Siti Solikhatun Anisa - H0218061 - Pengelolaan Tanah B

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Nama : Siti Solikhatun Anisa

Prodi : Ilmu Tanah


Kelas : Pengelolaan Tanah B

TUGAS PENGELOLAAN TANAH


Pengaruh Penambangan Lempung sebagai Bahan Batu Bata dan Genteng
terhadap Kerusakan Tanah
(Lokasi Tempat Tinggal: Kec. Klirong, Kebumen)

Tanah merupakan media utama bagi tanaman untuk tumbuh. Tanah


sebagai media tanam memberikan suplai hara maupun air yang bisa dimanfaatkan
untuk tanaman. Selain bermanfaat bagi tanaman tanah juga bisa dimanfaatkan
oleh manusia dalam bidang industri. Kabupaten Kebumen merupakan salah satu
kota yang terkenal dengan hasil industri pemanfaatan tanah berupa batu bata dan
genteng Soka. Tanah lempung umumnya banyak dijumpai pada daerah dataran
yang pemanfaatan lahannya sebagai persawahan dan pemukiman. Sebagian besar
penambangan lempung terdapat pada lahan pertanian beririgasi dan pemukiman
yang dilakukan perorangan pada tanah sewa atau milik keluarga. Dewasa ini
banyak masyarakat yang menjual lempung dari tanah yang mereka miliki kepada
pabrik genteng dan batu bata. Menurut Anshori (2010) menyatakan bahwa nilai
jual lempung yaitu 100.000/m3. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk
menjual lempungnya. Tercatat Kabupaten Kebumen memiliki potensi yang sangat
besar akan tanah lempungnya sehingga areal penambangan lempung cukup luas.
Laju penambangan lempung sebagai bahan baku pembuatan batu bata dan
genteng berbanding lurus dengan tingginya pertumbuhan penduduk dan
pembangunan. Akibat dari pesatnya pembangunan inilah yang menyebabkan areal
penggalian lempung semakin luas.
Tanah yang kaya akan lempungnya adalah tanah inceptisol. Lempung
mempunyai sifat plastis/liat jika dicampur air. Lempung tersusun oleh silika,
alumina dan alkali tanah karena proses residual dan sedimentasi. Sifat fisik
lempung yang paling utama untuk industri batu bata dan genteng adalah
plastisitas, bobot isi, ukuran butir, dan kuat tekan saat genteng/batu bata kering.
plastisitas sebesar 20–30 %, material berukuran lempung – lanau sebanyak 60–75
%, kadar besi sebesar 5–9 %, tidak mengandung kapur dan garam alkali, susut
kering <10 % dan susut bakar < 2 %. Biasanya dalam pembuatannya perlu
ditambahkan lagi pasir.

Gambar 1 Penampang Litologi Lokasi Penggalian


Adanya aktivitas pertambangan telah menimbulkan banyak dampak bagi
lingkungan maupun tanah itu sendiri. Dampak-dampak tersebut antara lain:
1. Berubahnya kemantapan agregat
Tanah di Klirong mengalami kerusakan akibat ditambang untuk bahan
dasar pembuatan batu bata. Kemantapan tanah pada daerah ini memiliki
harkat yang kurang mantap sampai tidak mantap. Pengaruh kurang
mantapnya agregat yaitu menimbulkan mudah sekali dilalui air hujan yang
langsung menembus lapisan bawahnya. Selain itu permeabilitas sangat cepat
sehingga tidak bisa mengikat air.
2. Kehilangan top soil
Sawah dan pekarangan bekas penambangan cenderung akan
kehilangan penutup tanah (top soil) yang relatif lebih subur. Biasanya
masyarakat kurang melakukan konservasi terhadap lahan bekas penambangan
sehingga yang tersisa seringkali hanya lapisan bawah (sub soil). Hal inilah
yang akan mengakibatkan lahan pertanian menjadi tidak produktif lagi
(Alamprabu, 2007). Selain itu rusaknya permukaan bekas penambangan
lempung yang tidak teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur, dan sisa
ekstraksi (tailing) yang akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi
tanah. Di daerah Klirong lapisan permukaan tanah terutama top soil tidak
dimanfaatkan kembali sebagai penutup lahan sehingga akan menjadi limbah.
Ketika musim hujan lapisan tanah ini akan terakumulasi kedalam lubang
galian sehingga menjadi limbah dan akan menyebabkan terjadinya
sedimentasi.
3. Permasalahan kemampuan menyimpan air
Sawah dan pekarangan bekas penambangan lempung biasanya
meninggalkan lubang galian yang cukup dalam. Pengambilan tanah lempung
pada lahan sawah/pekarangan mampu menyingkap kedalam tanah sedalam 2
m. Kedalaman tanah yang berbeda dapat menimbulkan permasalahan
kemampuan menyimpan air bagi lahan lahan pertanian di sekitar yang tidak
ditambang. Menurut hasil penelitian LIPI Karangsambung menyatakan
bahwa kedalaman muka air tanah (m.a.t) pada sumur penduduk 3,0 m, yang
kemungkinan akan turun akibat penggalian melebihi ambang batas.
Sedangkan di Klirong kedalaman sudah mencapai 5,1 m yang artinya sudah
melebihi ambang batas.
Solusi dari masalah ini adalah bahwa kesadaran masyarakat perlu
ditingkatkan lagi tentang dampak buruk penambangan lempung yang berlebihan.
Lubang-lubang bekas galian ada baiknya dilakukan konservasi yang berkelanjutan
serta pemanfaatan lubang untuk embung atau kolam ikan.

Sumber Referensi:
Nursia, L. H. (2017). Dampak Penambangan Batu Bata Terhadap Degradasi
Lingkungan di Kelurahan Kolasa Kecamatan Parigi Kabupaten
Muna. Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi, 1(4).
http://ojs.uho.ac.id/index.php/ppg/article/download/2440/1806
Anshori, C. 2010. Analisis Cadangan, Kualitas, dan Dampak Penambagan
Lempung sebagai Bahan Baku Genteng Soka dan Bata, di Kabupaten
Kebumen. J. Teknologi Mineral dan Batubara. 6(3): 132-145.
http://lipi.go.id/publikasi/analisis-cadangan-kualitas-dan-dampak-
penambangan-lempung-sebagai-bahan-baku-genteng-soka-dan-bata-di-
kabupaten-kebumen/16546
Efriandi, E. (2019). Pengaruh Penggalian Tanah Untuk Industri Batu Bata
Terhadap Sifat Fisika Tanah Pada Lahan Pertanian. AGRIEKSTENSIA:
Jurnal Penelitian Terapan Bidang Pertanian, 18(2), 142-150

Anda mungkin juga menyukai