Anda di halaman 1dari 31

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, Hak dan Kewajiban Fiskus, Penghindaran

Pajak, Rahasia Jabatan, dan Kuasa/Wakil Wajib Pajak

DOSEN PENGAMPU : Dr. I Ketut Sujana, SE., Ak., M.Si., CA

OLEH :

Komang Tri Winda Lestari ( 2007531091 )

Komang Amanda Ayu Harpita Putri ( 2007531154 )

Ni Putu Maura Aviona Maharani ( 2007531285 )

UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah kami bisa menyelesaikan paper dengan judul Hak dan Kewajiban Wajib Pajak,
Hak dan Kewajiban Fiskus, Penghindaran Pajak, Rahasia Jabatan, dan Kuasa/Wakil Wajib Pajak
ini dengan tepat pada waktunya.
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang Hak
dan Kewajiban Wajib Pajak, Hak dan Kewajiban Fiskus, Penghindaran Pajak, Rahasia Jabatan,
dan Kuasa/Wakil Wajib Pajak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. I Ketut Sujana, SE., Ak., M.Si., CA
selaku dosen mata kuliah perpajakan yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Tidak lupa
kami ucapkan terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan tugas ini sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa tugas yang kami buat ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan untuk membuat tugas kami ini menjadi
lebih baik lagi kedepannya.

Denpasar, 2021

Penulis
Daftar isi

BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
1.1 Latar belakang ............................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan .......................................................................................................................................... 5
BAB II ...................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... 6
2.1 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak.............................................................................................. 6
2.2 Hak dan Kewajiban Fiskus ...................................................................................................... 15
2.3 Penghindaran Pajak ................................................................................................................. 21
2.4 Rahasia Jabatan ........................................................................................................................ 23
2.5 Kuasa/Wakil Wajib Pajak........................................................................................................ 26
BAB III ....................................................................................................................................................... 30
PENUTUP .................................................................................................................................................. 30
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 31
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran


serta masyarakat mengumpulkan dana untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui
perbaikan dan penambahan pelayanan publik, mengalokasikan pajak tidak hanya untuk
rakyat pembayaran pajak juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib membayar
pajak.

Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, yaitu


dengan memperluas subyek dan obyek pajak atau dengan menjaring wajib pajak baru. Di
lain pihak perkembangan usaha-usaha kecil dan menengah yang demikian dinamis
barangkali jauh meninggalkan jangkauan pajak. Meskipun jaring pengaman bagi wajib
pajak (berupa Nomor Pokok Wajib Pajak) agar melaksanakan kewajiban perpajakannya
sudah dipasang, terutama bagi usaha-usaha kecil menengah tersebut, tetapi masih tetap
ditemukan usaha-usaha kecil menengah yang lepas dari jeratan pajak. Sebenarnya masih
banyak wajib pajak potensial yang belum terdaftar sebagai wajib pajak aktual.
Ketidaktaatan dalam membayar pajak tidak hanya terjadi pada lapisan pengusaha saja
tetapi telah menjadi rahasia umum bahwa para pekerja profesional lainnya juga tidak taat
untuk membayar pajak.

Undang-undang pajak di Indonesia saat ini dalam pelaksanaannya menganut


sistem self assesment. Sistem pemungutan ini mempunyai arti bahwa besarnya pajak
yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak (WP) itu sendiri, dimana WP harus
melaporkan secara teratu seluruh jumlah pajak yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Untuk mendukung keberhasilan diterapkanya self
asssesmet salah satu yang harus dilakukan adalah melaksanakan penegakan hukum (law
enforcement) perpajakan. Penegakan hukum dalam perpajakan mempunyai korelasi yang
positif dengan kesuksesan penerimaan pajak artinya, pelaksanaan penegak hukum secara
tegas dan konsisten akan mampu menciptakan kepatuhan yang lebih baik dari wajib pajak
dan akan bermuara pada peningkatan penerimaan dari sektor pajak.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimanakah Hak dan Kewajiban Wajib Pajak?
b. Bagaimanakah Hak dan Kewajiban Fiskus?
c. Bagaimanakah Penghindaran Pajak?
d. Bagaimanakah Rahasia Jabatan ?
e. Bagaimanakah Kuasa atau Wakil dari Wajib Pajak?

1.3 Tujuan
a. Untuk Dapat Mengetahui Hak dan Kewajiban Wajib Pajak.
b. Untuk Dapat Mengetahui Hak dan Kewajiban Wajib Pajak.
c. Untuk Dapat Mengetahui Penghindaran Pajak.
d. Untuk Dapat Mengetahui Rahasia Jabatan.
e. Untuk Dapat Mengetahui Kuasa atau Wakil dari Wajib Pajak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran


serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban
perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah
undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi
merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran
serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan


kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk
memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang
dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan,
pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat
Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat
sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.

Dalam hidup bermasyarakat, seseorang tidak mungkin bisa memuntut haknya


tanpa pernah melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu. Akan tetapi,ada hak yang
sejak awalnya memang melekat dalam diri seseorang,yaitu hak asasi manusin, sepert
diatur dalam UUD 1945 beserta perubahannya. Apabila masyarakat telah melaksanakan
kewajibannya membayar pajak. Maka pemerintah berperan memerikan segala bentuk
pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat.Pemberian ini tidak terbatas hanya kepada
mereka yang membayar pajak, tetapi juga kepada mereka yang belum membayar pajak.

Hak Wajib Pajak


Hak- hak WP yang diatur dalam UU Perpajakan, yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan pembinan dan pengarahan dari fiskus.


Hak ini merupakan konsekuensi logis dari sistem sel-assessment yang
mewajibkan WP untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
pajaknya sendiri. Untuk dapat melaksanakan sistem tersebut hak WP untuk
mendapatkan pembinaan dan pengarahan sesuai ketentuan yang berlau tentu
merupakan prioritas dari seluruh hak yang dimiliki WP sekalipun sistem self-
assesment berjalan, bukan berarti WP akan paham semua ketentuan yang ada untuk
itulah hak ini merupakan hak prioritas yang perlu diketahui WP.
2. Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan
Apabila WP dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) terdapat
kekeliruan dalam pengisannya, misalnya karena ada data yang belum dilaporkan atau
terdapat kesalahan dalam menghitung WP masih diberikan kesempatan untuk
membetulkannya dengan syarat fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.
Ketentuan Pasal & ayat (1) UU KUP menegaskan bahwa pembetulan SPT tersebut
diberikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian
tahun pajak, atau tahun pajak.
3. Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan.
Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) UU KUP menegaskan bahwa batas waktu
penyampaian SPT Masa paling Iama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak
dan untuk SPI Tahunan paling Iambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak. Batas
waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan dengan mengajukan
permohonan secara tertulis.
4. Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak
Apabila Wp dalam melakukan pembayaran pajaknya mengalami kelebihan, maka
atas kelebihan tersebut dapat diminta kembali (restitusi) dengan suatu permohonan
tertulis sesuai ketentuan Pasal 11 UU KUP Setelah fiskus (Kepala Kantor Pelayanan
Pajak/Kantor Pelayanan Paiak Bumi dan Bangunan-KPP/KPPBB tempat di mana WP
terdafiar) melakukan pemeriksaan, maka pengembaliannya dilakukan paling lama 1
(satu) bulan dierimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
5. Hak mengajukan keberatan.
Apabila WP merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang diterbitkan atas
potongan atau pemungutan pajak yang dilakukan pihak ketiga, dapat mengajukan
upaya hukum keberatan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali WP dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu tidak dapat dipentui karena keadaan di luar kekuasaannya. Upaya keberatan
diajukan ke Kepala KPP/ KPPBB sesuai ketentuan Pasal 25 UU KUP.
6. Hak mengajukan banding.
Apabila WP sudah mendapatkan keputusan atas upaya keberatan yang diajukan
ke kantor pajak dan merasa keputusan tersebut tidak memuaskannya, maka WP dapat
megajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Pajak sesuai ketentuan Pasal 27 UU
KUP . Permohonan banding diajukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan
diterima yang dilampiri dengan salinin dari surat keputusan dimaksud.
7. Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia WP
Dalan penjelasan Pasal 34 UU KUP ditegaskan bahwa setiap pejabat, baik
petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan untuk
tidak mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah perpajakan, antara
lain:
a. SPI, Laporan Kcuangan, dan Iain-lain yang dlilaporkan oleh WT.
b. Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan.
c. Dokumen atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
d. Dokumen atau rahasia WP sesuai dengan ketentuan perundang undangan
yang berkenaan.
8. Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak
Dalam hal-hal tertentu ada kalanya WP tidak dapat melunasi pajakaya secara
sekaligus. Misalnya WP mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di
luar kekuasaannya, WP dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajaknya. Hak yang diberikan sesuai dengan ketentuan Pasal 9
ayat (4) UU KUP ini dimaksud Wajib Pajak yang mengalami kondisi tersebut.
9. Hak meminta keterangan mengenal koreksi dalam penerbitan ketetapan pajak
Pasal 25 ayat (6) UU KUP memberikan hak kepada WP agar Direktur Jenderal
Parjk memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak, penghitungan pajak, pemotongan atau pemungutan pajak. Hal ini terkait
dengan proses pengajuan upaya hukum keberatan yang akan disampaikan Wajib
Pajak.
10. Hak memberikan alasan tambahan.
Pasal 26 ayat (2) UU KUP menegaskan bahwa sebelum surat keputusan atas
keberatan diterbitkan, maka WP dapat menyampaikan alasan tambalan atau
penjelasan tertulis.Alasan tambahan atau penjelasan tertulis ini merupakan suatu hal
yang sangat baik dalam rangka memperoleh gambaran yang lebih objektif terlebih
disebabkan adanya pemeriksaan yang dilaksanakan secara terburu-buru yang
umumnya atas dasar batas waktu pemeriksaan yang harus segera selesai.
11. Hak mengajukan gugatan.
Pasal 23 ayat (2) UU KUP menegaskan adanya hak WP untuk mengajukan
gugatan atas;
a. Pelaksanaan surat paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
pengumuman lelang
b. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain
yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (I) dan Pasal 26
c. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berkaitan
dengan Surat Tagihan Pajak
d. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan
Surat Tagihan Pajak

Gugatan diajukan secara tertulis mengunakan Bahasa Indonesia dan


terhadap satu pelaksanaan penagihan atau satu Keputusan diajukan satu
surat gugatan.
12. Hak untuk menunda penagihan pajak.
Hak untuk menunda penagihan paiak adalah berkaitan dengan proses banding
yang sedang dilakukan WP Pasal 43 ayat (2) UU Pengadilan Pajak (UU PP)
menegaskan bahwa penggugatan dapat mengajukan permohonan agar tindak Ianjut
penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan, sampai
ada putusan pengadilan pajak. Permohonan tersebut diajukan sekaligus dalan surat
gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
13. Hak untuk memperoleh imbalan bunga.
Hak WP untuk memperoleh imbalan bunga didasarkan pada Pasal 27A UU KUP
bahwa apabila pengajuan keberatan atau banding diterima Sebagian atau seluruhnya,
sepanjang utang pajak dalam SKPKB atau SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak tersebut
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% persen sebulan untuk
paling Iama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pemhayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pejak sampnai dengan diterbitkannya keputusan
keberatan atau pulusan handing.
14. Hak mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
Hak ini timbul berdasarkan ketentuan Pasal 91 UU PP yang hanya bisa dilakukan
berdasarkan alasan alasan tertentu yang disebutkan dalam UU. Misalnya, adanya
bukti tertulis baru yang penting dan bersitat menentukan yang apabila diketahui pada
tahap persidangan, akan menghasilkan putusan yang berbeda.
15. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan
Dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak WP (khususnya WP Dalam
Negeri dan Bentuk Usaha Tetap BUT) dapat mengurangi penghasilanya dengan
segala pengeluaran pengeluaran yang telah ditentukan dalam UU. Pasal 6 UU PPh
menegaskan adanya pengeluaran atau biaya yang dapat dikurangkan yaitu :
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk
biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratiikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan
limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali PPh.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan alas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tabuh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1I dan Pasal 1 1A.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan. menagih, dan
memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing;
f. Baya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
- Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
- Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN)
- Telab dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
- WP harus menyerahian dafiar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorit Jenderal Pajak yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak
16. Hak pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Paak (PTKP)
Sesuai Pasal 7 UU PPh.hak ini khusus diberikan kepada WP Orang Pribadi
dengan membenikan pengurangan sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak yang telah
ditentukan Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Palak No. 15/11/2006 tanggal 23
Februar 2006, besarnya PTKP tersebut dihitung berdasarkan Penghasilan netonya
dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang jumlahny adalah sebagai
berikut :

Keterangan Setahun Sebulan


a. Untuk diri pegawai Rp 13.200.000 Rp 1.100.000
b. Tambahan untuk pegawai yang Rp 1.200.000 Rp 100.000
kawin
c. Tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan semenda
dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya paling
banyak 3 orang Rp 1.200.000 Rp 100.00

17. Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.


Hak ini diberikan kepada WP yang mempunyai peredaran bruto usaha dalam satu
tahun kurang dari Rp 600 juta dengan syarat memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 UU PPh. Norma
penghitungan adalah suatu pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak WP yaing menghitung penghasilan
netonya dengan menggunakan norma penghilungan penghasilan neto, wajib
menyelenggarakan pencatatan.
18. Hak memperoleh fasilitas perpajakan.
Dalam Pasal 3lA UU PPh menegaskan adanya fasilitas perpajakan yang
diberikan kepada WP yang melakukan penanaman modal pada usaha tertentu dan
daerah tertentu dalam bentuk:
a. pengurangan penghasian neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang
dilakukan
b. penyusutan dan amortisast yang dipercepat;
c. kompensasi kerugian yaung lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun
d. pengenaan PPh atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10%
kecuali apabila tarif menurut perjanian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih
rendah
Sementara itu, Pasal 38 B menyebutkan bahwa terhadap WP melakukan
restrukturisasi utang usaha melaui lembaga khusus yang dibentuk pemenintah, dapat
memperoleh fasilitas pajak yang bersifat terbatas, baik dalam jangka waktu maupun
jenisnya berupa keringanan PPh yang terutang pembehasan utang atas :
- pembebasan utang
- pengalihan harta kepada kreditor untuk penyelesaian ulang;
- perubahan utang menjadi penyertaan modal.
19. Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak
Dalam UU PPN menegaskan bahwa apabila WP mempunyai Pajak Masukan,
maka atas Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak. Apabila Pajak
Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka kondisi laporan SPT Masa PPN
menjadi lebih bayar. Bila kondisinya lebih bayar, atas lebih bayar tersebut dapat
dimintakan pengembaliannya (restitusi) atau dapat pula dikompensasikan ke utang
pajak pada masa pajak berikutnya Sebaliknya, apabila Pajak Masukan lebih kecil
daripada Pajak Keluaran, maka kondisi Japoran SPT Masa PPN menjadi kurang
bayar. Bila kurang bayar berarti PKP harus menyetor sebesar yang kurang bayar
tersebut.

Kewaiban Wajib Pajak

Kewajiban WP yang diatur dalam UU Perpajakan adalah:

1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri.


