Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCOLOSISI (TBC)
Tugas Ini Disusun Sebagai Salah Satu Bentuk Penugasan Dalam Praktik Profesi Ners
Departemen Keperawatan Maternitas dan Anak

Disusun Oleh :

MILA ROSA LISA

(20650213)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Oleh :

Laporan Pendahuluan Oleh : Mila Rosa Lisa

NIM : 20650213

Intitusi : Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Untuk memenuhi tugas praktik Program Profesi Ners Departemen Keperawatan


Maternitas pada tanggal 28 Desember 2020 – 02 Januari 2021 di Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.

Penyusun

(Mila Rosa Lisa)

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama adalah
Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan
lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. M.bovis dan M.avium
pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberculosis
(Smeltzer & Bare, 2002).
 Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis (Price, 2006).
 Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke
dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian
menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu:
kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain
(Depkes RI, 2002).
 Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2007).
Jadi dapat disimpulkan, tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh suatu bakteri yaitu Microbacterium tuberculosis yang menyerang
bagian paru-paru yang disebut parenkim.
2. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat kejadian
9 juta kasus per tahun di seluruh dunia dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta
manusia (Atif et al ,2012) Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),pada
tahun 2011 kasus TB baru terbanyak terjadi di Asia sekitar 60% dari kasus baru
yang terjadi disel uruh dunia. Akan tetapi Afrika Sub Sahara memiliki jumlah
terbanyak kasus baru perpopulasi dengan lebih dari 260 kasus per 100000 populasi
pada tahun 2011 (WHO,2013). Jumlah kasus TB terbanyak adalah region Asia
Tenggara (35%), Afrika (30%), dan region Pasifik barat (20%). Berdasarkan data
WHO pada tahun 2009, lima Negara dengan insiden kasus TB terbanyak yaitu, India
(1,6 -2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika selatan (0.4-0.59 juta), Nigeria (0.37-0.55
juta) dan Indonesia (0.35-0.52 juta) (PDPI, 2011).
Di Indonesia, diperkirakan prevalensi TB di Indonesia untuk semua tipe TB
adalah 505.614 kasus per tahun, 244 per 10.000 penduduk dan 1.550 per hari.
Insidensi penyakit TB 528.063 kasus per tahun, 228 kasus per 10.000 penduduk dan
1.447 per hari.Indisdensi kasus baru 236.029 per tahun, 102 kasus per 10.000
penduduk, dan 647 per hari. Insidensi kasus TB yang mengakibatkan kematian
91.369 per tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk, dan 250 per hari (DepKes, 2010)

3. ETIOLOGI

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk
batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar struktur
organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat mikobakterium lebih
tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. M.
tuberculosis hominis merupakan penyebab sebagian besar kasus tuberculosis.
Mikobakterium ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:
a. M. tuberculosae
b. Varian Asian
c. Varian African I
d. Varian African II
e. M. Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah:
a. M. kansasi
b. M. avium
c. M. intra cellular
d. M. scrofulaceum
e. M.malmacerse
f. M. xenopi (Amin, 2007)
4. PATOFISIOLOGI

Paru merupakan port d’entrée kasus infeksi TB. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet
yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama
1-2 jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan,
masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil
juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal,
tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan.Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan
basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari
massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon (fokus primer Gohn).

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar
limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe.
Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem
imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalai komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru atau kavitas. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru.
Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Masa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan atelektasis dan pneumonitis.
Sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan
hematogen. Pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah
yang menyebar ke seluruh tubuh yang sering disebut penyakit sistemik (Sudoyo,
2006; Price & Wilson, 2006; Raharjoe, 2005).
5. KLASIFIKASI

Menurut Price & Wilson, (2006), TB dibedakan menjadi:


Klasifikasi I

Tabel 1. Klasifikasi TB
Class 0 Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar, reaksi test tuberculin (PPD) tidak
bermakna.
Class 1 Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak bermakna
Class 2 Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan bakteri (-), tidak ada bukti.
Class 3 Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna, Rontgent Thorax (+). Lokasi tempat :
Paru-paru, Pleura, Limfatik, tulang/sendi, meninges, peritoneum, dsb.

Class 4 Sedang sakit, ada riwayat mendapat pengobatan, Rontgent Thorax (+), test mantoux
bermakna.
Class 5 dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan

Klasifikasi II
1. Tuberculosis Primer
a. Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum
pernah terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB) atau peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
b. Dampak utama dari tuberculosis primer adalah
a) penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan resistensi.
b) fokus jaringan parut mungkin mengandung basil hidup selama bertahun-tahun
bahkan seumur hidup
c) penyakit ini (meskipun jarang) dapat menjadi tuberculosis primer progresif.
Hal ini terjadi ada orang yang mengalami gangguan akibat suatu penyakit
(terutama penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, seperti AIDS dan
biasanya terjadi pada pada anak yan mengalami malnutrisi atau usia lanjut).
2. Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer)
Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah terpajan penyakit
tuberculosis atau peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang di
mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium
tersebut. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah tuberculosis primer, tetapi
umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa dekade setelah
infeksi awal, terutama jika sistem pertahanan penjamu (seseorang yang pernah terkena
TB sebelumnya) melemah.
6. TANDA GEJALA

Menurut Jhon Crofton (2002), gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
 Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi paru.
Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan dengan
kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat
kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi
produktif.
 Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah
menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi kental
bila sudah terjadi pengejuan.
 Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa
sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah akibat
peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh
darah.
 Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses
lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
 Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat
batuk.
 Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
 Demam dan menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum dari
proses infeksi.
 Penurunan berat badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan dan
lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
 Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot, keringat malam.
 Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
 Berkeringat banyak terutama malam hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit Tuberculosis paru.
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.

Gejala khas TB, yaitu TRIAS TB yaitu batuk > 3 mggu yang tidak disebabkan penyakit
lain, kadang hemoptisis; berkeringat terutama di malam hari; dan nafsu makan ↓ diikuti
penurunan BB. Penyakit tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru
dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik (Sudoyo, 2006).
1. Gejala respiratorik meliputi:
a. Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.
b. Dahak bercampur darah.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradagan menjadi produktif(menghasilkal sputum).keadaan yang lanjut adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk
darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus. Batuk darah berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah banyak
c. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini sedikit jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. Nyeri dada pada TB paru termasuk
nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
e. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
2. Gejala sistemik meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip dengan demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek
b. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, serta
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu sampai bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang dapat
juga timbul menyerupai pneumonia.

7. PENCEGAHAN
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) pada tahun 2010
menjelaskan tentang pencegahan penularan TBC, yaitu:
a. Bagi Masyarakat
1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat.
2. Tidur dan istirahat yang cukup.
3. Tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol
4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal ataupun lingkungan sekitar
5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan, karena kuman
TBC akan mati bila terkena sinar matahari
6. Imunisasi BCG
7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai menderita TBC agar segera
memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh
b. Bagi penderita
1. Tidak meludah di sembarang tempat
2. Menutup mulut saat batuk dan bersin
3. Berperilaku hidup bersih dan sehat
4. Berobat sesuai aturan sampai sembuh
5. Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera diberi pengobatan
pencegahan.

Saat ini vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang sudah dikenal
sebagai cara untuk mencegah TBC, diberikan dengan suntikan di bawah kulit. Vaksin
ini efektif pada anak baru lahir untuk mencegah penyakit TB berat. Saat ini TBC
memang tidak memberi dampak yang signifikan untuk mengurangi kasus TB pada
orang dewasa.
Saat ini masih belum ditemukan vaksin yang efektif diberikan pada orang dewasa
untuk mencegah penyakit TBC. Akan tetapi, menurut studi literatur yang dilakukan
melita tahun 2013 menyatakan bahwa baru-baru ini ditemukan vaksin booster TBC
baru, MVA85A, dengan harapan dapat meningkatkan kekebalan pasien terhadap TBC.
Hasil dari studi literatur tersebut menyatakan bahwa Vaksin MVA85A aman dan sangat
imunogenik pada subjek yang pernah diberi vaksin BCG, subjek yang tinggal di daerah
endemis TBC, subjek dengan infeksi TBC laten di UK. Tiga penelitian
membandingkan respons sel T setelah diberi vaksin MVA85A dengan pemantauan
selama 1 tahun dengan keadaan baseline. Keadaan baseline yang dimaksud adalah
keadaan sel T sebelum vaksinasi.

8. PEMERIKSAAN FISIK

 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam
pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya dyspnea, sianosis, distensi
abdomen, batuk dan barrel chest.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura,
perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa
rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
 Palpasi
Badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit), turgor kulit
menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit (Amin, 2007)
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Aksi Tes Tuberkulin Intradermal ( Mantoux).
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml
mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas
permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibesihkan dengan
alkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara
48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam peiode
tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya beberapa tipe reaksi :

a) Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ;


- Orang dengan HIV positif.
- Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB.
- Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai dengan
gambaran TB lama yang sudah sembuh.
- Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang mengalami
penekanan imunitas ( menerima setara dengan ≥ 15 mg/hari prednisone
selama ≥1 bulan).
b) Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
- Baru tuba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi tinggi.
- Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
- Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko
tinggi. Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, fasilitas yang
disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan penampungan untuk tuna
wisma/
- Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.
- Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisioko tinggi.
- Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan orang
dewasa kelompok risiko tinggi.
c) Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
- Orang dengan factor risiko TB.
- Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan di anatara
kelompok risiko tinggi (Price & Wilson, 2006)
b. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB) yang terdapat
pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal utnuk menekakan
diagnose, tetapi suatu sediaan yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya infeksi penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.
Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks.
Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya
seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml media konsentrasi yang telah
diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini (Price & Wilson, 2006).

c. Vaksinasi BCG
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadapa tes
tuberculin. Derajat sensitivitas biasanya bervariasi, bergantubg pada strain BCG
yang dipakai dan populasi yang divaksinasi(Price & Wilson, 2006).

2. Pemeriksaan Radiologi
Rongten dada biasanya menunjukan lesi pada losus atas atau superior lobus bawah/
dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang
menyebar yang biasanya bilateral (Price & Wilson, 2006).

3. Pemeriksaan lain-lain
a. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
b. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
c. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
d. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex.
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA
dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
e. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doegoes,
2000).

10. KRITERIA DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
3. Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnosis TB,
yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru
e. Adanya kalsifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini
tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.

5. Tes PAP (Perksidase Anti Peroksidase)


Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil
TB
6. Tes Mantoux/Tuberkulin
7. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen

8. Bection Dickinson Diagnostic Instrument System


Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M. tuberculosis

9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay


Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga
menimbulkan masalah.

10. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila
terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
(Mansjoer, 2001)
11. PENATALAKSANAAN

Pengobatan TBC
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan,
mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI.
2002).
a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
 Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5
mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
 Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh
oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian
maupun intermiten 3 kali seminggu.
 Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
 Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
 Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg
berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30
mg/kg berat badan.
b. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
 Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
 Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih
lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
c. Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya keluhan,
nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya kelainan
radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif.
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6.
Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan
ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir
pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya
masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat
pengobatan ulang (retreatment).
Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat
yaitu keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan
enam
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan menggunakan
masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat yang disediakan dan
tertutup, tidak disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus harus diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
d) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat.
Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan
teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap
obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

12. KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis
paru stadium lanjut yaitu :
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
b. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan pasien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal pasien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian meliputi kebiasaan pasien terhadap pemeliharaan kesehatan baik sebelum
atau sesudah sakit. Misalnya : kebiasaan merokok, minum obat, alkohol,riwayat
minum obat-obatan.
2. Nutrisi / Metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual/muntah, nafsu makan
buruk/anoreksia dan ketidakmampuan untuk makan karena penurunan nafsu
makan.Gejala : adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan), adanya penurunan berat
badan, makanan yang disediakan hanya dimakan ¼ porsi
Tanda : turgor kulit buruk, kering / bersisik, massa otot berkurang / lemak subkutan
berkurang, IMT = (kekurangan BB tingkat berat), Pasien tampak kurus.
3. Eliminasi
Pada pasien dengan TBC kemungkinan mengalami gangguan pada system eliminasi
jika bakteri tersebut sudah menyebar sampai ke system gastrointestinal.
4. Aktivitas dan Latihan
Pada pasien dengan TBC kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan latihan
karena pasien mengalami keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk
melakukan aktvitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur,
perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.Gejala: adanya kelelahan dan kelemahan,
kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat
Tanda : takikardia, takipnea / dispnea saat beraktivitas, kelelahan otot
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Pasien mengalami gangguan berupa rasa nyeri di daerah dada. Perasaan takut.
Gejala : adanya faktor stres dalam waktu yang lama, adanya perasaan berduka
Tanda : ansietas, takut, perasaan bersalah (menyalahkan diri sendiri), keputusasaan,
kesedihan, ekpresi kurang dalam penerimaan terhadap penyakit, ekspresi kurang
kedamaian, rasa bersalah
6. Tidur dan Istirahat
Pasien mengalami gangguan pada pola tidurnya karena sulit untuk tidur karena nyeri
dan sesak napas.
7. Konsep Diri
Pasien mengalami gangguan pada harga diri , karena kondisi yang terkena TBC.
Gejala : adanya perasaan rendah diri karena mengidap penyakit menular, adanya
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran, tidak berpartisipasi dalam
kegiatan agama, perubahan pola ibadah, merasa diabaikan dan diasingkan, menolak
interaksi dengan orang lain, merasa dipisahkan dari lingkungan sosial.
perubahan interaksi dalam keluarga, seperti: perubahan tugas dalam keluarga,
perubahan dukungan emosional, perubahan pola komunikasi dalam keluarga,
perubahan keakraban, perubahan partisipasi dalam menyelesaikan masalah.
8. Peran dan Hubungan
Pasien mengalami gangguan pada peran dan hubungan,hubungan yang
ketergantungan dengan keluarga, kurang sistem pendukung, penyakit lama atau
ketidakmampuan membaik.
9. Seksual dan Reproduksi
Pada pasien dengan tbc kemungkinan ditemukan penurunan libido.
10. Koping Stres dan Adaptasi
Pasien kemungkinan mengalami gangguan pada pola koping stress dan adaptasi,
ansietas, ketakutan, peka rangsang.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pada pasien dengan pada tbc kemungkinan pasien mengalami gangguan dalam
melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-tempat ibadah).
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
ditandai dengan adanya sesak, sesak semakin berat apabila stres dan sering timbul
pada malam hari, frekuensi napas >20 x/menit, napas cepat dan dangkal, ekspansi
dada tampak menurun.
c. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder
akibat infeksi TB, ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh (>37,5°C), kulit
teraba hangat, nadi meningkat (>100x/menit), kulit tampak kemerahan, menggigil.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi
seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan nyeri dada, sakit
kepala, nyeri sendi, melindungi area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori
sekunder akibat infeksi TB ditandai dengan nafsu makan menurun/anoreksia,
kelemahan ditandai dengan berat badan < 10%-20% BBI, gangguan sensasi pengecap,
tonus otot buruk.
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan

Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

Bersihan Jalan Napas Pertukaran Gas Manajemen Jalan Napas


Tidak Efektif
Observasi:
D.0001 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam oksigenasi
dan/atau eliminsi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler Normal.  Monitor polanapas
 Monitor bunyinapastambahan
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
Terapeutik
Ketidakmampuan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
membersihkan secret atau Menurun Meningkat
obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan 1 BatukEfektif
jalan napas tetap paten
  1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun

2 Produksi Sputum

  1 2 3 4 5

3 Mengi

  1 2 3 4 5

4 Sianosis

  1 2 3 4 5

5 Gelisah

1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik

5 PolaNafas

  1 2 3 4 5
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & KriteriaHasil Intervensi
Pola nafas tidak efektif PolaNapas Pemantauan Respirasi
D.0005 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam inspirasi Observasi:
dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat membaik .  Monitor polanafas, monitor saturasioksigen
Pengertian : KriteriaHasil:  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
Inspirasidan/atau Menurun CukupMen Sedang Cukup Meningkat napas
ekspirisasi yang tidak urun Meningkat
memberikan 1 Dipsnea
ventilasiadekuat   1 2 3 4 5
2 Penggunaan otot bantu napas
  1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
3 Frekuensi napas
  1 2 3 4 5
4 Kedalaman napas
  1 2 3 4 5

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & KriteriaHasil Intervensi
Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia
D.0130 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x8 jam diharapkan suhu Observasi:
tubuh tetap berada pada rentang normal  Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
Pengertian : KriteriaHasil: dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan
Suhu tubuh meningkat di Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
atas rentang normal tubuh Meningkat Menurun
1 Menggigil
  1 2 3 4 5
inkubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Hindari pemberian antipiretik atau asprin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu

  Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik
3 Suhu tubuh
  1 2 3 4 5
4 Suhu kulit
  1 2 3 4 5
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Pengertian : Kriteria Hasil: intensitas nyeri
Pengalaman sensorik Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik  Identifikasi skala nyeri
atau emosional yang Memburuk Membaik
berkaitan dengan 1 Frekuensi nadi
kerusakan jaringan   1 2 3 4 5
actual atau fungsional, 2 Pola nafas
dengan onset mendadak   1 2 3 4 5
atau lambat dan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
berintensitas ringan Meningkat Menurun
hingga berat yang 3 Keluhan nyeri
berlangsung kurang dari   1 2 3 4 5
4 Meringis
3 bulan.
  1 2 3 4 5
5 Gelisah
1 2 3 4 5
6 Kesulitan tidur
1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
D.0019 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam status Observasi:
nutrisi terpenuhi.  Identifikasi status nutrisi
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Asupan nutrisi tidak Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Identifikasi perlunya penggunaan selang
cukup untuk Menurun Meningkat nasogastric
memenuhi kebutuhan 1 Porsi makanan yang dihabiskan  Monitor asupan makanan
metabolisme.   1 2 3 4 5  Monitor berat badan
2 Berat Badan atau IMT Terapeutik:
  1 2 3 4 5  Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
3 Frekuensi makan  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
  1 2 3 4 5 sesuai
4 Nafsu makan  Hentikan pemberian makanan melalui selang
  1 2 3 4 5 nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
5 Perasaan cepat kenyang Edukasi
  1 2 3 4 5  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
 Berikan pujian kepada pasien untuk peningkatan
yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yg bergizi tinggi,
terjangkau
DAFTAR PUSTAKA

Aru W.Sudoyo, B. S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2 ed., Vol. III).
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
(Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.


Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Edisi
1.Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. StandarLuaranKeperawatan Indonesia.Edisi
1.Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. StandarIntervensiKeperawatan Indonesia.Edisi
1.Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai