Anda di halaman 1dari 9

BAB II

Identitas Nasional

A. Pengertian dan makna identitas nasional


Pengertian
Karakter dan juga identitas tentu dimiliki oleh setiap negara, sebab karakter dan identitas
itulah yang bakal dikenali oleh pihak lain. Maka tidak heran apabila karakter dan identitas
itu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh apabila kita berbicara
mengenai negara Polandia dan Indonesia tentu saja terdapat perbedaan. Dari segi bendera
misalnya, Polandia dengan warna benderanya adalah putih merah sedangkan Indonesia
warna benderanya adalah merah putih. Tidak bisa identitas itu ditukarkan antara bendera
yang dimiliki Polandia dengan bendera yang dimiliki oleh Indonesia, sebab orang
mengenalnya bahwa merah putih tetap milik Indonesia dan putih merah tetap milik
Polandia. Lalu apakah yang dimaksud dengan identitas itu?

Jadi, jika kita berbicara mengenai “identitas nasional” maka secara etimologi terdiri dari dua
suku kata, yaitu Identitas dan Nasional, lalu apa yang dimaksud dengan kedua kata tersebut?
Untuk kata identitas itu sendiri berasal dari kata identity (Inggris), yang mana dalam kamus
Oxford dijelaskan bahwa identity berkaitan dengan “who or what” yang bermakna
menjelaskan tentang apa yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya
dengan yang lain. Sedangkan kata identitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
Ciri-Ciri atau Jati Diri.

Berkaitan dengan penjelasan diatas maka bisa disimpulkan bahwa identitas adalah ciri-ciri
atau jati diri yang melekat pada siapa (orang) dan apa (benda) dengan ketentuan bahwa ciri-
ciri dan jati diri tersebut bisa diidentifikasi dan didefinisikan oleh pihak lain. proses
pengidentifikasian dan pendefinisian bisa datang dari berbagai sudat pandang, sesuai dengan
apa yang dimiliki oleh orangnya ataupun bendanya.

Selanjutnya adalah nasional, dalam kamus besar bahasa Indonesia, telah dijelaskan tentang
kata nasional. Qodratillah (2011: 348) menjelaskan bahwa kata nasional bisa berkedudukan
sebagai kata sifat. Nasional berkedudukan sebagai kata sifat, yakni 1. Bersifat kebangsaaan,
seperti lagu nasional 2. Berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri, seperti kesenian
nasional. Berkaitan dengan nasional ini sifatnya adalah kelompok besar (skala besar) yang
memiliki ikatan kesamaan, baik dari segi kebudayaan, bahasa, cita-cita ataupun tujuan.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan tentang identitas dan nasional di atas maka bisa di
katakan bahwa identitas nasional adalah ciri-ciri atau jati diri bangsa Indonesia. Anas
(2017:102) pernah menjelaskan bahwa identitas nasional ini adalah konsep suatu bangsa
tentang dirinya. Identitas ada karena bangsa itu memiliki ciri khasnya dan ciri khas
tersebutlah yang membedakan dirinya dengan negara lainnya. Karena identitas nasional ini
menyangkut ciri-ciri dan jati diri, maka kecenderungannya adalah menjelaskan tentang
hakikat bangsa itu sendiri. Indonesia misalnya, sebagai bentuk hakikatnya maka Indonesia
mengacu pada Pancasila, sehingga bisa disimpulkan Pancasila itulah ciri-ciri dan jatidiri
bangsa Indonesia.
Bukan hanya Anas, banyak juga ahli yang menjelaskan tentang apa itu identitas nasional,
namun hampir keseluruhan penjelasannya memiliki inti yang sama, diantara ahli-ahli itu
yakni:
1. Kaelan (2007) yang menjelaskan bahwa pada hakikatnya identitas nasional adalah suatu
ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang termanifestasi kedalam nilai-nilai budaya.
Nilai-nilai budaya tersebut tumbuh dalam aspek-aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Erwin (2013) menjelaskan bahwa identitas nasional adalah sifat khas yang dimiliki oleh
suatu bangsa dan melekat pada bangsa tersebut, sehingga orang lain mengenal sifat khas
tersebut sebagai wujud kepribadian/karakter bangsa itu.

Makna Identitas Nasional


Identitas nasional tentunya menjadi suatu identitas yang paling mendasar, namun sayangnya
tidak semua orang memahami dan memikirkannya, bukan karena dianggap tidak penting
namun karena secara istilah dan pengertian sendiri identitas nasional identik dengan apa
yang dimiliki oleh suatu wilayah.

Seiring berjalannya waktu memahami identitas nasional dianggap sangat penting, selain
sebagai wujud memperkuat dan memperbaiki jiwa nasionalisme, memahami identitas
nasional juga diperlukan untuk mendekatkan warganegara kepada negaranya. Tentunya
dengan arus globalisasi yang begitu derasnya memahami identitas nasional begitu sangat
diperlukan, sebab tidak khayal justru generasi zaman sekarang lebih pandai memahami
identitas pihak lain daripada yang dimiliki oleh negaranya sendiri dan tentu ini menjadi
permasalahan yang serius.

Memang benar salah satu cara yang bisa digunakan dalam memahami identitas nasional
adalah dengan cara mengetahui identitas bangsa yang lainnya dan membandingkannya
dengan bangsa sendiri. Sebagaimana Darmaputra (1988:1) menjelaskan bahwa salah satu
cara yang bisa dilakukan untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara
melakukan perbandingan antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya.
Perbandingan bisa dilakukan dengan cara membandingkan hal-hal yang bersifat umum, dan
hal-hal yang bersifat khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara. Darmaputra
menekankan bahwa pendekatan yang demikian ini dinilai perlu guna menghindari sikap
penekanan yang terlalu berlebihan tentang keunikan suatu bangsa (sikap kabalisme). Namun
meskipun demikian bukan berarti, seseorang ketika mengetahui dan memahami identitas
negara yang lainnya kemudian dia melupakan identitas negaranya sendiri.

Demikan kiranya bahwa identitas nasional itu perlu untuk dipupuk dan diperkenalkan
kepada setiap warganegara dan juga generasi muda. Guna mendukung tujuan pemupukan
tersebut maka setiap warganegara dan juga generasi muda perlu untuk memiliki kesadaran
nasional. Kesadaran nasional diperoleh melalui kesadaran akan sejarah bangsa, mencakup
berbagai pengalaman yang pernah dialami oleh bangsa Indonesia atau nasib yang dialami
masyarakat Indonesia pada masa lampau. Tentunya identitas nasional tidak akan pernah ada
tanpa adanya kesadaran sejarah nasional.
Kenapa perlu untuk memahami identitas negaranya sendiri sebelum memahami identitas
negara lain? Jadi, kita mengetahui bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perbedaan identitas, diantaranya yakni sejarah, demografi, watak masyarakat dan
kebudayaan. Dari faktor kebudayaan misalnya, dalam suatu kasus terdapat konflik
pengakuan kebudayaan, seperti Wayang Kulit yang diakui oleh Malaysia sebagai warisan
budaya Malaysia. Padahal dari segi sejarah dan asal usul sendiri wayang kulit jelas berasal
dari Indonesia. Bahkan pada tanggal 27 November 2003 United Nations of Educational,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) telah mengakui bahwa wayang kulit
sebagai warisan kebudayaan bangsa Indonesia. Maka dari itu perlunya untuk memahami
identitas bangsa Indonesia terlebih dahulu sebelum memahami identitas negara lainnya agar
semangat nasionalisme dan mempertahankan kekayaan bangsa Indonesia tidak luntur dan
hilang.

Jadi makna dari identitas nasional adalah bahwa sesungguhnya identitas nasional itu adalah
jati diri dan kepribadian bangsa yang perlu untuk diketahui oleh setiap warganegara, agar dia
bisa membedakan antara bangsa dan negaranya sendiri dengan bangsa-bangsa lainnya yang
ada di dunia. Supaya warga negara mampu membedakan identitas negaranya dengan negara
yang lainnya dengan baik maka warganegara perlu mengetahui dan memahami identitas
nasional bangsanya sendiri terlebih dahulu.

UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) pada bab XV mulai dari
pasal 35 sampai dengan 36B menjelaskan tentang identitas nasional bangsa Indonesia. Pasal
35 yang menerangkan bahwa Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara Indonesia, Pasal 36
yang menerangkan bahwa Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara, pasal 36A yang
menerangkan bahwa Garuda Pancasila dengan Semboyannya (Bhinneka Tunggal Ika)
sebagai Lambang Negara, dan Pasal 36B yang menerangkan bahwa Lagu Indonesia Raya
sebagai Lagu Kebangsaan.

Mekanisme Pembentukan Identitas


Identitas dibangun sesuai dengan kondisi khusus dan proses waktu yang juga khusus,
dibangunnya identitas tersebut tergantung pada waktu dan ruang. Konsep identitas
diperkenalkan secara baik melalui gagasan yang berkesinambungan dan tanpa pertentangan.
Kenapa identitas mampu dibentuk? Ada beberapa alasan dan teori yang bisa dijadikan dasar
atau acuan. Pertama, bahwa identitas itu tidak alami dan tidak diberikan melalui kelahiran,
akan tetapi dibangun dalam kerangka sosial dan historis. Kedua, sejarah tentang “sense of
identity” dimana pada periode tertentu dalam sejarah identitas lebih berpengaruh terhadap
rakyat. Pengaruh tersebut mampu memberikan perubahan karakter secara komprehensif dan
holistik.

Smith (1990:27) pernah menjelaskan bahwa pembentukan dan definisi identitas sosial
bergantung pada elemen “obyektif” dan juga elemen “subyektif”. Wujud elemen obyektif
digambarkan sebagai hal yang telah dimiliki oleh setiap orang dalam suatu unit identitas
sosial, hal tersebut bisa berupa simbol, mitos, bahasa, agama, etnis, geografi, cara hidup,
sejarah umum, nilai-nilai, tradisi dan juga yang lain sebagainya. Sedangkan untuk elemen
subyektif dari identitas sosial didefinisikan sebagai indikasi relatif tentang sejauh mana
pelaksanaan dan tindakan proses inernalisasi dari elemen obyektif. Smith mengatakan
bahwa elemen subyektif ini adalah yang sangat penting dalam membangun identitas
nasional.

Adanya elemen obyektif dan subyektif tersebut tentunya menjadikan identitas susatu negara
yang satu dan yang lainnya berbeda, sebab unsur masing-masing elemen antar negara juga
memiliki perbedaan. Penjelasan yang hampir sama dijelaskan oleh Sulisworo (2012:6)
tentang faktor-faktor yang mendukung pembentukan ataupun kelahiran identitas nasional,
yakni:
1. Faktor obyektif, terdiri dari
 Geografis ekologis
 demografis
2. Faktor subyektif, terdiri dari
 Historis
 Politik
 Sosial
 Dan kebudayaan

Sedangkan menurut ahli yang lainnya, seperti Robert de Ventos (dalam Sulisworo 2012)
menjelaskan tentang empat faktor penting yang saling berinteraksi dalam melahirkan dan
memunculkan identitas nasional, keempat faktor tersebut yakni:
1. Faktor Primer, mencakup
 Teritorial
 Agama
 Bahasa
 Etnis, dll.
2. Faktor Pendorong, mencakup
 Pembangunan teknologi dan komunikasi
3. Faktor Penarik, mencakup
 Birokrasi
 Bahasa
 Sistem pendidikan nasional
4. Faktor Reaktif, mencakup
 Dominasi
 Penindasan
 Pencarian identitas yang dilakukan melalui memori kolektif rakyat.

B. Unsur-unsur identitas nasional


Identitas nasional bangsa Indonesia terbentuk dari enam Unsur, seperti yang dijelaskan oleh
Muhammad Anas (2017:108) yakni terbentuk dari
1. Sejarah perkembangan bangsa Indonesia
2. Kebudayaan bangsa Indonesia
3. Suku bangsa
4. Agama
5. Budaya unggul
6. Bahasa

Pertama adalah Sejarah, Indonesia sudah banyak mengalami berbagai situasi dan kondisi
yang berbeda dan berubah-ubah sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Indonesia juga pernah mengalami kejayaan ekonomi dan politik di wilayah Asia Tenggara
terutama pada saat era kejayaan kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Karena jaya secara
ekonomi dna politik, rakyat pada masa itu begitu sangat sejahtera dan dalam bidang politik
memiliki kekuasaan di hampir seluruh wilayah nusantara hingga wilayah negara Filipina,
Singapura, Malaysia, dan sebagian wilayah Thailand (Anas, 2017:109)

Selain kejayaan, negara Indonesia juga pernah mengalami keadaan terpuruk dengan dijajah
oleh berbagai negara, seperti Belanda, Jepang, dll. Atas dasar keadaan tersebut maka
Indonesia menjadi bangsa pejuang yang memiliki semangat juang tinggi dan pantang
menyerah dalam melawan penjajah yang ada di tanah nusantara pada masa itu. Rakyat
Indonesia berusaha mengembalikan harkat, martabat, dan kehormatan bangsanya dari tangan
para penjajah. Perjuangan ini terus dilakukan hingga sampai negara Indonesa mendapatkan
kemerdekaan pada tahun 1945.

Kedua adalah kebudayaan, dimana terdapat 3 unsur pembentukan identitas nasional dalam
hal kebudayaan ini, yakni akal budi (sikap perilaku yang dimiliki bangsa Indonesia dalam
berinteraksi baik secara horizontal ataupun vertikal), peradaban (terlihat dari berbagai
aspek politik demokrasi, ideologi Pancasila, ekonomi, sosial dalam bentuk gotong royong,
dan pertahanan keamanan), dan pengetahuan (dalam bentuk prestasi dan karya anak
bangsa). Kebudayaan sebagai bentuk indikator identitas nasional ini merupakan bentuk yang
bersifat kelompok bukan bersifat individual. Sebab jika dipahami kebudayaan itu hadir dari
apa yang dilakukan secara bersama ataupun kelompok, bukan secara perseorangan. Terdapat
pola berfikir dan bertindak secara searah pada kebudayaan kelompok tersebut sehingga hal-
hal yang dimiliki bersama ini menjadi sesuatu yang unik dan khas bagi kelompok tersebut.

Ketiga adalah suku bangsa, dimana Indonesia terkenal dengan beragam suku dan bangsa.
Setiap suku mempunyai adat istiadat yang berbeda-beda, tata kelakuan yang berbeda, dan
juga norma yang berbeda. Indonesia memang memiliki banyak perbedaan dan keberagaman,
akan tetapi perbedaan dan keberagaman itu masih mampu padu dan selalu mengintegrasikan
diri dalam tatanan negara guna mencapai tujuan nasional, yakni masyarakat yang adil dan
juga makmur. Jadi bisa disimpulkan bahwa Identitas nasional dalam aspek suku bangsa
adalah kemajemukan suku bangsa yang ada di Indonesia.

Keempat adalah agama, Indonesia merupakan negara yang mengakui keberadaan agama
terutama dengan landasan Ideologi negara (Pancasila) pada sila pertama yang mengakui
tentang keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga jelaslah bahwa negara Indoneis adalah
negara beragama. Indonesia juga merupakan negara multi agama, ada beberapa agama yang
diakui di Indonesia maka dari itu dengan keberadaan banyak agama yang di akui di
Indonesia menempatkan Indonesia kedalam posisi yang rawan akan disintegrasi
(perpecahan) bangsa yang diakibatkan oleh konflik agama. Formula yang paling tepat agar
menjaga situasi tetap harmonis dan kondusif dalam satu persatuan yakni dengan cara antar
agama harus saling menghormati dan menyayangi satu sama lain.
Kelima adalah budaya unggul, yang merupakan semangat dan kultur warganegara Indonesia
untuk mencapai kemajuan negara. Untuk mencapai kemajuan negara dapat dimulai dengan
cara menumbuhkan motivasi diri dan semangat diri, melakukan yang terbaik, dan meyakini
bahwa rakyat Indonesia mampu bersaing dengan bangsa lain. Ketika Indonesia maju dan
jaya maka bangsa Indonesia bakal mampu mewujudkan keadilan dan kemakmuran serta
kesejahteraan bangsanya, sebagaimana dalam UUD NRI 1945 juga dinyatakan bahwa
bangsa Indonesia berjuang, dan mengembangkan dirinya sebagai bangsa yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Keenam adalah bahasa, bahasa merupakan fasilitator manusia dalam berinteraksi, melalui
bahasa seseorang dapat mengetahui berbagai hal yang ingin disampaikan, dan diinginkan
secara lebih mudah. Bahasa juga merupakan identitas nasional yang bersumber dari lambang
suatu negara. Meskipun di Indonesia terdapat banyak bahasa namun bangsa Indonesia tetap
menjunjung tinggi bahasa persatuan yakni “bahasa Indonesia” sebagai bahasa bersama. Di
dalam UUD NRI 1945 pasal 36 sendiri juga sudah ditetapkan bahwa bahasa Indonesia
adalah bahasa Negara Republik Indonesia hingga sampai saat ini.

C. Identitas nasional sebagai karakter bangsa


Karakter berasal dari bahasa Yunani ‘to mark’ yang berarti menandai dan
memfokuskan, kemudian bagaimana suatu nilai kebaikan diaplikasikan dalam suatu
bentuk tingkah laku ataupun tindakan. Karakter dalam bahasa Inggris disebut Character
yang berarti budi pekerti, watak, kepribadian ataupun akhlak. Sedangkan dalam kamus
psikologi arti karakter adalah kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis ataupun
moral, misalnya kejujuran yang dimiliki sesorang. Secara terminology atau istilah, Fitri
(2012, hlm. 20) menjelaskan bahwa karakter diartikan sebagai “sifat manusia pada
umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. karakter adalah sifat
kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok
orang”.
Heraclitus (dalam Dianti, 2014, hlm. 58) menjelaskan bahwa “karakter terbentuk
melalui suatu proses dan merupakan hal urgen yang akan sangat mempengaruhi masa
depan kehidupan seseorang”. Karakter juga bisa diartikan sebagai budi pekerti ataupun
akhlak sehingga karakter bangsa sama dengan budi pekerti bangsa atau akhlak bangsa.
“Nilai dan karakter bangsa merupakan akumulasi dari nilai dan karakter lokal masing-
masing suku yang ada di Indonesia” (Aditya, 2013, hlm. 21).
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku yang ada dalam diri manusia dimana nilai-
nilai tersebut berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, lingkungan, kebangsaan dan
juga antar sesama manusia, serta terwujud dalam perasaan, pikiran, tingkah laku,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya,
dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Membangun karakter harus berpijak
kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan, kondisi, dan lingkungan (Supriyono, 2014, 341). Istilah karakter mencakup
gagasan tentang keterkaitan moral, konsepsi kebaikan dan memuat komponen positif,
(Wright & Goodstein, 2007; Mangini, 2000).
Aristoteles (dalam Lickona, 2012, hlm. 81) mendefinisikan karakter sebagai
kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri
seseorang dan orang lain. Aristoteles juga mengingatkan tentang apa yang cenderung
dilupakan di masa sekarang ini seperti kehidupan yang berbudi luhur termasuk kebaikan
yang berorientasi pada diri sendiri (seperti control diri dan moderasi) sebagaimana
halnya dengan kebaikan yang berorientasi pada hal lainnya (seperti kemurahan hati dan
belas kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini berhubungan. Kita perlu untuk
mengendalikan diri kita sendiri-keinginan kita, hasrat kita-untuk melakukan hal yang
baik bagi orang lain.
Karakter mengandung beberapa nilai, dan nilai-nilai tersebut menurut Lickona
(2012) dijelaskan bahwa:
Karakter terdiri dari nilai operatif, nilai dalam tindakan. Kita berproses dalam
karakter kita, seiring suatu nilai menjadi suatu kebaikan, suatu disposisi batin
yang dapat diandalkan untuk menanggapi situasi dengan cara yang menurut moral
itu baik. Karakter yang terasa demikian memiliki tiga bagian yang saling
berhubungan yaitu : pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.
Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang
baik, dan melakukan hal yang baik. (hlm. 81).

Karakter yang baik tentunya tidak bisa tercipta dengan sendirinya, sebab karakter
itu bisa dipengaruhi oleh banyak hal dan aspek. Apabila hal yang mempengaruhi itu
memiliki sikap ataupun nilai positif maka akan berpengaruh baik terhadap yang
dipengaruhinya. Begitu pula sebaliknya, jika yang mempengaruhi mempunyai sikap dan
nilai negatif tentu berpengaruh negatif juga terhadap hal yang dipengaruhinya. Dalam
menciptakan karakter yang baik diperlukan Tiga Komponen karakter (pengetahuan
moral, perasaan moral, dan tindakan moral) yang baik menurut Lickona (2012, hlm. 4),
gambaran tiga komponen tersebut digambarkan oleh Lickona yakni sebagai berikut;

PERASAAN MORAL
PENGETAHUAN MORAL
1. HatiNurani
1.Kesadaran moral 2. HargaDiri
2.Pengetahuannilai 3. Empati
moral 4. Mencintaihal
3.Penentuanperspektif yang baik
4.Pemikiran moral 5. KendaliDiri
5.Pengambilankeputus 6. KerendahanHa
an ti
6.Pengetahuanpribadi

TINDAKAN MORAL

1. Kompetensi
2. Keinginan
3. kebiasaan
Gambar 2.1 komponen karakter yang baik (Lickona, 2012).
Klaster tentang Character or Disposition of Ctitizen menurut Center for Civic
Education/CCE (dalam Winataputra dan Budimansyah, 2012) yaitu personal character
dan public character, personal character mencakup moral responsibility, self discipline,
respect individual dignity and diversity of opinion (empathy), sedangkan public
character mencakup;
Respect for the law, willingness to participate in public affairs, commitment to the
rule of the majority with respect for the right of minority, commitment to the
balance between self-interest and the common welfare, willingness to seek
changes in unjust laws in a peaceful an legal manner. (hlm. 35)

Diketahui bahwa Identitas nasional kita terdiri dari bermacam-macam komponen, seperti
Pancasila, UUD NRI 1945, Bendera Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang garuda,
Lagu Indonesia raya, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan juga yang lain sebagainya. Identitas
tersebut digambarkan sebagai karakter bangsa, mengapa demikian?

Jika dijelaskan sebelumnya bahwa karakter itu adalah ciri-ciri, kepribadian, tingkah laku
ataupun tindakan-tindakan dan lain sebagainya. Maka di dalam identitas kita tercermin
beberapa nilai-nilai yang bisa dituangkan dalam berbagai perbuatan dan tingkah laku
warganegara, baik itu ketika bertindak untuk dirinya sendiri, untuk orang lain, untuk bangsa
dan negara, ataupun bertindak untuk negara lain atas nama bangsa Indonesia.

Sebagai contoh, bangsa dan rakyat Indonesia dikenal oleh banyak negara sebagai bangsa
yang memiliki nilai toleransi tinggi, rakyatnya ramah dan santun. Penilaian yang sedemikian
rupa itu merupakan cerminan dari nilai-nilai yang ada dalam identitas nasional, seperti
Pancasila yang mengajar beberapa nilai untuk saling menghargai, menghormati, dan
menyayangi orang lain atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Budaya bekerja sama
juga dikenal dalam lingkungan kehidupan masyarakat Indonesia, Ir. Soekarno sendiri
menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa luhur yang rakyatnya saling membantu
dan bergotong royong satu sama lain, yang kemudian oleh beliau dituangkan dalam istilah
“eka sila”.
Daftar Pustaka

Aditya, Y.A. (2013). The enviromental conservation as a geography lesson sources : study case
local wisdom of Cigugur-Kuningan. Journal UPI: Jurnal Ge, Jurnal Pendidikan
Geografi, 13(2), hlm. 20-32.

Anas, Mohamad, dkk. (2017). Pendidikan Kewarganegaraan. Malang: Cita Intrans Selaras.

Darmaputra. (1988) Pancasila Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis dan


Budaya, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Derrida, J. (1992) Writing and Differrence. Chicago: University of Chicago

Dianti, Puspa. (2014). Integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran pendidikan


kewarganegaraan untuk mengembangkan karakter siswa. Journal UPI: JPIS, Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial, 23(1), hlm. 58-68.

Fitri, Agus Zainul. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah.
Jogjakarta: Ar-ruz Media.

Hüsamettin İnaç. (2013). The Construction of National Identity in Modern Times: Theoretical
Perspective. International Journal of Humanities and Social Science Vol. 3 No. 11; June
2013.

Lickona, Thomas. (2012). Educating for Character / Mendidik Untuk Karakter. Jakarta: Bumi
Aksara.

Smith, A.D. (1990) National Identity. Harmonds-worth: Penguin Books.

Sulisworo, Dwi.dkk. (2012) Hibah Materi Pembelajaran Non Konvesional-Bahan Ajar.


Yogyakarta:Universitas Ahmad Dahlan

Supriyono. (2014). Membangun karakter mahasiswa berbasis nilai-nilai Pancasila sebagai


resolusi konflik. Journal UPI: Edutech, 1(3), hlm. 325-342.

Wright, T.A. & Goodstein, J. (2007). Character is not “dead” in management research: A review
of individual character and organizational-level virtue. Sage Journal: Journal of
Management, 33(6), hlm. 928-958.

Anda mungkin juga menyukai