Anda di halaman 1dari 16

DETEKSI PLASMODIUM OLEH SYSMEX XN HEMATOLOGY

ANALYZER SECARA OTOMATIS

ABSTRAK
Latar Belakang: Malaria adalah penyakit berbahaya yang menyerang hampir 200 juta orang
per tahun. Deteksi dini parasit bahkan pada pasien yang tidak terdiagnosis malaria menjadi
tantangan untuk perawatan pasien yang efektif. Hitung Darah lengkap (CBC) otomatis yang
dilakukan untuk setiap pasien demam merupakan cara untuk memastikan infeksi malaria.
Tujuan: Mengevaluasi kemampuan generasi baru Sysmex hematology analyzer (seri XN)
untuk mendeteksi malaria.
Metode: Peneliti meneliti 100 sampel darah positif plasmodium yang diperiksa dengan
Sysmex XN hematology analyzer terbaru dan mengevaluasi kemampuan deteksi parasit
malaria pada alat hematologi secara retrospektif. Sebanyak 100 sampel dari pasien yang tidak
terinfeksi malaria digunakan sebagai kelompok kontrol.
Hasil: Bentuk tambahan pada scattergram White Blood Differential (WDF) di area neutrofil
dan eosinofil matang ditemukan pada 1,1% sampel Plasmodium falciparum dan 56,2% pada
sampel Plasmodium lainnya. Tahapan parasit matang (skizon atau gametosit) diamati pada
apusan darah di antara sampel tersebut. Scattergram WDF mampu mendeteksi 80,0%
tahapan maturitas Plasmodium. Perbedaan jumlah leukosit antara channel WDF dan channel
white cell nucleated (WNR) merupakan sinyal prediktif dari Plasmodium stadium matang
pada 73,3% sampel dikarenakan adanya proses penghancuran partikel oleh reagen analisis.
Simpulan: Trombositopenia pada pola plasmodium Sysmex XN dapat memberikan
peringatan yang berguna untuk mendeteksi Plasmodium pada pasien yang tidak dicurigai
terinfeksi malaria terutama pada tahap parasit matang.

PENDAHULUAN
Diagnosis malaria menurut pedoman WHO 2017 adalah dengan
menggunakan apusan darah tepi tipis dan tebal yang diwarnai dan dibaca dengan
menggunakan mikroskop. Diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting untuk
mengurangi angka kematian karena malaria berat. Salah satu cara pengendalian
penyakit malaria adalah mendeteksi parasit pada pasien yang dicurigai malaria
Complete blood count (CBC) biasanya dilakukan untuk setiap pasien yang
demam. Sysmex automated hematology analyzer XE-2100 dan XE-5000 dilaporkan
dapat mendeteksi haemozoin yaitu pigmen kristal yang diproduksi oleh parasit
setelah menghancurkan hemoglobin dimana terjadi proses depolarisasi cahaya.
Kemampuan Sysmex hematology analyzer (seri XN) generasi baru untuk
mendeteksi malaria perlu dievaluasi. Peneliti menyelidiki darah lengkap pasien
dengan diagnosis malaria secara retrospektif menggunakan metode konvensional dan
mengembangkan potensi alat pemeriksaan otomatis untuk deteksi dini Plasmodium.

1
METODE DAN BAHAN
Etik
Penelitian ini menggunakan data anonim dan kumpulan data yang tidak
memungkinkan untuk identifikasi identitas pasien penderita malaria. Identifikasi
ulang dan penghapusan informasi kesehatan dari narasi klinis dilakukan sesuai
dengan European Textbook on Ethics. Data yang digunakan dalam penelitian ini
dikumpulkan untuk diagnosis rutin dan manajemen klinis pasien di rumah sakit
pendidikan Lyon (Prancis). Tidak ada intervensi tambahan yang dilakukan pada
pasien untuk tujuan penelitian.

Desain Penelitian
Sampel darah dari 100 pasien yang dinyatakan positif malaria sejak
November 2014 hingga November 2016 dipelajari secara retrospektif di
Laboratorium Hematologi di Rumah Sakit Universitas Lyon. Parameter hematologi
dan scattergram yang diperoleh pada Sysmex XN pada saat diagnosis malaria
dievaluasi untuk penelitian ini. Seratus sampel dari pasien yang tidak terinfeksi
malaria yang dikumpulkan selama periode yang sama digunakan sebagai kontrol
untuk mengevaluasi sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan.
Diagnosis malaria dilakukan dengan metode konvensional pewarnaan Diff-
Quick untuk mewarnai apusan darah tipis dan pewarnaan giemsa untuk apusan darah
tebal dan dilengkapi dengan uji rapid diagnostik. Spesies Plasmodium dan jumlah
parasit ditentukan oleh dua operator independen dengan menggunakan mikroskop
konvensional..
Metode Analisis Sel Darah
Analisis sel darah dilakukan pada Sysmex XN-3000 atau Sysmex XN-9000
dengan proses analisis yang sama. Sysmex XN-3000 atau Sysmex XN-9000
menggunakan prinsip pemeriksaan dengan teknologi fluoresensi dan flowcytometry
dengan laser semikonduktor untuk mengkategorikan sel darah putih menurut dua
jenis cahaya yang tersebar. Forward-scattered light (FSC) mencerminkan ukuran sel
darah, dan side-scattered light (SSC) memberikan informasi tentang struktur
intraseluler (nukleus dan granularitas).

2
Scattergram leukosit berinti white cell nucleated (WNR) diperoleh setelah sel
darah merah (RBCs) dan trombosit dilisiskan dengan reagen lisis kuat bernama
Lysercell-WNR (dodecyl trimethyl ammonium chloride <0.5%) yang
mempermeabilisasikan sel leukosit dan secara selektif mencegah degranulasi basofil.
Larutan pewarna fluoresen bernama Fluorocell-WNR (polymethine) ditambahkan dan
akan mewarnai asam nukleat. Flow cytometry mendeteksi side fluorescent light (SFL)
dan menghasilkan scatergram WNR dengan membedakan hitung leukosit, eritrosit
berinti, dan jumlah basofil.
Seperti pada WNR, scattergram differential leukosit pada channel WDF
diperoleh setelah sel darah merah dan trombosit dilisiskan menggunakan reagen lisis
ringan bernama Lysercell-WDF yang mempermeabilisasikan leukosit. Larutan
pewarna fluoresen Fluorocell-WDF kemudian ditambahkan untuk masuk ke leukosit
dan mewarnai asam nukleat di dalamnya. Empat populasi leukosit yang berbeda
(limfosit, monosit, eosinofil, neutrofil dan basofil) dapat dibedakan menurut
perbedaan SSC dan fluoresensi (SFL) (Gambar 1A).
Scattergram Retikulosit RET diperoleh setelah mewarnai asam nukleat
dengan pewarna fluoresen (Fluorocell-RET). Retikulosit dibedakan dari sel eritrosit
matang menggunakan intensitas fluoresensi dan diklasifikasikan oleh Sysmex sebagai
Low Fluorescent Reticulocytes (LFR), Middle Fluorescent Reticulocytes (MFR) dan
High Fluorescent Reticulocytes (HFR). Immature Reticulocytes Fraction (IRF)
adalah jumlah MFR ditambah HFR. Intensitas fluoresensi berkorelasi dengan jumlah
RNA. Retikulosit yang paling imatur muncul sebagai yang paling terang.
Hemoglobin diubah menjadi sodium lauryl sulfate-haemoglobin dan
kemudian diukur dengan spektrofotometri. Jumlah eritrosit ditentukan dengan
impedansimetri yang merupakan metode deteksi langsung.
Parameter Penelitian
Data diambil dari software penganalisis data yaitu information processing
unit. Pemeriksaan hematologi rutin, parameter penelitian yaitu jumlah leukosit di
channel WDF dan WNR dan flag dikumpulkan untuk penelitian ini. Perubahan dalam