Ketentuan Pasal 2 UU KUP menegaskan bahwa setiap WP wajib
mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan WP dan kepadanya diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), Sementara itu, khusus terhadap WP yang harus
menjadi pengusaha yang mempunyai kewajiban PPN berdasarkan UU PPN, wajib
melaporkan usahnya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP),
dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).
2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU KUP menegaskan bahwa setiap WP
wajib mengisi SPI dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin,
angka arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor paiak tempat WP terdaftar.
3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak.
Kewajiban WP untuk membayar atau menyetor pajak yang dilakukan di
kas negara melalui kantor pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau bank
Badan Usaha Milik Derah atau tempat pembayarana lain yang diciptakan oleh
Menteri Keuangan.
4. Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan.
Bagi WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjan
bebas dan WP Badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan, sesuai
keteniuan Pasal 28 ayat (1) UU KUP. Sementara itu, pencatatan dilakukan oleh
WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto dan WP Orang Pribadi yang melakukan kegatan
usaha atau pekerjann bebas.
5. Kewajiban mentaati pemeriksaan pajak.
Terhadap WP yang diperiksa, scsua Ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU KUP
tentunya wajib menaati ketentuan pemeriksaan pajak Misalnya. WP
memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen yang
berhubungan denpan penghasilan yang diperoleh, memberikan kesempatan untuk
memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan. serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh
pemeriksa pajask
6. Kewajban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak ini dilakukan
Wp terhadap pihak lain dalam rangka melaksanakan perintah UU PPh, seperti
Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26, dan ketentuan UU PPN. Pajak yang telah
dipotong atau dipungut tersebut harus disetorkan ke kas negara melalui bank.
7. Kewajiban membuat Faktur Pajak
Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib membuat Faktur Pajak untuk
setiap penyerahan Barang Kena Pajak (HKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP),sesual
ketentuan Pasal 13 UU PPN. Faktur Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya
pungutan palak yang dilakukan olch PKP Faktur Pajak tersebut bisa berbentuk Faktur
Pajak Standar yang isi dan bentuknya telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak,
dan Faktur Pajak Sederhana yang bentuknya dibuat sesuai kebutuhan WP, namun
tidak bertentangan dengan elemen yang diatur UU.
8. Kewajiban melunasi Bea Meterai.
Dalam UU Bea Meterai No. 13 Tahun 1985 disebutkan bahwa Bea Meterai
merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen. Dokumen-dokumen yang wajib
dilunasi Bea Meterainya adalah dokumen yang berbentuk : Surat perjanjian dan surat-
surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau ke adaan yang bersifat perdata, akta-akta notaris
termasuk salinannya, akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
termasuk rangkap rangkapnya surat yang yang memuat jumlah uang lebih dari
Rp1.000.000.00 yang menyebutkan penerimaan uang, yang menyatakan pembukuan
uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank, yang berisi pemberitahuan
saldo rekening di bank yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan, surat berharga seperti
wese,promes,aksep,dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp1000.000 , efek
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp1.000.000.00
Bahkan, atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan, seperti surat-surat biasa dan surat -surat kerumah tanggaan, serta surat
surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya jika
digumakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang Iain, Iain dari maksud
semula, akan dikenakan Bea Meterai.

2.2 Hak dan Kewajiban Fiskus

Hak Fiskus
Hak-hak fiskus yang diatur dalam undang-undang Perpajakan di Indonesia. Hak-hak
fiskus tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan.
Hak menerbitkan NPWP dan NPPKP dilakukan secara jabatan oleh Wajib Pajak
atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan diri
atau melaporkan usahanya ke kantor pajak sesuau Pasal 2 ayat (4) UU KUP Hal ini
dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki kantor pajak ternyata
Wajib pajak atau Pengusaha Kena Pajak telah memenuhi syarat untuk memperoleh
NPW atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak.
Berbagai surat ketetapan pajak yang merupakan hak fiskus untuk menerbitkannya
adalah Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar(SKPLB) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pengertian menerbitkan
surat ketetapan pajak sekaligus juga dalam arti membetulkannya secara jabatan,
sesuai Pasal 16 ayat (1) UU KUP.
3. Hak menerbitkan (Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan)
Dalan hal Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak sebagaimana ditentukan
dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar setelah jatuh tempo pembayaran. maka
fiskus mempunyai hak untuk menerbikan Surat Paksa agar Waib Pajak dalam waktu
yang ditentukan, yaitu 2 x 24 jam harus melunasi utang Pajaknya. Apabila dalam
jangka waktu tersebut Wajib Pajak tetap tidak melunasi , maka fikus dapat
menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Agar terhadap harta kekayaan wajib pajak dilakukan penyitaan guna sebagai jaminan
untuk melunasi utang pajaknya.
4. Hak melakulan pemeriksaan dan penyegelan.
Fiskus untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan
memenuhi kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam laksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam Pasal 29 UU KUP Sementara itu,
terhadap penyegelan dilakukan fiskus terhadap tempat atau ruangan tertentu apabila
WP tidak memenuhi kewajiban. Penyegelan dimaksudkan untuk mengamankan atau
mencegah hilangnya pembukuan, catatan catatan, dan dokumen dokumen Iain yang
diperlukan.
5. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi.
Dalam praktik penerbitan Surat Ketetapan Pajak, tentu dapat terjadi adanya
ketidaktelitian petugas paiak yang dapat membebani WP yang tidak bersalah atau
tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal yang demikian, maka sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terdapat dalam ketetapan pajak
tersebur dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Bahkan,
karena jabatanya pula dan berlandaskan unsur keadilan, Direkiur Jenderal Pajak dapat
mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
6. Hak melakukan penyidikan.
Penyidikan terhadap WP dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) tertentu di lingkungan Dircktorat Jenderal Pajak yang diberiwewenang
khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana
diatur dalam Pasal 44 UU KUP
7. Hak melakukan pencegahan.
Hak melakukan pencegahan terhadap WP untuk pergi ke luar negeri didasarkan
pada ketentuan Pasal 29 UU tentang Penagihan Pajak dengan Surart Paksa (UU
PPSP) Pencegahan dilakukan apabila WP atau Penanggung Pajak mempunyai utang
sekurang-kurangnya Rp 100 000.000,00 (seratus juta rupiab) dan diragukan iktikad
baiknya dalam melunasi utang pajak.
8. Hak melakukan penyanderaan.
Hak melakukan penyanderan terhadap WP atau Penanggung Pajak didasarkan
pada ketentuin Psal 33 ayat (1) UU PPSP yaitu apabila masih mempunyai utang pajak
sekurang kurangnya sebesar Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah) dan diragukan
itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Kewajiban Fiskus
Kewajiban Fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan adalah:

1. Kewajiban untuk membina WP


Kewajiban untuk membina WP merupakan suatu kewajiban yang sangat penting
sekalipun sistem perpajakan yang dipakai sekarang adalah sistem self asessment.
Pembinaan dapat dilakukan melauu berbagai upaya antara Iain pemberian penyuluhan
Ketentuan perpajakan terbaru,pemberian pengetahuan perpajakan, baik melalui media
massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.
2. Kewajban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Berdasardan permohonan WP atas adanya kelebihan perbayaran pajak dan Fiskus
tetah melakukan pemeriksaan atas permohonan tersebut, maka sepanjang proses
pemeriksaan benar menghasilkan adanya kelebihan pembayaran pajak. Fiskus
berkewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Paak Lehih Bayar (SKPLB) paling
Iambat 12 (daun belas) bulan sejak surat permohonan diterima kantor pajak (Pasal
l7B UU KUP). Sementara itu, untuk WP dengan kriteria tertentu akan diterbitkan
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lamhat 3 (tiga)
bulan sejak permohonan diterima untuk PPh dan paling lambat 1 (Satu) bulan untuk
PPN.
3. Kewajiban merahasiakan data WP
setiap petugas pajak sesuai Ketentuan Pasal 34 UU KUP dilarang
mengungkapkan kerahasiaan WP kepada pihak lain atas segala sesuatu yang
menyangkut masalah data perpajakan. Masalah kerahasiaan data bidang perpajakan
merupakan hal yang sangat penting, karena data yang disampaikan oleh WP kepada
fiskus bertalian erat dengan masalah data perusahaan. penghasilan, kekayaan,
pekerjaan, dan data-data lainnya yang tidak boleh diketahui pihak lain, Kerahasiaan
bertalian dengan data pribadi WP sehingga perlu djaga informasinya oleh fiskus.
Apabila kerahasinan ini dilanggar, maka Tindakan pejabat tersebut telah melanggar
UU dan dapat dipidana sesuai Pasal 41 UU KUP Namun demikian, kerahasiaan
tersebut dikecualikan apabila pejabat atau tenaga ahli tersebut bertindak sebagai saksi
atau saksi ahli dalam siding pengadilan.
Untuk kepentingan pemeriksaan dalam sidang pengadilan, baik dalam perkara
pidana maupun perdata, maka atas permintaan tertulis dari hakim, Menteri Keuangan
dapat memberi izin tertulis memina pejabat untuk memberikan bukti tertulis dan
keterangan WP yang ada pada pejabat tersebut. Permintaan hakim harus
menyebutkan nama tersangka utau nama tergugat, keterangan-keterangan
yangdiminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutandengan
keterangan yang diminta.
4. Kewajitban melaksanakan Putusan
Putusan Pengadilan Pajak harus diucupkan dalam sidang yang terbuka untuk
umum. putusan pengadilan pajak tersebut langsung dapat dilaksanakan dengan tidak
memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang
undangan mengatur lain. salinan putusan atau salinan penetapan tersebut akan
dikirimn kepada para pihak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sehak tanggal
putusan pengadilan pajak diucapkan atau dalam jangka waktu 7 hari) hari sejak
tanggal putusan setelah diucapkan. Putusan Pengadilan Pajaka harus dilaksnakan oleh
pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal diterima putusan.

