Anda di halaman 1dari 9

PAPER PENGELOLAAN TANAH

PENGELOLAAN TANAH GAMBUT UNTUK PERKEBUNAN

Disusun Oleh:
Nama : Siti Solikhatun Anisa
NIM : H0218061
Kelas : Pengelolaan Tanah B

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sumber daya lahannya masih cukup


luas. Menurut data tahun 2010 dari 189,2 juta ha daratan Indonesia sekitar
108,8 juta ha merupakan lahan kering, lahan pasang surut sekitar 11 juta ha,
lahan rawa lebak sekitar 9,2 juta ha, dan lahan gambut sekitar 14,9 juta ha. Dari
luasan daratan Indonesia tersebut terdapat sekitar 157,2 lahan sub optimal yang
sesuai untuk pertanian. Lahan basah sekarang ini menjadi perhatian penting
karena merupakan lahan marginal yang mempunyai potensi cukup besar.
Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun yang meningkat mengakibatkan
perlunya perluasan lahan pertanian. Menurut Mulyani dan Sarwani (2013)
menyatakan bahwa semakin meningkatnya kebutuhan pangan maka perlu
diimbangi dengan penyediaan sumber daya lahan pertanian yang cukup.
Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan
organik. Lahan ini menjadi sasaran untuk pembukaan untuk lahan pertanian.
Lahan gambut memiliki potensi untuk tumbuh tanaman pangan semusim dan
tanaman pangan tahunan. Tanaman pangan semusim yang mampu beradaptasi
di lahan gambut adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang panjang dan
berbagai jenis sayur. Sedangkan tanaman tahunan yang bisa beradaptasi antara
lain adalah karet dan kelapa sawit. Menurut Agus dan Subiksa (2008)
menyatakan bahwa upaya pengelolaan lahan gambut untuk tanaman semusim
dan tahunan adalah dengan pengelolaan air dan kesuburan tanah yang baik dan
benar.

B. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik lahan gambut
2. Mengetahui potensi lahan gambut
3. Mengetahui pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Lahan Gambut


Lahan gambut merupakan lahan tang terbentuk dari bahan organic
dengan kandungan C-organik > 12% berat jika kandungan liat 0% atau >18 %
berat jika kandungan liat 60% atau lebih dengan kedalaman >60 cm. Lahan
gambut merupakan salah satu jenis dari lahan basah marjinal. Gambut
terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati. Dalam proses
pembentukannya gambut memerlukan waktu yang sangat panjang. Gambut
tumbuh hanya dengan kecepatana anatar 0-3 mm/tahun. Berdasarkan tingkat
kematangannya, gambut digolongkan menjadi tiga macam yaitu gambut
saprik (matang), hemik (setengah matang) dan fibrik (mentah). Gambut saprik
merupakan lahan gambut yang bahan asalnya sudah tidak bisa dikenali lagi.
Gambut hemik adalah lahan gambut yang bahan asalnya masih bisa dikenali
dan sifatnya masih setengah lapuk. Gambut fibrik adalah gambut yang belum
melapuk dan masih bisa dikenali bahan asalnya.
Karakteristik lahan gambut meliputi kerakteristik fisik dan kimia.
Karakteristik fisik lahan gambut antara lain yaitu kadar air berkisar 100-
1300% dari berat keringnya. Menurut Agus dan Subiksa (2008) menyatakan
bahwa gambut mampu menyerap air sampai tiga 13 kali bobotnya. Bulk
Density (BD) tanah gambut lapisan atas bervariasi hal ini karena dipengaruhi
oleh adanya tingkat dekomposisi yang berbeda-beda. Tingkat tinggi
rendahnya BD akan berpengaruh pada pengelolaan tanah karena tanah gambut
dnegan BD rendah akan mengakibatkan daya menahan atau menyangga beban
juga rendah. Sifat fisik tanah lainnya adalah sifat mengering yang tidak balik.
Artinya, apabila tanah gambut sudah mongering , tidak bisa menyerap lagi
jika dibasahi. Hal ini lah yang biasanya mampu memicu adanya kebakaran
lahan gambut.
Karakteristik kimia lahan gambut yaitu meliputi pH, kadar abu, kadar
N, P, K, kejenuhan basa, dan hara mikro. Tanah gambut merupakan tanah
yang terbentuk dari adanya timbunan seresah atau bahan organic. Oleh karena
itu kandungan karbon dalam tanah sangat tiggi. Menurut Hertatik et al (2011)
menyatakan bahwa fraksi organi tanah gambut di Indonesia lebih dari 95%
dan sisanya adalah fraksi anorganik. Tanah gambut memiliki kisaran pH
sebesar 3-4 termasuk dalam kemasaman yang relative tinggi. Kemasan yang
relative tinggi dikarenakan tingginya kandungan bahan organic yang terdiri
dari gugus karboksil dan fenol. Bahan organic yang tinggi akan
mengakibatkan nilai KTK tinggi sehingga kandungan basa lahan gambut
rendah. Kandungan basa pada lahan gambut cukup rendah terutama pada
lahan gambut yang tebal. Menurut Driessen dan Soepraptohardjo (1974)
menyatakan bahwa semakin tebal gambut maka semakin rendah kandunga Ca
dan Mg. Secara alami status hara lahan gambut tergolong rendah sehingga
kesuburan tanahnya pun rendah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat kesuburan tanah yaitu ketebalan lapisan dan tingkat dekomposisi,
komposisi tanaman penyusun dan tanah mineral yang berada di bawah lapisan
tanah gambut.

