Anda di halaman 1dari 18

KUMPULAN TUGAS PRAKTIK PROFESI NERS

KEPERAWATAN KRITIS

Disusun oleh

FASTINA GESTI

P27220020305

NERS B

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK GENAK 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA ABDOMEN

A. Definisi

Trauma abdomen adalah kerusakan terhadap struktur yang terletak


diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh benda tumpul atau tajam.
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganannya lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (Mehta, Babu &
Venugopal, 2014)
Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen
dan trauma tembus abdomen. Trauma tumpul biasanya timbul dari akibat
kecelakaan lalu lintas, atau dapat pula akibat kekerasan atau penganiyaan.
Organ yang paling sering mengalami cedera adalah hepar (lebih dari 60%
kasus) diikuti limpa dan usus. Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan
jaringan dengan laserasi dan memotong. Luasnya kerusakan jaringan
tergantung pada mekanisme traumanya yaitu luka tusuk atau luka tembak.
Pada luka tembak high energy dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
lebih parah karena ada kemungkinan peluru mengalami fragmentasi. Luka
tusuk akan melewati struktur abdomen yang berdekatan dan paling sering
melibatkan liver (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%).
Trauma abdomen menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ
(Fatimah, 2020).
B. Patofisiologi

Nyeri Akut

Risiko syok

Pola nafas tidak


efektif
Perfusi perifer tidak efektif

Sumber: Nurarif & Kusuma, (2016)


C. Asuhan Keperawatan
1. Algoritma Trauma Abdomen
Pendekatan sistematis harus diambil saat menilai pasien dengan
adanya trauma abdomen. Pendekatan sistematis ini harus mencakup survei
primer dan sekunder dengan pertimbangan kemungkinan cedera
intraabdominal. Survey utama mengkaji mengenai hal-hal yang
mengancam jiwa sebelum melakukan survey sekunder yang berfokus pada
abdomen. Berikut adalah algoritma penanganan trauma abdomen menurut
Washington State Department of Health Office of Community Health
Systems Emergency Medical Services & Trauma Section (2017) adalah :
2. Pengkajian primer (Primary Survey)
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi.
Penilaian awal dilakukan prosedur ABCDE jika ada indikasi.
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka
lakukan:
 Chin lift / jaw trust
 Suction / hisap
 Guedel airway
 Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi
netral.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding
dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
GCS. Adapun cara yang cukup jelasa dan cepat adalah: Awake :A
Respon bicara :V Respon nyeri :P Tidak ada respon :U
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang
belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang (trauma)
a) Penyebab dari trauma dikarenakan benda tumpul atau peluru
b) Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan
bagaimana posisi jatuh
c) Kapan terjadinya dan jam berapa kejadiannya
d) Berapa berat keluhan yangdirasakan bila nyeri, bagaimana
siftanya pada kuadran mana yang dirasakan paling nyeri atau
sakit sekali
2) Riwayat penyakit yang lalu
Apakah pasien mempunyai riwayat asma, DM, HT dll
3) Riwayat Psikososial Spiritual
a) Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami
b) Apakah musibah tersebut menganggu emosi dan mental
b. Pengkajian SAMPLE:
1) S : Sign and Symptom
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas
pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi,
Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien
menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk
dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah
2) A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi
obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
3) M : Medications (Anticoagulants, insulin and cardiovascular
medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai
dengan keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi.
Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
4) P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
5) L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
6) E :Events /Environment
Menjelaskan bagaimana terjadinya kejadian yang menimpa pasien
c. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan (B1 = Breathing)
a) Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas
pada dada serta jalan napasnya.
b) Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernapasan tertinggal.
c) Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
d) Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
2) Sistem Kardiovaskuler (B2 = blood)
a) Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar
dari daerah abdominal dan adakah anemis.
b) Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan
bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan
adakah denyut jantung paradoks.
3) Sistem Neurologis (B3 = Brain)
a) Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah
jejas di kepala.
b) Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota
gerak
c) Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
4) Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)
a) Pada inspeksi :
 Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
 Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan
dalam cavum abdomen.
 Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
 Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran
berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
b) Pada palpasi :
 Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
 Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
 Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
c) Pada perkusi :
 Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
 Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam
cavum abdomen.
d) Pada Auskultasi :
 Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising
usus atau menghilang.
e) Pada rectal toucher :
 Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
 Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
5) Sistem Urologi (B5 = bladder)
a) Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan
adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana
produksi urine dan warnanya.
b) Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan
adanya distensi.
c) Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
6) Sistem Tulang dan Otot (B6 = Bone)
a) Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas
terutama daerah pelvis.
b) Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau
pelvis.

d. Tanda Tanda Klinis Yang Berhubungan Dengan Trauma Abdomen

Tanda Deskripsi Indikasi

Tanda Dulness menetap pada Adanya darah pada sisi


Ballance perkusi pinggul kiri dan kanan, akan tetapi terdapat
dullness pada perkusi koagulasi pada sisi kiri
pinggul kanan

Tanda Cullen Memar ungu kebiruan atau Perdarahan peritoneal


ekimosis sekitar umbilikus

Tanda Grey Memar ungu kebiruan atau Perdarahan retroperitoneal


Turner ekimosis di
pinggang/samping tubuh

Tanda Khers Nyeri yang menyebar di Bila darah mengumpul


bahu bagian kiri pada perut kiri atas pada
lien akan memberikan rasa
nyeri pada bahu kiri
(rupture lien)

Nyeri Lepas Nyeri saat pemeriksaan Iritasi peritoneal


palpasi

Washington State Department of Health Office of Community Health


Systems Emergency Medical Services & Trauma Section (2017).

e. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mehta, Babu dan Venugopal (2014) pada pasien dengan trauma
abdomen terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
yang disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu :
1) Pemeriksaan rotgen
Pemeriksaan rotgen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan
pelvis
2) Diagnostik peritoneal lavage (DPL)
3) DPL merupakan tes cepat dan akurat yang digunakan untuk
mengidentifikasi cedera intra abdomen setelah trauma tumpul pada pasien
hipotensi atau tidak responsif tanpa indikasi yang jelas untuk eksplorasi
abdomen. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat
penderita dengan hemodinamik abnormal dan menderita multitrauma.

4) Ultrasound diagnostik (USG)


USG digunakan untuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen.
Tujuan evaluasi USG untuk mencari cairan intraperitoneal bebas.
5) Computer Tomography Abdomen (CT Scan Abdomen)
CT adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi
pasien dengan trauma abdomen tumpul yang stabil
6) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan hemoglobin diperlukan untuk base line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukan kemungkinan adanya
trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transminase
menunjukan adanya kemungkinan trauma pada hepar
4. Diagnosa dan intervensi

DIAGNOSA EVALUASI (KRITERIA


PERENCANAAN KEBERHASILAN)
KEPERAWATAN
Nyeri Akut Manajemen Nyeri (I.08238) Setelah dilakukan intervensi
(D.0077) Observasi keperawatan selama ….. maka
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, nyeri teratasi, dengan kriteria hasil:
durasi, frekuensi, kualitas, Tingkat nyeri (L.08066)
intensitas nyeri 1. Keluhan nyeri menurun
2. Identifikasi skala nyeri 2. Meringis menurun
3. Identifikasi respons nyeri non 3. Sikap protektif menurun
verbal 4. Kesulitan tidur menurun
4. Identifkasi faktor yang 5. Menarik diri menurun
memperberat dan memperingan 6. Berfokus pada diri sendiri
nyeri menurun
5. Identifkasi pengetahuan dan 7. Perasaan depresi menurun
keyakinan tentang nyeri 8. Perasaan takut cedera
6. Identifkasi pengaruh budaya berulang menurun
terhadap respon nyeri 9. Anoreksia menurun
7. Identifkasi pengaruh nyeri pada 10. Ketegangan otot menurun
kualitas hidup 11. Frekuensi nadi menurun
8. Monitor keberhasilan terapi 12. Pola nafas menurun
komplementer yang sudah 13. Tekanan darah menurun
diberikan 14. Fokus meningkat
9. Monitor efek samping 15. Proses berfikir meningkat
penggunaan analgetik 16. Nafsu makan meningkat
Terapeutik 17. Pola tidur meningkat
1. Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
un tuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

Pemberian Analgesik (I.08243)


Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik dengan tingkat
keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian anlagesik
5. Monitor efektivitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesik
optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu
3. Tetapkan target efektivitas
analgesik
4. Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi

Perawatan Sirkulasi (I.02079)


Perfusi perifer Observasi Setelah dilakukan asuhan
tidak efektif 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi keperawatan selama....x...
(D.0009) perifer, pengisian kapiler, masalah perfusi perifer
meningkat dengan kriteria hasil :
warna, suhu)
Perfusi perifer (L.02011)
2. Identifikasi faktor risiko a. Denyut nadi perifer
gangguan sirkulasi (diabetes, meningkat (5)
perokok, hipertensi) b. Penyembuhan luka
3. Monitor panas, kemerahan, meningkat (5)
nyeri atau bengkak pada c. Sensasi meningkat (5)
ekstermitas d. Warna kulit pucat menurun
(5)
Terapeutik
e. Edema perifer menurun (5)
1. Hindari pemasangan infus atau f. Nyeri ekstermitas menurun
pengambilan darah di area (5)
keterbatasan perfusi g. Kelemahan otot menurun
2. Hindari penekanan dan (5)
pemasangan tourniquet pada h. Pengisian kapiler membaik
area yang cedera (5)
i. Akral membaik (5)
3. Lakukan pencegahan infeksi
j. Turgor kulit membaik (5)
4. Lakukan hidrasi k. Tekanan darah membaik
Edukasi (5)
1. Anjurkan berolahraga rutin
2. Anjurkan mengunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurunan
kolesterol, jika perlu
3. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
4. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
5. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
Manajemen sensasi perifer
(I.06195)
Observasi
1. Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
2. Periksa perbedaan sensasi tajam
dan tumpul
3. Periksa perbedaan sensasi panas
dan dingiin
4. Monitor perubahan kulit
Terapeutik
1. Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
Edukasi
1. Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji suhu
air
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

Manajemen jalan nafas (I.01011)


Pola nafas tidak Observasi
efektif (D.0005) Setelah dilakukan asuhan
1. Monitor pola nafas (frekuensi,
keperawatan selama....x... masalah
kedalaman, usaha nafas) pola nafas membaik dengan
2. Monitor bunyi nafas tambahan kriteria hasil:
(gurgling, mengi, wheezing) Pola nafas (L.01004)
3. Monitor sputum (jumlah, a. Ventilasi semenit meningkat
warna, aroma) (5)
Teraputik b. Kapasitas vital meningkat (5)
c. Tekanan ekspirasi meningkat
1. Pertahankan kepatenan jalan (5)
nafas dengan head-tilt dan chin- d. Tekanan inspirasi meningkat
lift (5)
2. Posisikan semi fowler atau e. Dispnea menurun (5)
fowler f. Penggunaan otot bantu nafas
3. Lakukan fisioterapi dada menurun (5)
g. Pemanjangan fase ekspirasi
4. Berikan oksigen, jika perlu
menurun (5)
Edukasi h. Pernafasan pursed-lip
1. Anjurkan asupan cairan 2000 menurun (5)
ml/hari, jika tidak i. Pernafasan cuping hidung
kontraindikasi menurun (5)
2. Ajarkan teknik batuk efektif j. Frekuensi nafas membaik (5)
Kolaborasi k. Kedalaman nafas membaik (5)
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan respirasi (I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya nafas
2. Monitor pola nafas
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
6. Auskultasi bunyi nafas
7. Monitor saturasi oksigen
Teraputik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Risiko Syok Pencegahan syok (I.02068)


(D.0039) Observasi Setelah dilakukan asuhan
1. Monitor status kardiopulmonal keperawatan selama....x...
2. Monitor status oksigenasi masalah tingkat syok menurun
3. Monitor status cairan dengan kriteria hasil:
4. Monitor tingkat kesadaran dan Tingkat syok (L.03032)
a. Kekuatan nadi meningkat (5)
respon pupil
b. Tingkat kesadaran meningkat
5. Periksa riwayat alergi (5)
Teraputik c. Saturasi oksigen meningkat
1. Berikan oksigen untuk (5)
mempertahankan saturasi d. Akral dingin menurun (5)
oksigen e. Pucat menurun (5)
2. Persiapkan intubasi dan f. Letargi menurun (5)
g. Mean arterial pressure
ventilasi mekanis, jika perlu
membaik (5)
3. Pasang jalur IV, jika perlu h. Tekanan darah membaik (5)
4. Pasang kateter urine untuk i. Tekanan nadi membaik (5)
menilai produksi urin, jika j. Pengisian kapiler membaik (5)
perlu k. Frekuensi nadi membaik (5)
Edukasi l. Frekuensi nafas membaik (5)
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko
syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
3. Anjurkan melaporkan jika
menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian tranfusi
darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu

Pemantauan cairan (I.03121)


Observasi
1. Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
2. Monitor frekuensi nafas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor waktu pengisian
kapiler
5. Monitor elastisitas dan turgor
kulit
6. Monitor jumlah, warna urine
7. Monitor hasil pemeriksaan
serum
8. Monitor intake-output cairan
9. Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia dan hipervolemia
10. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
Teraputik
1. Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah.Tassya, Faisol Darmawan. (2020). Laporan Kasus : Trauma Tusuk


Abdomen Dengan Eviserasi Usus Pada Anak Laki-Laki Usia 16 Tahun.
Majority : Volume 9 Nomor 2.

Washington State Department of Health Office of Community Health Systems


Emergency Medical Services & Trauma Section. (2017). Trauma Clinical
Guideline Evaluation and Management of Blunt Abdominal Trauma.

Mehta, N., Babu, S., Venugopal, K. (2014). An experience with blunt abdominal
trauma: evaluation, management and outcome. Clinics and Practice.
599(4), p.34-39

Nurarif.A.H, Kusuma, H. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Revisi Jilid 1. Yogyakarta :
Media Action.

Rini. Ika Setyo, dkk. (2019). Buku Ajar Keperawatan Pertolongan Pertama
Gawat Darurat (PPGD). Malang : UB Press.

SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 


Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja

Anda mungkin juga menyukai