Anda di halaman 1dari 5

Terorisme Indonesia: Dari Separatisme

hingga Teror atas Nama Agama

Oleh: Irma Garnesia - 22 Mei 2018

tirto.id - Dua pekan lalu adalah pekan aksi terorisme. Setelah dua malam kepolisian berjibaku
dengan narapidana teroris di Rutan Cabang Salemba Mako Brimob pada 8-10 Mei, kota
Surabaya mencekam karena bom bunuh diri bertubi-tubi di tiga gereja, ledakan bom di Sidoarjo,
serta bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya (13-14 Mei 2018). Karena rentetan peristiwa di
Surabaya dan Sidoarjo, setidaknya 28 jiwa terenggut, dan puluhan lainnya luka-luka.

Terorisme, seperti yang terjadi di Surabaya, umumnya dilihat sebagai sesuatu yang lekat
dengan ajaran agama akibat pemahaman tertentu atas ajaran agama Islam. Namun, jika kita
merujuk data Global Terrorism Database atau GTD (dataset) dari 1977-2016 dan pemetaan
kasus terorisme oleh Esri Story Maps pada 2017-2018, aksi teror atas nama agama bukanlah
satu-satunya kategori terorisme.
Aksi Separatis
Dalam rentang waktu tersebut, tercatat sebanyak 751 insiden, dan sebagian besar di antaranya
adalah aksi teror karena politik, khususnya gerakan separatisme. Salah satu contoh aksi teror
berlandaskan separatisme adalah insiden teror pada 1977, yaitu penyerangan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) ke pabrik Mobil Oil di Arun, Sumatera Utara. Aksi tersebut menewaskan 1
orang dan melukai 1 orang lainnya.

Berdasarkan data tersebut, pelaku teror dengan serangan paling banyak dilakukan dengan
tujuan separatis dan radikalisme agama. Termasuk dalam urutan ini kelompok Organisasi
Papua Merdeka (OPM) dan Gerakan Kemerdekaan Timor-Timor (Fretilin) ketika Timor-Timor
masih menjadi bagian dari Indonesia. Tentu ada pula aksi terorisme yang dilakukan oleh negara
dan/atau aparat-aparatnya, tetapi periksa data kali ini tidak sedang memeriksa aksi terorisme
negara.

Global Terrorism Database (GTD) mengakui sejak awal bahwa pemerintah dan para peneliti
mendefinisikan terorisme dalam pengertian beragam. Oleh karena itu, dataset yang
dikumpulkan oleh GTD memuat sejumlah insiden yang didefinisikan sebagai penggunaan
kekerasan yang bersifat mengancam dan dilakukan untuk mencapai tujuan politik, ekonomi,
agama, atau sosial melalui ketakutan, paksaan, atau intimidasi.

Selain pengeboman, jenis serangan yang termasuk dalam GTD adalah serangan bersenjata,
pembunuhan, peledakan bom, perusakan infrastruktur, pembajakan, insiden barikade,
penyanderaan, serangan tanpa senjata, dan serangan yang tak teridentifikasi.

Sejak 1977, insiden separatis dan teroris meningkat di Indonesia sejak 1996. Tercatat jumlah
insidennya sebanyak 65. Sementara itu, insiden terbanyak berada rentang waktu 2000 hingga
2001. Jumlah insidennya sebanyak 101 pada 2000, sedangkan pada 2001 ada 105 kejadian.
Pada malam Natal, 24 Desember 2002, Jemaah Islamiyah menebarkan teror ke berbagai
wilayah di Indonesia. Terhitung ada 40 insiden peledakan bom yang dilakukan oleh JI.

Sasaran dari peledakan bom tersebut adalah gereja-gereja di Indonesia. Beberapa gereja yang
terkena ledakan di antaranya Gereja Huria Kristen Batak Protestant (HKBP) di Pekanbaru,
Gereja Santo Yosef, Kanisius, Koinonia, dan Katedral di Jakarta, dan Gereja Sidang Kristos di
Sukabumi. Insiden ini menewaskan 21 orang dan melukai 138 orang lainnya.

Pada 2001, berdasarkan data GTD, insiden dengan korban jiwa terbanyak terjadi pada bulan
Agustus yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka. Tindakan separatis yang terjadi di Idi
Rayeuk menewaskan pekerja perkebunan kelapa sawit Bumi Flora.

Pada 2002 hingga 2007, insiden teror terus menurun. Terhitung 43 insiden teror terjadi pada
2002 dan hanya 2 insiden yang tercatat pada 2007. Sayangnya, serangan teror kembali
meningkat pada 2008 dan jumlahnya cukup dinamis hingga Mei 2018.

Bila dilihat berdasarkan jumlah korban, baik meninggal maupun luka-luka, 2002 merupakan
tahun dengan korban terbanyak. Pada tahun tersebut, tercatat ada 781 korban dengan 246
korban meninggal dan 535 luka-luka.
Jamaah Islamiyah menempati posisi kedua dengan 57 insiden teror yang mereka lakukan. Dari
57 insiden tersebut, 40 serangan merupakan bagian dari bom Natal 24 Desember 2000. Teror
terakhir dilakukan JI pada 15 Maret 2011. Pada hari itu, tiga paket bom beredar pada hari yang
sama dan ditujukan kepada orang yang berbeda.

Mereka adalah pendiri Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar-Abdalla, Ketua Umum Pemuda
Pancasila (PP) Yapto S. Soerjosoemarno, dan Kepala Pelaksana Harian BNN Komjen Pol
Gories Mere. Dari tiga paket bom tersebut, dua bom dapat dijinakkan tim gegana polri. Bom
yang dikirim ke Ulil Abshar-Abdalla meledak saat hendak dijinakkan. Lima orang terluka karena
kejadian ini.

Jika gerakan separatis memiliki ideologi tertentu untuk melepaskan diri dari suatu ikatan
negara, aksi yang dilakukan JI adalah aksi teror yang mengatasnamakan agama. Apa
penjelasan yang cukup sederhana tentang aksi terorisme?

Jessica Stern, menjelaskan dalam bukunya Terror in the Name of God bahwa jihadis Islam di
pegunungan Pakistan dan pengebom fundamentalis Kristen di Oklahoma memiliki banyak
kesamaan. Selama empat tahun, ia mewawancarai anggota ekstremis Kristen, Yahudi, dan
Islam, dan ia menemukan orang-orang tersebut telah melalui kemiskinan, penindasan, dan
penghinaan yang panjang.

Isu yang mereka angkat lewat aksi teror adalah keadilan atas hak-haknya dan berpegang teguh
pada keyakinan tersebut. Sayangnya, organisasi teroris memanipulasi mereka dengan
menggunakan agama sebagai motivasi dan pembenaran. Mereka kemudian direkrut dan
semangat yang membara tadi digunakan untuk kepentingan organisasi teroris tersebut.

Di sisi lain, dua variabel tadi--radikalisme dan isu kesejahteraan--berada pada posisi yang
sebaliknya dalam pemahaman Elina Vuola, Profesor Fakultas Teologi di University of Helsinki.
Ia menyatakan bahwa kurangnya pemahaman terhadap dasar agama mendorong rentannya
propaganda dan radikalisasi. Baginya, faktor primer yang menyebabkan radikalisasi adalah
pemahaman agama yang tidak benar. Sementara itu, kemiskinan dan pendidikan menjadi faktor
sekunder yang melatarbelakangi hal ini.

Penulis: Irma Garnesia


Editor: Maulida Sri Handayani

Anda mungkin juga menyukai