Kewajiban Pihak Ketiga

Dalam menjalankan UU Perpajakan, selain ditegastan adanya keseimbangan antara


hak dan kewajiban WP serta fiskus, UU juga menegaskan adanya kewajiban dari pihak
ketiga yang patut dipatuhi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 UU KUP Pihak
ketiga yang di atur adalah bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi dan pihak ketiga Iainnya yang mempunyai hubungan dengan WP.
Kewajiban pihak ketiga yang harus dipatuhi adalah terkait dengan proses adanya
pemeriksaan atan penyidikan terhadap WP. Dengan kata lain,a pabila Direktor Jenderal
Pajak meminta keterangan atau bukti terkait dengan permeriksaan atau penyidikan
terhadap WP. maka pihak terkait wajib memberikan Keterangan atau bukti yang diminta
tersebut. Dalam hal pihak ketiga yang dimintakan keterangan terikat dengan kewajiban
kerahasiaan, maka kewajiban kerahasian tersebut ditiadakan kecuali untuk bank
kewajiban kerahasiaan dituadakan atas perintah tertulis dari Menteri Keuangan.
2.3 Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak atau lebih dikenal dengan nama tax avoidance biasanya
diartikan sebagai suatu skema penghindaran pajak untuk tujuan meminimalkan beban
pajak dengan cara memanfaatkan celah (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara.
Secara konsep, skema penghindaran pajak sebenarnya bersifat legal atau sah-sah saja
karena tidak melanggar ketentuan perpajakan. Beberapa ahli mengemukakan
pendapatnya mengenai pengertian dari tax avoidance, yaitu :
a. James Kessler memberikan pengertian tax avoidance sebagai usaha-usaha
yang dilakukan wajib pajak untuk meminimalkan pajak dengan cara yang
bertentangan dengan maksud dan tujuan dari pembuat Undang-Undang (the
intention of parlement). Menurut James Kessler pengertian tax
avoidance dibagi menjadi 2 jenis, yakni penghindaran pajak yang
diperbolehkan (acceptable tax avoidance) dan penghindaran pajak yang tidak
diperbolehkan (unacceptable tax evasion).
- Penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance)
memiliki karakteristik sebagai berikut :
• Memiliki tujuan usaha yang baik
• Bukan semata-mata untuk menghindari pajak
• Sesuai dengan spirit & intention of parliament
• Tidak melakukan tranksaksi yang direkayasa
- Penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax
avoidance) memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Tidak memiliki tujuan usaha yang baik
• Semata-mata untuk menghindari pajak
• Tidak sesuai dengan spirit & intention of parliament
• Adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya
atau kerugian
b. Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co Versus CTO di Amerika
Serikat) merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa
melanggar hukum. Lebih lanjut, OECD mendeskripsikan tax
avoidance adalah usaha wajib pajak mengurangi pajak terutang, meskipun
upaya ini bisa jadi tidak melanggar hukum (the letter of the law), namun
sebenarnya bertentangan dengan tujuan dibuatnya peraturan perundang-
undangan perpajakan (the spirit of the law).
c. Ronen Palan (2008) menyebutkan suatu transaksi diindikasikan sebagai tax
avoidance apabila melakukan salah satu tindakan berikut:
- Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang
seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum
pajak
- Wajib pajak berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang
di declare dan bukan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh
- Wajib pajak mengusahakan penundaan pembayaran pajak.
Penghindaran pajak saat ini menjadi perhatian utama hampir seluruh negara.
Praktik penghindaran pajak terutama banyak dilakukan dalam transaksi bisnis lintas
negara yang dilakukan oleh antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. Praktik
penghindaran pajak umumnya dilakukan dengan memanfaatkan adanya perbedaan
regulasi perpajakan. Praktik penghindaran pajak dirancang sedemikian rupa agar tidak
melanggar ketentuan pajak secara resmi, namun melanggar substansi ekonomi dari suatu
kegiatan bisnis. Praktik penghindaran pajak dilakukan dalam suatu perencanaan pajak
yang dapat dilakukan dalam beberapa bentuk:
a. Substantive tax planning yang terdiri dari:
1. Memindahkan subyek pajak ke negara yang dikategorikan sebagai negara yang
memberikan perlakuan khusus atas suatu jenis penghasilan
2. Memindahkan obyek pajak ke negara yang dikategorikan sebagai negara yang
memberikan perlakukan pajak khusus atas suatu jenis penghasilan
3. Memindahkan subyek pajak dan obyek pajak ke negara yang dikategorikan
memberikan perlakuan khusus atas suatu jenis penghasilan.
b. Formal tax planning, melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan
substansi ekonomi dari suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk formal jenis
transaksi yang memberikan beban pajak lebih rendah
Dapat disimpulkan bahwa walaupun secara literal tidak ada hukum yang
dilanggar, namun semua pihak sepakat bahwa penghindaran pajak merupakan praktik
tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan penghindaran pajak secara langsung berdampak
pada tergerusnya basis pajak, yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak yang
dibutuhkan oleh negara. Oleh karena itu, tax avoidance (penghindaran pajak)
berciri fraus legis yaitu kawasan grey area yang posisinya berada di antara tax
compliance dan tax evasion.
2.4 Rahasia Jabatan
a. Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/2000 Tentang Pihak
Lain Yang Dapat Diberikan Keterangan Oleh Pejabat dan Tenaga Ahli
yang Ditunjuk Mengenai Segala Sesuatu yang diketahui atau
Diberitahukan Kepadanya Oleh Wajib Pajak Dalam Rangka Jabatan atau
Pekerjaannya untuk menjalankan Ketentuan Peraturan Perundang-
undangan Perpajakan

b. Kerahasiaan

UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 34 ayat (1), PP Nomor 74 Tahun 2011 Yang wajib
merahasiakan keadaan wajib pajak antara lain :

- Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu


yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
- Tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu
dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Data Yang Dirahasiakan

Sesuai penjelasan pasal 34 UU Nomor 28 Tahun 2007 Setiap pejabat, baik


petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan,
antara lain:

- Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan


oleh Wajib Pajak;
- Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;
- Dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat
rahasia;
- Dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkenaan.

d. Pengecualian

Pihak yang dikecualikan dari kewajiban merahasiakan keadaan wajib pajak (UU
Nomor 28 Tahun 2007 Ps 34 ayat (2), PP Nomor 74 Tahun 2011). Untuk kepentingan
negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat dan/atau
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) supaya memberikan keterangan
dan/atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak
tertentu yang ditunjuk dalam izin tertulis Menteri Keuangan tersebut dalam hal :

- Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam
sidang pengadilan;atau
- Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk
memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi
Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang
keuangan Negara.

Pihak yang dapat diberikan Keterangan oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang
Ditunjuk (UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 34 ayat (2a), 539/KMK.04/2000)

- Pejabat dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang


melakukan pemeriksaan di bidang keuangan negara yaitu Badan
Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan, yang sedang menjalankan tugas sesuai dengan surat tugas
yang diterima dan ditunjukkan kepada pejabat atau tenaga ahli.
- Surat tugas sebagaimana dimaksud harus menyebutkan nama Wajib Pajak
dan keterangan yang ingin diketahui tentang Wajib Pajak yang
bersangkutan.

Keterangan yang dapat diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak dan informasi
yang bersifat umum tentang perpajakan identitas Wajib Pajak meliputi:

1. Nama wajib pajak


2. Nomor Pokok Wajib Pajak
3. Alamat wajib pajak
4. Alamat kegiatan usaha
5. Merk usaha, dan/atau
6. Kegiatan usaha wajib pajak

Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan meliputi :

1. Penerimaan pajak secara nasional;


2. Penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per
Kantor Pelayanan Pajak;
3. Penerimaan pajak perjenis pajak;
4. Penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha;
5. Jumlah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar;
6. Register permohonan Wajib Pajak;
7. Tunggakan pajak secara nasional; dan/atau
8. Tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per
Kantor Pelayanan Pajak.

2.5 Kuasa/Wakil Wajib Pajak


A. Wakil Wajib Pajak
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 32 ayat 1 undang-undang ketentuan umum
dan tatacara perpajakan, wajib pajak badan diwakili oleh pengurus, badan yang
dinyatakan pailit diwakili oleh curator, badan dalam pembubaran diwakili oleh orang atau
badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan, badan dalam likuidasi diwakili oleh
likuidator, warisan yang belum terbagi diwakili oleh seorang ahli warisnya, pelaksana
wasiatnya, atau yang mengurus peninggalannya, sedangkan anak yang belum dewasa
atau orang yang berada dalam pengampuan diwakili oleh wali atau pengampunya.
Definisi badan sendiri menurut pasal 1 angka 3 undang-undang Republik
Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2009 adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik
atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
Tanggung jawab wakil wajib pajak sesuai dengan ketentuan pasal 32 ayat 2
undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983, tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 disebutkan bahwa wakil bertanggung jawab secara
pribadi dan atau renteng atas pembayaran pajak yang terutang kecuali dapat
membuktikan dan meyakinkan direktur jenderal pajak bahwa mereka dalam
kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak
yang terutang. Pengertian pengurus menurut ketentuan pasal 32 ayat 4 undang-undang
Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara
perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 adalah orang yang terbukti nyata-nyata mempunyai
wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam
rangka menjalankan kegiatan perusahaan serta orang yang diberi wewenang untuk
menjalankan pengurusan perusahaan untuk kepentingan perusahaan sesuai dengan
maksud dan tujuan perusahaan walaupun orang tersebut namanya tidak tercantum dalam
akta pendirian maupun akta perubahan. Hal tersebut berlaku pula bagi komisaris dan
pemegang saham mayoritas atau pengendali pemegang saham karyawan wajib pajak
badan atau pihak lain sepanjang terbukti bahwa orang tersebut nyata-nyata mempunyai
wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam
rangka menjalankan kegiatan perusahaan
B. Kuasa Wajib Pajak
Menurut ketentuan perpajakan berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat 1 dan pasal 7
ayat 2 PMK-229/PMK.03/2014 disebutkan bahwa wajib pajak dapat menunjuk seorang
Kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak dan atau memenuhi
kewajibannya. Satu surat kuasa khusus hanya untuk seorang kuasa dan untuk satu
pelaksanaan hak dan atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu. Wajib pajak baik
orang pribadi maupun badan ada yang memahami peraturan perpajakan dan ada yang
tidak memahami peraturan perpajakan. Untuk wajib pajak yang tidak memahami
peraturan perpajakan bisa meminta bantuan pihak lain sebagai kuasanya untuk dan atas
namanya membantu melaksanakan hak dan kewajiban. Kuasa tersebut bisa meliputi
seorang konsultan pajak atau karyawan wajib pajak. Hal tersebut diatur dalam pasal 49
ayat 2 PP 74 tahun 2011 dan pasal 2 ayat 4 PMK-229/PMK.03/2014.
Wajib pajak dalam penunjukan kuasa harus menggunakan surat kuasa khusus. Dalam
pasal 7 ayat 1 PMK-229/PMK.03/2014 diatur bahwa surat kuasa khusus minimal harus
memuat:
1. Nama, alamat dan tanda tangan diatas materai serta Nomor Pokok Wajib Pajak
dari wajib pajak pemberi kuasa.

2. Nama, alamat dan tanda tangan serta Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa.
3. Hak dan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan yang mencakup
keperluan perpajakan, jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun
pajak

Sedangkan syarat bagi penerima kuasa yaitu untuk seorang konsultan pajak dan
karyawan wajib pajak yang diatur dalam pasal 4 PMK-229/PMK.03/2014 adalah:
1. Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2. Memiliki surat kuasa khusus dari wajib pajak yang memberi Kuasa.

3. Memiliki NPWP

4. Telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak


terakhir kecuali terhadap seorang kuasa tersebut tahun pajak terakhir belum
memiliki kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan.

5. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan


perpajakan apabila dia seorang konsultan pajak maka dia harus memenuhi syarat:
a. Memiliki surat ijin praktek konsultan pajak yang diterbitkan oleh direktur jenderal
pajak atau pejabat yang ditunjuk.

b. Harus menyerahkan surat pernyataan sebagai konsultan pajak.

Apabila dia seorang karyawan wajib pajak maka dia harus memenuhi syarat:
a. Mempunyai sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga
pendidikan kursus brevet pajak.

b. Mempunyai ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan sekurang-kurangnya


tingkat Diploma 3 yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta
dengan status terakreditasi A.

c. Mempunyai sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh panitia penyelenggara


sertifikasi konsultan pajak.
Seorang kuasa tidak dapat melimpahkan kuasa yang diterima dari wajib pajak kepada
orang lain dalam melaksanakan hak dan atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu
yang dikuasakan. Seorang kuasa hanya dapat meminta orang lain atau karyawannya
untuk menyampaikan dan atau menerima dokumen perpajakan tertentu yang diperlukan
kepada dan atau dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan surat
penunjukan. Orang lain atau karyawan ditunjuk oleh seorang kuasa harus menyerahkan
surat penunjukan kepada pegawai direktorat jendral pajak yang berwenang menangani
pelaksanaan hak dan atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang dikuasakan pada saat
melaksanakan tugasnya. Hal tersebut diatur dalam pasal 50 PP 74 tahun 2011 dan pasal 9
ayat 1 ayat 2 dan ayat 3 PMK 229/PMK.03/2014.
Seorang kuasa hanya mempunyai hak dan atau kewajiban perpajakan tertentu yang
dikuasakan wajib pajak sesuai dengan surat kuasa khusus, seorang kuasa dalam
melaksanakan hak dan atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu wajib mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan .Dalam pasal 51 PP 74
tahun 2011 dan Pasal 10 ayat 1 ayat 2 dan ayat 3 PMK-229/PMK.03/2014 dijelaskan
bahwa seorang kuasa tidak dapat melaksanakan hak dan atau memenuhi kewajiban wajib
pajak yang dikuasakan kepadanya apabila dalam melaksanakan hak dan atau memenuhi
kewajiban perpajakannya:
1. Melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2. Menghalang-halangi pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di


bidang perpajakan.

3. Di pidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak


pidana lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam hidup bermasyarakat, seseorang tidak mungkin bisa memuntut haknya
tanpa pernah melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu. Akan tetapi,ada hak yang
sejak awalnya memang melekat dalam diri seseorang,yaitu hak asasi manusin, sepertI
diatur dalam UUD 1945 beserta perubahannya. Apabila masyarakat telah melaksanakan
kewajibannya membayar pajak. Maka pemerintah berperan memerikan segala bentuk
pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat. Tax avoidance atau Penghindaran pajak
dapat mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan ketentuan perpajakan
suatu negara sehingga dianggap sah dan nggak melanggar hukum.
DAFTAR PUSTAKA

news.ddtc.co.id.(2016, 28 September). Memahami Arti Tax Avoidance. Memahami Arti Tax Avoidance
(ddtc.co.id). Di Akses pada tanggal 3 Maret 2021.

Doly, Taripar. ( 2014, 22 Maret ). Sekilas Tentang Rahasia Jabatan. https://nusahati.com/2014/03/sekilas-


tentang-rahasia-jabatan . Di Akses pada tanggal 9 Maret 2021.

Putranti, Titi Muswati, Wisamodro Jati, Maria R.U.D Tambunan. 2015. Studi Penghindaran Pajak
Kegiatan Jasa Perbankan di Indonesia. https://responsibank.id/media/277207/case-study-responsibank-
indonesia_studi-penghindaran-pajak-kegiatan-jasa-perbankan-indonesia.pdf . Di Akses pada Tanggal 18
April 2021.

Kemenkeu Learning Center. 2017, 29 Desember. Wakil dan Kuasa Wajib Pajak Bagian 1 – Wakil Wajib
Pajak. [video]. https://klc.kemenkeu.go.id/wakil-dan-kuasa-wajib-pajak-bagian-1-wakil-wajib-pajak/ .

Kemenkeu Learning Center. 2017, 29 Desember. Wakil dan Kuasa Wajib Pajak Bagian 2 – Kuasa Wajib
Pajak. [video]. https://klc.kemenkeu.go.id/wakil-dan-kuasa-wajib-pajak-bagian-2-kuasa-wajib-pajak/

Wirawan B. Ilyas, Richard Burton. 2010. Hukum Pajak, Edisi 6. Jakarta : Selemba Empat

Anda mungkin juga menyukai