progresif.
e. Melaksanakan evaluasi dari asuhan keperawatan dengan masalah
keperawatan jiwa pada pasien resiko perilaku kekerasan dengan terapi
relaksasi otot progresif.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
bahan kajian dalam pengembangan ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan
resiko perilaku kekerasan dengan terapi relaksasi otot progresif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien
Pasien dapat mengenal dan mengontrol resiko perilaku kekerasan yang
dialaminya.
b. Bagi Keluarga Pasien
4

Mengajarkan pada keluarga cara mengontrol dan merawat anggota


keluarga yang mengalami resiko perilaku kekerasan dengan cara
melakukan strategi pelaksanaan.
c. Bagi Perawat
Hasil laporan kasus ini, diharapkan sebagai salah satu panduan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien resiko perilaku kekerasan
yang ada di bangsal.
d. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil laporan kasus ini, dapat diharapkan sebagai bahan masukan dalam
kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan pada
pasien resiko perilaku kekerasan yang ada di bangsal.
e. Bagi Penulis
Hasil laporan kasus ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
ketrampilan dalam melakukan asuhan keperawatan, juga sebagai bahan
referensi untuk melakukan pengelolaan kasus selanjunya agar lebih baik.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengkajian
Tahap pengkajian bertujuan untuk mengumpulkan data dan
perumusan masalah atau kebutuhan pasien (Prabowo, 2014).
Menurut Riyadi dan Purwanto, (2013) pengkajian pasien resiko
perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku
kekerasan adalah faktor biologis, psikologis, dan
sosiokultural.
b. Faktor Prespitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan
dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang berasal dari
luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian dan
lain-lain. Sedangkan stressor yang berasal dari dalam
adalah putus hubungan dengan orang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik dan
lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu rebut, padat,
kitikan yang mempengaruhi pada penghinaan, tindakan
kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
c. Status Mental
1) Penampilan
Data ini didapatkan melalui hasil observasi
perawat/keluarga
a) Penampilan tidak rapi jika dari ujung rambut
sampai ujung kaki yang tidak rapi. Misalnya :
rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat,
6

resleting tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak


ganti-ganti.
b) Penggunaan pakaian tidak sesuai. Misalnya
pakaian dalam dipakai diluar baju.
c) Cara berpakaian tidak seperti biasanya. Jika
penggunaan pakaian tidak tepat (waktu, tempat,
identitas, situasi/kondisi)
d) Jelaskan hal-hal yang ditampilkan klien dan
kondisi lain yang tidak tercantum.
2) Kesadaran
a) Kuantitatif atau penurunan kesadaran
(1) Compos mentis : sadarkan diri
(2) Apati : individu mulai mengantuk dan acuh
tak acuh terhadap rangsang yang masuk,
diperlukan rangsang yang kuat untuk
menarik perhatian
(3) Somnolensia : jelas sudah mengantuk,
diperlukan rangsang yang kuat lagi untuk
menarik perhatian
(4) Sopor : ingatan, orientasi, dan pertimbangan
sudah hilang
(5) Subkoma dan koma : tidak ada respon
terhadap rangsang yang keras.
b) Kualitatif
(1) Tidak berubah : mampu mengadakan
hubungan dan pembatasan dengan
lingkungannya dan dirinya (sesuai
dengan kenyataan)
(2) Berubah : tidak mampu mengadakan
hubungan dan pembatasan dengan
lingkungannya dan dirinya pada taraf
tidak sesuai dengan kenyataan
7

(3) Gangguan tidur : dapat berupa insomnia,


somnabulisme, night mare, narkolepsi
(4) Meninggi : keadaan dengan respon yang
meninggi terhadap rangsang seperti
suara terasa lebih keras
(5) Hipnosa : kesadaran yang sengaja diubah
menurun/menyempit
(6) Disosiasi : tingkah laku atau kejadian
yang memisahkan dirinya secara
psikologik dengan kesadarannya, contoh
trans fugue, dll

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan adalah resiko
perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (Herdman & Kamitsuru, 2015).
Diagnosa resiko perilaku kekerasan ini ditegakkan apabila saat ini pasien
tidak melakukan perilaku kekerasan terhadap diri sendiri namun
mempunyai riwayat peilaku kekeasan terhadap diri sendiri dan belum
mampu untuk mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan terhadap diri
sendiri tersebut.
C. Intervensi keperawatan
Menurut Sutejo (2018) intervensi keperawatan untuk klien dengan
risiko
perilaku kekerasan
a. Tujuan
Tujuan Umum : Klien mampu mengatasi dan mengendalikan risiko
perilaku kekerasan secara mandiri
Tujuan khusus 1 : Klien dapat melakukan BHSP (bina hubungan saling
percaya). Dengan kriteria hasil: Ekspresi wajah cerah, mau tersenyum,
mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaannya,
bersedia mengungkapkan masalah
8

Intervensi : Membina hubungan saling percaya dengan mengedepankan


prinsip terapeutik:
1) Mengucapkan salam terapeutik. Sapa klien dengan ramah, baik
melalui verbal maupun non verbal
2) Berjabatan tangan dengan klien
3) Perkenalan diri dengan sopan
4) Tanyakan nama klien dan nama panggilan yang disukai oleh
klien
5) Jelaskan tujuan pertemuan
6) Membuat kontrak dengan klien mengenai topik yang akan
dibahas, waktu, dan tempat setiap kali bertemu dengan klien
7) Menunjukkan sikap empati, menerima klien apa adanya
8) Berikan perhatian pada klien dan kebutuhan dasar klien
Tujuan khusus 2 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
dilakukannya. Dengan kriteria hasil: Klien mampu menceritakan perilaku
kekerasan yang dapat dilakukannya, klien mampu menceritakan penyebab
perasaan jengkel atau kesal, baik dari faktor diri sendiri atau lingkungan
Intervensi : Diskusikan bersama klien untuk menceritakan hal yang
menjadi penyebabkan rasa kesal atau jengkelnya, dengarkan penjelasan
klien tanpa menyela pembicaraan dan tanpa memberi penilaian di setiap
ungkapan perasaan klien
Tujuan khusus 3 : Klien dapat mengidentifikasi atau menyebutkan tanda
dari perilaku kekerasan. Dengan kriteria hasil : Klien dapat menyebutkan
ciri fisik dari perilaku kekerasan: mata merah, tangan mengepal, ekspresi
tegang, dan lain-lain, klien dapat menyebutkan ciri emosional dari perilaku
kekerasan: penyebab dari perasaan marah, jengkel, bicara kasar, klien
dapat menyebutkan ciri sosial dari perilaku kekerasan: merasa bermusuhan
saat terjadi perilaku kekerasan
Intervensi : Diskusikan dan berikan motivasi pada klien untuk
menceritakan kondisi fisik saat terjadi perilaku kekerasan, diskusikan dan
berikan motivasi pada klien untuk menceritakan kondisi emosinya saat
terjadi perilaku kekerasan, diskusikan dan berikan motivasi pada klien
9

untuk menceritakan kondisi hubungannya dengan orang lain yang ada


disekitarnya saat terjadi perilaku kekerasan
Tujuan khusus 4 : Klien dapat mengidentifikasi jenis dari perilaku
kekerasan yang pernah dilakukan. Dengan kriteria hasil : Klien dapat
mengekspresikan jenis-jenis kemarahan yang dilakukan, klien dapat
menyebutkan atau menjelaskan perasaannya saat melakukan kekerasan,
efektivitas cara yang dipakai menyelesaikan masalah.
Intervensi : Diskusikan dengan klien mengenai perilaku kekerasan yang
dilakukannya selama ini, berikan motivasi pada klien untuk menceritakan
jenis-jenis tindakan kekerasan yang pernah dilakukannya, berikan motivasi
pada klien untuk menceritakan perasaannya setelah melakukan tindakan
kekerasan tersebut, diskusikan dengan klien apakah dengan melakukan
tindakan kekerasan klien merasa masalahnya sudah terselesaikan dan
dapat teratasi
Tujuan khusus 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku
kekerasan. Dengan kriteria hasil : Klien dapat menjelaskan dampak yang
timbul pada diri sendiri: luka, dijauhi teman, klien dapat menjelaskan
dampak yang terjadi pada orang lain: luka, tersinggung, ketakutan, klien
dapat menjelaskan dampat yang terjadi pada lingkungan: barang atau
benda-benda rusak.
Intervensi : Diskusikan dengan klien mengenai kerugian dari tindakan
kekerasan yang dilakukan pada:
1) Diri sendiri
2) Orang lain/keluarga
3) Lingkungan
Tujuan khusus 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif atau
cara-cara sehat dalam mengungkapkan kemarahan. Dengan kriteria hasil :
Klien dapat menjelaskan mengenai cara-cara sehat dalam mengungkapkan
kemarahan.
Intervensi : Diskusikan dengan klien mengenai apakah klien mau untuk
mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan pada
klien berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan kemarahan selain
10

perilaku kekerasan yang diketahu klien, jelaskan cara sehat untuk


mengungkapkan kemarahan :
1) Cara fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.
2) Verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal atau marah
kepada orang lain
3) Sosial : latihan asertif dengan orang lain
4) Spiritual : sembahyang dan berdoa sesuai dengan keyakinan
agamanya masing-masing
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan keperawatan
a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
b) Klien dapat mengidentifikasi tnda tanda perilaku
kekerasan
c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku
kekerasan yang pernah dilakukannya
d) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku
kekerasan yang dilakukannya
e) Klien dapat menyebutkan cara mencegah /
mengendalikan perilaku kekerasan
f) Klien dapat mencegah / mengendalikan perilaku
kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan
dengan psikofarmaka

b. Tindakan keperawatan
a) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya, klien harus
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan
perawat. Tindakan yang harus perawat lakukan dalam
rangka membina hubungan saling percaya adalah :
(1) Mengucap salam terapeutik
(2) Berjabat tangan
11

(3) Menjelaskan tujuan interaksi


(4) Membuat kontrak topic, waktu, dan tempat
setiap kali bertemu klien
b) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekersan
sekarang dan yang lalu
c) Diskusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan
pasien jika terjadi penyebb perilaku kekerasan.
d) Diskusikan bersama klien cara mengendalikan perilaku
kekerasan, yaitu dengan cara berikut
(1) Fisik : pukul kasur / bantal, tarik nafas dalam
(2) Obat
(3) Sosial / verbal : menyatakan secara asertif rasa
marahnya
(4) Spiritual : beribadah sesuai keyakinan pasien
e) Bantu klien mengendalikan perilaku kekerasan
c. Tindakan keperawatan dengan pendekatan Strategi
Pelaksanaan (SP) menurut Damaiyanti dan Iskandar
(2014)
1. SP 1 Pasien : membina hubungan saling percaya,
identifikasi perasaan marah, tanda dan gejala yang
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan akibatnya
serta mengontrol secara fisik.
2. SP 2 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik ke-2, dengan cara :
a) Evaluasi latiha nafas dalam.
b) Latihan cara fisik ke-2 : pukul kasur dan bantal.
c) Susun jadwal latihan kegiatan harian cara kedua.
3. SP 3 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara sosial/verbal
a) Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik.
12

b) Latihan mengungkapkan rasa marah secara


verbal : menolak dengan baik, menggungkapkan
perasaan dengan baik.
c) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah
secara verbal.
4. SP 4 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara spiritual
a) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik dan sosial / verbal.
b) Latihan sholat / berdoa.
c) Buat latihan sholat dan berdoa.
5. SP 5 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan
dengan obat
a) Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk
cara mencegah marah yang sudah dilatih.
b) Latih pasien minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar.
c) Susun jadwal minum obat secara teratur.
d. Tindakan Keperawatan untuk keluarga
1. SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada
keluarga tentang cara merawat klien di rumah.
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku
kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, perilaku
yang muncul dan akibat dari peilaku kekerasan
tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi
pasien yang perlu segara dilaporkan kepada
perawat, seperti melempar atau memukul
benda / orang lain.
13

2. SP 2 Keluarga : Melatih keluarga melakukan cara-cara


mengontrol kemarahan
a. Evaluasi pengetahuan keluarga tentan masalah
b. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh
perawat
c. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian
kepada pasien bila dapat melakukan kegiatan
tersebut secara tepat
d. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang
harus dilakukan bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku kekerasan/
3. SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama
keluarga
a) Buat perencanaan pulang bersama keluarga
e. Tindakan Keperawatan dengan Terapi Relaksasi Otot
Progresif
1) Definisi Terapi relaksasi otot progresif
Terapi relaksasi otot progresif merupakan terapi non
farmakologis yang tidak memerlukan imajinasi,
ketekunan atau sugesti, tidak ada efek samping, dan
mudah untuk dilakukan (Sholihah, 2015)
Berelaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan
tegangan, pertama-tama jasmaniah yang pada akhirnya
mengakibatkan mengendurnya ketegangan jiwa. Cara
relaksasi dapat bersifat respirtoris yaitu dengan
mengatur mekanisme atau aktivitas pernafasan atau
bersifat otot, dilakukan dengan tempo atau irama 144
dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Keteraturan
dalam bernafas, khususnya dengan irama yang tepat,
akan menyebabkan sikap mental dan badan akan rileks.
Pelatihan otot akan menyebabkan otot makin lentur dan
14

menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa


membuatnya kaku (Perry & Potte, 2004 dalam Rusmini
& Darmawan, 2013)
2) Kriteria Terapi Relaksai Otot Progresif
Menurut Rusmini & Darmawan (2013), ada beberapa
kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemberian terapi
relaksasi otot progresif yaitu :
a) Kriteria inklusi
Sudah tidak terlalu gelisah, agresif, incoherent dan
waham yang tidak terlalu berat sehingga dapat
kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya
terapi, klien sudah mengenal perilaku kekerasan.
b) Kriteria ekslusi
Psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic,
delusi yang tidak terkontrol, klien yang mudah
bosan, klien rehabilitasi ambulatory yang tidak
termasuk psikosis berat, tidak menunjukan gejala
agresi, ilusi yang berat dan orang-orang yang
dengan kepribadian schiozoid serta neurotic, klien
dengan ego psiko patologi berat yang menyebabkan
psikotik kronik sehingga menyebabkan toleransi
terhadap kecemasan dan adaptasi yang kurang, klien
yang belum mengenal perilaku kekerasan yang
dialaminya.
3) Prosedur
Berikut langkah-langkah relaksasi otot progresif
menurut (Alim, 2010 dalam Fitriani 2016) yaitu :
a) Persiapan pasien
Berikan posisi nyaman, bantu pasien untuk
mendapatkan posisi nyaman tersebut, anjurkan
pasien untuk berbaring atau duduk bersandar (ada
15

sandaran untuk kaki dan bahu) berikan penjelasan


tentang relaksasi otot progresif dan inform consent.
b) Persiapan alat dan ruangan
Ciptakan atau modifikasi agar ruangan sejuk dan
tidak gaduh, sediakan tempat tidur atau kursi
dengan sandaran rileks yaitu ada penopang untuk
kaki dan bahu.
c) Tindakan
Pelaksanaan terapi relaksasi otot pogresif dilakukan
dalam 4 sesi dengan 14 gerakan (Modifikasi Alini,
2012; Supriati 2010). 14 gerakan yang dilakuan
dalam 4 sesi akan memudahkan klien untuk
mengingat gerakan-gerakan yang telah dilatih oleh
terapis. Sesi-sesi dalam latihan terapi relaksasi otot
progresif yaiu :
(1) Sesi satu : pelaksanaan tehnik relaksasi yang
meliputi dahi, mata, rahang, mulut, leher
dimana masing-masing gerakan dilakukan
sebanyak 2 kali. Pelaksanaan terapi relaksasi
otot progresif yaitu :
Gerakan pertama
Ditujukan untuk otot dahi yang dilakukan dengan
cara mengerutkan dahi dan alis sekencang-
kencangnya hingga kulit terasa mengerut kemudian
dilemaskan perlahan-lahan hingga sepuluh detik
kemudian lakukan satu kali lagi.
Gerakan kedua
Meupakan gerakan yang ditujukan untuk
mengendurkan otot-otot mata yang diawali dengan
memejamkan sekuat-kuatnya hingga ketegangn
otot-otot di daerah mata dirasakan menegang.
16

Lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik dan


ulangi kembali sekali lagi.
Gerakan ketiga
Bertujuan untuk merelaksasikan ketegangan otot-
otot rahang dengan cara mengatupkan mulut sambil
merapatkan gigi sekuat-kuatnya sehingga klien
merasakan ketegangan di sekitar otot-otot rahang.
Lemaskan perlahan-lahan sampai 10 detik dan
ulangi sekali lagi.
Gerakan keempat
Dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar
mulut. Moncongkan bibr sekuat-kuatnya ke depan
hingga terasa ketegangan di otot-otot daerah bibir.
Lemaskan mulut dan bibir perlahan-lahan selama 10
detik kemudian lakukan sekalk lagi.
Gerakan kelima
Ditujukan untuk otot-otot leher belakang. Klien
diminta untuk menekankan kepala kearah punggung
sedemikian rupa sehingga terasa tegang pada otot
leher bagian belakang . lemaskan leher perlahan-
lahan selama 10 detik dan ulangi sekali lagi.
Gerakan keenam
Bertujuan melatih otot leher bagian depan. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menekukkan atau
turunkan dagu hingga menyentuh dada hingga
merasakan ketegangan otot di daerah leher bagian
depan. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik
lakukan kembali sekali lagi.
(2) Sesi dua : pelaksanaan tehnik relaksasi
meliputi tangan, lengan dan bahu serta
masing-masing gerakan dilakukan sebanyak
17

dua kali. Pelaksanaan latihan terapi relaksasi


otot progresif terdiri dari :
Gerakan ketujuh
Ditujukan untuk melatih otot tangan yang
dilakukan dengan cara menggeenggam tangan
kiri sambil membuat suatu kepalan. Selanjutnya
minta klien untuk mengepalkan sekuat-kuatnya
otot-otot daerah tangan. Relaksasikan otot
dengan cara membuka perlahan-lahan kepalan
tangan selama 10 detik. Lakukan sebanyak dua
kali pada masing-masing tangan.

Gerakan kedelapan
Gerakan yang ditujukan untuk melatih otot-otot
tangan bagian belakang. Gerakan dilakukan
dengan cara menekuk kedua pergelangan tangan
k belakang secara perlahan-lahan hingga terasa
ketegangan pada otot-otot tangan bagian
belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari
menghadap ke langit-langit. Lemaskan
perlahan-lahan hingga 10 detik dan lakukan
sekali lagi.
Gerakan kesembilan
Gerakan untuk melatih otot-otot lengan atau
biseps. Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan hingga menjadi
kepalan dan membawa kepalan tersebut ke
pundak sehingga otot-otot lengan bagian dalam
menegang. Lemaskan perlahan-lahan slama 10
detik dan lakukan sekali lagi.
18

Gerakan kesepuluh
Ditujukan untuk melatih otot-otot bahu.
Relaksasi ini dilakukan dengan mengendurkan
bagian otot-otot bahu dengan cara mengangkat
kedua bahu kearah telinga setinggi-tingginya.
Lemaskan atau turunkan kedua bahu secara
perlahan-lahan hingga 10 detik dan lakukan
sekali lagi. Focus perhatian gerakan ini adalah
kontras ketegangan yang terjadi di bahu,
punggung, atas dan leher.
(3) Sesi tiga : pelaksanaan tehnik relaksasi yang
meliputi punggung, dada, perut tungkai dan
kaki dimana masing-masing gerakan
dilakukan sebanyak dua kali. Pelaksanaan
latihan terapi relaksasi otot progresif
meliputi :
Gerakan kesebelas
Bertujuan untuk melatih otot-otot punggung.
Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara
mengangkat tubuh dari sandaran kursi, lalu
busungkan dada dan pertahankan selama 10
detik lalu lemaskan perlahan-lahan. Lakukan
gerakan sekali lagi.
Gerakan keduabelas
Ditujukan untuk melatih otot-otot dada. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menarik nafas dalam
sedalam-dalamnya dan tahan beberapa saat
sambil merasakan ketegangan pada bagian dada
dan daerah perut. Hembuskan nafas perlahan-
lahan melalui bibir. Lakukan gerakan ini sekali
lagi.
19

Gerakan ketigabelas
Ditujukan untuk melatih otot-otot perut.
Gerakan ini dilakukan dengan menarik perut
kearah daam sekuat-kuatnya. Tahan selama 10
mnit hingga perut terasa kencang dann tegang,
lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik dan
lakukan sekali lagi.
Gerakan keempatbelas
Gerakan yang ditujukan untuk merelaksasikan
oot-otot kaki. Gerakan ini dilakukan dengan
meluruskan kedua telapak kaki selama 10 detik
hingga terasa tegang pada daerah paha.
Lemaskan kedua kaki secara perlahan hingga 10
detik, lakukan sekali lagi. Kemudian gerakan
selanjutnya dengan cara menarik kedua telapak
kaki kearah dalam sekuat-kuatnya hingga klien
merasakan ketegangan di kedua betis selama 10
detik. Lemaskan kedua kaki secara perlahan-
lahan hingga 10 detik, lakukan kembali sekali
lagi.
(4) Sesi empat : sesi evaluasi kemampuan klien
melakukan latihan relaksasi pogresif gerakan
pertama hingga keempat blas yang meliputi
dahi, mata, rahang, mulut, leher, tangan,
telapak tangan. Lengan, bahu, punggung,
dada, prut tungkai dan kaki.

D. Implementasi
Imlpementasi merupakan pelaksanaan dari rencana intervensi.
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
20

keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini
(Kusumawati & Yudi, 2010)
E. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan setelah strategi pelaksanaan dan terapi
relaksasi otot progresif selesai diberikan pada klien (evaluasi proses)
maupun pada akhir kegiatan (evaluasi hasil). Pada pasien yang telah
dilakukan strategi pelaksanaan, diharapkan pasien mampu menyebutkan
penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan, dan pasien mampu menggunakan cara mengontrol
perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal, yang meliputi : secara
fisik, sosial/verbal, seara spiritual, terapi psikofarmaka (Yusuf, Fitryasari
& Nihayati, 2015) dan pada pasien yang telah dilakukan terapi relaksasi
otot progresif dapat dilihat dari keadaan malasnya beraktivitas, pandangan
tajam, berbicara kasar saat dilakukannya teknik relakasi otot progresif
(Rusmini & Dramawan, 2013).
21

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rencana penelitian
Rencana penelitian yang digunakan penulis dalam pembuatan Karya Tulis
Ilmiah Asuhan Keperawatan pada pasien Resiko Perilaku Kekerasan
dengan Terapi Relaksasi Otot Progresif yaitu metode deskriptif. Metode
penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha mengungkap
fakta suatu kejadian, objek, aktivitas, proses dan manusia secara apa
adanya pada waktu sekarang atau jangka waktu yang lama(Prastowo,
2011). Studi kasus ini bertujuan untuk mengeksporasi masalah asuhan
keperawatan pada pasien resiko perilaku kekerasan dengan terapi relaksasi
otot progresif.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam karya tulis ilmiah ini adalah satu orang pasien resiko
perilaku kekerasan dengan kriteria subjek :
1. Pasien resiko perilaku kekerasan
2. Pasien dengan keluarga sebagai subjek studi kasus
3. Pasien resiko perilaku kekerasan baik laki-laki maupun wanita
tanpa batasan umur
C. Fokus Studi
Fokus studi dalam karya tulis ilmiah ini adalah ketegangan jiwa pada
pasien resiko perilaku kekerasan setelah dilakukan tindakan terapi
relaksasi otot progresif.
D. Definisi Operasional
Asuhan Keperawatan pada pasien Resiko Perilaku Kekerasan dengan
Terapi Relaksasi Otot Progresif adalah serangkaian tindakan atau proses
keperawatan yang diberikan kepada pasien resiko perilaku kekerasan yang
dirawat di rumah dan dilakukan secara berkesinambungan meliputi
pengkajian, diagnosis keperwatan, rencana keperawatan, implementasi,
kemudian evaluasi terhadap tindakan keperawatan itu sendiri.
22

E. Tempat dan Waktu


Karya Tulis ilmiah in dilakukan di Purbalingga pada bulan februari sampai
dengan maret 2021.
F. Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penyususnan karya tulis ilmiah ini adalah dengan wawancara dan
observasi. Teknik pengumpulan data dengan wawancara yaitu salah
satu instrumen yang digunakan untuk menggali data secara lisan. Hal
ini haruslah dilakukan secara mendalam agar kita mendapatkan data
yang valid dan detail. Sedangkan teknik pengambilan data dengan
observasi adalah cara melakukan pengumpulan data penelitian dengan
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian. Alat pengumpulan data yang penulis
gunakan yaitu suatu media yang dapat menampung seluruh data yang
diperoleh dari responden yang digunakan penulis dalam pengambilan
data penyususnan karya tulis ilmiah meliputi lembr / format asuhan
keperawatan.
2. Langkah Pengumpulan Data
a. Mengurus perijinan dengan institusi terkait yaitu kesbangpol
untuk melakukan penelitian
b. Menjelakan maksud, waktu, dan tujuan penelitian pada Kepala
Ruang atau perawat penanggung jawab di tempat penelitian
dan meminta persetujuan untuk melibatkan subyek dalam
penelitian
c. Meminta keluarga untuk menandatangani lembar informed
consent sebagai bukti persetujuan penelitian mewakili subyek.
d. Melakukan pengambilan data dengan memeberikan asuan
keperawatan 3-10 hari pada responden
e. Observasi terhadap batasan karakteristik pasien resiko perilaku
kekerasan
f. Melakukan terapi relaksasi otot progresif
23

g. Melakukan pengolahan data


h. Menyajikan haisl pengolahan data dalam bentuk table dan
narasi
G. Cara Pengolahan Data
Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan data
yang terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan.
H. Penyajian Data
Setelah dilakukan pengolahan data dan didapatkan hasil karya tulis ilmiah,
maka data akan disajikan dalam bentuk teks (terstruktur) dan disertai
dengan cuplikan ungkapan verbal dari subjek penelitian yang merupakan
data pendukung lakukan tindakan keperawatan maka diperlukan evaluasi
yang nantinya akan dijadikan evaluasi keperawatan
I. Etika Penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan hal yang sangat
penting dalam pelaksanaan sebuah penelitian, mengingat penelitian
keperawatan akan berhubugn langsung dengan manusia. Beberapa
pertimbangan etik yang harus diperhatikan dalam penelitin antara lain :
1. Informed Consent, merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden dengan memberikan lembar persetujuan. Penelitian
menejlaskan maksud dan tujuan laporan kasus yang telah dilakukan
serta dampak yang mungkin terjadi sebelum dan setelah pengumpulan
data. Setelah responden bersedia, selanjutnya responden
menandatangani lembar persetujuan tersebut. Beberapa informasi yang
terdapat dalam informed consent tersebut antara lain, partisipasi
responden, tujuan dilakukannya tindakan, jelas ada yang dilakukan,
komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi,
manfaat kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
2. Anonymity
Penggunaan responden dalam penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
24

ukr. Sebagai penggantinya peneliti emnggunakan inisial nama


responden.
3. Confidentiality
Masalah etika yang memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,
baik informai maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu ysng dilspotksn pada karya tulis ilmiah.
25

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan membahas tentang laporan kasus asuhan
keperawatan pada Sdr. F dengan gangguan resiko perilaku kekerasan dengan
terapi relaksasi otot progresif di Kecamatan Sokaraja yang meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. Asuhan
keperawatan dilakukan selama 3 hari yaitu pada tanggal 17 Maret 2021
sampai 19 Maret 2021.
A. Hasil Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Hasil pengkajian pada Sdr. F, tanggal 17 Maret 2021 di
Kecamatan Sokaraja dengan sumber data dari pasien dan keluarga
pasien dan status pasien yang diperoleh dari Puskesmas 1 Sokaraja
diperoleh data bahwa pasien bernama Sdr. F berusia 21 tahun,
beragama islam, bertempat tinggal di Sokaraja Tengah RT 02/RW
01, sokaraja, banyumas. Sdr. F adalah seorang laki-laki, berstatus
belum menikah dan tidak mempunyai pekerjaan dengan tingkat
pendidikan SD. Penanggung jawab dari Sdr. F adalah ibu
kandungnya berinisial Ny. S seorang perempuyan beragama islam,
pekerjaan pedagang dan bertempat tinggal di Sokaraja Tengah RT
02/RW 01, sokaraja, banyumas, satu rumah dengan pasien.
b. Alasan masuk
Sdr. F masuk ke Puskesmaas 1 Sokaraja pada dua tahun yang
lalu, diantar oleh ibunya setelah mengalami kejang-kejang karena
menggunakan tembakau gorilla, setelah kejadian tersebut pasien
mulai sensitive dan terjadi perubahan tingkah laku seperti
mengamuk, memukul barang, dan bersuara kasar. Lalu segera di
rujuk ke Rumah Sakit Jiwa Banyumas.
c. Faktor Predisposisi dan Prespitasi
1) Faktor Predisposisi
26

