Anda di halaman 1dari 8

Resume

Adab Mencari Ilmu - PENTING BAGI PENCARI ILMU BAROKAH

Nama : Dea Nofia S.

NIM : 201141065

Kelas : Psikologi Islam – 2B

Matkul : Tafsir Tematik Psikologi

 Ilmu: pengetahuan
 Adab: etika/ akhlaq
 Hadits tentang Keutamaan Ilmu:

‫ت َوهّٰللا ُ ِب َما َتعْ َملُ ْو َن‬


ٍ ۗ ‫ َيرْ َف ِع هّٰللا ُ الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا ِم ْن ُك ۙ ْم َوالَّ ِذي َْن ا ُ ْو ُتوا ْالع ِْل َم دَ َر ٰج‬ 
‫َخ ِب ْي ٌر‬
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan
di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah,
niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu
kerjakan.
Ayat ini menjelaskan keutamaan orang-orang yang berlapang-lapang dalam majlis.
Bahwa Allah akan memberikan kelapangan untuk mereka.
Ayat ini juga menunjukkan keutamaan ahli ilmu. Bahwa orang-orang yang beriman
dan berilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, tingginya derajat itu
akan didapatkan oleh orang-orang yang berilmu baik di dunia maupun di akhirat.

‫ك َط ِري ًقا َي ْل َتمِسُ فِي ِه عِ ْلمًا َس َّه َل هَّللا ُ َل ُه ِب ِه َط ِري ًقا إِ َلى ْال َج َّن ِة‬
َ ‫َو َمنْ َس َل‬
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Makna Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga, ada empat makna sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali:
Pertama: Dengan menempuh jalan mencari ilmu, Allah akan memudahkannya masuk surga.
Kedua: Menuntut ilmu adalah sebab seseorang mendapatkan hidayah. Hidayah inilah yang
mengantarkan seseorang pada surga.
Ketiga: Menuntut suatu ilmu akan mengantarkan pada ilmu lainnya yang dengan ilmu
tersebut akan mengantarkan pada surga.

Telah masyhur sebuah hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa
Salaam yang berbunyi :

‫فعليه بالعلم‬ ‫ ومن أراد الدنيا واآلخرة‬،‫فعليه بالعلم‬ ‫ ومن أراد اآلخرة‬،‫فعليه بالعلم‬ ‫من أراد الدنيا‬

“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang
menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan
keduanya, maka hendaklah dengan ilmu”.

Namun berdasarkan penelitian para ulama, kalimat diatas bukan hadits marfu’ dan tidak ada
satu pun kitab hadits, sekalipun dalam kitab-kitab hadits palsu yang mencantumkan kalimat
diatas. Al-‘alamah Muqbil bin Hadi rahimahullah ketika ditanya apakah kalimat diatas adalah
hadits?, beliau menjawab :

‫ طلبنا‬: ‫ فقال سفيان الثوري‬، ‫هو جاء عن بعض علمائنا المتقدمين مثل الظاهر سفيان الثوري‬
‫العلم للدنيا فأبى إال أن يكون للدين‬ .
‫ ليس بحديث‬، ‫ وأما عن النبي – صلى هللا عليه وعلى آله وسلم – فلم يثبت‬.

“kalimat ini datang dari sebagian ulama mutaqodimin kita, seperti yang nampak pada ucapan
Sufyan ats-Tsauri : “kita menuntut ilmu untuk dunia, maka ia enggan kecuali itu untuk
agama”. Adapun itu dari Nabi Sholallahu ‘alaihi wa Salaam maka tidaklah tsabit, ini bukan
hadits”.

 4 Pilar Pendidikan
1. Ilmu: Islam tidak mengenal dikotoomi antar ilmu, selama memberi manfaat, dari
manapun
2. Guru: siapapum yang mengajari kita, sekalipun satu huruf, mereka adalah sosok
teladan, berdedikasi tinggi
3. Murid: mereka yang membutuhkan bimbingan dan teladan
4. Lembaga: condrodimuko, tempat mendidik dan mentarbiah
 Adab
Adab secara bahasa artinya menerapkan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar
menyebutkan:

‫ار ِم اأْل َ ْخاَل ِق‬ ُ َ َ ُ ْ‫َواأْل َدَبُ اسْ ِتعْ َما ُل َما يُحْ َم ُد َق ْواًل َوفِعْ اًل َو َعب ََّر َبع‬
ِ ‫ض ُه ْم َع ْن ُه ِبأ َّن ُه اأْل ْخذ ِب َم َك‬

“Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan
akhlak-akhlak yang mulia” (Fathul Bari, 10/400).

Ada sebuah kisah, nama beliau Ahmad bin Ali bin Muhammad al-Asqalani. Beliau adalah
anak yatim, ayahnya meninggal pada saat usia 4 tahun. Di bawah asuhan kakak kandungnya
dia tumbuh menjadi remaja pekerja keras dan rajin menuntut ilmu. Dia tinggal di tepi sungai
Nil di Mesir. Nama beliau lebih populer atau termasyur dengan julukan Ibnu Hajar al-
Asqalani. Ibnu Hajar berarti anak batu, sedangkan al-Asqalani adalah sebuah kota yang
berada di Palestina.

Saat dia masih belajar di sebuah madrasah, dia dikenal sebagai murid rajin dan bodoh yang
selalu tertinggal dari teman temannya. Dan lebih sering kali dia waktu belajar sama gurunya
sering patah semangat dan frustasi. Beliau pun memutuskan untuk meninggalkan
sekolah/madrasahnya. Selama bertahun tahun dia belajar pada gurunya tetap saja dia tak bisa
memahaminya bahkan dia sering kali diejek oleh teman temannya kerena kebodohannya.
Setia habis belajar dia selalu menangis atas ejekan teman temannya.
Akhirnya beliau memutuskan untuk pulang kampung. Dalam perjalanan suasana mendung
dan akhirnya hujan lebat dan dia berada di samping gua lalu dia masuk ke dalam gua dan
beristirahat di dalam gua tersebut. Ketika dalam gua pandangannya tertuju pada sebuah titisan
air hujan sedikit demi sedikit melubangi sebuah batu besar dan dia pun terkejut. Dia pun
merenung dalam hati, sungguh sebuah keajaiban. Melihat kejadian itu beliau merenung
terpikir dalam lubuk hatinya:
“Ya Allah batu saja yang keras bisa berlubang dengan tetesan air hujan, apalagi kepalaku
yang tidak keras seperti batu tersebut.”
Kemudian dia pun kembali ke madrasah karena sudah sadar diri setelah melihat peristiwa
tersebut dan akhirnya dia diterima kembali di sekolah tersebut. Sejak saat itu perubahannya
pun terjadi dalam Ibnu Hajar. Dia menjadi yang cerdas dan melampaui teman temannya. Ia
pun tumbuh menjadi ulama yang terpopuler dan pengarang kitab yang sangat produktif.
 Pentingnya adab bagi ilmuan :
 Imam Malik, berkata yang artinya “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu”
 Imam Ibnu Mubarok bahkan mengaku mempelajari adab selama 30 tahun dan
mempelajari ilmu selama 20 tahun.
 Dengan adanya pernyataan dan nasihat dari para ulama tersebut, sudah seharusnya
kita menyadari pentingnya menerapkan adab dan akhlak dalam thalabul ilmu
(menuntut ilmu)
 Akibat hilangnya adab, berdasarkan survey KPAI 2007 di 12 Kota, 4500 Remaja:
- 97% menonton film porno
- 93,7% ciuman dan bercumbu berat
- 62,7% tidak lagi perawan
- 21,2% melakukan aborsi
 Akibat lain hilangnya adab :
- Bullying, hate speech
- Penyebaran berita hoax
- Kasus narkoba, korupsi
- Tawuran antar pelajar
- Budaya mencontek dan plagiasi
- Guru atau dosen tewas dipidanakan
 6 prinsip dasar penuntut ilmu ala pesantren
ada dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh Az-Zarnuji yang memiliki arti “Syarat
mendapatkan ilmu itu ada enam. (yakni) cerdas (sehat akal), rakus dalam menyerap
ilmu-ilmu, bersungguh-sungguh, cukupnya modal (harta, kemampuan, dan fasilitas), guru
yang mengajarkan, dan waktu yang lama.” Prinsip kedua yaitu menghindari
kemaksiatan, maksiat akan membuat otak menjadi sulit untuk berkonsentrasi sehingga
ilmu sangat sulit dimengerti. Imam Syafii bercerita yang memiliki arti “Aku (Imam Syafii)
pernah mengadukan kepada Imam Waki’I (guru beliau) tentang jelek (sulitnya)
hafalanku. Lalu beliau mengatakan kepadaku untuk meninggalkan maksiat. Imam Waki’I
berkata, sebab ilmu adalah cahaya Allah tidaklah diberikan kepada para ahli maksiat.”
 2 M Penghalang Ilmu
- Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama
kedua sifat itu masih ada dalam dirinya.
- Imam Mujahid mengatakan “Dua orang yang tidak belajar ilmu : orang pemalu dan
orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq).
1. Mengikuti Kebenaran Bukan Ketenaran
- Seorang ilmuan dituntut untuk tunduk dan mengikuti fakta kebenaran. Bukan
ketenaran dan sensasi.
- Jika kebenaran didepan muka, maka tidak boleh untuk menolaknya.
- Penolakan kepada fakta kebenaran adalah kesombongan.
2. Menghargai Senioritas dan Menyayangi Yunior
- Menghormati bukan berarti mendiamkan dalam kesalahan (kisah ibnu Qoyyim
terhadap Ibnu Taimiyyah).
 Kategori ilmu :
- Ilmu wajib bersifat individual (Fardu ‘Ain), ilmu terkait kepentingan pribadi seperti
ilmu aqidah dan ibadah serta ilmu-ilmu dasar kehidupan.
- Ilmu wajib bersifat komunitas (Fardu Kifayah), ilmu yang terkait kepentingan umum,
seperti kedokteran, komunikasi, dan farmasi.
- Ilmu yang bersifat Mubah, ilmu terkait pemenuhan kebutuhan tersier.
 Kesimpulan :
1. Belajar dengan kekuatan spiritual (ikhlas, taqwa dan akhlak)
2. Belajar dengan kekuatan emosional
3. Belajar dengan kekuatan intelektual dan skill
4. Belajar dengan penuh kekuatan fisik
5. Belajar dengan penuh kekuatan managemen dan teknologi serta integritas.

Jiwa Dalam Perspektif Psikologi Islam Surah As-Syams Ayat 7-10

Jiwa dalam konteks psikologi lebih dihubungkan dengan tingkah laku, sehingga yang
dimaksud adalah ilmu tentang tingkah laku. Kata jiwa dalam Al-Qur’an yaitu nafs yang dapat
diartikan sebagai diri, nyata, dan juga dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syams ayat 7 –
10 :

Q.S Asy-Syam ayat 7 :


ٍ ‫و َن ْف‬ َ
‫س َو َما َسوَّ ا َها‬

Artinya: “dan jiwa penyempuraannya.”

Dalam kitab Tafsir Al Qurthubi, ada dua pendapat mengenai jiwa : pertama adalah nabi Adam
dan yang kedua adalah semua jiwa yang bernafas artinya mengatur dan mempersiapkan.
Menurut Mujahid Sawaha artinya menyempurnakan ciptaan serta meluruskannya. Dyams
menjelaskan pada kita bahwa jiwa mengalami penyempurnaan pada usia dewasa, dalam
proses itu dapat menuju kebaikan maupun keburukan. Seorang yang mengotori jiwanya
dengan perbuatan maksiat akan memunculkan masalah di dunia maupun akhirat.

Q.S Asy-Syams ayat 8 :

َ ‫َفأ َ ْل َه َم َها فُج‬


‫ُور َها َو َت ْق َوا َها‬

Artinya : “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu dalam kefasikan dan ketaqwaannya”

Muhammad Ka’ab berkata “Jika Allah menghendaki kepada hambanya kebaikan maka Allah
mengilhamkan kepadanya kebaikan lalu diamalkan kebaikan tersebut. Dan jika Allah
menghendaki kejelekan maka Allah mengilhamkan kepadanya keburukan lalu dilakukan
keburukan tersebut.”

Q.S Asy Syams ayat 9 :

‫َق ْد أَ ْف َل َح َمنْ َز َّكا َها‬

Artinya : “Maka berbahagialah siapa yang membersihkannya”

Allah memberi petunjuk berupa ilham yang mana jalan yang salah dan yang taqwa, kemudian
manusia sendiri yang memenuhi jalan yang diberinya. Sebab ia diberi oleh akal maka
berbahagialah orang-orang yang membersihkannya dan dirinya.

Q.S Asy-Syams ayat 10 :

َ ‫َو َق ْد َخ‬
‫اب َمنْ دَ سَّا َها‬

Artinya : “Dan celakalah siapa yang mengotorinya.”

Dan ia diperhitungkan diakhirat sesuai amal baik dan buruknya. Perubahan menuju kebaikan
dinamakan At-tazkiyah atau penyucian jiwa dan perubahan menuju keburukan dinamakan At-
tadsiyah atau pengotoran jiwa.
Menurut Nurrohmah dalam bukunya yang berjudul pengantar psikologis utama menjelaskan
bahwa surat Asy-Syams ayat 7-10 yaitu jiwa adalah suatu yang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan kualitas, jiwa dibesarkan oleh bertambahnya perkembangan dan ilmu
pengetahuan. Jiwa bisa bersama-sama dengan fisik , namun sekali waktu bisa saja terpisah
dengan fisiknya dan keduanya masih bisa hidup sendiri. Jiwa merupakan sesuatu yang bisa
terpengaruh dari luar berupa tekanan positif maupun tekanan negative. Jika bisa berinteraksi
dengan dunia luar melalui fasilitas yang dimiliki badan yaitu berupa pancaindra. Kualitas jiwa
tergantung kepada kualitas fisik terutama otak , jika otak mengalami gangguan maka jiwa
juga akan mengalami gangguan. Jiwa adalah bertanggung jawab akan segala yang dilakukan
manusia, maka dari itu jiwa yang merupakan potensi yang kuat yang memiliki kecenderungan
kepada kebaikan pada satu sisi dan kecenderungan kepada keburukan pada sisi yang lain.

Penyucian diri tersimpul 2 pengertian yaitu usaha-usaha yang bersifat pengembangan diri
yaitu usaha untuk menunjukkan potensi manusia menjadi kualitas-kualitas moral yang luhur.
Dan yang kedua yaitu usaha-usaha yang bersifat pembersihan diri yakni dengan menjaga dan
memelihara diri dari akhlak yang buruk.

Hakekat penyucian jiwa yaitu membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, menghiasi jiwa
dengan sifat-sifat terpuji. Kedua hal tersebut harus berjalan seiring, jiwa yang hanya
dibersihkan dari sifat tercela namun tidak disertai dengan menghiasinya dengan sifat terpuji
akan terasa kurang atau tidak sempurna. Dengan penyucian jiwa akan dapat menyebabkan
kejernihan diri lahir dan batin. Di samping itu, manusia terdiri dari dua unsur pokok yaitu
unsur rohani dan jasmani atau jiwa dan raga yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya.
Tujuan kesehatan jiwa adalah terwujudnya ketenangan jiwa yang berimplikasi pada
kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat, dan kebahagiaan dan ketenangan ini
menurut konsep kejiwaan dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah sa’dah. Agar jiwa menjadi
sehat yaitu : olahraga teratur, ingat tujuan hidup dan memotivasi diri, bersosialisasi, meminta
bantuan kepada orang yang dipercaya, melakukan meditasi.

Gangguan jiwa, orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang mengalami gangguan dalam
pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan
perubahan perilaku. Penyebab dari gangguan jiwa yaitu traumatis pada masalalu, pengalaman
yang tidak mengenakan yaitu adanya aniaya seksual, aniaya fisik, dikucilkan, dan masalah
keluarga atau kejadian yang lain yang mengganggu. Keberuntungan dan kesuksesan
seseorang sangat ditentukan oleh seberapa jauh ia menyucikan jiwanya. Sebaliknya jika
mengotori jianya akan senantiasa merugi dan gagal dalam hidupnya.
Akal diartikan sebagai energy yang mampu memperoleh, menyimpan dan mengeluarkan
pengetahuan.

Hati adalah suatu medan yang diperebutkan oleh akal dan nafsu (Hamka). Hati akan
mengikuti akal dan nafsu yang akan menguasainya. Jika kalian menang maka semalatlah
hidupmu, dan jika nafsu yang berkuasa akan merusak jiwamu.

Anda mungkin juga menyukai