Anda di halaman 1dari 8

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Suatu Kebijakan Strategis Politik


Dalam Proses Pencerahan Dan Pergerakan
Bangsa Indonesia

A. KONSEPSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Kita sering mendengar istilah pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk
memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.
Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi.
Secara lugas pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai “ Suatu Proses
Yang Membangun Manusia Atau Masyarakat Melalui Pengembangan Kemampuan
Masyarakat, Perubahan Perilaku Masyarakat, Dan Pengorganisasian Masyarakat “.
Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat"
apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan
atau dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek merupakan motor penggerak, dan
bukan penerima manfaat (bahasa Inggris: beneficiaries) atau obyek saja.
Dari definisi tersebut terlihat ada 3 tujuan utama dalam pemberdayaan
masyarakat yaitu:
1. Mengembangkan kemampuan masyarakat,
2. Mengubah perilaku masyarakat, dan
3. Mengorganisir diri masyarakat.
Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya banyak sekali
seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi,
kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih
banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat.
Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku yang merugikan
masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Contoh
yang kita temui dimasyarakat seperti, anak tidak boleh sekolah, ibu hamil tidak boleh
makan telor, yang membicarakan rencana pembangunan desa hanya kaum laki-laki
saja, dan masih banyak lagi yang dapat kita temui dimasyarakat.
Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya
masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang
mereka kembangkan. Disini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan
pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain. Lembaga-
lembaga adat yang sudah ada sebaiknya perlu dilibatkan karena lembaga inilah yang
sudah mapan, tinggal meningkatkan kemampuannya saja.
Konsep pemberdayaan masyarakat ini lebih luas hanya semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk
mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Belakangan ini konsep tersebut
dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep
pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan
praktisi untuk mencari apa yang oleh Friedmann disebut sebagai alternative
development, yang menghendaki inclusive democracy, economic growth, gender
equality and intergenerational equity.