Sdr. F mengatakan pasien pernah dirawat di Rumah


Sakit Banyumas dan Panti rehabilitasi di bungkanel
purbalingga. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya dan sudah pernag menjalani pengobatan namun
kurang berhasil dalam mempertahankan pengobatan secara
teratur karena pasien menyimpan obat sendiri tanpa
jangkauan orang tua. Setelah keluar dari Rumah Sakit
Banyumas kini pasien menjalani pengobatan dirumah dan
setiap sebulan sekali control ke Rumah Sakit Banyumas.
Didalam keluarga Pasien tidak ada anggota keluarga yang
pernah mengalami gangguan jiwa.
2) Faktor Prespitasi
Pada dua tahun yang lalu, Sdr. F mengalami kejang-
kejang karena menggunakan tembakau gorilla, setelah
kejadian tersebut pasien mulai sensitive dan terjadi
perubahan tingkah laku seperti mengamuk, memukul
barang, dan bersuara kasar. Lalu segera di rujuk ke Rumah
Sakit Jiwa Banyumas.
d. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 17 Maret 2021,
keadaan umum: sedang, tampak gangguan jiwa. Tanda-tanda
vital (TD: 101/90mmHg, N: 84x/menit, S: 36,5 oC,
RR:21x/menit, TB: 170cm, BB: 55kg).
Kesadaran composmentis, kepala 9bentuk kepala
mesochepal, kulit kepala bersih, warna rambut hitam, tidak
ada lesi(cedera). Mata (bentuk mata simetris, tidak ada
kotoran, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
cekung, pupil isokor, dan gerakan bola mata normal).
Hidung (bentuk hidung simetris, rongga hidung bersih dan
indera penciuman baik). Telinga (bentuk telinga dan daun
telinga simetris, tidak terdapat serumen yang berlebih, tidak
27

terdapat benjolan, tidak ada lesi (cedera), dan Pasien dapat


mendengar dai segala arah). Mulut (bentuk bibir simetris,
tidak ada pembesaran tonsil, mulut bersih). Kulit dan kuku (warna
kulit kuning langsat, turgor kulit baik, kulit tidak terdapat luka,
kulit kering, kuku pendek dan bersih). Ekstremitas atas dan
bawah (ke empat anggota gerak dapat bergerak tanpa ada
hambatan).
e. Genogram
Sdr. F merupakan anak ke tiga dari 6 bersaudara, pasien
berusia 21 tahun, pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan adik yang
terakhir. Sedangkan kakanya yang ke 1dan 2 sudah menikah dan
sudah tidak tinggal bersama. Adik ke 1 dan 2 meninggal semasa
masih dalam kandungan. Di dalam anggota keluarga Pasien, tidak
ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
f. Psikososial
1) Konsep diri
Hasil pengkajian konsep diri pada Sdr. F diperoleh data yaitu
gambaran diri, Pasien mengatakan selalu bersyukur terhadap
anggota tubuhnya karena sudah tidak ada kekurangan pada anggota
tubuhnya dan pasien menyukai semua anggotanya. Identitas diri,
Pasien mengetahui bahwa Pasien berama Sdr. F, pasien tinggal
bersama ayah, ibu dan adiknya. Sebelum sakit Pasien berperilaku
ramah pada keluarganya. Pasien berlatarbelakang pendidikan SD.
Pasien pernah dirawat sebelumnya di Rumah Sakit Jiwa pada tahun
2020. Peran diri, Pasien adalah anak ke tiga dari 6 bersaudara,
pasien tinggal bersama ayah, ibu dan adiknya, pasien belum
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya karena Pasien tidak
bekerja. Pasien merasa malu dan sedih. Ideal diri, Pasien
mengatakan ingin cepat sembuh dan beraktivitas normal lagi
seperti biasanya. Pasien merasa minder dan malu sama tetangga-
tetangganya karena Pasien sudah pernah dirawat di Rumah Sakit
Jiwa Banyumas. Harga diri, Pasien mengatakan sering marah dan
28

jarang keluar rumah karena merasa malu jika dirinya pengangguran


dan tidak bisa membantu perekonomian keluarganya.
2) Hubungan sosial
Dalam keluarga orang yang berarti bagi Sdr. F adalah
ibu kandungnya. Peran serta Sdr. F dalam kegiatan
kelompok/masyarakat tidak pernah mengikuti kegiatan
karang taruna di lingkungannya dan lebih suka berdiam dii
dirumah. Hambatan dalam dalam berhubungan dengan
orang lain adalah cenderung pendiam dan pasien malu jika
bertemu dengan orang yang baru dikenal.
3) Spiritual
Sdr. F beragama islam, selama dirumah Pasien rajin
sholat dan sesekali mengaji.
g. Status Mental
1) Penampilan
Penampilan Sdr. F rapi, rambut terlihat bersih, gigi
bersih kekuningan, kuku pendek dan bersih, kulit kuning
langsat, bersih dan lembab.
2) Pembicaraan
Pembicaraan Sdr. F tampak lirih, dalam berbicara
datar, intonasi jelas, suara pasien cukup pelan dan
terdengar keras, tetapi kadang menunduk, pasien
terkadang mau memulai pembicaraan dengan orang lain.
3) Aktivitas Motorik
Sdr. F tampak gelisah, tampak menunduk saat diajak
berbicara, posisi duudk pasien bergeser-geser, posisi
duduk membungkuk.
4) Alam Perasaan
Sdr. F merasa putus asa, khawatir, dan ketakutan
karena belum bisa mendapat pekerjaan.
5) Afek
29

Afek Sdr. F sesuai, ada perubahan ekspresi wajah


pada saat stimulus menyenangkan atau menyedihkan.

6) Interaksi Selama Wawancara


Sdr. F selama wawancara kooperatif saat diajak bicara,
pasien hanya mau menjawab pertanyaan seperlunya saja, tetapi
kadang jug a bertanya. Kontak mata kurang,dan lebih suka
diam.
7) Persepsi
Sdr. F tidak memiliki halusinasi, pasien tidak memiliki
bayangan atau bisikan-bisikan yang aneh.
8) Proses Pikir
Sdr. F selama wawancara menjawab pertanyaan dengan
baik. Saat ditanya “kalau tidur biasanya jam berapa mas?”,
pasien menjawab “saya tidur jam 8 malam terus saya bangun
jam 5 pagi”
9) Isi Pikir
Sdr. F tidak mengalami gangguan isi piker, seperti obsesi,
phobia, hipokondria, ide yang terkait dan depersonalisasi serta
kedua pasien tidak memiliki waham seperti waham agama,
somatic, kebesaran, curiga dan nihilistic.
10) Tingkat Kesadaran
Sdr. F tingkat kesadarannya composmentis. Sdr. F orientasi
terhadap waktu, tempat, dan orang lain baik. Saat ditanya
“sekarang waktunya pagi. Siang atau malam mas?”, pasien
menjawab “pagi mba”, Saat ditanya “sekarang mas lagi
dimana?”, “lalu yang duduk di sebelah mas siapa?”, pasien
menjawab “saya dirumah, ini ibu saya mba”.
11) Memori
Sdr. F juga tidak mengalami gangguan daya ingat jangka
panjang dan jangka pendek. Pasien ingat kenapa masuk Rumah
Sakit Jiwa pertama kali yaitu sering marah-marah, berdiam diri
30

dan mengamuk. Ingatan jangka pendek pasien tidak terganggu,


saat di Tanya “terakhir control kapan mas?”, pasien menjawab
“bulan kemarin mba, ini nanti minggu ini ya saya mau
control lagi, kan saya control sebulan sekali”.
12) Tingkat Kosentrasi dan Berhitung
Sdr. F bisa menambahkan penjumlahan sederhana seperti
2+3=5. Sdr.F bisa mengurangi pengurangan sederhana
seperti 10-7=3.
13) Kemampuan penilian
Sdr.F tidak mengalami gangguan penilaian dan dapat
mengambil keputusan sendiri. saat di tanya “obatnya rutin
diminum tidak?”, pasien menjawab “ya saya minum biar
cepat sembuh”.
14) Daya tilik diri
Sdr. F tidak mengingkari penyakit gangguan jiwa yang
dideritannya. Sdr. F juga ingin cepat sembuh.
h. Kebutuhan sehari-hari
1) Makan
Sdr. F dapat makan sendiri, Pasien makan langsung tanpa
disuruh, makan 3x sehari dengan menu yang telah
disediakan oleh ibunya. Sdr. F minum air 6 gelas sehari.
2) BAB/BAK
Sdr. F mampu BAB/BAK secara mandiri tanpa bantuan
orang lain, serta melakukannya di tempat yang sesuai
(kamar mandi).
3) Mandi
Sdr. F biasanya mandi 2x sehari setiap pagi dan sore hari
tanpa bantuan orang lain dan melakukannya dengan
mandiri. Sdr. F selalu mandi menggunakan sabun mandi
dan rajin gosok gigi.
4) Berpakaian/Berhias
31

Sdr. F mampu berpakaian sendiri, dan menggunakan


pakaian yang sesuai. Sdr. F berpakaian rapi dan selalu
menyisir rambutnya,
5) Istirahat dan Tidur
Sdr. F tampak lebih sering tidur, baik siang maupun malam hari.
Pasien tidur 9-19 jam perhari. Kegiatan diatas tempat tidur
memandangi dinding dan langit-langit kamar.
6) Penggunaan Obat
Sdr. F selalu patuh minum obat, tidak dibuang dan sesuai dengan
dosis yang dianjukan oleh dokter.
7) Pemeliharaan Kesehatan
Sdr. F selalu kontrol secara lanjut, dan kontrol ditemani ayahnya.
Perawatan lanjut.
8) Kegiatan Di Dalam Rumah
Sdr. F mampu membantu menjaga kerapian rumah bersama
keluarganya.
9) Kegiatan Di Luar Rumah
Sdr. F mengatakan jika sudah sembuh akan mencoba mengikuti
kegiatan dimasyarakat dan mau berkumpul dengan tetangga yang
ada disekitar rumahnya.
i. Mekanisme Koping
Sdr. F mengatakan jika sedang ada masalah klien lebih suka
memendam masalahnya sendiri dan tidak mau bercerita dengan
keluarganya. Klien melampiaskan kemarahan kepada adiknya dan
memukul pasir.
j. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Sdr.f juga berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan, Pasien
lebih senang dirumah.
k. Aspek Pengetahuan
Sdr. F tidak mengetahui dan tampak bingung tentan penyakitnya,
tanda gejala kekambuhan, obat yang diminum dan cara menghindari
32

kekambuhan, pemahaman tentang sumber koping yang adaptif dan


manajemen hidup yang sehat masih kurang.
l. Aspek Medik
1) Diagnosa Medik
Sdr. F memiliki diagnosa medic skizofrenia.
2) Terapi Medik
Terapi medik Sdr. F adalah Chlorpromazine 1x1tab/hari,
Risperidone 2x1tab/hari, Trihexyphenidyl 1x1tab/hari,
Amitriptyline 1x1tab/hari.

2. Daftar Masalah
Berdasarkan data subjektif pertama ditemukan data bahwa
pasien sering marah dan kesal terhadap adiknya yang sedang
tertawa sendiri dengan hp seolah-olah sedang menertawakan
pasien. Pasien marah sampai memukul adiknya dan memukul
pasir. Didukung data objektif pasien tampak pandangan mata
sedikit tajam, tampak gelisah, tampak menahan rasa marah, saat
interaksi konta mata kurang, pembicaraan terdengar keras. Dapat
disimpulkan masalah yang dialami pasien adalah gangguan resiko
perilaku kekerasan.
Berdasarkan data subjektif kedua ditemukan bahwa pasien
merasa malu karena belum bekerja diusianya saat ini. Didukung
oleh data objektif yaitu berbicara dengan nada suara lirih, lambat,
klien lebih sering menunduk dan tidak menatap lawan bicaranya,
klien tidak mau memulai pembicaraan.
3. Masalah Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian serta analisa data, maka
masalah keperawatan yang muncul pada Sdr. F adalah resiko
perilaku kekerasan dan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
33

4. Pohon Masalah

Akibat Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Masalah Utama Perilaku Kekerasan

Sebab
Gangguan konsep diri : harga diri

5. Rencana Keperawatan
Sesuai dengan kasus Sdr. F, penulis telah menemukan adanya 2
masalah keperawatan dengan 1 prioritas masalah yang harus segera
ditangani yaitu resiko perilaku kekerasan. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 hari pertemuan, di harapkan pasien dapat membina
hubungan saling percaya, dapat mengenal Resiko perilsku kekerasan,
dapat mengontrol perilaku kekerasan, dapat memanfaatkan obat
dengan baik, berelaksasi untuk mengendurkan ketenangan jiwa, tidak
malas beraktivitas dan mampu berkonsentrasi.
Tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami resiko
perilaku kekerasan terdiri dari 2 strategi pelaksanaan pasien dan 2
strategi pelaksanaan keluarga. Pada strategi pelaksanaan 1 pasien
adalah membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, menyebutkan cara mengontrol
perilaku keekrasan (fisik, verbal, obat, spiritual), melatih cara
mengontrol perilaku kekeraan secara fisik (tarik nafas dalam dan pukul
bantal), membimbing pasien memasukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan fisik.
34

Strategi pelaksanaan pasien yang ke 2 adalah mengucapkan salam


terapeutik dan mendiskusikan perasaan pasien, mengevaluasi kegiatan
latihan fisik, melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan obat,
membimbing pasien memasukan pada jadwal kegiatan untuk latihan
fisik dan meminum obat.
Strategi pelaksanaan keluarga yang ke 1 adalah Memberikan
penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien di rumah.
Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari peilaku
kekerasan tersebut). Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi
pasien yang perlu segara dilaporkan kepada perawat, seperti melempar
atau memukul benda / orang lain.
Strategi pelaksanaan keluarga yang ke 2 adalah Melatih keluarga
melakukan cara-cara mengontrol kemarahan. Evaluasi pengetahuan
keluarga tentan masalah. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat. Ajarkan
keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila dapat
melakukan kegiatantersebut secara tepat. Diskusikan bersama keluarga
tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan.
Melakukan terapi relaksasi nafas otot progresif dilakukan untuk
berelaksasi untuk mengendurkan ketegangan jiwa, tidak malas
berelaksasi dan mampu berkonsentrasi dengan baik. Tindkan terapi
relaksasi otot progresif ada 3 sesi. Sesi yang pertama adalah
menjelaskan pengertian dan tujuan terapi relaksasi otot progresif,
meminta pasien untuk mengidentifikasi ketegangan otot-otot tubuh
tertentu yang dirasakan. Lalu masuk sesi ke 2 yaitu mengajarkan dan
melatih tehnik relaksasi dengan mengencangkan dan mengendorkan
otot mata rahang, mulut, leher, tangan, lengan, punggung, dada, perut
tungkai dan kaki, mengidentifikasi pasien perubahan sebelum otot-
otot dikencangkan dan setelah otot-otot dikencangkan. Dan yang
35

terakhir masuk ke sesi 3 yaitu menyampaikan manfaat latihan


relaksasi otot progresif, meminta pasien untuk mengungkapkan
hambatan latihan relaksasi otot progresif, dan menganjurkan pasien
untuk melakukan tehnik relaksasi secara mandiri.
6. Tindakan Keperawatan
Implementasi dilakukan selama 3 hari pertemuan. Pada tanggal
17 Maret 2021 dilakukan implementasi untuk resiko perilaku
kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada Sdr. F.
Penulis kontrak waktu 15 menit, memperkenalkan diri dan menemukan
tujuan penulis pada pertemuan pertama, penulis mengajak pasien untuk
duduk bersebelahan, penulis mencondongkan badan untuk menunjukan
sikap terapeutik, dan menjaga kontak mata dengan pasien. Penulis
menanyakan nama, umur, dan penyebab kenapa pernah di bawa ke
Rumah Sakit Jiwa Banyumas. Pasien mengatakan bernama Sdr. F dan
dipanggil F, pasien mampu menjawab pertanyaan dengan baik, pasien
mau berjabat tangan namun tidak menatap lawan bicaranya.
Saat melakukan SP 1 pasien, pasien mau menceritakan
penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan dan akibtanya serta ccara mengontrol secara fisik 1 yaitu
tarik nafas dalam dan pukul bantal. Pasien tampak tarik nafas dan juga
mau mempraktekan cara yang kedua yaitu pukul bantal. Pasien tampak
tegang, tatapan mata kosong, sedikit gelisah, saat interaksi kontak mata
kurang, pembicaraan trdengar keras dan pandangan sedikit tajam.
Kepada keluarga pasien, diberikan penyuluhan tentang cara
merawat pasien dirumah dan juga mendiskusikan masalah yang
dihadapi keluarga dalam merawat pasien, lau melatih keluarga
melakukan cara-cara mengontrol kemarahan dan menganjurkan
keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah
diajarkan oleh perawat. Keluarga pasien tampak paham dan mau
menceritakan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
Keluarga pasien juga mempraktekan cara mengontrol marah yaitu
dengan nafas dalam dan pukul bantal supaya bisa diajarkan terus
36

mnerus kepada pasien yang bisa di bantu dengan adanya keluarga.


Kemudian penulis mulai menjelaskan pengertian terapi relaksasi otot
progresif kepada pasien dan mengajari tanpa relaksasi otot progresif
sesi. Pasien mengatakan “Apa itu terapi relaksasi otot?. Untuk apa
terapinya?” dan pasien cukup antusias meskipun awal masih terlihat
bingung. Didalam terapi relaksasi otot progresif ini terdapat sesi 1
yaitu pasien memperkenalkan diri, pasien mengidentifikasi ketegangan
otot yang dirasakan, dan pasien menyebutkan pengertian dan tujuan
dari terapi meskipun kurang sempurna.
Pada hari kedua tanggal 18 Maret 2021 dilakukan
implementasi yaitu mengevaluasi perasaan dan latihan nafas dalam,
melatih mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2 yaitu pukul
bantal. Pasien mengatakan saat ini perasaanya sedikit geliah, bingung
dan sedikit tenang, pasien mengambil bantal dan memukul bantal
dengan sekuat tenaga. Kemudian penulis kontrak waktu untuk melatih
dan menjelaskan pertemuan untuk melakukan terapi relaksasi otot
progresif sesi ke 2 yaitu dengan mengencangkan dan mengendorkan
otot mata, mulut, tengkuk, bahu, tangan, punggung, perut, bokong, dan
kaki sekitar 30 menit. Pasien tampak kooperatif, diam dan
mengangguk. Meminta pasien untuk mengambil posisi yang nyaman
dan bersandar ke kursi. Penulis menganjurkan pasien menarik nafas
dalam hembuskan secara perlahan 3-5 kali dan katakana “rileks”.
Pasien tarik nafas dan langsung mengucapkan kata “rileks”. Penulis
mendemonstrasikan gerakan 1 : Mengerutkan dahi dan alis sekencang-
kencangnya hingga kulit terasa mengerut kemudian dilemaskan
perlahan-lahan hingga sepuluh detik kemudian mendemonstrasikan
gerakan ke 2 : Mengendurkan otot-otot mata yang diawali dengan
memejamkan sekuat-kuatnya hingga ketegangn otot-otot di daerah
mata dirasakan menegang. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik,
lalu mendemonstrasikan gerakan 3 : Mengatupkan mulut sambil
merapatkan gigi sekuat-kuatnya sehingga klien merasakan ketegangan
di sekitar otot-otot rahang. Lemaskan perlahan-lahan sampai 10 detik,
37

kemudia mendemonstrasikan gerakan 4 : Moncongkan bibr sekuat-


kuatnya ke depan hingga terasa ketegangan di otot-otot daerah bibir.
Lemaskan mulut dan bibir perlahan-lahan selama 10 detik, lalu
mendemonstrasikan gerakan 5 : Menekankan kepala kearah punggung
sedemikian rupa sehingga terasa tegang pada otot leher bagian
belakang . lemaskan leher perlahan-lahan selama 10 detik dan terakhir
mendemonstrasikan gerakan 6 : Menekukkan atau turunkan dagu
hingga menyentuh dada hingga merasakan ketegangan otot di daerah
leher bagian depan. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik. Pasien
mau mengikuti gerakan yang dicontohkan dengan baik dan benar.
Setelah mencontohkan dan mempraktekan secara bersama, penulis
meminta pasien mendemonstrasikan kembali gerakan 1 sampai 6 dan
mengevaluasi sesi 1 dalam terapi relaksasi otot progresif lalu
memberikan pujian dan mengontrak waktu untuk pertemuan
selanjutnya yaitu untuk sesi ke 2 dan sesi ke 3. Pasien
mendemonstasikan hanya gerakan 1 dan 2 dan mau berbicara dulu
mengatakan “tubuh saya sedikit rileks dan agak tenang”. Pasien tersipu
malu saat dipuji dan menyetujui kontrak waktu yang akan
dilaksanakan besok pagi jam 08.00.
Pada hari ke tiga tanggal 19 Maret 2021 dilakukan
implementasi sesuai kontrak waktu pada hari kedua yaitu member
salam dan menanyakan kabar. Pasien menjawab salam dan menjawab
kabar, kemudian mengevaluasi SP 1 dan 2 cara mengontrol marah
yang benar. Pasien mempraktikan tarik nafas dalam dan pukul bantal.
Kemudian penulis melanjutkan latihan otot relaksasi progresif pada
sesi ke 2 dan ke 3 terapi relaksasi otot progresif dengan melanjutkan
mendemonstrasikan gerakan ke 7 : Menggeenggam tangan kiri sambil
membuat suatu kepalan. Selanjutnya minta klien untuk mengepalkan
sekuat-kuatnya otot-otot daerah tangan, relaksasikan otot dengan cara
membuka perlahan-lahan kepalan tangan selama 10 detik, lalu
mendemonstrasikan gerakan ke 8 : Menekuk kedua pergelangan tangan
k belakang secara perlahan-lahan hingga terasa ketegangan pada otot-
38

otot tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari


menghadap ke langit-langit. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik,
setelah itu mendemonstrasikan gerakan ke 9 : Menggenggam kedua
tangan hingga menjadi kepalan dan membawa kepalan tersebut ke
pundak sehingga otot-otot lengan bagian dalam menegang, lemaskan
perlahan-lahan slama 10 detik, lalu mendemonstrasikan gerakan ke
10 : Mengendurkan bagian otot-otot bahu dengan cara mengangkat
kedua bahu kearah telinga setinggi-tingginya, lemaskan atau turunkan
kedua bahu secara perlahan-lahan hingga 10 detik, kemudian
mendemosntrasikan gerakan ke 11 : Mengangkat tubuh dari sandaran
kursi, lalu busungkan dada dan pertahankan selama 10 detik lalu
lemaskan perlahan-lahan, setelah itu mendemosntrasikan gerakan ke
12 : Menarik nafas dalam sedalam-dalamnya dan tahan beberapa saat
sambil merasakan ketegangan pada bagian dada dan daerah perut.
Hembuskan nafas perlahan-lahan melalui bibir, dan
mendemosntrasikan gerakan ke 13 : Menarik perut kearah dalam
sekuat-kuatnya hingga perut terasa kencang dann tegang, lemaskan
perlahan-lahan hingga 10 detik, dan gerakan yang terakhir
mendemonstrasikan gerakan ke 14 : Meluruskan kedua telapak kaki
selama 10 detik hingga terasa tegang pada daerah paha, lemaskan
kedua kaki secara perlahan hingga 10 detik. Pasien tampak antusias
dan kooperatif. Kemudian penulis meminta pasien mendemonstrasikan
gerakan ke 7-14. Pasien hanya ingat gerakan 13 dan 14.
Mengidentifikasi langkah-langkah dan gerakan-gerakan yang telah
dilaih dan menyampaikan manfaat latihan relaksasi otot progresif,
memberikan motivasi untuk tetap latihan relaksasi otot progresif untuk
menurunkan gejala perilaku kekerasan dan meningkatkan kemampuan
perilaku asertif dan menanyakan perasaan setelah dilakukan terapi
relaksasi otot progresif. Pasien tampak lupa-lupa ingat dan ragu-ragu,
pasien mengatakan senang dan rileks tapi lelah dan pasien hanya
mengangguk. Kemudian penulis menganjurkan pasien untuk
memasukan kegiatan ini pada buku harian dan mengakhiri pertemuan
39

lalu mengucapkan terimakasih karena selama 3 hari sudah mau


menerima dan bekerjasama dalam kegiatan ini. Pasien dan kelurga
senang dan juga berterimakasih sudah dibantu.
7. Evaluasi Keperawatan
Penulis mengevaluasi tindakan selama 3 hari yang telah
dilakukan kepada Sdr. F untuk mengidentifikasi aspek positif yang
dimiliki pada 19 Maret 2021 pada SP 1 pasien, pasien dapat membina
hubungan saling percaya, pasien dapat mengenal resiko perilaku
kekerasan dengan secara fisik yaitu tarik nafas dalam dan pukul bantal.
Pada SP 2 pasien, pasien dapat mendiskusikan perasaan yang dialami
pasien saat itu dengan baik. Pada SP 1 keluarga, keluarga mampu
mendiskusikan maslah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
pada SP 2 keluarga, keluarga mampu mlakukan cara-cara mengontrol
kemarahan seperti yang sudah di ajarkan.
Untuk terapi relaksasi otot progresif pasien dapat membina
hubungan saling percaya, pasien berelaksasi untuk mengendurkan
ketegangan jiwa, pasien tidak malas beraktivitas tetapi pasien kurang
mampu berkosnetrasi.

B. Pembahasan
Pembahasan berisi tentang analisis dari kasus yang berisikan respon
pasien, analisis yang dibahas yaitu mengenai resiko perilaku kekerasan.
Pada pembahasan ini dijelaskan mengenai pengkajian, masalah
keperawatan, perencanaan, tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan. Pada tindakan keperawatan, penulis berfokus pada cara
mengontrol perilaku kekerasan pada pasien dengan gangguan jiwa.
1. Pengkajian
Pengkajian pada Sdr. F didapatkan data sering marah-marah dan
kesal kesal terhadap adiknya yang sedang tertawa sendiri dengan hp
seolah-olah sedang menertawakan pasien. Pasien marah sampai
memukul adiknya dan memukul pasir. Sesuai dengan Afnuhazi (2015),
manusia sebagai mahluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dalam
40

dirinya dan lingkungan dari luar, baik keluarga, kelompok maupun


komunitas.
Faktor predisposisi Sdr. F yaitu sudah pernah mengalami
gangguan jiwa sebelumnya dan sudah pernah menjalani pengobatan
namun kurang berhasil dalam mempertahankan pengobatan secara
teratur. Setelah keluar dari Rumah Sakit Banyumas kini pasien
menjalani pengobatan dirumah dan setiap sebulan sekali control ke
Rumah Sakit Banyumas. Didalam keluarga Pasien tidak ada anggota
keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), faktor predisposisi
pasien dengan resiko perilaku kekerasan adalah dapat dilihat faktor
psikologis yaitu terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan, berdesarkan penggunaan mekanisme
koping individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan, frustasi dan
kekerasan dalam rumah atau keluarga. Lalu dilihat dari faktor sosial
budaya, seseorang akan berespons terhadap oeningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajariny. Budaya juga
dapat mempengaruhi perilaku kekerasan karena adanya norma yang
dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima
dan yang tidak dapat diterima.
Faktor prespitasi Sdr. F mengalami kejang-kejang karena
menggunakan tembakau gorilla, setelah kejadian tersebut pasien mulai
sensitive dan terjadi perubahan tingkah laku seperti mengamuk,
memukul barang, dan bersuara kasar. Data ini sesuai dengan penelitian
Boy Anderson Hutapea (2009) Tembakau super Gorilla adalah
tembakau biasa yang diberi campuran zat kimia yang bernama AB-
CHMINACA atau synthetic cannabinoid yang dapat menimbulkan
efek halusinasi seperti halnya Ganja. Zat ini memiliki kandungan
cannabinoid yang dapat menyebabkan ketergantungan, malas, dan
dapat menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga menyebabkan
seluruh perasaan dapat terganggu.
41

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian diatas penulis merumuskan
diagnosa keperawatan yang actual yaitu resiko perilaku kekerasan. Sdr.
F ditemukan data subjektif bahwa pasien sering marah dan kesal
terhadap adiknya yang sedang tertawa sendiri dengan hp seolah-olah
sedang menertawakan pasien. Pasien marah sampai memukul adiknya
dan memukul pasir. Didukung data objektif pasien tampak pandangan
mata sedikit tajam, tampak gelisah, tampak menahan rasa marah, saat
interaksi konta mata kurang, pembicaraan terdengar keras. Dapat
disimpulkan masalah yang dialami pasien adalah gangguan resiko
perilaku kekerasan.
Jika resiko perilaku kekerasan yang menjadi masalah utama
dapat diatasi, maka akibat dari masalah utama dapat dicegah
Dermawan dan Rusdi (2013) menyatakan bahwa resiko perilaku
kekerasan dapat berupa kemarahan, kekesalan, perasaan tidak mampu,
mudah tersinggung, dan dapat merusak diri atau menciderai diri sendiri
dan orang lain. Pada Sdr. F dampak dari masalah utama resiko
menciderai diri semdiri dan orang lain, dan penyebabnya adalah
gangguan psikosis.
Menurut teori Morison (2009), kekerasan pada diri sendiri
berupa ancaman melukai, kekerasan pada orang lain berupa ancaman,
serangan fisik, memukul dan melukai, kekerasan pada lingkungan
berupa merusak peralatan rumah tangga, merusak harta benda dan
membanting pintu.
3. Rencana Keperawatan
Sesuai dengan kasus Sdr. F penulis telah menemukan adanya 2
masalah keperawatan dengan 1 prioritas masalah yang harus segera
ditangani yaitu resiko perilaku kekerasan. . Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 hari pertemuan, di harapkan pasien dapat membina
hubungan saling percaya, dapat mengenal Resiko perilsku kekerasan,
dapat mengontrol perilaku kekerasan, dapat memanfaatkan obat
42

dengan baik, berelaksasi untuk mengendurkan ketenangan jiwa, tidak


malas beraktivitas dan mampu berkonsentrasi.
Menurut Damaiyanti dan Iskandar (2014) tindakan keperawatan
pada pasien yang mengalami resiko perilaku kekerasan terdiri dari lima
strategi pelaksanaan pasien dan tiga strategi pelaksanaan keluarga.
Tetapi penulis hanya membahas 2 strategi pelaksanaan pasien dan 2
strategi pelaksanan keluarga. Pada strategi pelaksanaan 1 pasien adalah
membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan
akibatnya serta mengontrol secara fisik 1.
Strategi pelaksanaan pasien yang ke 2 adalah mengevaluasi
kegiatan latihan fisik 1, melatih cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan latihan fisik 2, masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan
fisik 1 dan 2 sesuai dengan Damaiyanti dan Iskandar (2014).
Strategi pelaksanaan keluarga yang ke 1 adalah Memberikan
penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien di rumah.
Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari peilaku
kekerasan tersebut). Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi
pasien yang perlu segara dilaporkan kepada perawat, seperti melempar
atau memukul benda / orang lain (Damaiyanti dan Iskandar 2014).
Strategi pelaksanaan keluarga yang ke 2 adalah Melatih keluarga
melakukan cara-cara mengontrol kemarahan. Evaluasi pengetahuan
keluarga tentan masalah. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat. Ajarkan
keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila dapat
melakukan kegiatantersebut secara tepat. Diskusikan bersama keluarga
tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan (Damaiyanti dan Iskandar 2014).
Dari beberapa intervensi yang telah direncanakan, penulis lebih
menekankan pada terapi relaksasi otot progresif. Karena menurut
43

(poeter & Potte, 2004 dalam Rusmini & Dramawan, 2013) berelaksasi
merupakaan upaya untuk mengendurkan tegangan, pertama-tam
jasmaniah, yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya
ketegangan jiwa. Keteraturan dalam bernafas, khususnya dengan irama
yang tepat, akan menyebabkan sikap mental dan badan akan rileks.
Pelatihan otot akan menyebabkan otot makin lentur dan menerima
situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku.
4. Tindakan Keperawatan
Implementasi Sdr. F silakukan selama tiga hari peretmuan.
Setelah dilakukan penatalaksanaan secara generalis pada pasien juga
dilakukan menggunakan terapi relaksasi otot progresif. Terapi relaksasi
otot progresif merupakan upaya untuk mengendurkan tegangan,
pertama-tama jasmaniah, yang pada akhirnya mengakibatkan
mengendurnya ketegangan jiwa. Keteraturan dalam bernafas,
khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan sikap mental
dan badan akan rileks. Peltihan otot akan menyebabkan otot makin
lentur dan menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa
membuatnya kaku (perry & potte, 2004 dalam Rusmini & Dramawan,
2013).
Ditemukan kesenjangan dimana ketika pasien diminta untuk
mengidentifikasi ketegangan otot yang di rasakan, pasien masih
tampak gelisah, cenderung diam, dan acuh tak acuh. Ini sesuai dengan
Rusmini dan Dramawan (2013), bahwa beberapa kriteria inklusi pasien
yang diberikan terapi relaksasi otot progresif yaitu sudah tidak gelisah,
agresif, incoherent dan waham yang tidak terlalu berat sehingga dapat
kooperatif dan tidak mengganggu dalam berlangsungnya terapi. Dalam
hal ini penulis mencoba untuk lebih membina hubungan saling percaya
kepada pasien dan memotivasi pasien agar dapat mengungkapkan
perasaannya dan mampu mengidentifikasi ketegangan otot yang
dirasakan.
Manfaat terapi relaksasi otot progresif menurut (Perry & Potte,
2004 dalam Rusmini & Dramawan, 2013) adalah mengendurkan
44

tegangan, pertama-tama jasmaniah, yang pada akhirnya mengakibatkan


mengendurnya ketegangan jiwa. Menurut Gosana (2007) agar lebih
focus melakukan terapi relaksasi otot progresif seluruh tubuh dalam
keadaan homeostatis atau seimbang, dalam keadaan tenang tapi tidak
tertidur dan seluruh otot-otot dalam keadaan rileks dengan posisi yang
nyamaan. Dan dalam terapi ini tidak hanya pasien saja yang
berpartisipasi, keluarga pasien juga ikut sehingga dapat membantu
pasien mengubah perilaku yang maladaptive menjadi adaptif.
Penggunaan terapi relaksasi otot progresif ini dalam praktik
keperawatan memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan,
pengobatan, atau terapi dalam memulihkan kesehatan jiwa seseorang
(Darsana, W.2011).
5. Evaluasi Keperawatan
Penulis mengevaluasi tindakan yang selama 3 hari telah
dilakukan kepada Sdr. F untuk mengontrol resiko perilaku kekerasan
dengan terapi relaksasi otot progresif. Pada pertemuan pertama Sdr. F
sudah mampu membina hubungan saling percaya tetapi Sdr. F sedikit
sulit dan belum begitu kooperatif. Sdr. F belum mampu
mengidentifikasi ketegangan otot karena pasien cenderung gelisah,
diam dan acuh tak acuh. Tetapi setelah beberapa hari dilakukan
tindakan, pasien sudah sedikit kooperatif. Sdr. F merasa senang
mampu melakukan gerakan itu dengan cukup baik. Pasien menyadari
tenyata malas beraktivitas membuat otot-otot menjadi kaku dan
perasaan tidak nyaman dan rileks.
Pada laporan kasus karya tulis ini penulis menggunakan terapi
relaksasi otot progresif untuk mengontrol resiko perilaku kekerasan.
Sdr. F melakukan kegiatan selama 3 hari. Kegiatan yang dilakukan
penulis pada pasien Sdr. F adalah memberikan gerakan gerakan terapi
relaksasi otot progresif agar klien mampu mengendurkan ketegangan
jiwa dan menyebabkan sikap mental, badan akann rileks. Dengan
adanya terapi relaksasi otot progresif ini membuat klien menjadi
mudah untuk mengontrol resiko perilaku kekerasan dan termotivasi
45

untuk melakukannya secara mandiri supaya pasien ada aktivitas dan


tidak merasa malas.

C. Keterbatasan
Hambatan penulis selama proses keperawatan dilakukan yaitu terapi
relaksasi otot progresif belum cukup maksimal. Sdr. F kurang
berkonsentrasi dalam melakukan terapi relaksasi otot progresif. Pasien
sering lupa-lupa tentang gerakannya.
Sehingga penulis menggunakan media leaflet bergambar untuk
membantu pasien berkonstentrasi pada terapi yang di ajarkan.
46

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diulas, maka dapat disusun
simpulan berikut :
1. Berdasarkan pengkajian pada Sdr. F, pasien mudah berinteraksi
meskipun diawal agak sedikit susah dan jarang mau memulai
pembicaraan terlebih dahulu, kooperatif, namun pasien banyak diam
dan menunduk ketika berinteraksi
2. Masalah keperawatan yang muncul pada Sdr. F adalah resiko perilaku
kekerasan dan gangguan konsep diri harga diri rendah. Namun penulis
memprioritaskan satu masalah keperawatan untuk diatasi pada pasien
tersebut yaitu resikoperilaku kekerasan.
3. Rencana dilakukan selama 3 hari yaitu dengan melakukan SP 1, 2
pasien dan SP 1,2 keluarga pada pasien dengan resiko perilaku
kekerasan dan dengan terapi relaksasi otot progresif.
4. Penulis melakukan implementasi yaitu melatih mengontrol kemarahan
yang dimiliki pasien dn membimbing pasien melakukan terapi
relaksasi otot progresif. Terapi relaksasi otot progresif bisa dilakukan
tidak hanya sendiri bisa dengan keluarga untuk meningkatkan sikap
adaptif dn maladaptive.
5. Hasil evaluasi keperawatan 3 hari pertemuan adalah Sdr. F mampu
mengontrol perilaku kekerasan, cukup mampu melakukan aktivitas,
cukup mampu melakukan aktivitas, cukup mampu berelaksasi, mampu
melakukan terapi relaksasi otot progresif meskiup dalam melakukan
tindakan keperawatan agak sulit karena pasien gelisah, cenderung diam
dan sering mengeluh capek. Dengan diberikan terapi relaksasi otot
progresif pasien lebih mampu untuk berelaksasi dan tidak malas untuk
mlakukan aktivitas, mengurangi kecemasan, depresi, peningkatan
perasan control diri, dan juga meningkatkan kemampuan mengatasi
stress dalam berbagai situasi.
47

B. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah disusun, maka dalam penulis ini, penulis
ingin menyampaikan beberapa saran yaitu :
1. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan manfaat praktis yang menekankan intervensi pasien
dengan resiko perilaku kekerasan dengan melatih kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki pasien untuk latihan terapi relaksasi otot
progresif agar pasien mampu merelaksasikan ketegangan jiwa yang
ada dalam tubuhnya dan tidak malas untuk beraktivitas.
2. Bagi Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan penulis mampu
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam merawat pasien
dengan resiko perilaku kekerasan.
3. Bagi Institusi
Hendaknya selalu memberikan motivasi dan meningkatkan
Kepustakaan jiwa tentang Resiko Perilaku Kekerasan.
48

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset kesehatan dasar
(RISKESDAS) 2013. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Damaiyanti, M. & Iskandar. (2014). Asuhan keperawatan jiwa.
Bandung : PT Refika Aditama
Dinkes Provinsi Jawa Tengah, (2014). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2014. Hal 102.
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (Eds). (2015). NANDA International
inc.doagnosis keperawatan : definisi & klasifikasi 2015-2017,
ed.10. Terjemahan oleh Budi Anna Keliat et al. Jakarta : EGC
Keliat. ( 2005 ). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan).
Jakarta EGC.
Kusumawati, F. & Hartono, Y. 2010. Buku ajar keperawatan jiwa.
Jakarta : Salemba Medika
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV
ANDI OFFSET
Prastowo, A. (2011). Metode-metode penelitian. Yogyakarta : ar-Ruzz
Media.
Sholihah, S. 2015. Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat
depresi lansia di desa turigede kec. Kepohbaru kab.
Bojonegoro. Vol 8 No 2
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : definisi dan indikator diagnostik edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI.
World Health Organization (WHO). (2016). Mental Healths
www.who.int/mental_health/mamagement/Schizophrenia/en
Yusuf, A, Fitriyani, R. PK. & Nihayati, H. E. (2015). Buku ajar
keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : Salwwmba Medika.

Lampiran 1 Inform Consent


49

PERNYATAAN KESESDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama (Inisial) : Sdr. F

Pendidikan : SD

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 21 tahun

Dengan ini saya menyatakan bersedia/ tidak bersedia*) menjadi responden pada
penelitian dengan judul “Pengelolaan Resiko Perilaku Kekerasan dengan Terapi
Relaksasi Otot Progresif Di Wilayah Kerja Puskesmas I Sokaraja” yang dilakukan
oleh Alifia Melinia Ramadhanty mahasiswA Poltekkes Kemenkes Semarang
Program Studi Diploma III Keperawatan Purwokerto.

Purwokerto, 17 Maret 2021


Responden

( )

*)Coret yang tidak perlu


50

Lampiran 2. SOP TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF

SOP TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF


Menurut Setyo Adi dan Kushariyadi (2011) persiapan untuk melakukan teknik ini
yaitu:
A. Persiapan Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta
lingkungan yang tenang dan sunyi.
1. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.
2. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring
dengan mata tertutup menggunakan bantal di bawah
kepala dan lutut atau duduk di kursi dengan kepala
ditopang, hindari posisi berdiri.
3. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata,
jam, dan sepatu.
4. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain
sifatnya mengikat
B. Tujuan Dapat mengurangi ketegangan otot, menurunkan laju
metabolisme, meningkatkan rasa kebugaran, dan konsentrasi,
serta memperbaiki kemampan untuk mengatasi stressor
C. Waktu 60 menit dalam 4 sesi
D. Prosedur (1) Sesi satu : pelaksanaan tehnik relaksasi yang meliputi
dahi, mata, rahang, mulut, leher dimana masing-masing
gerakan dilakukan sebanyak 2 kali. Pelaksanaan terapi
relaksasi otot progresif yaitu :
Gerakan pertama
Ditujukan untuk otot dahi yang dilakukan dengan cara
mengerutkan dahi dan alis sekencang-kencangnya
hingga kulit terasa mengerut kemudian dilemaskan
perlahan-lahan hingga sepuluh detik kemudian lakukan
satu kali lagi.
Gerakan kedua
Merupakan gerakan yang ditujukan untuk
51

mengendurkan otot-otot mata yang diawali dengan


memejamkan sekuat-kuatnya hingga ketegangn otot-otot
di daerah mata dirasakan menegang. Lemaskan
perlahan-lahan hingga 10 detik dan ulangi kembali
sekali lagi.
Gerakan ketiga
Bertujuan untuk merelaksasikan ketegangan otot-otot
rahang dengan cara mengatupkan mulut sambil
merapatkan gigi sekuat-kuatnya sehingga klien
merasakan ketegangan di sekitar otot-otot rahang.
Lemaskan perlahan-lahan sampai 10 detik dan ulangi
sekali lagi.
Gerakan keempat
Dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
Moncongkan bibr sekuat-kuatnya ke depan hingga terasa
ketegangan di otot-otot daerah bibir. Lemaskan mulut
dan bibir perlahan-lahan selama 10 detik kemudian
lakukan sekalk lagi.
Gerakan kelima
Ditujukan untuk otot-otot leher belakang. Klien diminta
untuk menekankan kepala kearah punggung sedemikian
rupa sehingga terasa tegang pada otot leher bagian
belakang . lemaskan leher perlahan-lahan selama 10
detik dan ulangi sekali lagi.
Gerakan keenam
Bertujuan melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini
dilakukan dengan cara menekukkan atau turunkan dagu
hingga menyentuh dada hingga merasakan ketegangan
otot di daerah leher bagian depan. Lemaskan perlahan-
lahan hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi.

(2) Sesi dua : pelaksanaan tehnik relaksasi meliputi tangan,


52

lengan dan bahu serta masing-masing gerakan dilakukan


sebanyak dua kali. Pelaksanaan latihan terapi relaksasi
otot progresif terdiri dari :
Gerakan ketujuh
Ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan
dengan cara menggeenggam tangan kiri sambil membuat
suatu kepalan. Selanjutnya minta klien untuk
mengepalkan sekuat-kuatnya otot-otot daerah tangan.
Relaksasikan otot dengan cara membuka perlahan-lahan
kepalan tangan selama 10 detik. Lakukan sebanyak dua
kali pada masing-masing tangan.
Gerakan kedelapan
Gerakan yang ditujukan untuk melatih otot-otot tangan
bagian belakang. Gerakan dilakukan dengan cara
menekuk kedua pergelangan tangan k belakang secara
perlahan-lahan hingga terasa ketegangan pada otot-otot
tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang,
jari-jari menghadap ke langit-langit. Lemaskan perlahan-
lahan hingga 10 detik dan lakukan sekali lagi.
Gerakan kesembilan
Gerakan untuk melatih otot-otot lengan atau biseps.
Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan
hingga menjadi kepalan dan membawa kepalan tersebut
ke pundak sehingga otot-otot lengan bagian dalam
menegang. Lemaskan perlahan-lahan slama 10 detik dan
lakukan sekali lagi.
Gerakan kesepuluh
Ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi ini
dilakukan dengan mengendurkan bagian otot-otot bahu
dengan cara mengangkat kedua bahu kearah telinga
setinggi-tingginya. Lemaskan atau turunkan kedua bahu
secara perlahan-lahan hingga 10 detik dan lakukan sekali
53

lagi. Focus perhatian gerakan ini adalah kontras


ketegangan yang terjadi di bahu, punggung, atas dan
leher.

(3) Sesi tiga : pelaksanaan tehnik relaksasi yang meliputi


punggung, dada, perut tungkai dan kaki dimana masing-
masing gerakan dilakukan sebanyak dua kali.
Pelaksanaan latihan terapi relaksasi otot progresif
meliputi :
Gerakan kesebelas
Bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini
dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari
sandaran kursi, lalu busungkan dada dan pertahankan
selama 10 detik lalu lemaskan perlahan-lahan. Lakukan
gerakan sekali lagi.
Gerakan keduabelas
Ditujukan untuk melatih otot-otot dada. Gerakan ini
dilakukan dengan cara menarik nafas dalam sedalam-
dalamnya dan tahan beberapa saat sambil merasakan
ketegangan pada bagian dada dan daerah perut.
Hembuskan nafas perlahan-lahan melalui bibir. Lakukan
gerakan ini sekali lagi.
Gerakan ketigabelas
Ditujukan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini
dilakukan dengan menarik perut kearah daam sekuat-
kuatnya. Tahan selama 10 mnit hingga perut terasa
kencang dann tegang, lemaskan perlahan-lahan hingga
10 detik dan lakukan sekali lagi.
Gerakan keempatbelas
Gerakan yang ditujukan untuk merelaksasikan oot-otot
kaki. Gerakan ini dilakukan dengan meluruskan kedua
telapak kaki selama 10 detik hingga terasa tegang pada
54

daerah paha. Lemaskan kedua kaki secara perlahan


hingga 10 detik, lakukan sekali lagi. Kemudian gerakan
selanjutnya dengan cara menarik kedua telapak kaki
kearah dalam sekuat-kuatnya hingga klien merasakan
ketegangan di kedua betis selama 10 detik. Lemaskan
kedua kaki secara perlahan-lahan hingga 10 detik,
lakukan kembali sekali lagi.

(4) Sesi empat : sesi evaluasi kemampuan klien melakukan


latihan relaksasi pogresif gerakan pertama hingga
keempat blas yang meliputi dahi, mata, rahang, mulut,
leher, tangan, telapak tangan. Lengan, bahu, punggung,
dada, prut tungkai dan kaki.

Lampiran 3 : Tanda dan Gejala Isolasi Sosial


55

EVALUASI TANDA & GEJALA RPK

Nama Pasien :
Tempat Kegiatan :
NO Aspek Penilaian Tanggal Evaluasi
I Tanda Gejala
Kognitif
1. Tidak mampu mengontrol PK
2. Punya pikiran negatif dalam menghadapi
stressor
3. Mendominasi pembicaraan
Bawel
4. Sarkasme
5. Meremehkan keputusan
6. Flight of idea
7. Perubahan isi piker
8. Ingin memukul orang lain
Afektif
11. Afek labil
12. Marah
13. Kecewa/ kesal
14. Curiga
15. Mudah tersinggung
16. Frustasi
17. Merasa tidak aman dan nyaman
18. Merasa jengkel
19. Dendam
20. Ingin memukul orang lain
Fisiologis
21. Muka merah
22. Pandangan tajam
23. Mengatup rahang dengan kuat
24. Mengepalkan tangan
25. Tekanan darah meningkat
26. Denyut nadi meningkat
27. Pupil dilatasi
28. Tonus otot meningkat
29. Mual
30. Frekuensi BAB meningkat
31. Kadang konstipasi
32. Kewaspadaan meningkat
33. Wajah tegang
Perilaku
56

34. Mondar-mandir
35. Melempar/memukul benda/ orang lain
36. Merusak barang
37. Sikap bermusuhan
38. Agresif/ pasif
39. Sinis/ curiga
40. Perilaku verbal ingin memukul
41. Memberontak
42. Nada suara keras
Sosial
43. Bicara kasar
44. Suara tinggi, menjerit, berteriak
45. Mengancam secara verbal atau fisik
46. Pengasingan
47. Penolakan
48. Ejekan
49. Mentertawakan
50. Menarik diri
Total Jumlah Tanda dan Gejala
57

Lampiran 4. Evaluasi Kemampuan Klien

EVALUASI KEMAMPUAN KLIEN DENGAN MELKASANAKAN


STRATEGI PELAKSANAAN
NO. Strategi Pelaksanaan Dilakukan Tidak
dilakukan
1. 6. membina hubungan saling percaya.
(SP1) 7. Identifikasi perasaan marah.
8. Tanda dan gejala yang dirasakan.
9. Perilaku kekerasan yang dilakukan
akibatnya serta mengontrol secara
fisik.
2. d) Evaluasi latiha nafas dalam.
(SP2) e) Latihan cara fisik ke-2 : pukul kasur
dan bantal.
f) Susun jadwal latihan kegiatan harian
cara kedua.
3. d) Evaluasi jadwal harian untuk dua cara
(SP3) fisik.
e) Latihan mengungkapkan rasa marah
secara verbal : menolak dengan baik,
menggungkapkan perasaan dengan
58

baik.
f) Susun jadwal latihan mengungkapkan
marah secara verbal.

4. d) Diskusikan hasil latihan mengontrol


(SP4) perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial / verbal.
e) Latihan sholat / berdoa.
f) Buat latihan sholat dan berdoa.

5. d) Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien


(SP5) untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
e) Latih pasien minum obat secara teratur
dengan prinsip lima benar.
f) Susun jadwal minum obat secara
teratur.

Petunjuk Pengisian:
1. Isilah dengan lengkap.
2. Untuk data yang dipilih, beri tanda (√ ) pada kotak yang tersedia.
3. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban.
59

Lampiran 5. Evaluasi Kemampuan Keluarga Klien

EVALUASI KEMAMPUAN KELUARGA KLIEN

DALAM MELAKUKAN STRATEGI PELAKSANAAN

Nama Pasien : Tempat kegiatan


:
Jenis Kelamin : Hari/Tanggal
Kegiatan :

NO. Strategi Pelaksanaan Dilakukan Tidak


Dilakukan
1. Memberikan penyuluhan kepada keluarga
(SP1) tentang cara merawat klien di rumah :
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien
b. Diskusikan bersama keluarga tentang
perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan
gejala, perilaku yang muncul dan akibat
dari peilaku kekerasan tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-
kondisi pasien yang perlu segara dilaporkan
kepada perawat, seperti melempar atau
memukul benda / orang lain.
2. Melatih keluarga melakukan cara-cara
60

(SP2) mengontrol kemarahan


a. Evaluasi pengetahuan keluarga tentan
masalah
b. Anjurkan keluarga untuk memotivasi
pasien melakukan tindakan yang telah
diajarkan oleh perawat
c. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian
kepada pasien bila dapat melakukan
kegiatan tersebut secara tepat
d. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang
harus dilakukan bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku kekerasan/
3. Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
(SP3) a. Buat perencanaan pulang bersama keluarga

Petunjuk Pengisian:
1. Isilah dengan lengkap.
2. Untuk data yang dipilih, beri tanda (√ ) pada kotak yang tersedia.
3. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban.
61

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RESIKO PERILAKU


KEKERASAN DENGAN TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh :
Nama Mahasiswa : Alifia Melinia Ramadhanty
NIM : P1337420218108
Tanggal Pengkajian : 17 Maret 2021

1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 21 tahun
Alamat : Sokaraja Tengah RT 02/RW 01
Agama : Islam
Status : Lajang
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 49 tahun
Alamat : Perempuan
Jenis Kelamin : Sokaraja Tengah RT 02/RW 01
Agama : Islam
62

Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Hubungan dengan Pasien : Ibu kandung

3. Alasan masuk
Pasien masuk ke Puskesmas Sokaraja 1 pada dua tahun yang lalu,
diantar oleh ibunya setelah mengalami kejang-kejang karena
menggunakan tembakau gorilla, setelah kejadian tersebut pasien mulai
sensitive dan terjadi perubahan tingkah laku seperti mengamuk,
memukul barang, dan bersuara kasar.
4. Faktor Predisposisi
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat di Rumah Sakit
Banyumas dan Panti rehabilitasi di bungkanel purbalingga. Pasien
pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan sudah pernag
menjalani pengobatan namun kurang berhasil dalam mempertahankan
pengobatan secara teratur karena pasien menyimpan obat sendiri tanpa
jangkauan orang tua. Setelah keluar dari Rumah Sakit Banyumas kini
pasien menjalani pengobatan dirumah dan setiap sebulan sekali control
ke Rumah Sakit Banyumas. Didalam keluarga Pasien tidak ada
anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
5. Faktor Prespitasi
Pasien mengatakan sering marah-marah dan mengamuk jika ditinggal
ibunya pergi berdagang di pasar. Pasien lebih suka diam dan
memendam perasaanya sendiri. Pasien pernah memukuli adik
kandungnya. Pasien pernah memukul pasir sampai tangannya terluka.
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik/Compos Mentis
b. Tanda-tanda vital :
TD: 101/90mmHg N: 84x/menit
S: 36,5oC RR: 21x/menit
63

TB: 170cm BB: 55kg


Keluhan fisik : Pasien mengatakan tidak
mempunyai keluhan fisik.

6. Psikososial
a. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki

: Laki-laki sudah meninggal

: Perempuan

: Perempuan sudah meninggal

: Garis menikah

: Pasien
64

: Garis keturunan

: Tinggal satu rumah

Penjelasan :
Pasien merupakan anak ke tiga dari 6 bersaudara, pasien berusia 21
tahun, pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan adik yang terakhir.
Sedangkan kakanya yang ke 1dan 2 sudah menikah dan sudah
tidak tinggal bersama. Adik ke 1 dan 2 meninggal semasa masih
dalam kandungan. Di dalam anggota keluarga Pasien, tidak ada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

b. Konsep diri:
1) Citra diri
Pasien mengatakan selalu bersyukur terhadap anggota
tubuhnya karena sudah tidak ada kekurangan pada anggota
tubuhnya dan pasien menyukai semua anggotanya.
2) Identitas diri
Pasien mengetahui bahwa Pasien berama Sdr. F, pasien
tinggal bersama ayah, ibu dan adiknya. Sebelum sakit Pasien
berperilaku ramah pada keluarganya. Pasien berlatarbelakang
pendidikan SD. Pasien pernah dirawat sebelumnya di Rumah
Sakit Jiwa pada tahun 2020.
3) Peran diri
Pasien adalah anak ke tiga dari 6 bersaudara, pasien tinggal
bersama ayah, ibu dan adiknya, pasien belum mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya karena Pasien tidak bekerja.
Pasien merasa malu dan sedih.
4) Ideal diri
65

Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan beraktivitas


normal lagi seperti biasanya. Pasien merasa minder dan malu
sama tetangga-tetangganya karena Pasien sudah pernah
dirawat di Rumah Sakit Jiwa Banyumas.

5) Harga diri
Pasien mengatakan sering marah dan jarang keluar rumah karena
merasa malu jika dirinya pengangguran dan tidak bisa membantu
perekonomian keluarganya.
6) Hubungan sosial :
a) Orang Terdekat
Pasien mengatakan bahwa orang yang paling dekat adalah
ibunya, tempat mengadu, tempat bicara, mita bantuan dan
dukungan.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Pasien mengatakan dirinya tidak pernah mengikuti kegiatan
karabg taruna di lingkungannya dan lebih suka berdiam dii
dirumah.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan cenderung pendiam dan pasien malu jika
bertemu dengan orang yang baru dikenal.
7) Spiritual:
a) Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan beragama islam dan percaya kepada Allah
SWT. Sebelum sakit Pasien rajin beribadah, dan selama sakit
ibadahnya juga masih rajin.
b) Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan selama dirumah Pasien rajin sholat dan
sesekali mengaji.
8) Status Mental
66

a) Penampilan
Penampilan pasien rapi, rambut terlihat bersih, gigi bersih
kekuningan, kuku pendek dan bersih, kulit kuning langsat,
bersih dan lembab.
b) Pembicaraan
Pembicaraan Pasien tampak lirih, dalam berbicara datar,
intonasi jelas, suara pasien cukup pelan dan terdengar keras,
tetapi kadang menunduk, pasien terkadang mau memulai
pembicaraan dengan orang lain.
c) Aktivitas Motorik
Pasien tampak gelisah, tampak menunduk saat diajak
berbicara, posisi duudk pasien bergeser-geser, posisi
duduk membungkuk.
d) Alam Perasaan
Pasien mengatakan merasa putus asa, khawatir, dan
ketakutan karena belum bisa mendapat pekerjaan.
e) Afek
Afek datar, dibuktikan saat diajak bercerita tentang hal-hal
yang menyenangkan tidak terdapat ekspresi perasaan dan
ekspresi muka tampak biasa saja, kontak mata kurang, dan
sedi amenunduk
f) Interaksi selama wawancara
Pasien kooperatif saat diajak bicara, pasien hanya mau
menjawab pertanyaan seperlunya saja, tetapi kadang jug a
bertanya. Kontak mata kurang,dan lebih suka diam.
g) Persepsi
Pasien tidak memiliki halusinasi, pasien tidak memiliki
bayangan atau bisikan-bisikan yang aneh.
h) Proses Pikir
Pada saat diajak berbicara pasien menjawab pertanyaan
dengan nada suara lirih dan terkadang cukup keras.
67

Pembicaraan pasien baik, mudah untuk dimengerti dan


sampai pada tujuan.
i) Isi Pikir
Berdasarkan proses pengkajian, pasien tidak mengalami
gangguan dalam isi pikirannya.
j) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran pasien composmentis, pasien mampu
menyebutkan anggot akeluarga, hari, tanggal serta tempat saat
ini dia berada.
k) Memori
(1) Jangka panjang
Pasien mampu mengingat kejadian dimasa atau kurang
lebih 10 tahun yang lalu.
(2) Jangka pendek
Pasien mampu mengingat nama anggota keluarganya,
tetapi mudah lupa untuk mengingat pembicaraan yang
telah dilakukan.
(3) Saat ini
Pasien mengingat kegiatan apa saja pada hari itu
l) Tingkat kosentrasi dan berhitung\
Kosentrasi pasien mudah terganggu, tetapi pasien mampu
menghitung penjumlahan sederhana seperti penambahan dan
pengurangan.
m) Kemampuan penilaian
Pasien mampu melakukan penilaian secara ringan seperti
mampu meminum obat agar cepat sembuh dengan bantuan
motivasi orang lain.
n) Daya tilik diri
Pasien merasa menyesal dengan perbuatannya, pasien ingin
segera sembuh.
9) Kebutuhan Sehari-hari
a) Makan
68

Pasien makan 3x sehari dengan menu yang telah disediakan


oleh ibunya, dan minum air putih 6 gelas/hari
b) BAB/BAK
Pasien mampu BAB/BAK secara mandiri tanpa bantuan, pasien
BAB 1x perhari dan BAK kurang lebih 5-6x perhari

c) Mandi
Pasien mau mandi 2xsehari pada pagi dan sore hari,
menggunakan sabun mandi. Pasien rajin gosok gigi.
d) Berpakaian/berhias
Pasien mampu mengenakan pakaian sendiri, menggunakan
pakaian yang sesuai. Pasien selalu menyisir rambutnya.
e) Istirahat dan tidur
Pasien tampak lebih sering tidur, baik pada siang maupun
malam hari Pasien tidur 9-10 jam perhari. Kegiatan Pasien
sebelum maupun sesudah tidur hanya dudu di atas tempat tidur
memandangi dinding dan langit-langit kamar.
f) Penggunaan obat
Selama dirumah pasien selalu patuh minum obat jika setelah
makan.
g) Pemeliharaan kesehatan
Pasien selalu kontrol secara lanjut, dan kontrol ditemani
ayahnya. Perawatan lanjut.
h) Kegiatan didalam rumah
Pasien mampu menjaga kerapian rumah dan menjaga
kebersihan rumah.
i) Kegiatan diluar rumah
Pasien mengatakan jika sudah sembuh akan berusaha mencoba
mengikuti kegiatan dimasyarakat dan mau berkumpul dengan
tetangga yang ada disekitar rumahnya.
10) Mekanisme Koping
69

Pasien mengatakan jika sedang ada masalah Pasien lebih suka


memendam masalahnya sendiri dan tidak mau bercerita
dengan keluarganya. Pasien melampiaska kemarahanya
kepada adiknya dan memukul pasir.
11) Masalah Psikososial dan Lingkungan
a) Masalah dengan dukungan kelompok
Pasien jarang berpergian kerumah tetangganya tetapi lebih
suka berdiam diri di rumah dan hanya duduk-duduk saja.
b) Masalah berhubungan dengan lingkungan
Pasien jarang berinteraksi dengan orang lain atau
lingkunganrumahnya dikarenakan pasien lebih senang
dirumah dan merasa malu berinteraksi dengan orang-orang
dilingkungan.
c) Masalah dengan pendidikan
Pasien mengatakan mempunyai masalah dengan
pendidikannya. Pasien saat ini tamatan SD.
d) Masalah dengan perumahan
Pasien tidak bekerja.
e) Masalah ekonomi
Pasien mengatakan selalu mensyukuri keadaan ekonominya
walaupun tak seberapa tapi bisa untuk mencukupi
kebutuuhan hidupnya.
12) Aspek Pengetahuan
Pasien tidak mengetahui dan tampak bingung tentang
penyakitnya, tanda dan gejala kekambuhan, obat yang
diminum dan cara menghindari kekambuhan, pemahaman
tentang sumber koping yang adaptif dan manajemen hidup
yang sehat masih kurang.
13) Aspek Medik
a) Diagnosa medik : skizofrenia
b) Terapi medik
Nama obat Dosis Aturan Waktu pemberian
70

Pakai
Chlorpromazine 1x1 tab Sore
Risperidone 2x1 tab Pagi, Sore
Trihexyphendyl 1x1 tab Sore
Amitriptyline 1x1 tab Sore

B. Analisa Data
No Data Fokus Problem Paraf
1. DS : Resiko Perilaku Alifia
Pasien mengatakan sering marah dan Kekerasan
kesal terhadap adiknya yang sedang
tertawa sendiri dengan hp seolah-olah
sedang menertawakan pasien. Pasien
marah sampai memukul adiknya dan
memukul pasir.
DO :
 Pasien tampak pandangan mata
sedikit tajam,
 Pasien tampak gelisah,
 Pasien tampak menahan rasa
marah
 saat interaksi konta mata
kurang,
 pembicaraan terdengar keras.
2. DS : Gangguan Alifia
Pasien mengatakan merasa malu Konsep Diri :
karena belum bekerja diusianya saat Harga Diei
ini, pasien mengatakan malu jika Rendah
bertemu dengan orang yang baru
kenal.
DO :
 Pasien berbicara dengan nada
suara lirih, lambat
 Pasien lebih sering menunduk
71

dan tidak menatap lawan


bicaranya
 Pasien tidak mau memulai
pembicaraan.
C. Pohon Masalah

Akibat Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Masalah Utama Perilaku Kekerasan

Sebab
Gangguan konsep diri : harga diri

D. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawat Tujuan Intervensi

an
Resiko setelah dilakukan tindakan SP 1 Pasien :
Perilaku asuhan keperawatan selama 1. Menanyakan
Kekerasan 3x8 jam diharapkan pasien penyebab perilaku
dapat : kekerasan, tanda
1. Pasien dapat membina dan gejala perilaku
hubungan saling percaya kekerasan.
2. Pasien dapat mengenal 2. Menyebutkan cara
resiko perilaku mengontrol
72

kekerasan perilaku kekerasan


3. Pasien dapat mengontrol (fisik, verbal, obat,
perilaku kekerasan spiritual)
3. Melatih cara
mengontrol
perilaku kekerasan
secara fisik (tarik
nafas dalam dan
pukul bantal)
4. Masukan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan fisik
SP 2 Pasien :
1. Mengucapkan
salam terapeutik
dan mendiskusikan
perasaan pasien
2. Mengevaluasi
kegiatan latihan
fisik
3. Melatih cara
mengontrol
perilaku kekerasan
dengan obat
4. Masukan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan fisik
dan minum obat
SP 1 Keluarga :
1. Memberikan
penyuluhan
kepada keluarga
73

tentang cara
merawat Pasien di
rumah
2. Diskusikan
masalah yang
dihadapi keluarga
dalam merawat
pasien
3. Diskusikan
bersama keluarga
tentang perilaku
kekerasan
(penyebab, tanda
dan gejala,
perilaku yang
muncul dan akibat
dari perilaku
tersebut)
4. Diskusikan
bersama keluarga
kondisi-kondisi
pasien yang perlu
segera dilaporkan
kepada perawat,
seperti melempar
atau memukul
benda/orang lain.
SP 2 Kleuarga :
1. Melatih keluarga
melakukan cara-
cara mengontrol
kemarahan
74

2. Evaluasi
pengetahuan
keluarga tentang
masalah
3. Anjurka keluarga
untuk memotivasi
pasien melakukan
tindakan yang
telah diajarkan
oleh perawat
4. Ajarkan keluarga
untuk memberikan
pujian kepada
pasien bila dapat
melakukan
kegiatan tersebut
secara tepat
5. Diskusikan
bersama keluarga
tindakan yang
harus dilakukan
bila pasien
menunjukkan
gejala-gejala
perilaku
kekerasan.
Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi Otot
asuhan keperawatan selama Progresif
3x8 jam diharapkan pasien 1. Persiapan pasien
dapat : Berikan posisi
1. Pasien dapat nyaman, bantu
membina hubungan pasien untuk
saling percaya mendapatkan
75

2. Pasien berelaksasi posisi nyaman


untuk tersebut, anjurkan
mengendurkan pasien untuk
ketegangan jiwa berbaring atau
3. Pasien tidak malas duduk bersandar
beraktivitas (ada sandaran
4. Pasien mampu untuk kaki dan
berkonsentrasi bahu) berikan
penjelasan tentang
relaksasi otot
progreif dan
inform consent
2. Persiapan alat dan
ruangan
Ciptakan atau
modifikasikan agar
ruangan sejuk dan
tidak gaduh,
sediakan tempat
tidur atau kursi
dengan sandaran
rileks yaitu ada
penopang untuk
kaki dan bahu
3. Prosedur
Pelaksanaan terapi
relaksasi otot
progresif silakukan
dalam 3 sesi
dengan 14
gerakan. 14
gerakan yang
76

dilakukan dalam 3
sesi akan
memudahkan
pasien untuk
mengingat
gerakan-gerakan
yang telah dilatih
oleh terapis.

F. Implementasi Keperawatan
Tanggal
Implementasi Respon Pasien Paraf
/Jam
17 Maret  Membina hubungan saling  Pasien mengatakan Alifia
2021 percaya bernama Sdr. F
08.00  Menyebutkan nama alamat dan senang
dan nama panggilan dipanggil F
 Menjabat tangan Pasien  Pasien mampu Alifia
menjawab
pertanyaan dengan
baik
 Pasien mau Alifia
berjabat tangan
namun tidak
menatap lawan
bicaranya
SP 1 Pasien :
 Identifikasi penyebab  Pasien mengatakan Alifia
77

perasaan marah, tanda dan penyebab Pasien


gejala yang dirasakan, melakukan
perilaku kekerasan yag perilaku kekerasan
dilakukan, akibatnya serta karena tidak
cara mengontrol secara fisik senang melihat
1 adiknya tertawa
sendiri dengan
hpnya seolah-olah
sedang
menertawakan
pasien. pasien juga
merasa stress
karena belum bisa
bekerja.
 Pasien tampak Alifia
tegang, dan tatapan
kosong
 Pasien tampak Alifia
diam seperti
memendam
perasaan
 Saat berinteraksi Alifia
kontak mata
kurang, Pasien
lebih suka
menunduk ke
bawah
08.15 SP 1 Keluarga :  Keluarga pasien Alifia
 Memberikan penyuluhan paham dan
kepada keluarga tentang cara mengerti
merawat Pasien di rumah
08.20  Mendiskusikan masalah yang  Keluarga Alifia
78

dihadapi keluarga dalam menceritakan


merawat pasien masalah yang
dihadapi dalam
merawat Pasien
SP 2 Keluarga :
08.25  Melatih keluarga melakukan  Keluarga paham Alifia
cara-cara mengontrol dan mengerti
kemarahan
08.30  Menganjurkan keluarga  Keluarga mengerti Alifia
untuk memotivasi pasien
melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat

08.35  Menjelaskan pengertian  Pasien mengatakan Alifia


terapi relaksasi otot progresif “Apa itu terapi
relaksasi otot?
Untuk apa
terapinya?”
 Pasien tampak Alifia
bingung
 Pasien tampak Alifia
mulai paham dan
kooperatif
08.40  Mengajari terapi relaksasi otot Alifia
 Pasien
progresif sesi 1
memperkenalkan
diri
Alifia
 Pasien
mengidentifikasi
ketegangan otot
yang dirasakan
Alifia
 Pasien tidak bisa
menyebutkan
79

pengertian dan
tujuan dari terapi Alifia
 Pasien masih
bingung dan diam
18 Maret SP 2 Pasien :
2021  Mengevaluasi perasaan dan  Pasien mengatakan Alifia
latihan nafas dalam saat ini perasaanya
sedikit tenang
08.00  Melatih mengontrol perilaku  Pasien memukul Alifia
kekerasan secara fisik ke-2 bantal dengan
yaitu pukul bantal sekuat tenaga
08.05  Melatih terapi relaksasi otot  Pasien hanya Alifia
progresif sesi 2 mengangguk
 Menjelaskan tujuan pertemuan  Pasien tampak
kedua yaitu Pasien mampu diam dan Alifia
melakukan teknik relaksasi mengangguk
dengan mengencangkan dan
mengendorkan otot mata,
mulut, tengkuk, bahu, tangan,
punggung, perut dan kaki
 Mengatur posisi pasien pada  Pasien mengambil 2
08.10 tempat duduk kursi dan duduk Alifia
berhadapan
 Menganjurkan pasien menarik  Pasien tarik nafas
08.15 nafas dalam hembuskan secara dalam dan Alifia
perlahan 3-5kali dan katakana mengatakan “rileks”
rileks
 Mendemonstrasikan gerakan  Pasien mengerutkan
08.20 Alifia
1 : Mengerutkan dahi dan alis alis
sekencang-kencangnya hingga
kulit terasa mengerut
kemudian dilemaskan
80

perlahan-lahan hingga sepuluh


detik.  Pasien memejamkan Alifia
08.25  Mendemonstrasikan gerakan mata sekuat-kuatnya
ke 2 : Mengendurkan otot-otot selama 10 detik
mata yang diawali dengan
memejamkan sekuat-kuatnya
hingga ketegangn otot-otot di
daerah mata dirasakan
menegang. Lemaskan
perlahan-lahan hingga 10
detik,
 Psien mengatupkan
08.30  Mendemonstrasikan gerakan Alifia
mulut sekuat-
3 : Mengatupkan mulut sambil
kuatnya selama 10
merapatkan gigi sekuat-
detik
kuatnya sehingga klien
merasakan ketegangan di
sekitar otot-otot rahang.
Lemaskan perlahan-lahan
sampai 10 detik
 Pasien
08.35  Mendemonstrasikan gerakan Alifia
memoncongkan
4 : Moncongkan bibr sekuat- bibir sekuat-kuatnya
kuatnya ke depan hingga
terasa ketegangan di otot-otot
daerah bibir. Lemaskan mulut
dan bibir perlahan-lahan
selama 10 detik,
 Pasien menekankan
08.40  Mendemonstrasikan gerakan Alifia
kepala kea rah
5 : Menekankan kepala kearah punggung
punggung sedemikian rupa
sehingga terasa tegang pada
otot leher bagian belakang .
lemaskan leher perlahan-lahan
81

selama 10 detik.  Pasien menekukkan


08.45  Mendemonstrasikan gerakan dagu hingga Alifia
6 : Menekukkan atau turunkan menyentuh dada
dagu hingga menyentuh dada
hingga merasakan ketegangan
otot di daerah leher bagian
depan. Lemaskan perlahan-
lahan hingga 10 detik.  Pasien
08.50  Meminta pasien untuk mendemonstrasikan Alifia
mendemonstrasikan kembali hanya gerakan 1 dan
gerakan 1 sampai 6 2
 Pasien hanya
08.55  Mengevaluasi sesi 1 dalam tersenyum Alifia
terapi relaksasi otot progresif  Pasien hanya
 Memeberikan pujian dan tersenyum dan Alifia
09.00 mengontrak waktu untuk menyetujui kontrak
pertemuan selanjutnya yaitu waktu
untuk sesi ke 2 dan sesi ke 3
19 Maret  Member salam dan  Pasien menjawab Alifia
2021 menanyakan kabar salam dan menjawab
kabar
08.00  Mengevaluasi SP 1 dan SP 2  Pasien Alifia
cara mengontrol marah yang mempraktikan tarik
benar nafas dalam dan
pukul bantal

 Melanjutkan sesi ke 2 dan


 Pasien tampak Alifia
sesi ke 3 terapi relaksasi otot
senang dan antusias
progresif
 Mendemonstrasikan gerakan  Pasien Alifia
7 : Menggeenggam tangan menggenggam
kiri sambil membuat suatu tangan sambil
kepalan. Selanjutnya minta membuat kepalan
82

klien untuk mengepalkan


sekuat-kuatnya otot-otot
daerah tangan, relaksasikan
otot dengan cara membuka
perlahan-lahan kepalan
tangan selama 10 detik
 Mendemonstrasikan gerakan
 Pasien menekuk
ke 8 : Menekuk kedua Alifia
kedua pergelangan
pergelangan tangan k
tangan ke belakang
belakang secara perlahan-
secara perlahan
lahan hingga terasa
 Pasien mengatakan
ketegangan pada otot-otot Alifia
“pegel tangan saya
tangan bagian belakang dan
mba”
lengan bawah menegang,
jari-jari menghadap ke langit-
langit. Lemaskan perlahan-
lahan hingga 10 deti.
 Mendemonstrasikan gerakan
 Pasien
ke 9 : Menggenggam kedua Alifia
menggenggam
tangan hingga menjadi
kedua tangan
kepalan dan membawa
sehingga menjadi
kepalan tersebut ke pundak
kepalan kemudian
sehingga otot-otot lengan
membawa kedua
bagian dalam menegang,
kepalan ke pundak
lemaskan perlahan-lahan
slama 10 detik
 Mendemonstrasikan gerakan
 Pasien mengangkat
ke 10 : Mengendurkan bagian Alifia
bahu
otot-otot bahu dengan cara
mengangkat kedua bahu
kearah telinga setinggi-
tingginya, lemaskan atau
83

turunkan kedua bahu secara


perlahan-lahan hingga 10
detik
 Mendemosntrasikan gerakan  Pasien mengangkat
ke 11 : Mengangkat tubuh tubuh dari sandaran Alifia
dari sandaran kursi, lalu kursi, lalu
busungkan dada dan membusungkan
pertahankan selama 10 detik dada dan
lalu lemaskan perlahan-lahan melengkungkan
punggung ke
belakang
 Mendemosntrasikan gerakan  Pasien menarik
ke 12 : Menarik nafas dalam nafas sampai peut Alifia
sedalam-dalamnya dan tahan mengang
beberapa saat sambil
merasakan ketegangan pada
bagian dada dan daerah
perut. Hembuskan nafas
perlahan-lahan melalui bibir
 Mendemosntrasikan gerakan  Pasien menarik
ke 13 : Menarik perut kearah perut kearah dalam Alifia
dalam sekuat-kuatnya hingga atau mengempiskan
perut terasa kencang dann sekuat-kuatnya
tegang, lemaskan perlahan-
lahan hingga 10 detik
 Mendemonstrasikan gerakan  Pasien menarik
ke 14 : Meluruskan kedua telapak kaki kea rah Alifia
telapak kaki selama 10 detik dalam
hingga terasa tegang pada
daerah paha, lemaskan kedua
kaki secara perlahan hingga
10 detik.
84

 Meminta pasien  Pasien hanya ingat


mendemonstasikan gerakan gerakan 13 14 Alifia
7-14
 Memeberikan pujian  Pasien tampak malu-
malu Alifia
 Mengidentifikasi langkah-  Pasien lupa-lupa
langkah dan gerakan-gerakan ingat Alifia
yang telah dilatih
 Menyampaikan manfaat  Pasien cukup
latihan relaksasi otot mengerti Alifiia

progresif
 Pasien mengatakan
 Menanyakan hambatan apa
“gerakannya Alifia
yang dirasakan selama terapi
banyak, saya gak
inget semua terus
tangan sama kaki
saya pegal kalo
kelamaan”
 Pasien mengangguk
 Memberikan motivasi untuk
dan mengatakan Alifia
tetap latihan relaksasi otot
“insyaAllah”
progresif untuk menurunkan
gejala perilaku kekerasan dan
meningkatkan kemampuan
perilaku asertif
 Pasien mengatakan
 Menanyakan perasaan setelah
“senang dan rileks Alifia
dilakukan terapi relaksasi
tapi capek”
otot progresif
 Pasien mengangguk
 Menganjurkan pasien untuk
Alifia
memasukkan kegiatan ini
pada buku harian
 Pasien dan keluarga
 Mengakhiri pertemuan dan
senang dan juga Alifia
mengucapkan terimakasih
85

karena selama 3 hari sudah berterimaksih


mau menerima dan karena sudah di
bekerjasama dalam kegiatan bantu
ini

G. EVALUASI

Tanggal No. Evaluasi Paraf


/Jam DX
17 Maret I S: Alifia
2021  Pasien mengatakan masih merasa marah jika
pasien dianggap sebelah mata atau disuruh-
suruh
 Pasien mengatakan tidak bisa mengontrol
marah sampai mengamuk
O:
 Kontak mata pasien terlihat tajam
 Pasien tampak sedikit labil dan gelisah
 Pasien belum mampu mngidentifikasi
marahnya
 Pasien mampu mempraktekan cara mengontrol
marah secara fisik 1
A : Masalah resiko perilaku kekerasan teratasi
sebagian dibuktikan Pasien mampu untuk
mempraktikan cara mengontrol marah.
P : lanjutkan SP 2 yaitu mengontrol marah secara fisik
86

2
18 Maret S: Alifia
2021  Pasien mengatakan kesalnya berkurang
 Pasien mengatakan sedikit bisa mengontrol
marah
 Pasien mengatakan masih ingat dan sudah bisa
mengontrol marah dengannafas dalam
O:
 Kurangnya kontak mata selama perawatan
 Pasien sudah kooperatif dan pasien mau
mempraktikan cara mengontrol perilaku
kekerasan
A : Masalah Resiko Perilaku Kekerasan teratasi
sebagian, dibuktikan pasien sudah mampu untuk
mengontrol perilaku kekerasan .
P:
 Mengevaluasi SP 1 dan SP 2 cara mengontrol
marah yang benar
 Melanjutkan sesi ke 2 dan sesi ke 3 terapi
relaksasi otot progresif

19 Maret S: Alifia
2021  Pasien mengatakan kesalnya sudah berkurang
 Pasien sudah mampu mengontrol perilaku
kekerasan
O:
 Pasien tampak lebih tenang dan rileks
 Pasien sudah mulai tidak bicara kasar, mampu
meminta dan menolak dengan baik
 Emosi pasien sudah labil
A ; Masalah resiko perilaku kekerasan teratasi
sebagian, dibuktikan Pasien sudah mampu untuk
87

mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik


dan verbal dan mau mempraktikan terapi relaksasi
otot progresif yang diajarkan
P : Pertahankan SP resiko perilaku kekerasan dan
Terapi Relaksasi Otot Progresif.

Lampiran 7. Lembar Bimbingan Penulisan

LEMBAR BIMBINGAN

PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN-POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Alifia Melinia Ramadhanty

NIM : P1337420218108

Nama Pembimbing : Widyo Subagyo, SST, MMR

Judul KTI : Pengelolaan pada Pasien Resiko Perilaku Kekerasan

dengan Terapi Relaksasi Otot Progresif

TANDA

HARI/ MATERI TANGAN


NO. SARAN KAPRODI
TANGGAL BIMBINGAN PEMBIMBIN

G
88

Senin, 14

1. September Pengajuan judul KTI ACC

2020
Untuk

prologfokuspada

masalah utama

KTI dan
Senin, 19
penelitian
2. Oktober Pengajuan Bab I
terdahuluyang
2020
berkaitan masalah

utama KTI,

minimal 3

penelitian
Senin, 30

3. November Pengajuan Bab I ACC

2020
4. Rabu, 2 Pengajuan Bab II dan Bab II tolong

Desember III dijelaskan “Apa

2020 yang akan anda

lakukan terhadap

pasien anda”

secara teori.

Lihat rujukan

buku yang terbaru

saat ini SDKI,

SLKI, dan SIKI.


89

Bab II bukan

pembahasan ya,

tolong dilihat

lagi.
Kamis, 3
Pengajuan Bab II dan
5. Desember ACC
III
2020
Kamis, 3

6. Desember Revisi Bab III ACC

2020
Jumat, 4 Membuat PPT dan

7. Desember siapkan seminar ACC

2021 proposal
Senin, 12
8. Konsul BAB IV Revisi pengkajian
Maret 2021
Bab ini, kesulitan

apa yang anda

hadapi dan

9. bagaimana solusi

yang anda pakai

dalam mengatasi

masalah klien
Senin, 26 Konsul Revisi BAB Revisi
10.
Maret 2021 IV Pembahsan

Senin, 3
11. Konsul revisi BAB IV ACC
April 2021
90

Selasa, 11 Pengajuan BAB V dan Revisi kata kata


12.
April 2021 lampiran kesimpulan

Rabu, 20 Konsul revisi BAB V


13. ACC
April 2021 dan lamiran

Kamis, 6 PPT dan siapkan


14. ACC
Mei 2021 seminar hasil

Purwokerto, 7 Mei 2021

Ketua Program Studi DIII Dosen Pembimbing KTI


Keperawatan Purwokerto

Walin, SST., M.Kes. Widyo Subagyo, SST, MMR


NIP. 19650423 198803 2 002 NIP.19750707 200112 1 001
91

BERITA ACARA UJI AN SIDANG


(KARYA TULIS ILMIAH /PROPOSAL/LAPORAN KASUS)

Pada hari ini Jumat 7 Mei 2021 , mahasiswa :


Nama : Alifia Melinia Rmadhanty

NIM : P1337422018108

Prodi : D3 Keperawatan Purwokerto

Jurusan : Keperawatan

Dengan Judul“LAPORAN STUDI KASUS PENGELOLAAN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN DENGAN TERAPI RELAKSASI OTOT
PROGRESIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I SOKARAJA “

Dinyatakan Lulus/Lulus dengan Revisi/Layak/Tidak layak*


Dalam Ujian sidang Laporan Kasus / Proposal / Karya Tulis Ilmiah dengan
Nilai ......(.............)
Mahasiswa diwajibkan untuk melakukan perbaikan sesuai dengan saran-saran dari
Tim penguji.
Apabila berdasarkan hasil penelitian dari Tim penguji dianggap tidak syah maka
keputusan ini ditinjau kembali.
)* coret yang tidak perlu
Purwokerto,
Mahasiswa Ketua Penguji

Alifia Melinia Ramadhanty Dyah Wahyuningsih, S.Kep. Ns.M. Kep


NIM. P1337420218108 NIP. 19760331 199803 2 001
92

Tim Penguji
NO JABATAN NAMA TANDA TANGAN
1 Ketua Penguji Dyah Wahyuningsih, 1
S.Kep. Ns.M. Kep
2 Penguji 1 Ruti Wiyati, S.Kep. Ns., 2
M.Kep
3 Penguji 2 Widyo Subagyo, SST., 3
MMR

REKAPITULASI NILAI UJIAN LAPORAN KASUS/PROPOSAL/KARYA


TULIS ILMIAH
NAMA/NIM NILAI Jumlah Rata- Kesimpulan
rata
Nama : Alifia Melinia Ketua Penguji Penguji
Ramadhanty Penguji 1 2
NIM
P1337420218108
Tanda tangan penguji

Anda mungkin juga menyukai