B. Potensi Lahan Gambut

Lahan gambut memiliki banyak potensi baik di bidang ekologis, social


budaya dan ekonomi. Fungsi ekologis lahan gabut yaitu menjaga
keanekaragaman hayati, penyimpan karbon, penghasil oksigen dan
pengelolaan air. Menurut Andriesse (1998) fungsi ekologis atau fungsi
lingkungan lahan gmbut antara lain daur karbon, iklim global, hidrologi,
perlindungan lingkungan dan penyangga lingkungan. Lahan gambut
menyimapan karbon pada biomassa tanaman, serasah di bawah hutan gambut,
lapisan gambut, dan lapisan tanah mineral di bawah gambut. Dari berbagai
simpanan tersebut mengakibatkan karbon tersedia dalam jumlah tinggi.
Karbon yang tersimpan di lahan dengan tanah gambut bisa 10x lebih banyak
daripada lahan dengan tanah mineral. Dal hal hidrologi, lahan gambut
memiliki fungsi sebagai reservoir. Selain itu lahan gambut juga memiliki
fungsi ekologis sebagai pelindung lingkungan karena ekosistem lahan gambut
dapat menjerap unsur dan senyawa-senyawa beracun yang dilepaskan ke
dalam lingkungan.
Nilai ekonomi lahan gambut adalah dengan pemanfaatan lahan gambut
sebagai tempat budidaya pertanian. Dikarenakan keterbatasan lahan produktif
maka ekstensifikasi pertanian bisa mengarah ke lahan marjinal. Tujuannya
dengan memanfaatkan lahan gambut ini adalah selain untuk mencukupi
kebutuhan pangan juga agar produktivitas lahan dapat dipertahankan.
Tanaman yang dapat di tanam bisa berupa tanaman semusim maupun tanaman
tahunan. Contoh tanaman semusim adalah padi, ubi jalar, kacang tanah.
Sedangkan tanaman perkebunan berupa tanaman kelapa, kelapa sawit, karet
dan kopi. Biasanya tanaman perkebunan seperti ini bisa dipadukan dengan
tanaman palawija. Selain tanaman perkebunan, lahan gambut juga bisa
ditanamani tanaman industri dan obat-obatan seperti rotan, rami, jahe, kencur,
dan pinang.

Gambar 1 Perbedaan tanah gambut dan tanah mineral

C. Pengelolaan Lahan Gambut untuk Perkebunan

Lahan gambut memiliki sifat mudah rusak oleh karena itu


pemanfaatannya harus berpedoman pada upaya pengembangan lahan
berkelanjutan. Dengan adanya pengelolaan yang sesuai serta pemilihan
teknologi dan komoditas akan menekan kerusakan lahan sekecil mungkin.
Menurut Masganti et al (2017) menyatakan bahwa produktivitas lahan gambut
tergantung pada pengolahan dan tindakan manusia. Pada umumnya petani
menanam tanaman perkebunan berupa tanaman karet dan kelapa sawit.
Namun kelapa sawit menjadi pilihan yang paling banyak karena nilai
ekonomisnya yang lebih tinggi. Menurut Permentan (2009) menyatakan
bahwa salah satu upaya dalam peningkatan produktivitas dan atau perluasan
pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan melalui pemanfaatan
lahan gambut. Permasalahannya dalam pemanfaatan sebagai budidaya
perkebunan adalah sifat tanahnya yang sangat rapuh sehingga mudah
terdegradasi.
Pemanfaatan lahan gambut di sektor pertanian dengan menanam
kelapa sawit ternyata menguntungkan beberapa aspek. Menurut S et al ()
menyatakan bahwa dari aspek sosial ekonomi dan pertanian, perluasan areal
perkebunan kelapa sawit memberikan dampak positif terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat dan perusahaan HPH yang bergerak di subsektor
perkebunan. Oleh karena itu pengelolaan lahan gambut sebagai lahan
pertanian harus dengan pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang perlu
diperhatikan adalah drainase, pengelolaan air, pengaturan muka air tanah, pH
gambut dan pemupukan.
Pengelolaan tata air adalah syarat awal keberhasilan dalam
pengelolaan lahan gambut. Pengelolaan tata air yang buruk akan berpengaruh
secara signifikan terhadap penurunan produksi. Level air yang terlalu rendah
akan meningkatkan laju subsiden dan resiko kecelakaan kebakaran gambut.
Drainase yang buruk akan menyebabkan kondisi kering tak balik
(irreversible). Salah satu komponen penting dalam pengaturan tata air adalah
dengan adanya pembangunan pengendali berupa pintua ir di setiap saluran.
Tujuan dari pembuatan pintu air adalah untuk mengatur muak air tanah agar
tidak terlalu dangkal maupun dalam. Menurut Pangaribuan (2017)
menyatakan bahwa untuk kebutuhan budidaya perlu dibuat canal blocking
yang dilengkapi dengan pintu air guna menyalurkan kelebihan air hingga
batas yang tidak membuat gambut mengalami degradasi akibat terjadi
kekeringan. Tanaman tahunan memerluakn kedalam saluran drainase yang
berbeda-beda. Tanaman karet memerlukan saluran darinase sekitar 20 cm,
kelapa 30-50 cm, sedangkan kelapa sawit 50-80 cm.
Kesuburan tanah lahan gambut relatif rendah, untuk tanaman
perkebunan diperlukan tambahan utama unsur hara berupa P dan K. Lahan
gambut relative kekurangan unsur fosfor dikarenakan pH tanahnya yang
sangat rendah. Untuk memperbaiki kondisi ini maka bisa dilakukan dengan
penambahan ameliorasi. Ameliorasi lahan gambut dapat dilakukan dengan
menggunakan ameliorant atau pembenah tanah. Amelioran adalah bahan yang
dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah gambut.
Contoh dari bahan amelioran adalah kapur Dolomit, pupuk kandang dan ACS.
Selain itu pemupukan lahan gambut dapat dilakukan secara bertahap pada
takaran rendah agar tidak terbuang sia-sia.
BAB III
PENUTUP

Lahan gambut merupakan lahan yang terbentuk akibat adanya timbunan


bahan organik. Kandungan C-organik > 12% berat jika kandungan liat 0% atau >18
% berat jika kandungan liat 60% atau lebih dengan kedalaman > 60 cm. Berdasarkan
tingkat kematangan yaitu gambut saprik, hemik dan fibrik. Gambut saprik adalah
gambut yang sudah matang dan bahan asalnya sudah tidak diketahui. Gambut hemik
adalah gambut setengah matang yang bahan asalnya masih bisa diketahui.
Sedangkan gambut fibrik adalah gambut mentah yang bahan asalnya masih dapat
diketahui. Lahan gambut memiliki nilai ekologi, sosial budaya dan ekonomi. Dal
niali ekologi berupa penyimpan karbon, hidrologi, dan penyangga lingkungan. Nilai
ekonomi dari lahan gambut adalah dengan pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan
budidaya tanaman baik tanaman pangan, industry atau obat-obatan. Tanaman
tahunan perkebunan yang mampu beradaptasi dan memiliki nilai ekonomi tinggi
anatara lain kelapa, kelapa sawit, karet dan kopi. Namun lahan gambut memiliki sifat
yang sangat rapuh sehingga perlu adanya pengelolaan lahan yang baik dan benar.
Pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan meliputi pengelolaan air dan kesuburan
tanah. Pengaturan pengelolaan air menjadi kunci utama keberhasilan budidaya
tanaman di lahan gambut. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat
kanal drainase untuk mengatur air permukaan. Sedangkan pengelolaan kesuburan
tanah bisa dengan penambahan amlioran atau pupuk yang diberikan secara bertahap
agar tidak terbuang sia-sia.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. dan Subiksa, I.G. M. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan
Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF), Bogor, Indonesia.
Mulyani, A., & Sarwani, M. (2013). Karakteristik dan potensi lahan sub optimal
untuk pengembangan pertanian di Indonesia.
Driessen, P.M. and Soepraptohardjo 1974.Organic soil. In: Soil for Agricultural
expansion in Indonesia. ATA 106 Bulettin.Soil Reseach Institute Bogor.
Hartatik, W., Subiksa, I. G. M., & Dairiah, A. I. (2011). Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Gambut. Balai Penelitian Tanah. Bogor, 45-56.
Pangaribuan, N. (2017). MENJINAKKAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN.
Optimalisasi Peran Sains & Teknologi untuk Mewujudkan Smart City, 61.

Anda mungkin juga menyukai