B. ENAMBELAS ELEMEN KEKUATAN MASYARAKAT


1. Mendahulukan kepentingan umum: 
Porsi dari, dan tingkat kemana, kesiapan individu mengorbankan
kepentingan mereka sendiri untuk kepentingan seluruh masyarakat (seperti yang
dipantulkan dalam tingkat kedermawanan, kemanusiaan individu, pengorbanan
personal, kebanggaan masyarakat, saling mendukung, setia, perduli,
persahabatan, persaudaraan).
2. Kesamaan nilai:
Tingkatan dimana anggota masyarakat membagi nilai, khususnya ide yang
berasal dari anggota masyarakat yang menggantikan kepentingan anggota dalam
masyarakat.
3. Layanan masyarakat: 
Fasilitas dan layanan (seperti jalan, pasar, air minum, jalur pendidikan,
layanan kesehatan),  mereka memelihara (pemeliharaan dan perbaikan yang dapat
dipercaya), kesinambungan, dan tingkat akses semua anggota masyarakat pada
semua fasilitas dan layanan.
4. Komunikasi: 
Dalam masyarakat, dan diantara mereka dan lingkungannya, komunikasi
termasuk jalan, metode elektronika (seperti telefon, radio, tv, internet), media
cetak (Koran, majalah, buku), jaringan kerja, bahasa yang dapat saling dimengerti,
kemampuan tulis baca dan keinginan dan kemampuan berkomunikasi (yang
dinyatakan secara bijaksana, diplomasi, itikad untuk mendengarkan dan
membicarakan) secara umum.
5. Percaya diri: 
Meskipun diekspresikan secara percaya diri dalam individual, seberapa
banyak rasa percaya diri itu dibagikan diantara semua masyarakat?  Contohnya
suatu kesepahaman dimana masyarakat dapat memperoleh yang pernah
diharapkan untuk dilakukan, sikap positif, keinginan, motivasi diri, antusiasme,
optimisme, bergantung pada diri sendiri daripada sikap ketergantungan, keinginan
untuk memperjuangkan haknya, menghindari sikap masa bodoh dan pasrah, suatu
“visi” dari sesuatu yang mungkin.
6. Keterkaitan (politis dan administrative):
Suatu lingkungan yang mendukung perkuatan termasuk bersifat politis
(termasuk nilai dan sikap pemimpin nasional, hokum dan legislative) dan elemen
administrative (sikap dari pegawai dan teknisi sipil, sebaik peraturan dan prosedur
pemerintah), dan lingkungan hukum.
7. Informasi:
Kemampuan untuk mengolah dan menganalisa informasi, tingkat
kepedulian, pengetahuan dan kebijaksanaan yang ditemukan diantara individu dan
dalam kelompok secara keseluruhan. Informasi lebih efektif dan berguna, tidak
sekedar volume dan besaran.
8. Rintangan:
Pengembangan dan efektifitas pergerakan (perpindahan, pelatihan
manajemen, munculnya kepedulian, rangsangan) ditujukan pada perkuatan
masyarakat?  Apakah sumber peningkatan amal dari dalam dan luar
meningkatkan tingkat kebergantungan dan kelemahan masyarakat, atau apakah
mereka menantang masyarakat untuk bertindak sehingga menjadi lebih kuat? 
Apakah rintangan yang bersifat berkelanjutan atau bergantung pada sepanjang
pengambilan keputusan oleh pendonor dari luar yang memiliki sasaran dan
agenda yang berbeda dari masyarakat itu sendiri?
9. Kepemimpinan:
Pemimpin-pemimpin memiliki kekuatan, pengaruh, dan kemampuan
untuk memindahkan masyarakat.  Pemimpin yang paling efektif dan
berkelanjutan adalah salah satu yang mengikuti keputusan dan keinginan
masyarakat secara keseluruhan, mengambil peran yang memungkinkan dan
memudahkan, pemimpin harus memiliki keahlian, kemauan, kejujuran dan
beberapa karisma.
10. Jaringan kerja:
Tidak hanya “apa yang kamu ketahui” tapi “siapa yang kamu ketahui”. 
Apa peningkatan pada anggota masyarakat, khususnya pemimpin-pemimpin,
mengetahui orang-orang (dan badan atau organisasi mereka) yang dapat
menyediakan sumber yang bermangaat yang akan memperkuat masyarakat secara
keseluruhan?  Kegunaan hubungan, potensi dan kebenaran, dalam masyarakat dan
dengan yang lainnya di luar masyarakat.
11. Organisasi:
Tingkatan dimana anggota masyarakat yang berbeda melihat diri mereka
sendiri sebagai masing-masing yang memiliki peran dalam mendukung
keseluruhan (berbeda hanya menjadi kumpulan individu yang terpisah), termasuk
integritas organisasi, struktur, prosedur, pengambilan keputusan, proses,
efektifitas, divisi tenaga kerja dan kelengkapan peran dan fungsi.
12. Kekuatan politik: 
Tingkatan dimana masyarakat dapat berperan dalam pengambilan
keputusan daerah dan nasional.  Hanya sebagai individu yang memiliki kekuatan
yang beragam dalam suatu masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kekuatan
dan pengaruh yang beragam dalam daerah dan nasional.
13. Keahlian: 
Kemampuan, wujud dalam individu, yang akan membawa pada organisasi
masyarakat dan kemampuan mereka untuk menyelesaikan apa yang mereka ingin
selesaikan, kemampuan teknis, kemampuan manajemen, kemampuan
berorganisasi, kemampuan mengerahkan.
14. Kepercayaan:
Tingkat kepercayaan dari masing-masing anggota masyarakat tehadap
sesamanya, khususnya pemimpin dan abdi masyarakat, dimana dalam hal ini
merupakan pantulan dari tingkat integritas (kejujuran, ketergantungan,
keterbukaan, transparansi, azas kepercayaan) dalam masyarakat.
15. Keselarasan: 
Pembagian rasa kepemilikan pada pihak yang diketahui (contohnya
kelompok yang menyusun masyarakat), meskipun setiap masyarakat memiliki
divisi atau perbedaan (agama, kelas, status, penghasilan, usia, jenis kelamin, adat,
suku), tingkat toleransi anggota masyarakat yang berbeda dan bervariasi antara
satu dan lainnya dan keinginan untuk bekerjasama dan bekerja bersama-sama,
suatu rasa kesamaan tujuan atau visi, perataan nilai.
16. Kekayaan:
Tingkat pengendalian masyarakat secara keseluruhan (berbeda pada
individu dalam masyarakat) terhadap semua sumber daya potensial dan sumber
daya actual, produksi dan penyaluran barang/jasa yang jarang dan bermanfaat,
keuangan dan non keuangan (termasuk sumbangan tenaga kerja, tanah, peralatan,
persediaan, pengetahuan, keahlian)

