Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis


berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis
(proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuri serta silinder eritrosit).1-3 Etiologi
SNA sangat banyak, di antaranya kelainan glomerulopati primer (idiopati),
glomerulopati pasca infeksi, DLE, vaskulitis dan nefritis herediter (sindroma
Alport).3 SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut
Pasca Streptokokus (GNAPS), di mana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus
dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada
seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu
streptokokus  hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau
saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1 – 2 minggu untuk infeksi
saluran nafas dan 1 – 3 minggu untuk infeksi kulit.4
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun
di mana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam
darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun
yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat
melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui
aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.4 GNAPS
tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu terhitung 10 – 15%
dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat muncul secara sporadik
maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia
sekitar 4 – 12 tahun dengan puncak usia 5 – 6 tahun. Lebih sering pada laki-laki
daripada wanita dengan rasio 1,7 – 2 : 1. Tidak ada predileksi khusus pada ras
ataupun golongan tertentu.4,5
GNAPS merupakan penyakit ginjal supuratif tersering dengan manifestasi
klinis berupa penyakit yang ringan hingga asimtomatis, hanya sedikit sekali
dengan manifestasi klinis yang berat, dengan rasio 3 : 1. Mengingat insiden

1
GNAPS dengan manifestasi klinis yang jelas jarang ditemukan, maka diagnosis
dan terapi merupakan masalah penting untuk dibahas.

2
BAB II

STATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASI
1. Nama : An. YS
2. Umur : 14 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Nama Ayah : Tn. R
5. Nama Ibu : Ny. D
6. Bangsa : Indonesia
7. Agama : Islam
8. Alamat : Jl. Poros SPC RT 04 Pelakar Jaya
9. Dikirim oleh : Rujukan dari RS Kerinci
10.MRS : 27 Agustus 2018

II. ANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu (alloanamnesis)
Tanggal : 30 Agustus 2017

A. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan Utama : Bengkak pada seluruh tubuh sejak
10 hari SMRS.
2. Keluhan Tambahan : Nyeri Pinggang dan batuk pilek
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
 Os datang diantar keluarga atas rujukan dari RS Kerinci
dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 10 hari
SMRS. Keluhan bengkak semakin hari semakin memberat.
Awalnya bengkak ditemukan pada kaki, kemudian ke tangan
dan ke muka, Keluhan kencing berwarna seperti cucian
daging dan nyeri saat kencing disangkal.

3
 ±2 minggu SMRS os mengeluh demam yang naik
turun,disertai batuk pilek, kemudian pasien berobat ke
Puskesmas dan keluhan berkurang.
 ±10 hari SMRS os juga nyeri pinggang dan batuk pilek teruss
menerus
 Sebelum dirujuk os dirawat di RS Kerinci selama 1 hari.
Keluhan bengkak os sudah agak berkurang.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat mengalami keluhan yang sama sebelumnya (-)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang sama (-)

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Spontan
Tempat : Praktik Bidan Desa
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 11 November 2003
BBL : 2800 gram
PB : 150 cm
2. Riwayat Makanan
ASI Eksklusif : Tidak
Susu botol/kaleng : (+) sejak usia ±2 bulan
Bubur : (+)
Nasi TIM/lembek : (+)
Nasi biasa : (+) sejak usia ±18 bulan
Daging : (+)
Ikan : (+)
Telur : (+)
Tempe : (+)

4
Tahu : (+)
Sayuran : (+)
Buah : (+)
3. Riwayat Imunisasi
BCG :1x
Polio :3x
DPT :3x
Campak :1x
Hepatitis B :2x
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
4. Riwayat Keluarga

5. Riwayat Perkembangan Fisik


Gigi Pertama : Ibu lupa
Berbalik : umur 3 bulan
Tengkurap : umur 4 bulan
Merangkak : umur 6 bulan
Duduk : umur 7 bulan
Berdiri : umur 12 bulan
Berjalan : umur 13 bulan
Berbicara : umur 7 bulan
Kesan : Perkembangan anak baik
6. Riwayat Perkembangan Mental
Isap jempol : (-)
Ngompol : (-)
Sering mimpi : (-)
Aktifitas : Aktif
Membangkang : (-)

5
Ketakutan : (-)
7. Status Gizi
Usia 14 tahun dengan berat badan 50 kg dan tinggi badan 150
cm

Status gizi A=π ❑ ❑❑ ❑❑


❑ ❑ ❑ Status gizi ❑ ❑ = BB aktual/BB ideal x
100%
Status gizi pasien belum dapat dihitung karena ada edema
8. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Parotitis : (-) Muntah berak : (-)
Pertusis : (-) Asma : (-)
Difteri : (-) Cacingan : (-)
Tetanus : (-) Patah tulang : (-)
Campak : (-) Jantung : (-)
Varicella : (-) Sendi bengkak : (-)
Thypoid : (-) Kecelakaan : (-)
Malaria : (-) Operasi : (-)
DBD : (-) Keracunan : (-)
Demam menahun : (-) Sakit kencing : (-)
Radang paru : (-) Sakit ginjal : (-)
TBC : (-) Alergi : (-)
Kejang : (-) Perut kembung : (-)
Lumpuh : (-) Otitis media : (-)
Batuk pilek : (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis GCS : E4M6V5
Posisi : Berbaring
BB : 51 kg
PB : 150 cm

6
Gizi : Belum dapat dihitung
Edema : (+) di kelopak mata, tungkai bawah, wajah
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Suhu : 36,2˚C
Respirasi : 24 x/menit
Tipe pernapasan : Thorakoabdominal
Turgor : Baik
Tekanan darah : 130/100 mmHg
Nadi
Frekuensi : 79 x/menit Pulsus tardus : (-)
Isi/kualitas : Cukup, kuat angkat Pulsus celler : (-)
Equalitas : Sama Pulsus magnus : (-)
Regularitas : Regular Pulsus parvus : (-)
Pulsus defisit : (-) Pulsus bigeminus : (-)
Pulsus alternan: (-) Pulsus trigeminus : (-)
Pulsus paradox: (-)
KULIT
Warna : Sawo matang Vesikula : (-)
Hipopigmentasi : (-) Pustula : (-)
Hiperpigmentasi : (-) Sikatriks : (-)
Ikterus : (-) Edema : (+)
Bersisik : (-) Eritema : (-)
Makula : (-) Haemangioma : (-)
Papula : (-) Ptechiae : (-)

2. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA ALIS
Bentuk : Normocephali Kerapatan : Rapat

7
Rambut : Lurus Mudah rontok : (-)
Warna : Hitam Alopesia : (-)
Mudah rontok : (-)
Kehalusan : Halus MATA
Lingkar kepala : 52 cm Spot mata : (-)
Sutura : Dbn Hipertelorisme : (-)
Fontanella mayor : Datar Sekret : (-)
Fontanella minor : Datar Pernanahan : (-)
Cracked pot sign : (-) Endophtalmus : (-)
Cranio tabes : (-) Exophthalmus : (-)
Nistagmus : (-)
MUKA Strabismus : (-)
Roman muka : Dbn
Bentuk muka : Bulat KELOPAK MATA
Sembab : (+) Cekung : (-)
Simetris : Simetris Edema : (+)
Lagoftalmus : (-)
KONJUNGTIVA Kalazion : (-)
Pelebaran vena : (-) Ektropion : (-)
Perdarahan subkonjungtiva : (-) Enteropion : (-)
Infeksi : (-) Haemangioma : (-)
Bitot spot : (-) Hordeolum : (-)
Xerosis : (-) Ptosis : (-)
Ulkus : (-)
Refleks : (+) TELINGA
Bentuk : Simetris
SKLERA Kebersihan : Cukup
Ikterus : (-) Sekret : (-)
Tophi : (-)
Membran timpani : Intak
IRIS N. tekan mastoid : (-)

8
Bentuk : Bulat N. tarik daun telinga : (-)
Warna : Coklat
HIDUNG
PUPIL Bentuk : Dbn
Bentuk : Bulat Napas cuping hidung : (-)
Ukuran : 3 mm Saddle nose : (-)
Isokor : Isokor Gangren : (-)
Refleks cahaya langsung : (+) Coryza : (-)
Refleks cahaya tidak langsung : (+) Mukosa edema : (-)
Epistaksis : (-)
Deviasi septum : (-)

3. ANAMNESA ORGAN
KEPALA MATA
Sakit kepala : (-) Rabun senja : (-)
Rambut rontok : (-) Mata merah : (-)
Lain-lain : (-) Bengkak : (-)

TELINGA HIDUNG
Nyeri : (-) Epistaksis : (-)
Sekret : (-) Kebiruan : (-)
Gangguan pendengaran : (-) Penciuman : Dbn
Tinitus : (-)
TENGGOROKAN
GIGI MULUT Sulit menelan : (-)
Sakit gigi : (-) Suara serak : (-)
Sariawan : (-)
Gangguan mengecap : (-) LEHER
Gusi berdarah : (-) Kaku kuduk : (-)
Sakit membuka mulut : (-) Tortikolis : (-)
Rhagaden : (-) Parotitis : (-)

9
Lidah kotor : (-)
ABDOMEN
JANTUNG DAN PARU HEPAR
Nyeri dada : (-) Tinja seperti dempul : (-)
Sifat : Sakit kuning : (-)
Penjalaran : Kencing warna tua : (-)
Sesak napas : (-) Kuning di sklera dan kulit: (-)
Batuk pilek : (+) Perut kembung : (+)
Sputum : (-) Mual/muntah : (+)
Batuk darah : (-)
Sembab : (-) LAMBUNG DAN USUS
Kebiruan : (-) Nafsu makan : (+)
Keringat malam hari : (-) Perut kembung : (-)
Sesak waktu malam : (-) Mual/muntah : (+)
Berdebar : (-) Muntah darah : (-)
Sakit saat bernapas : (-) Mencret : (-)
Nafas bunyi/mengi : (-) Konsistensi : (-)
Sakit kepala sebelah : (-) Frekuensi : (-)
Dingin ujung jari : (-) Jumlah : (-)
Penglihatan berkurang : (-) Tinja berlendir : (-)
Bengkak sendi : (-) Tinja berdarah : (-)
Dubur berdarah : (-)
GINJAL DAN UROGENITAL Sukar BAB : (-)
Sakit kuning : (-) Sakit perut : (-)
Warna keruh : (-) Lokasi : (-)
Frekuensi miksi : Normal Sifat : (-)
Sembab kelopak mata : (+)
Edema tungkai : (+) ENDOKRIN
Sering minum : (-)
MULUT Sering kencing : (-)
BIBIR Sering makan : (-)

10
Bentuk : Dbn Keringat dingin : (-)
Warna : Merah muda Tanda pubertas prekoks : (-)
Ukuran : Dbn
Ulkus : (-) GIGI
Rhagaden : (-) Kebersihan : Cukup
Sikatriks : (-) Karies : (-)
Cheilosis : (-) Hutchinson : (-)
Sianosis : (-)
Labioschiziz : (-) LIDAH
Bengkak : (-) Bentuk : Dbn
Vesikel : (-) Gerakan : Dbn
Oral thrush : (-) Tremor : (-)
Trismus : (-) Warna : Merah muda
Bercak koplik : (-) Selaput : (-)
Palatoschiziz : (-) Hiperemis : (-)
Atrofi papil : (-)
LEHER Makroglosia : (-)
INSPEKSI Mikroglosia : (-)
Struma : (-)
Bendungan vena : (-) FARING-TONSIL
Pulsasi : (-) Warna : Merah muda
Limphadenopati : (-) Edema : (-)
Tortikolis : (-) Selaput : (-)
Bull neck : (-) Pembesaran tonsil : (-)
Parotitis : (-) Ukuran : (-)
Simetris : Simetris
PALPASI
Kaku kuduk : (-)
Pergerakan : (-)
Struma : (-)

11
THORAX DEPAN DAN PARU
INSPEKSI STATIS PALPASI
Bentuk : Normal Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+) Fraktur iga : (-)
Vousure cardiac : (-) Tumor : (-)
Clavicula : Dbn Krepitasi : (-)
Sternum : Dbn Stem fremitus : Tidak dapat
Bendungan vena : (-) dinilai
Sela iga : Tidak melebar
PERKUSI
INSPEKSI DINAMIS Bunyi ketuk : Sonor
Gerakan : Dinamis Nyeri ketuk : (-)
Bentuk : Thorakoabdominal Batas paru-hati:ICS V LMCD
Retraksi : (-) Peranjakan : Dbn
Supraklavikula : (-)
Interkostal : (-) AUSKULTASI
Subkostal : (-) B. nafas pokok: Vesikuler
Epigastrium : (-) B. nafas tambahan: Rh (-/-)

JANTUNG
INSPEKSI AUSKULTASI
Vousure cardiac : (-) Bunyi jantung I : Reguler
Ictus cordis : Tidak terlihat Bunyi jantung II : Reguler
Pulsasi jantung : Tidak terlihat
BISING JANTUNG
PALPASI Fase bising : (-)
Ictus cordis : Dbn Bentuk bising : (-)
Thrill : (-) Derajat bising : (-)
Defek pulmonal : Dbn Lokasi/punctum max : (-)
Aktivitas jantung ka : Dbn Penjalaran bising : (-)
Aktivitas jantung ki : Dbn Kualitas bising : (-)

12
Pericardial friction rub: (-)
PERKUSI
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra
Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas bawah : ICS V linea midclavicula sinistra

THORAX BELAKANG
INSPEKSI STATIS PERKUSI
Bentuk : Normal Bunyi ketuk : Sonor
Processus spinosus : Dbn Nyeri ketuk : (-)
Scapula : Dbn Batas paru-hati : Dbn
Kifosis : (-) Peranjakan : (-)
Lordosis : (-)
Gibus : (-) AUSKULTASI
B. nafas pokok : Vesikuler
PALPASI B. nafas tambahan : Rh (-/-)
Nyeri tekan : (-)
Fraktur iga : (-)
Tumor : (-)
Stem fremitus : Normal

ABDOMEN
INSPEKSI LIEN
Bentuk : Cembung Pembesaran : (-)
Umbilikus : Dbn Permukaan : Dbn
Ptechie : (-) Nyeri tekan : (-)
Spider nevi : (-)
Bendungan vena : (-) GINJAL
Gambaran peristaltik usus : (-) Pembesaran : (-)
Permukaan : (-)

13
PALPASI Nyeri tekan : (-)
Nyeri tekan : (-)
Nyeri lepas : (-) LIPAT PAHA & GENITAL
Defens muskular : (-) Kulit : Dbn
Nyeri ketuk : (-) Kel. getah bening : Dbn
Edema : (+)
AUSKULTASI Sikatriks : (-)
Bising usus : (+) normal Desensus testikulorum : (-)
Genitalia : Dbn
Anus : Dbn
HEPAR
Pembesaran : (-)
Konsistensi : Tidak teraba
Permukaan : Tidak teraba
Tepi : Tidak teraba
Nyeri tekan : (-)

SYARAF DAN OTOT


Hilang rasa : (-) EKSTREMITAS INFERIOR
Kesemutan : (-) INSPEKSI
Otot lemas : (-) Bentuk : Dbn
Otot pegal : (-) Deformitas : (-)
Lumpuh : (-) Edema : (+)
Badan kaku : (-) Trofi : (-)
Tidak sadar : (-) Pergerakan : Dbn
Mulut mencucu : (-) Tremor : (-)
Trismus : (-) Chorea : (-)
Kejang : (-) Lain-lain : (-)
Lama : (-)
Interval : (-) EKSTREMITAS SUPERIOR
Frekuensi : (-) INSPEKSI

14
Jenis kejang : (-) Bentuk : Normal
Post iktal : (-) Deformitas : (-)
Panas : (-) Edema : (+)
Trofi : (-)
ALAT KELAMIN Pergerakan : Dbn
Hernia : (-) Tremor : (-)
Bengkak : (-) Chorea : (-)
Lain-lain : (-)
Tonus : Normotonus
Kekuatan : Sulit dinilai
Refleks fisiologis :
Tendon Bisep : (+/+)
Tendon Trisep : (+/+)
Tendon Patella : (+/+)
Tendon Achilles : (+/+)
Refleks patologis :
Refleks Babinski : (-/-)
Refleks Chaddock : (-/-)
Refleks Oppenheim : (-/-)
Refleks Gordon : (-/-)
Tendon Bisep : (+/+)
Tendon Trisep : (+/+)
Tendon Patella : (+/+)
Tendon Achilles : (+/+)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


1. Darah Rutin tanggal 27 Agustus 2018
WBC : 15,32 x 109/L
RBC : 3,49 x 1012/L
HGB : 14,9 g/dl
HCT : 53,4%

15
PLT : 289 x 109/L
2. Elektrolit tanggal 27 Agustus 2018
Natrium : 140,44 mmol/L
Kalium : 4,11 mmol/L
Klorida : 106,02 mmol/L
Kalsium : 1,24 mmol/L
3. Kimia Darah tanggal 13 April 2018
Albumin : 1,5 g/dl
Ureum : 42 mg/dl
Kreatinin : 1,2 mg/dl
Kolesterol : 136 mg/dl
4. Urin Rutin tanggal 27 Agustus 2018
Warna : Kuning keruh
Berat jenis : 1025
pH :5
Protein : +++
Glukosa :-
Bakteri : ++
Sedimen :
Leukosit : 25-30/LPB
Eritrosit : 35-40/LPB
Epitel : 7-8/LPB

Pengitungan LFG : k x l/kreatinin = 0,70x150/1,2 = 87,5 ( CKD STAGE 2


Kerusakan Ginjal dengan Penurunan LFG Ringan)

V. DIAGNOSIS KERJA
Sindrom nefritik akut

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN

16
 Pemeriksaan serologi: ASTO, CRP, komplemen
 Radiologi: Rontgen thorax, USG abdomen
 Pemeriksaan mikrobiologi: Kultur urin

VII. TERAPI
 Terapi cairan
Menurut aturan holiday segar anak dengan BB ideal 36 kg
membutuhkan cairan sebanyak 1420 ml/24 jam. Apabila dilakukan
penghitungan sekitar 20 tetes makro/menit. Cairan yang dipilih
adalah D5%.
 Terapi kausatif
Inj. Amoksisilin dengan dosis 20 mg/kgBB/hari.
Inj Furosemid dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari
Inj Prednison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari
Captopril tablet dengan dosis 0,5 mg/kg/dosis
 Terapi nutrisi
Diet protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily
allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari
Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.

VIII. PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

17
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan kelainan klinis yang


timbul mendadak berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan
urinalisis (proteinuria <2 gram/hari, hematuria serta silinder eritrosit).1-3 Hal ini
terjadi karena reaksi peradangan mencederai dinding kapiler sehingga sel darah merah dapat
lolos ke dalam urin, dan menyebabkan perubahan hemodinamik sehingga terjadi penurunan
GFR6. Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara
lain:
 SNA dengan hipokomplementemia
- Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS)
- Endokarditis bakterialis subakut
- Shunt nefritis
- Systemic Lupus Eritematous (SLE)
 SNA dengan normokomplementemia
- Purpura Henoch-Schonlein (PHS)
- Nefropati IgA

3.2 Epidemiologi

Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus dengan gejala klinis yang
jelas termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi, sekitar 1:10.000.
Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya
mencapai jumlah 4 – 5 kali lebih banyak. Umumnya menyerang semua usia,
namun terutama laki-laki usia 3 – 7 tahun. Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptococcus (GNAPS) tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal,
yaitu terhitung 15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. 4 Selama 2 – 3

18
dekade terakhir insidensi GNAPS di Amerika Serikat menurun seperti di negara-
lain seperti Jepang, Eropa Tengah, dan Britania Raya. Diperkirakan kejadian
penyakit ini di seluruh dunia adalah sekitar 472.000 kasus/tahun dengan 404.000
dilaporkan terjadi pada anak-anak, dan 456.000 kasus ditemukan di negara-negara
berkembang.7
GNAPS dapat muncul secara sporadik maupun epidemik terutama
menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4 – 12 tahun dengan
puncak usia 5 – 6 tahun. Lebih sering pada laki-laki dari pada wanita dengan rasio
2:1.4 Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988
melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak
di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan
terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).8,9
GNAPS merupakan penyakit ginjal supuratif tersering dengan manifestasi
klinis berupa penyakit yang ringan hingga asimtomatis, hanya sedikit sekali
dengan manifestasi klinis yang berat, dengan rasio 3:1. Mengingat insiden
GNAPS dengan manifestasi klinis yang jelas jarang ditemukan, maka diagnosis
dan terapi merupakan masalah penting untuk dibahas.4

3.3 Etiologi

Etiologi dari SNA sangat banyak antara lain 1) faktor infeksi: GNAPS,
nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain misal endokarditis
bakterialis subakut; 2) penyakit multisistemik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch Schonlein, vaskulitis, 3) penyakit ginjal primer: nefropati IgA,
nefritis herediter (sindrom Alport).3,10
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) yang merupakan
contoh klasik penyebab SNA, di mana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus
dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus.
GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß
hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas, 4

19
kadang juga disebabkan tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada
glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit/pioderma, walaupun galur 53, 55,
56, 57 dan 58 dapat pula berimplikasi. 9 Protein streptokokus galur nefritogenik
yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag),
nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase
dan nephritic plasmin binding protein (NPBP).9 Terdapat periode antara infeksi
Streptococcus dengan manifestasi klinis SNA yang menunjukkan adanya
mekanisme imunologis dalam proses penyakit ini. Masa laten bervariasi yaitu
berkisar antara 1 – 2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 – 3 minggu untuk
infeksi kulit.4
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun
di mana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam
darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun
yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat
melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui
aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.4,11

3.4 Patogenesis dan Gambaran Histologis

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti.13 Faktor genetik


diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan
HLADR. Diduga respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus
antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini
terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang akan menarik
neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk
merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan
pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam
ginjal.4,5,13 Semakin meningkatnya kerusakan pada glomerulus menyebabkan

20
semakin meningkatnya kebocoran kapiler sehingga protein dan sel darah merah
dapat lolos dari filtrasi dan terdeteksi dalam urine.4
Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari sampai 2
minggu. Setelah itu anak akan merasa lebih baik, diuresis lancar, oedema dan
hipertensi hilang, Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kembali normal. Penyakit ini
dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi kronik. Kronisitas
dihubungkan dengan awal penyakit yang berat dan kelainan morfologis berupa
hiperselularitas lobulus. Pasien sebaiknya kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan
pertama setelah awitan nefritis. Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan eritrosit
dan protein urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan. 1,4
Kadar C3 akan kembali normal pada 95% pasien setelah 8-12 minggu, edem
membaik dalam 5-10 hari, tekanan darah kembali normal setelah 2-3 minggu,
walaupun dapat tetap tinggi sampai 6 minggu. Gross hematuria biasanya
menghilang dalam 1-3 minggu, hematuria mikroskopik menghilang setelah 6
bulan, namun dapat bertahan sampai 1 tahun. Proteinuria menghilang 2-3 bulan
pertama atau setelah 6 bulan. Pearlman dkk, di Minnesota menemukan 17% dari
61 pasien dengan urinalisis rutin abnormal selama 10 tahun pemantauan.
Ketidaknormalan tersebut meliputi hematuria atau proteinuria mikroskopik
sendiri-sendiri atau bersama-sama. Dari 16 spesimen biopsi ginjal tidak satupun
yang menunjukkan karakteristik glomerulonefritis kronik. Penelitian Potter dkk,
di Trinidad, menjumpai 1,8% pasien dengan urin abnormal pada 4 tahun pertama
tetapi hilang 2 tahun kemudian dan 1,4% pasien dengan hipertensi. Hanya sedikit
urin dan tekanan darah yang abnormal berhubungan dengan kronisitas GNAPS.
Nissenson dkk, mendapatkan kesimpulan yang sama selama 7-12 tahun penelitian
di Trinidad. Hoy dkk, menemukan mikroalbuminuria 4 kali lebih besar pada
pasien dengan riwayat GNAPS, sedangkan Potter dkk di Trinidad, menemukan
3,5% dari 354 pasien GNAPS mempunyai urin abnormal yang menetap dalam 12
– 17 tahun pemantauan. Penelitian White dkk, menemukan albuminuria yang
nyata dan hematuria masing-masing pada 13% dan 21% dari 63 pasien selama 6-
18 tahun pemantauan. Kemungkinan nefritis kronik harus dipertimbangkan bila
dijumpai hematuria bersama-sama proteinuria yang bertahan setelah 12 bulan.9,12,13

21
Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan
kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel
mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks
dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit,
serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif
endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit
ini.12 Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang
halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding
kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh IgG
dan sebagian kecil IgM atau IgA yang dapat dilihat dengan mikroskop
imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau
humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-
Ab kompleks.9,12

3.5 Patofisiologi

Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis


kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan
penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya
sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses
imunologis yang terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus.
Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi aktivator komplemen
5a (C5a) dan mediator-mediator infamasi lainnya. Sitokin dan faktor pemicu
imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon infamasi dengan manifestasi
proliferasi sel dan edema glomerular.3,14-17
Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan
koefsien ultrafltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti
penurunan ekskresi atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat
penimbunan natrium dengan air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma
dan volume cairan ekstraselular sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria,

22
hipertensi, edema dan bendungan sirkulasi. Edema terjadi pada 85% pasien SNA
pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi mendadak dan pertama kali terjadi di
daerah periorbital dan selanjutnya dapat menjadi edema anasarka. Derajat berat
ringannya edema yang terjadi tergantung pada beberapa faktor yaitu luasnya
kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat hipoalbuminemia.
Hematuri makroskopis terjadi sekitar 30 – 50% pada penderita SNA pasca
streptokokus. Manifestasi yang timbul urine dapat berwarna seperti cola, teh
ataupun keruh dan sering dengan oliguri. Hipertensi merupakan tanda kardinal
ketiga bagi SNA pasca infeksi streptokokus, dilaporkan 50 – 90% dari penderita
yang dirawat dengan glomeluronefritis akut. Ledingham mengungkapkan
hipotesis terjadinya hipertensi mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut
yaitu, gangguan keseimbangan natrium, peranan sistem renin angiotensinogen dan
substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Bendungan
sirkulasi banyak terjadi pada penderita yang dirawat di rumah sakit. Manifestasi
klinis yang tampak dapat berupa dyspneu, orthopneu, batuk dan edema paru.4

23
Gambar 1. Patogenesis dan Patofisiologi Sindrom Nefritik Akut Pasca
Infeksi Streptococcus17
Pada pemeriksaan laboratorium, silinder eritrosit merupakan tanda
kerusakan parenkim masih aktif. Konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP)
meningkat, pada pasien-pasien berat terutama yang berubah menjadi rapidly
progressive glomerulonephritis (RPGN). Penentuan konsentrasi FDP dalam urin
sangat penting untuk menentukan prognosis sindrom nefritik akut pasca infeksi
streptokokus. Biakan urin pada setiap penyakit ginjal apapun juga, karena infeksi
saluran kemih sering kali tersembunyi dan tidak memberikan keluhan. Pada
sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tidak jarang dijumpai kelainan
urin yang menyerupai infeksi: lekosituri dan silinder lekosit walaupun tidak
terbukti secara bakteriologis menderita infeksi sekunder. Beberapa sumber
menyebutkan kadang-kadang terjadi glukosuri.3-5,12,14

24
3.6 Gambaran Klinis

Lebih dari 50% kasus GNAPS adalah asimptomatik. Kasus klasik atau
tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua
minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari
setelah infeksi tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross
hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria terjadi pada 30-50% pasien
yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam,
malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu.9
Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien
GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak
tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam
waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa
gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan
edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispneu.
Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG).9

3.7 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan faal ginjal sering digunakan ureum, kreatinin serum,


dan penjernihan kreatinin menentukan derajat faal Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG). Kombinasi dari ketiga para meter ini sangat penting. Seperti diketahui,
ureum serum tidak tepat untuk memperkirakan faal LFG karena: (a) ureum tidak
hanya difiltrasi oleh glomerulus tetapi akan direbsorpsi juga oleh tubulus ginjal,
(b) konsentrasi ureum tergantung dari diet protein dan katabolisme protein.
Walaupun demikian penentuan ureum serum penting untuk menentukan derajat
katabolisme protein. Serum kreatinin lebih tepat dari ureum serum untuk
memperkirakan faal LFG karena konsentrasi serum kretinin semata-mata
tergantung dari masa otot-otot dan faal LFG. Masa otot-otot relatif konstan
sehingga serum kreatinin semata-mata tergantung dari faal LFG. Beberapa
kerugian dari nilai penjernihan kreatinin: (a) sering ditemukan kenaikan semu dari

25
pasien, (b) sering terdapat kesalahan selama penampungan urin 24 jam. Pada
gangguan faal tubulus terutama ekskresi elektrolit. Pada pasien dengan oliguri
atau anuri tidak jarang ditemukan hiperkalemi.17
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia ringan normokrom dan
normositer karena retensi natrium dan hemodilusi. Pada sediaan darah tepi
dijumpai sistosit, fragmentasi eritrosit disertai tanda-tanda mikroangiopati. Laju
endapan darah meninggi walaupun tidak mempunyai arti diagnosis maupun
prognosis. Jumlah lekosit dan trombosit masih dalam batas normal. Pada pasien
berat terutama RPGN sering dijumpai gangguan perdarahan yang mempunyai
hubungan dengan trombositopenia atau gangguan faal trombosit (trombopati).
Pada beberapa pasien mungkin terdapat penurunan protein serum terutama
albumin akibat retensi natrium dan ekspansi volume cairan ekstraseluler.
Hiperlipidemi ringan dan sementara, mekanismenya tidak diketahui.
Hiperlipidemi ini tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan albumin
seperti pada sindrom nefrotik.17
Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan pengecatan gram/methyline
blue dan biakan dari bahan pemeriksaan hapus tenggorokan atau pus (impetigo)
untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Hasil biakan positif ditemukan hanya
25% dari pasien-pasien yang tidak mendapat antibiotik selama infeksi akut oleh
streptokokus. Perlu dicatat, bahwa hasil biakan positif belum dapat memastikan
etiologi glomerulonefritis akut mungkin hanya merupakan infeksi sekunder.
Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10 – 14 hari
setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien
yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit
jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti
antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya
meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah
terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan
gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi
streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus.9,17 Kenaikan titer anti
streptolisin O (ASO) hanya ditemukan pada 80% pasien-pasien yang tidak

26
mendapat antibiotik selama fase dari infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASO
dapat dijumpai pada beberapa keadaan seperti pembawa kuman (karier),
hiperkolesterolemi, dan infeksi streptokokus yang baru tetapi bukan bersifat
nefritogenik.3,4 Pemeriksaan penunjang pencitraan dengan ultrasonografi
diperoleh adanya pembesaran ringan ginjal bilateral dengan beberapa kasus yang
menunjukkan adanya peningkatan ekogenesitas. Foto toraks sering ditemukan
gambaran kongesti vena sentral di area hilus sesuai dengan peningkatan volume
ekstraseluler.4,11
Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu
pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat
nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG sering
meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal
penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang
mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.9

3.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis sindrom nefritik akut dibuat berdasarkan adanya: (i) oliguri, (ii)
edema, (iii) hipertensi, serta (iv) kelainan urinalisis berupa proteinuri kurang dari
2 gram/hari dan hematuri serta silinder eritrosit. Namun pada beberapa
kepustakaan disebutkan proteinuri masif dapat terjadi pada 2,5% penderita
GNAPS usia muda, bahkan dapat menyerupai suatu gambaran proteinuri pada
sindrom nefrotik.17
Diagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi
streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakit-
penyakit parenkim ginjal baik primer maupun sekunder, seperti glomerulonefritis
akut non streptokokus, nefropati IgA, sistemik lupus eritematosus, purpura
Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan granulomatosis Wegener. Pada
Tabel 1 berikut diuraikan secara singkat gambaran histologis serta patogenesis
masing-masing diagnosa banding dari SNA pasca infeksi streptokokus.4,11,17

27
Tabel 1. Klasifikasi dan Perbedaan beberapa Etiologi Glomerulonefritis17

Berdasarkan bentuk kliniknya maka SNA dibedakan menjadi dua jenis


yaitu SNA dengan hipokomplemenemia dan SNA dengan normokomplemenemia.
1) SNA hipokomplemenemia ditandai dengan hematuria (makroskopik atau
mikroskopik), proteinuria, selinderuria (terutama selinder eritrosit), dengan atau
tanpa edema, hipertensi, oliguria yang timbul secara mendadak disertai
merendahnya kadar sejumlah komplemen. SNA dengan hipokomplemenemia
dapat dibedakan lagi berdasarkan gejalanya, yaitu: a) SNA hipokomplemenemia
asimptomatik: hanya menunnjukkan kelainan urinalis minimal (hematuria
mikroskopik, selinder eritrosit, proteinuria trace atau tanpa gejala lain, b) SNA
dengan hipokomplementemia simptomatik Kelainan urinalisis yang nyata dengan
gejala-gejala yang nyata.18
Penyebab SNA dengan hipokomplementemia, antara lain: 1) GNAPS,
dicurigai sebagai penyebab SNA tanpa gejala bila pada anamnesis dijumpai
riwayat kontak dengan keluarga yang menderita GNAPS (pada suatu epidemi).
Kelainan urinalis minimal, ASTO >200 IU, Titer C3 rendah (<80 mg/dl).

28
Dicurigai sebagai penyebab SNA dengan gejala bila ditemukan riwayat ISPA atau
infeksi kulit, dengan atau tanpa disertai oliguria. Lembab pada muka sewaktu
bangun tidur, kadang-kadang ada keluhan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik
dapat dijumpai edema, hipertensi, kadang-kadang gejala-gejala kongesti vaskuler
(sesak, edema paru, kardiomegali), atau gejala-gejala gabungan sistem saraf pusat
(penglihatan kabur, kejang; penurunan kesadaran). Hasil urinalisis menunjukkan
hematuria, protenuria (+2) selinderuria. Gambaran kimia darah menunjukkan
kadar BUN, kreatinin serum, dapat normal atau meningkat, elektrolit darah (Na,
K, Ca, P, Cl) dapat normal atau terganggu. Kadar kolesterol biasanya normal,
sedang kadar protein total dan albumin dapat normal atau sedikit merendah, kadar
globulin biasanya normal. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan biakan apusan
tenggorok/keropeng kulit positif untuk kuman Streptokokus B hemolitikus atau
ASTO >200 IU. Hematuria, proteinuria dan selinderuria. Kadar CH50 dan C3
merendah (<80 mg/dl), yang pada evaluasi lebih lanjut menjadi normal 6 – 8
minggu dari onset penyakit. Kadar C4 biasanya normal; 2) endokarditis
bakterialis subakut, dicurigai sebagai penyebab SNA bila pada anamnesis
didapatkan riwayat panas lama, adanya penyakit jantung kongenital/didapatkan
riwayat panas lama, adanya penyakit jantung kongenital/didapat, yang diikuti oleh
kemih berwarna seperti coca cola (hematuria makroskopik). Pada pemeriksaan
fisik ditemukan panas, rash, sesak, kardiomegali, takikardi, suara bising jantung,
hepatosplenomegali artritis/artralgia jarang dijumpai. Pada urinalisis dapat
ditemukan hematuria, proteinuria atau kelainan pada sedimen urine berupa
hematuria mikroskopik, lekosituria, selinderuria. Fungsi ginjal lazimnya
mengalami gangguan (BUN dan kreatinin serum). Gambaran darah tepi berupa
lekositosis, LED meningkat, CRP (+), titer komplemen (C3, C4) turun, kadang-
kadang ditemukan pula peningkatan titer faktor rematoid, kompleks imun dan
krioglobulin dalam serum. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan di atas
disertai hasil kultur darah (+) terhadap kuman penyebab infeksi dan pada
ekokardiografi dijumpai vegetasi pada katup jantung; 3) shunt nefritis, diagnosis
dibuat berdasarkan adanya riwayat pemasangan shunt atrioventrikulo
atrial/peritoneal untuk penanggulangan hidrosefalus, panas lama, muntah, sakit

29
kepala, gangguan penglihatan, kejang-kejang, penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai hidrosefalus dengan shunt yang terpasang, suhu tubuh
meninggi, hipertensi, edema, kadangkadang dengan asites dan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Urinalisis menunjukkan hematuria, proteinuria,
selinderuria. Fungsi ginjal biasanya terganggu. Kadar total protein dan albumin
serum biasanya rendah. Kadar total protein dan albumin serum biasanya rendah.
Kadar elektrolit darah dapat terganggu. CRP (+), titer komplemen (C3,C4)
rendah. Kultur yang diperoleh dari shunt terinfeksi (+); 4) lupus eritematosus
sistemik (LES), diagnosis SLE ditegakkan berdasarkan keluhan yang dijumpai
pada anamnesis dapat berupa panas lama, berat badan turun, anoreksia, nausea,
muntah, sakit kepala, depresi, psikosis, kejang, sakit ruam pada kulit. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan alopesia, butterfly rash, discoid lupus,
fotosensitifity, ulkus pada mulut/nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri
abdomen, asites, splenomegali. Pemeriksaan laboratorium: Darah tepi: Anemia
normositik normokhrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia, waktu
protrombin/waktu tromboplastin partial biasanya memanjang. Immunoserologis
Uji Coomb (+). Sel Le (+). Persisten. Keterlibatan ginjal ditandai dengan sindrom
nefritik akut dengan atau tanpa disertai gagal ginjal akut atau sindrom nefrotik.
Diagnosis: Nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan di atas, dengan
gambaran biopsi ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal
ringan sampai yang berat berupa proliferatif difusa.18
Penyebab SNA dengan normokomplenemia antara lain:
1. Purpura Henoch-Schonlein (PHS). Diagnosa PHS sebagai penyebab, SNA
ditegakkan berdasarkan riwayat ruam pada kulit, sakit sendi dan gangguan,
gastrointestinal (mual, muntah, nyeri abdomen, diare berdarah atau melena)
dan serangan hematuria. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai edema, dan
hipertensi, ruam pada daerah bokong dan bagian ekstensor dan ekstremitas
bawah, arthralgia/arthritis, nyeri abdomen. Pada urinalisis dijumpai hematuria,
proteinuria dan silinderuria. BUN kreatinin serum dapat normal atau
meningkat dapat terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif yang
ditunjukkan dengan meningkatnya kadar ureum dan kreatinin serum. Kadar

30
protein tolal, albumin, kolesterol dapat normal, atau menyerupai gambaran
sindrom nefrotik. ASTO biasanya meningkat sedangkan IgM normal.
Trombosit, waktu protombin dan tromboplastin normal. Pada PHS dengan
kelainan ginjal berat biopsi ginjal perlu dilakukan untuk melihat morfologi
dari glomeruli pengobatan dan untuk keperluan prognosis.
2. Nefropati IgA. Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila
timbulnya serangan hematuria makroskopis secara akut dipicu oleh suatu
episode panas yang berhubungan dengan ISPA. Hematuria makroskopik
biasanya bersifat sementara dan akan hilang bila ISPA mereda, namun akan
berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan dengan
ISPA. Di antara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala
kecuali hematuria mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan
pada urinalisis. Edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak
ditemukan. Kadar IgA serum, biasanya meningkat pada 10,2% dari jumlah
kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C2, C4) dalam serum
biasanya normal. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan biopsi ginjal.18

3.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang direkomendasi pada penderita SNA post


streptokokus adalah terapi simtomatik yang berdasar pada derajat keparahan
penyakit secara klinis. Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. 9
Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai
berat ( klirens kreatinin 60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN >50 mg, anak dengan tanda
dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria
menetap. Tujuan utama dari pengobatan adalah mengendalikan hipertensi dan
edema. Selama fase akut, penderita dibatasi aktivitasnya dengan pemberian diet
35 kal/kg berat badan perhari, pembatasan diet protein hewani 0,5-0,7 gram/kg
berat badan perhari, lemak tak jenuh, dan rendah garam yaitu 2 gram natrium
perhari. Asupan elektrolit pun harus dibatasi. Natrium 20 meq perhari, rendah
kalium yaitu kurang dari 70-90 meq perhari serta kalsium 600 – 1000 mg perhari.

31
Restriksi cairan secara ketat dengan pembatasan cairan masuk 1 liter perhari, guna
mengatasi hipertensi.9
Pengobatan hipertensi dapat dengan menggunakan diuretik kuat, atau bila
hipertensi tetap tidak teratasi pilihan obat selanjutnya adalah golongan calcium
channel blocker, ACE inhibitor atau bahkan nitroprusid intravena bagi hipertensi
maligna. Pada beberapa kasus berat dengan kondisi hiperkalemi dan sindrom
uremia yang berat diindikasikan untuk hemodialisa.17 Pasien hipertensi dapat
diberi diuretik atau anti hipertensi.2,3 Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik
130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi. 4,19
Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik >140 – 150 mmHg dan diastolik >100
mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM),
nifedipin oral atau sublingual.13 Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien
hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi
berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kgBB intravena, dapat diulang setiap 2-4
jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m 2) iv, atau natrium nitroprussid 1-
8 mg/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik >120
mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2
mg/kgBB iv. Pilihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6
jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6
jam bila diperlukan.9,13
Terapi steroid intravena terutama diindikasikan untuk glomerulonefritis
tipe kresentik dengan luas lesi lebih dari 30% glomerulus total. Metil prednisolon
500 mg intravena perhari terbagi dalam 4 dosis selama 3-5 hari. Namun beberapa
referensi menyebutkan tidak diindikasikan untuk pemberian terapi steroid dalam
jangka panjang.4 Antibiotika diindikasikan untuk pengobatan infeksi streptokokus.
Pilihan obat yang direkomendasikan adalah penicillin G oral 4 x 250 mg selama
7-10 hari atau injeksi benzatin penisilin 50.000 IU/KgBB IM atau eritromisin oral
40 mg/KgBB selama 10 hari bila alergi penisilin.10,22

32
Gambar 2. Dosis Benzatin Penisilin untuk GNAPS20
Pada umumnya terdapat 4 kemungkinan perjalanan penyakit dari sindrom
nefritis akut pasca infeksi streptokokus, yaitu kematian selama masa akut dapat
disebabkan infeksi sekunder terutama infeksi paru (pneumonia), bendungan paru
akut, ensefalopati hipertensif, dan hiperkalemi. Angka kematian biasanya kurang
dari 5% berkat kemajuan terapi misalnya pemberian obat-obat antihipertensi yang
poten/kuat, hemodialisis/peritoneal dialisis, dan transplantasi ginjal. 3,20 Sebagian
pasien glomerulonephritis akut (5 – 10%) memperlihatkan tipe perjalanan
penyakit yang cepat dan progresif disertai oliguri dan anuri, dapat meninggal
dalam waktu 2-3 bulan, yang disebut juga dengan sindrom Rapidly Progressive
Glomerulonephritis (RPGN). Tipe perjalanan penyakit ini terutama mengenai
pasien-pasien dewasa. Gejala klinis oliguri dan anuri yang timbul sementara, tidak
selalu menunjukan prognosis yang buruk.19

3.10 Prognosis

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS


antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu,
pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan
gambaran histologis glomerulus.10,19 Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik
dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada
dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna
dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi
ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10%; sekitar 0,5-

33
2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam
beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. 9 Angka kematian
pada GNAPS bervariasi antara 0-7%. Melihat GNAPS masih sering dijumpai
pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan
kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan
tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS
berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian
hari.12
Pada umumnya prognosis dapat diramalkan hanya berdasarkan kelainan-
kelainan histopatologis berupa proliferasi ekstra kapiler yang ekstensif meliputi
lebih dari 75% glomeruli. Kelainan laboratorium yang mencurigakan perjalanan
penyakit yang progresif seperti kenaikan circulating brinogen dan atau FDP urin,
disamping oliguri dan anuri yang berlangsung lama, selama beberapa minggu.
Terjadi glomerulonefritis kronis, bila selama perjalanan penyakit ditemukan satu
atau lebih tanda klinis, atau proteinuri dengan atau tanpa hematuri asimtomatik
yang menetap selama bertahun-tahun akan berubah menjadi kronis, dan akhirnya
gagal ginjal kronis. Frekuensi perjalanan penyakit ini rendah, antara 5-10%.
Sebagian dari pasien-pasien masih mempunyai kelainan-kelainan histopatologis
tanpa gejala klinis dan dapat hidup normal. Penyembuhan klinis disertai
penyembuhan laboratorium biasanya berangsur-angsur dan akhirnya terjadi
penyembuhan sempurna. Bentuk perjalanan penyakit ini paling sering ditemukan
terutama pada pasien anak-anak (80 – 85%). Gejala-gejala klinis seperti edema
paru akut, hipertensi, edema dan oliguri, segera hilang setelah terjadi diuresis,
biasanya setelah beberapa hari/minggu. Kelainan sedimen urin terutama hematuri
mikroskopis baru hilang setelah beberapa bulan, bahkan hingga beberapa tahun.1

34
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini dilaporkan anak laki-laki berusia 14 tahun, dengan berat
badan 51 kg dan tinggi badan 150 cm, datang ke UGD RSUD Raden Mattaher
rujukan dari RS Kerinci. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama bengkak pada
seluruh tubuh sejak 10 hari SMRS, dengan keluhan tambahan nyeri pinggang dan
batuk pilek. Keluhan bengkak semakin hari semakin memberat. Awalnya bengkak
ditemukan pada kaki, kemudaian ke tangan dan ke muka. Keluhan kencing
berwarna seperti cucian daging dan nyeri saat kencing disangkal. ±2 minggu
SMRS os mengeluh demam yang naik turun disertai batuk pilek, kemudian pasien
berobat ke Puskesmas dan keluhan berkurang. ±10 hari SMRS nyeri pinggang.
Sebelum dirujuk os dirawat di RS Kerinci selama 1 hari. Keluhan bengkak os
sudah agak berkurang.
Dari anamnesis terhadap riwayat penyakit terdahulu An. YS tidak pernah
mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Dari riwayat penyakit keluarga, tidak
ada yang pernah mengalami keluhan sama seperti pasien.
Dari pemeriksaan fisik terhadap An. YS ditemukan edema bersifat pitting
edema di palpebra, wajah, ekstremitas superior dan inferior .
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium didapatkan
hipertensi, leukositosis, peningkatan hematokrit, hipoalbuminemia, protein urin +
+, eritrosit urin ++, peningkatan sedimen leukosit, dan eritrosit
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis
Sindrom Nefritik Akut. Dimana hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan
kumpulan gambaran klinis SNA adanya edema, hipertensi yang disertai adanya
kelainan urinalisis.

Tatalaksana pada pasien ini pada saat masuk IGD, IVFD D5%. diberikan
untuk mempermudah akses pemberian obat intravena, pemberian cairan dan
nutrisi. Amoksisilin diberikan karena terdapat peningkatan leukosit dalam darah
akibat infeksi.

35
Berdasarkan konsensus IDAI mengenai penatalaksanaan Sindrom Nefritik
bila ditemukan tanda-tanda infeksi SN segera diberikan antibiotik. Biasanya
diberikan antibiotik jenis amoksisilin,eritromisin, atau sefaleksin.

1. Pada anak ini terapi yang diberikan adalah


 Terapi cairan
Menurut aturan holiday segar anak dengan BB ideal 36 kg
membutuhkan cairan sebanyak 1420 ml/24 jam. Apabila dilakukan
penghitungan sekitar 20 tetes makro/menit. Cairan yang dipilih
adalah D5%.
 Terapi kausatif
Inj. Amoksisilin dengan dosis 20 mg/kgBB/hari.
Captopril tablet dengan dosis 0,5 mg/kg/dosis.
Inj Furosemid 1-2 mg/kgBB/hari
Inj Prednison 2 mg/kgBB/hari
 Terapi nutrisi
Diet protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily
allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari
Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema

36
BAB V

KESIMPULAN

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan kelainan klinis yang


timbul mendadak berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan
urinalisis (proteinuria <2 gram/hari, hematuria serta silinder eritrosit) 1-3 Etiologi
dari SNA sangat banyak antara lain faktor infeksi, contohnya GNAPS, penyakit
multisistemik, dan penyakit ginjal primer seperti nefropati IgA dan nefritis
herediter (sindrom Alport).3,10
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) yang merupakan
contoh klasik penyebab SNA, di mana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus
dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus.
GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß
hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas,4
Kasus klasik atau tipikal GNAPS diawali dengan infeksi saluran napas
atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab. Periode
laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit. Hematuria
dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik.9
Diagnosis sindrom nefritik akut dibuat berdasarkan adanya: (i) oliguri, (ii)
edema, (iii) hipertensi, serta (iv) kelainan urinalisis berupa proteinuri kurang dari
2 gram/hari dan hematuri serta silinder eritrosit. Namun pada beberapa
kepustakaan disebutkan proteinuri masif dapat terjadi pada 2,5% penderita
GNAPS usia muda, bahkan dapat menyerupai suatu gambaran proteinuri pada
sindrom nefrotik.19

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Messina LM, Pak LK, Tierney LM. Glomerulonephropathies. In: Tierney


LM, McPhee SJ, Papadakis MA, editors. Lange current medical diagnosis &
treatment. 43rd ed. Philadelphia: Lange Medical Books/McGraw Hill;
2004.p.882-90.
2. Brady HR, O.Meara YM, Brenner BM. Glomerular disease. In: Dennis LK,
Fauci AS, Branwald E, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.
Harrison.s principles of internal medicine, 16th ed. New York: Mc Graw Hill;
2005.p.1674-88.
3. Enday S. Nefrologi klinik, edisi II. Bandung: ITB; 1997.p.145-63.
4. Travis L. Acute poststreptococcal glomerulonephritis. Available from: http://
www.emedicine acute poststreptococcal glomerulonephritis.
5. Vinen CS, Oliveira DBG. Acute glomerulonephritis. Postgraduated Medical
Journal 2003;79:206-13.
6. Kumar V, Cotran R.S, dan Robbins S.L., 2007. Buku Ajar Patologi Robbins.
Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC.
7. Bhima R. 2001., Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis.
(http://emedicine.medscape.com/article/980685-overview#a0104)
8. Price S, Wilson L, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed 6.
Jakarta: EGC.
9. Lambanbatu S., 2003. Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi Streptococcus
pada Anak. (http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/5-2-4.pdf)
10. Dugdale D. Acute Nephritic Syndrome. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000495.htm
11. Vinen CS, Oliveira DBG. 2003. Acute glomerulonephritis. Postgraduated
Medical Journal. 79:206-13.
12. Noer MS. 2002. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. h. 345-53.
13. White AV, Hoy AW, McCredie DA. 2001. Chilhood poststreptococal
glomerulonephritis as a risk factor for chronic renal disease in later life.
MJA. 174:492- 631.
14. Smith JF. Acute poststreptococcal glomerulonephritis. (http://www.
chclibrary.org/).
15. Fransisco L. 1993. Papper.s clinical nephrology. 3rd ed. Boston:
Little,Brown and Company Inc. p.142-50.
16. Tomson CRV. 1997. Key topics in renal medicine. Oxford: BIOS Scienti!c
Publisher Limited.p.139-43.
17. Glassock RJ, Cohen AH, Adler SG. 2000. Primary glomerular diseases. In:
Brenner B, Rector F, editors. The kidney. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders
Co.p.1392-402.
18. Schwartz, M.W. 1996. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC

38
19. Rodriguez-Iturbe B. 2000. Postinfectius glomerulonephritis. Am J Kidney
Dis;35(1):46-8.
20. Krause V, Johnson F, Kearns T, 2010. Northern Teritory Guidelines for
Acute Post-Streptococcal Glomerulonephritis.
(http://www.health.nt.gov.au/library/scripts/objectifyMedia.aspx?
file=pdf/10/84.pdf&siteID=1&str_title=Acute%20PostStreptococcal
%20Glomerulonephritis.pdf)

39

Anda mungkin juga menyukai