3
Gambar 1. Scattergram WDF Abnormal pada Sysmex XN yang Diamati Pada Spesies
Plasmodium yang Berbeda. (A) Scattergram WDF normal; (B) Pf: area
eosinofil bergeser ke kiri secara abnormal; Koinfeksi (C) dan (D) Pf dan Pm:
area eosinofil bergeser ke kiri secara abnormal; (E) Pm: area eosinofil ke kiri
tidak normal; (F) Pm: area tak terpisah berwarna abu-abu; (G) Po: area eosinofil
bergeser ke kiri secara tidak normal; (H) Po: dua area neutrofil (granulosit
imatur palsu); (I) Po: dua area neutrofil (J) Pv: dua area neutrofil; (K) Pv: dua
area neutrofil. Pf, Plasmodium falciparum; Pm, Plasmodium malariae; Po,
Plasmodium ovale; Pv, Plasmodium vivax; WDF, white blood cell differential.

scattergram WDF dianalisis dengan hati-hati untuk melihat adanya penggabungan


atau adanya kelompok neutrofil dan eosinofil yang banyak. Perubahan scattergram
RET juga dianalisis untuk mendeteksi kelompok tambahan di area retikulosit jika
retikulosit muncul pada waktu yang sama dengan CBC.

4
Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel.
Korelasi antara hitung parasit dengan perbedaan antara jumlah leukosit dan korelasi
antara jumlah parasit dengan rasio RET/IRF dilakukan dengan menggunakan regresi
linier Fisher. Nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik.
HASIL
Gambaran Klinis Dan Biologis
Seratus pasien yang positif malaria terdiri dari 53 orang laki-laki dan 47
perempuan dilibatkan selama penelitian. Usia pasien berkisar antara 5 sampai 81
tahun. Seratus pasien yang tidak terinfeksi dimasukkan sebagai kelompok kontrol
secara acak untuk menilai uji sensitivitas dan spesifisitas.
Sebanyak 84% penderita malaria terinfeksi Plasmodium falciparum (Pf), 7%
dengan Plasmodium ovale (Po), 3% dengan Plasmodium malariae (Pm), 2% dengan
Plasmodium vivax (Pv) dan 4% koinfeksi dengan Pf dan Pm. Pemeriksaan
mikroskopis yang dilakukan oleh dua operator independen yang menemukan
berbagai tahapan parasit (trofozoit stadium cincin, skizon dan gametosit). Pada
pasien yang terinfeksi Pf, kepadatan parasit berkisar dari kurang dari 400/μL hingga
745.200/μL. Pada pasien yang terinfeksi Pv, Pm dan Po, kepadatan parasit berkisar
dari kurang dari 400/μL hingga 67850/μL.
Hemoglobin dan CBC
Penghitungan sel darah putih otomatis, penghitungan sel darah putih
diferensial, dan tanda suspek dilaporkan dalam Tabel 1. Pasien dengan malaria yang
menderita anemia adalah 43% dengan rentang kadar hemoglobin 7,9-16,7 g/dL (rata-
rata hemoglobin: 12,6 g/dL). Trombositopenia dialami oleh 83% pasien dengan
jumlah trombosit 11-297 103/µL (rata-rata hitung trombosit 103 103/µL).
Trombositopenia berat (<50 103/µL) ditemukan pada 16% pasien. Limfopaenia
ditemukan pada 56% pasien dan neutropenia pada 5% pasien.

5
Tabel 1. Stadium Malaria, parameter CBC, Flags Sysmex XN dan Scattergrams
Pf and Pm
Pf (n=84) Pm (n=3) Po (n=7) Pv (n=2) (n=4)
Stadium Malaria dewasa (gametosit/skizon) (%) 3 (3,6) 2 (66,7) 6 (85,7) 2 (100) 2 (50)
Hemoglobin (g/dL) (rentang) 12,8 (8,1–16,7) 13,0 (12,8–13,3) 10,9 (7,9–13,0) 12,9(11,4–14,4) 10,4 (9,1–11,4)
Anemia (%) 38,1 33,3 71,4 50 100
Hitung trombosit (103/µL) (range) 100 (11–297) 61 (50–78) 147 (81–243) 147 (145–149) 100 (62–160)
Trombositopenia (%) 84,5 100 57,1 100 75
Trombositopenia berat (%) 17,9 33,3 0 0 0
Flag ‘distribusa abnormal trombosit’ (%) 23,8 33,3 0 0 0
Flag ‘bekuan trombosit?’ (%) 6,0 0 0 0 0
WBC-D–WBC-N (109/L) (range) −0,08 (−0,42–1,44) 0,07 (−0,26–0,31) 1,29 (−0,03–7,63) 3,85 (2,74–4,97) 0,2 (−0,15–0,63)
Leukositosis (%) 3,6 0 0 0 0
Leukopenia (%) 27,4 0 14,3 0 0
Neutropenia (%) 6,0 0 0 0 0
Limfopenia (%) 55,4 100 42,9 100 75
Monositosis (%) 7.2 0 0 0 0
Eosinofilia (%) 0 0 0 0 0
Granulosit imatur >1% (%) 12,0 0 0 0 25
Flag ‘Limfosit abnormal/Blasts?’ (%) 34,1 0 28,6 0 75
Flag ‘limfosit atipikal (%) 61,0 33,3 42,9 0 100
Flag ‘Left shift’ (%) 13,2 0 42,9 0 25
Flag ‘Scattergram WBC abnormal’ (%) 0 33,3 0 0 0
WDF scattergram: limfosit teraktifasi/sel plasma 36,6 33,3 14,3 0 25
abnormalitas (%)
WDF scattergram: kejadian abnormal dieskitar area 1.1 66,6 42,9 100 50
neutrofil/ eosinofil (%)

CBC, Hitung darah lengkap; Pf, (Plasmodium Falciparum); Pm, (Plasmodium malaria); Po, (Plasmodium ovale); Pv, (Plasmodium vivax);
WDF, Hitung jenis leukosit

6
Terlepas dari spesies Plasmodium, peringatan adanya Limfosit abnormal/blast
dan Limfosit atipik ditemukan pada 33% pasien dan 60% pasien. Tidak ada
hubungan antara persentase limfosit atau sel plasma dan kepadatan parasit.
Kelainan Scattergram WDF
Scattergram WDF menunjukkan kelainan pada area neutrofil / eosinofil
dewasa yaitu area eosinofil bergeser ke kiri atau area neutrofil tambahan pada 10%
kasus (gambar 1). Sampel kontrol tidak ada yang menunjukkan kelainan ini. Deteksi
Plasmodium dilakukan berdasarkan kelainan scattergram WDF yang memiliki
sensitivitas 10% dan spesifisitas 100%. Flag Scattergram WBC abnormal ditemukan
pada 1 dari 10 kasus (Gambar 1F).

7
Scattergram WDF mendeteksi Pf pada 1 dari 84 kasus infeksi tunggal (1,1%).
Kasus yang terdeteksi ditandai dengan adanya gametosit pada apusan darah tepi
(Gambar 2A). Kelainan WDF tidak ditemukan pada pasien dengan trofozoit yang
tinggi.
Gambar 2. Stadium
Dewasa Malaria. (A)
Gametosit terlihat pada
gametosit

trombosit

skizon

skizon

8
kasus hapusan (1B); (B) Schizont terlihat pada kasus hapusan (1F).

Scattergram WDF mendeteksi Pm, Po atau Pv pada 9 dari 16 kasus non-


falciparum (56,2%). Skizon dan gametosit terlihat pada apusan darah tepi (Gambar
2). WDF normal ditemukan pada satu kasus yang memiliki jumlah parasit yang
sangat rendah (<350 parasit/μL), empat kasus tidak menunjukkan tahap matang
(skizon atau gametosit) dan dua kasus menunjukkan penyebaran WDF komplementer
yang abnormal (SSC-FSC dan FSC- SFL) (Gambar 3).
Scattergram WDF mendeteksi tahapan matang Plasmodium (skizon,
gametosit) pada 80% kasus yang sebagian besar adalah spesies non-falciparum.
Pemeriksaan CBC kedua dilakukan setelah 3 hari terapi pada beberapa pasien.
Kelainan yang telah ada sebelumnya menghilang seperti yang ditunjukkan dengan
normalisasi scattergram WDF dan jumlah parasit yang berkurang secara bersamaan.

Hubungan Antara Hitung Leukosit dengan Kepadatan Parasit


Perbandingan jumlah WBC yang dilakukan pada channel WDF (WBC-D) dan
channel WNR (WBC-N) ditemukan jumlah WBC -0,42-1,44 103/µL pada infeksi Pf
(hingga 0,21 103/µL tidak termasuk kasus dengan jumlah WBC = 1,44) dan dari
−0,26-7,63 103/µL pada spesies Plasmodium lainnya (tabel 1). Tahapan cincin
diamati pada sampel apusan darah tepi yang terinfeksi Pf, kecuali pada tiga kasus
termasuk kasus dengan kadar jumlah WBC 1,44 yang menunjukkan gametosit
(Gambar 2A). Campuran cincin, skizon dan gametosit diamati pada sampel yang
tidak terinfeksi Pf (Gambar 2B). Jumlah WBC tidak berkorelasi signifikan dengan
hitung parasit. Perhitungan jumlah parasit terdiri dari cincin, skizon dan gametosit
(Gambar 4).
Jumlah WBC lebih 0,2 pada 33,3% pasien yang terinfeksi Pf dengan
gametosit atau skizon pada apusan darah tepi. Pada 62,5% pasien tidak terinfeksi Pf,
dimana 83,3% dengan gametosit atau skizon. Perbandingan, rata-rata jumlah WBC
adalah -0,215 (kisaran: -0,3 sampai 0,02) untuk hitungan jumlah leukosit yang

9
dilakukan pada

Gambar 3. Kejadian Abnormal Pada Scattergram Pelengkap WDF (SSC-FSC) dan


WDF (FSCSFL). (A) Scattergram komplementer WDF normal; (B, C) Po:
kejadian abnormal di bawah area neutrofil. FSC, forward-scattered light; Po,
Plasmodium ovale; SFL, side fluorescent light; SSC, side-scattered light; WDF,
diferensial sel darah putih.

kelompok kontrol, yang mengarah ke spesifisitas 100% (gambar 5).


Analisis Retikulosit

10
Retikulosit pada 14 kasus dihitung pada waktu yang bersamaan dengan CBC.
Adanya peringatan Abnormal RET scattergram diamati pada 7,1% kasus. Pasien
yang terinfeksi Pf memiliki jumlah parasit yang tinggi (558.800/μL) dan mengalami
retikulositosis (147 G/L) dengan kelompok retikulosit terisolasi yang tidak biasa di
lokasi sel LFR (gambar 6). Jumlah retikulosit / rasio IRF abnormal menunjukkan
retikulositosis regeneratif 147 G/L sedangkan IRF berkisar 5%. Korelasi antara rasio
RET/IRF dan kepadatan parasit dicatat (gambar 7).
Diskusi
Deteksi infeksi malaria sebelumnya menggunakan teknologi Sysmex
automated hematology analyzer XE dan XT (XE-2100, XE-5000 dan XT-2000). Alat
Sysmex menunjukkan kelainan yang signifikan pada sampel positif malaria yaitu
pseudoeosinofilia (perbedaan jumlah eosinofilia antara penghitungan otomatis dan
manual adalah 5%) dan adanya granulosit tambahan pada scattergram WBC
differential Diff channel. Campuzano et al mengemukakan bahwa alat analisa
hematologi otomatis lainnya seperti Cell-Dyn analyzer, Coulter GEN S dan LH 750
analyzer juga memiliki kemampuan untuk mendeteksi infeksi malaria. Cell Dyn
analyzer dapat mendeteksi pigmen haemozoin malaria yang spesifik pada leukosit
sesuai dengan sifat depolarisasinya. Coulter GEN S dan LH 750 analyzer memiliki
faktor diskriminan malaria menggunakan pengukuran monosit dan limfosit.
Kemampuan generasi baru alat analisis hematologi Sysmex seri XN untuk
mendeteksi malaria belum pernah dilaporkan. Peneliti mempelajari CBC dari 100
pasien yang positif malaria dan menganalisis parameter dan scattergram yang
diperoleh dari Sysmex XN-10 secara retrospektif. Sebagian besar pasien yang
terinfeksi oleh Pf, diikuti oleh Po dan Pm dan terakhir Pv. Distribusi spesies ini
sesuai dengan data yang dilaporkan oleh National Referece Center. Sitopenia
(anemia, trombositopenia, limfopenia) banyak dijumpai pada pasien yang diteliti dan
diketahui berhubungan dengan infeksi malaria. Sitopenia saja tidak cukup spesifik
untuk mencurigai penyakit malaria.
Bentuk tambahan pada WDF scattergram dapat dilihat di area neutrofil /
eosinofil pada 1,1% pasien dengan infeksi Pf tunggal dibandingkan 56,2% pasien

11
dengan infeksi non-Pf. Pola scattergram ini sangat spesifik untuk parasit malaria
dengan spesifisitas 100%.

WBC-D – WBC-N (109/L)

Hitung Parasit (µL-1)

WBC-D – WBC-N (109/L)

Hitung Parasit (µL-1)

Gambar 4. Jumlah ΔWBC dan Hubungannya Dengan Jumlah Parasit dan Spesies.
(A) Sampel yang terinfeksi Plasmodium falciparum: ΔWBC relatif terhadap
jumlah parasit (n = 84). (B) Sampel yang terinfeksi spesies Plasmodium lainnya
(n = 16). Regresi linier Fisher F> 0,05: Regresi linier tidak signifikan. WBC-D,

12
saluran WDF; WBC-N, saluran WNR.

WBC-D – WBC-N (109/L)

Kontrol (n=100)

Malaria (n=100)

Gambar 5. Jumlah ΔWBC Pada Sampel Malaria dan Sampel yang Tidak Terinfeksi
(Mean Kontrol = -0,215, Mean Pasien Malaria = 0,115). WBC-D, saluran
WDF; WBC-N, saluran WNR.

Bentuk tambahan ini dapat dideteksi dengan menghitung selisih antara WBC-D
(leukosit dari scattergram WDF) dan WBC-N (leukosit dari scattergram WNR).
Perbedaan yang lebih besar dari 0,2 G/L ditemukan pada satu pasien Pf-positif dan
sepuluh pasien dengan Pf-negatif. Perbedaan WBC ini dapat dijelaskan dengan
penghancuran partikel di channel WNR, karena reagent menyebabkan lisis. Tidak
ada penghancuran dalam channel WDF yang menggunakan reagent lisis yang
berbeda. Penelitian ini membandingkan efek reagen lisis Sysmex pada tahap parasit
yang berbeda diperlukan. Peneliti tidak menemukan korelasi yang kuat antara jumlah
WBC dan kepadatan parasit pada alat Sysmex XE-2100. Hitung parasit terdiri dari
tahapan cincin, skizon, dan gametosit. Kejadian ini berhubungan dengan tahapan
parasit dewasa (skizon dan gametosit) yang dilihat dari hapusan darah. Tahapan ini
diwarnai oleh pewarna fluoresen. Sebagai perbedaan, ketika hanya tahapan cincin
yang dideteksi pada apusan darah, gambaran tambahan yang muncul tidak dicatat

13
oleh peneliti.
Alat hematologi otomatis Sysmex XN berkontribusi memberi sinyal pada
tahap Plasmodium matang berapapun jumlah parasitnya. Hanya pada sedikit sampel
yang menunjukkan perubahan atau peringatan pada scattergram ketika terinfeksi oleh
Pf kecuali jika limfosit aktif atau sel plasma terdeteksi pada apusan darah. Peneliti
menyarankan perubahan yang jelek pada scattergram pasien yang terinfeksi Pf
berhubungan dengan jumlah haemozoin yang lebih rendah pada cincin atau keadaan
adanya kerusakan cincin oleh reagen pelisis. Kemampuan analisis Sysmex XN untuk
membedakan haemozoin dipertanyakan karena scattergram WDF normal diperoleh
untuk sampel dengan tingkat parasit yang tinggi (11% sel darah merah yang
terinfeksi;

Gambar 6. Scattergram Retikulosit Sysmex XN. (A) Scattergram retikulosit normal


dengan retikulositosis; (B) Pf: cluster di daerah retikulosit berfluoresensi rendah.
Pf, Plasmodium falciparum.

558.800 parasit/μL). Haemozoin diamati pada 7,5% dari neutrofil melaniferous yang
bersirkulasi (data tidak ditampilkan). Penelitian prospektif yang dilakukan untuk
mengevaluasi deteksi Plasmodium pada pasien yang tidak dicurigai malaria sangat

14
penting untuk dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan terbaru dari
Sysmex yaitu adanya peringatan berdasarkan deteksi fluoresensi tambahan.
Analisis channel retikulosit pada 14 sampel ditemukan bahwa fluoresensi yang
mungkin dipancarkan oleh sel darah merah dewasa yang terinfeksi dapat meniru
populasi low fluorescence reticulocytes. Fenomena ini dicatat pada satu sampel yang
sangat terinfeksi Pf. Pseudoreticulocytosis dapat menjelaskan terjadinya peningkatan
rasio RET / IRF yang berkorelasi dengan jumlah parasit pada Sysmex XE-2100.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi data ini.

Rasio Retikulosit/IRF

Hitung Parasit (µL-1)

Gambar 7. Korelasi Antara Rasio Retikulosit / IRF dan Jumlah Parasit. Asosiasi
signifikan: Regresi linier Fisher F <0,001, r² = 0,62 (n = 14). IRF, fraksi
retikulosit imatur.

Penggunaan WDF scattergram dan hitung jenis leukosit Sysmex XN analyzer


mampu mendeteksi malaria dengan spesifisitas tinggi terlepas dari spesies
Plasmodium, terutama stadium matang (gametosit dan skizon) yang mengandung
haemozoin dalam jumlah besar. Stadium cincin lebih sering ditemukan daripada
gametosit dan skizon pada pasien dengan malaria Pf sehingga XN analyzer tidak
dapat memberikan peringatan infeksi Pf . Kemampuan XN analyzer lebih baik untuk
mendeteksi infeksi spesies non-Pf yang umumnya ditandai dengan tingkat parasit

15
yang lebih rendah dalam tahap dewasa. Hal ini relevan secara klinis bahwa kasus
yang tidak dicurigai malaria dapat terjadi pada pasien yang terinfeksi spesies non-Pf.
Infeksi Pf sering dikaitkan dengan morbiditas yang tinggi, mengarah pada kecurigaan
infeksi malaria.
Trombositopenia yang ditemukan pada pola Plasmodium XN menjadi
peringatan yang berguna untuk mendeteksi malaria pada pasien yang tidak dicurigai
terinfeksi malaria yang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan diagnostik
konvensional apusan darah dan pengobatan yang cepat untuk pasien. Penentuan rasio
RET/IRF pada penelitian secara prospektif dapat memberikan sinyal peringatan
untuk malaria Pf.

16

Anda mungkin juga menyukai