C. DASAR TINDAKAN
1. Orientasi Strategis
a. Langkah-langkah orientasi strategis yang dapat dilakukan antara lain :
Membangun tata nilai standar, dimana keberdayaan masyarakat menjadi nilai
dasar bagi seluruh pelaku dan komponen bangsa.
b. Komitmen dan tanggung jawab social dalam membangun masyarakat adab.
c. Visi : Keberdayaan masyarakat secara social budaya, politik dan ekonomi
yang dijamin oleh kepastian hukum.
d. Misi : Masyarakat berdaya yang mampu memanfaatkan dan mau berbagi
sumber daya.
2. Isu Strategis
Ada 2 (dua) factor yang mempengaruhi suatu kebijakan yaitu Faktor
Internal dan Faktor Eksternal.
a. Faktor Internal
1) Kekuatan : Momentum reformasi untuk menciptakan tatan baru dlam
suasana kebersamaan.
2) Ancaman : Peraturan dan Perundangan.
b. Faktor Eksternal
1) Peluang : Kerjasama Internasional (bilateral) dan (regional).
2) Ancaman : Intervensi kekuatan Internasional.

3. Kebijakan Strategis
a. Proses rekonsiliasi dan kosolidasi pelaku (eksekutif, legislative dan yudikatif),
dapat dilakukan dengan strategi:
1) Penyadaran akan hak dan kewajiban para pelaku.
2) Komunikasi dan interaksi.
3) Kepemimpinan sebagai suri tauladan dan sumber kebenaran universal.
b. Membangun tekad kemandirian dan rasa percaya diri masyarakat, dapat
dilakukan dengan strategi:
1) Memanfaatkan potensi dan menggali kekuatan ekonomi masyarakat.
2) Mempertahankan asset ekonomi nasional, dan
3) Mengembangkan jaringan antar pelaku.
c. Pengembangan kerjasama Intenasional, dapat dilakukan dengan strategi ;
1) Kerjasama dengan Negara yang cocok secara sosial
budaya
2) Jalinan kerjasama internasional dalam rangka memperkuat posisi tawar.

D. PEMERINTAH : ENABLING, EMPOWERING, DAN PROTECTING


Pemerintah, sebagai ‘agen perubahan’ dapat menerapkan kebijakan
pemberdayaan masyarakat miskin dengan tiga arah tujuan, yaitu enabling,
empowering, dan protecting. Enabling maksudnya menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi masyarakat untuk  berkembang. Sedangkan
empowering, bertujuan untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, yakni dengan menampung
berbagai masukan dan menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan.
Protecting, artinya melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah.
Untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan
yang menyangkut diri dan masyarakatnya merupakan unsur yang penting. Dengan
sudut pandang demikian, maka pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya
dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi. Friedmann (1994:76)
mengemukakan:

The empowerment  approach, which is fundamental to an alternative


development, place the emphasize on autonomy in the decision making of
territorially organized communities, local self-relience (but not autrachy), direct
(participatory) democracy and experiential social learning.

Pendekatan pemberdayaan pada intinya memberikan tekanan pada otonomi


pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada
sumberdaya pribadi, langsung (melalui partisipasi) demokratis dan pembelajaran
sosial melalui pengalaman langsung.
Friedmann dalam hal ini menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak
hanya sebatas ekonomi saja tetapi juga secara politis sehingga pada akhirnya
masyarakat akan memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) baik secara
nasional maupun internasional. Sebagai titik fokus dari pemberdayaan ini adalah
aspek lokalitas, sebab civil society akan merasa lebih siap diberdayakan lewat isu-isu
lokal. Friedmann mengingatkan bahwa adalah sangat tidak realistis apabila kekuatan-
kekuatan ekonomi dan struktur-struktur di luar civil society diabaikan. Sedangkan
proses pemberdayaan bisa dilakukan melalui individu maupun kelompok, namun
pemberdayaan melalui kelompok mempunyai keunggulan yang lebih baik, karena
mereka dapat saling memberikan masukan satu sama lainnya untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya.

E. KONDISI AKTUAL
Ada 3 (tiga) hal yang melatarbelakangi Dasar Konsepsi Pemberdayaan
Masyarakat, yaitu :
1. Ketidaksadaran dan ketidakberdayaan seluruh komponen masyarakat.
2. Ketidakmampuan menentukan nasib sendiri.
3. Ketidaksiapan bangsa dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas.
Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat menjadi alternative kebijakan
dalam pendekatan pembangunan.

F. PERMASALAHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Pada berbagai program pemberdayaan yang bersifat parsial, sektoral dan
charity yang pernah dilakukan, sering menghadapi berbagai kondisi yang kurang
menguntungkan, misalnya salah sasaran, menumbuhkan ketergantungan masyarakat
pada bantuan luar, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan
kapital sosial yang ada di masyarakat (gotong royong, musyawarah, keswadayaan,
dll). Lemahnya kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perubahan
perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan
kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.
Kondisi kapital sosial dan perilaku masyarakat yang melemah serta memudar
tersebut salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari
pengelola program pemberdayaan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang selama
ini cenderung tidak berorientasi kepada masyarakat golongan ekonomi lemah, tidak
adil, tidak transparan dan tidak tanggung gugat. Hal yang demikian akan
menimbulkan kecurigaan, kebocoran, stereotype dan skeptisme di masyarakat, akibat
ketidakadilan tersebut. Keputusan, kebijakan dan tindakan yang tidak adil ini dapat
terjadi pada situasi tatanan masyarakat yang belum madani, yang salah satu
indikasinya dapat dilihat dari kondisi kelembagaan masyarakat yang belum berdaya,
yang tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan jujur serta terbuka dan
tidak berpihak serta memperjuangkan kepentingan masyarakat lemah.
Kelembagaan masyarakat yang belum berdaya tersebut pada dasarnya
disebabkan oleh karakteristik lembaga masyarakat yang ada di masyarakat cenderung
tidak mengakar dan tidak representatif. Di samping itu, ditengarai pula bahwa
berbagai lembaga masyarakat yang ada saat ini dalam beberapa hal lebih berorientasi
pada kepentingan pihak luar masyarakat atau bahkan untuk kepentingan pribadi dan
kelompok tertentu, sehingga mereka kurang memiliki komitmen dan kepedulian pada
masyarakat di wilayahnya. Dalam kondisi ini akan semakin mendalam krisis
kepercayaan masyarakat terhadap berbagai lembaga masyarakat yang ada di
wilayahnya.
Kondisi kelembagaan masyarakat yang tidak mengakar, tidak representatif
dan tidak dapat dipercaya tersebut pada umumnya tumbuh subur dalam situasi
perilaku/sikap masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan masyarakat dalam
menyikapi dan menghadapi situasi yang ada di lingkungannya, yang pada akhirnya
mendorong sikap skeptisme, masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri,
mengandalkan bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya, tidak mandiri, serta
memudarnya orientasi moral dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat,
yaitu terutama keikhlasan, keadilan dan kejujuran.
Kemandirian lembaga masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun
lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum
ekonomi lemah, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta
kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi ke
masyarakat miskin (pro poor) dan mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good
governance), baik ditinjau dari aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk
perumahan dan permukiman.
Gambaran lembaga masyarakat seperti dimaksud di atas hanya akan dicapai
apabila orang-orang yang diberi amanat sebagai pemimpin masyarakat tersebut
merupakan kumpulan dari orang-orang yang peduli, memiliki komitmen kuat, ikhlas,
relawan dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk
mengambil keuntungan bagi kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Tentu saja
hal ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah, karena upaya-upaya
membangun kepedulian, kerelawanan, komitmen tersebut pada dasarnya terkait erat
dengan proses perubahan perilaku masyarakat.

G. TINDAKAN
Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan, antara lain yaitu :
1. Mengembangkan system penyampaian kebijakan dan pendidikan massa yang
bersifat mempengaruhi, menginspirasi dan membelajarkan masyarakat.
2. Mengembangkan sikap keteladanan pemimpin (jujur, tekun, sederhana, santun
dan rukun).
3. Mengembangkan pola partisipasi diberbagi unit kerja dengan pendekatan rencana
strategis.
4. Merumuskan dan meninjau aturan perundangan untuk dijadikan pegangan dalam
pemberdayaan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai