1. Leptospirosis = adalah penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri berbentuk
spiral dari genus Leptospira yang patogen, yang ditularkan secara langsung dan tidak
langsung dari hewan ke manusia.
2. DBD = adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan trombosit
(trombositopenia), adanya hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma
(peningkatan hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia).
3. Daerah endemis =
4. Malaria = adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (Plasmodium sp) yang
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah (eritrosit) manusia ditularkan oleh
nyamuk malaria (Anopheles sp) betina.
5. Filarial = adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang
menyerang saluran dan kelenjar getah bening.
6. API = Annual Parasite Incidence adalah angka kesakitan per 1000 penduduk berisiko
dalam satu tahun.
7. Mikrofilarial rate = angka prevalensi mikrofilaria yang dihitungdengan cara membagi
jumlah penduduk yang sediaan darahnya positif mikrofilaria dengan jumlah sediaan
darah yang diperiksa dikali 100%.
8. Vektor = adalah hevan avertebrata yang bertindak sebagai penular penyebab penyakit
(agen) dari host pejamu yang sakit ke pejamu lain yang rentan.
9. Rabies = disebut juga penyakit anjing gila adalah suatu penyakit infeksi akut pada
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies.
STEP 2 & 3
Leptospirosis di Indonesia terutama disebarkan oleh tikus yang melepaskan bakteri melalui
urin ke lingkungan. Manusia dapat terinfeksi Leptospirosis karena kontak secara lansung atau
tidak langsung dengan urin hewan yang terinfeksi Leptospira.
1) Penularan Langsung :
a. Melalui darah, Urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman Leptospira
masuk kedalam tubuh pejamu
b. Dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan, terjadi pada orang
yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja
potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaanya
c. Dari manusia ke manusia meskipun jarang dapat terjadi melalui hubungan seksual
pada masa konvalesen atau dari ibu penderita Leptospirosis ke janin melalui
sawar plasenta dan air susu ibu
2) Penularan tidak lansung
Terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang
tercemar urin hewan.
Kondisi banjir ditambah dengan daerah pemukiman yang padat menyebabkan mudah dan
cepatnya penularan Leptospira baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hampir semua spesies mamalia dapat menjadi tempat berkembangnya Leptospira di dalam
ginjalnya dan bertindak sebagai sumber infeksi untuk manusia dan hewan lainnya. Biasanya
yang menjadi reservoir untuk Leptospira adalah sapi, kerbau, kuda, domba, kambing, babi,
anjing dan hewan pengerat. Tikus merupakan binatang pertama kali dikenali sebagai reservoir
Leptospirosis, yang dapat menularkan Leptospira seumur hidup mereka tanpa menunjukan
manifestasi klinis, yaitu sebagai carrier berkepanjangan. Mereka dicurigai sebagai sumber utama
infeksi pada manusia. Babi dan sapi, dalam keadaan carrier dapat mengeluarkan Leptospira
dalam jumlah yang sangat besar (Yaitu, kolonisasi Leptospira kronis tubulus ginjal) dan dapat
menjadi sumber infeksi bagi manusia.
Pengertian Vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau
menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia teridentifikasi ada 3 jenis nyamuk yang bisa
menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes scutellaris. Nyamuk
penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti
merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.albopictus,
Ae.polynesiensis, Ae.scutelaris dan Ae. niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali
Ae.aegypti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas.
Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka
merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae.aegypti.
Sebenarnya yang dikenal sebagai Vektor DBD adalah nyamuk Aedes betina. Perbedaan
morfologi antara nyamuk aedes aegypti yang betina dengan yang jantan terletak pada perbedaan
morfologi antenanya, Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina
berbulu agak jarang/ tidak lebat.
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya
dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah.
Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa
penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai
dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin berkembangnya penyakit
DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi
yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga
mobilisasi penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang
tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, kurangnya sistem
pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur kesehatan masyarakat.
Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat karena telur-telur yang tadinya
belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan
keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan
populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Dengue.
5. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyalit DBD?
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan
cara meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor,
mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit.
Pengendalian fisik merupakan pilihan utama pengendalian vektor DBD melalui kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara menguras bak mandi/bak penampungan
air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air dan memanfaatkan kembali/mendaur ulang
barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk (3M). PSN
3M sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya seminggu sekali sehingga terjadi pemutusan
rantai pertumbuhan nyamuk pra dewasa tidak menjadi dewasa.
6. Apa syarat daerah tersebut disebut sebagai daerah endemis malaria dan filariasis?
Apa maksud dari API 3‰ dan mikrofilarial rate 6%?
Malaria
API 3‰ → daerah endemis sedang, bahwa dari 1000 orang, sebanyak 3 orang yang terkena
malaria.
Filariasis
Jika ditemukan mikrofilarial rate ≥ 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan
endemis dan harus segera diberikan pengobatan secara masal selama 5 tahun berturut-turut.
Ada 25 jenis (species) nyamuk Anopheles yang telah dikonfirmasi menjadi vektor malaria di
Indonesia, yang tersebar dan terbagi dalam 2 zona penyebaran hewan secara geografik yaitu zona
Australia dan zona Oriental (Asia). Zona Australia (An.punctulatus, An.koliensis, An.farauti)
meliputi Papua, Maluku dan Maluku Utara. Sedangkan Zona oriental (An.aconitus,
An.barbirostris, An.balabacensis, An.subpictus, An.sundaicus, An.vagus, dan lain-lain) meliputi
wilayah Indonesia Bagian Tengah dan Bagian Barat
9. Apa saja program eliminasi penyakit malaria dan filariasis yang bisa dilakukan?
Malaria
Filariasis
11. Apa tatalaksana terbaru yang dapat diberikan pada kasus malaria dan filariasis?
Malaria
Filariasis
b. Penanganan Filariasis
Terapi filariasis limfatik dapat diberikan DEC 6 mg/kgBB selama 12 hari, atau
doksisiklin (200mg/hari) selama 6 minggu. Anjuran lain adalah Doksisiklin 200 mg/hari
selama 23 hari dilanjutkan dengan doxycycline dan albendazole selama 7 hari.
Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian vektor dengan
menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secara merata pada permukaan dinding
yang disemprot. Tujuannya adalah memutus rantai penularan dengan memperpendek umur
populasi, sehingga nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk muda atau belum infektif
(belum menghasilkan sporozoit di dalam kelenjar ludahnya).
b. Memakai Kelambu
c. Melakukan Larviciding
Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan menggunakan jasad renik yang bersifat
patogen terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti: Bacillus thuringiensis subsp.
israelensis (Bti) dan larvisida Insect Growth Regulator (IGR).
Penebaran ikan termasuk dalam upaya pengendalian larva secara biologi yang
menggunakan predator/pemangsa larva nyamuk seperti: ikan kepala timah, ikan guppy.
Cara penularan rabies melalui gigitan dan non gigitan (goresan cakaran atau jilatan pada kulit
terbuka/mukosa) oleh hewan yang terinfeksi virus rabies. Virus rabies akan masuk ke dalam
tubuh melalui kulit yang terbuka atau mukosa namun tidak dapat masuk melalui kulit yang utuh.
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan/cakaran, virus akan menetap selama 2
minggu di sekitar luka gigitan dan melakukan replikasi di jaringan otot sekitar luka gigitan.
Kemudian virus akan berjalan menuju susunan saraf pusat melalui saraf perifer tanpa ada gejala
klinis. Setelah mencapai otak, virus akan melakukan replikasi secara cepat dan menyebar luas ke
seluruh sel-sel saraf otak/neuron terutama sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuronneuron otak, virus berjalan ke arah perifer melalui
serabut saraf eferen baik sistem saraf volunteer maupun otonom. Dengan demikian virus ini
menyerang hampir tiap organ dan jaringan di dalam tubuh, dan virus akan berkembang biak
dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya.