Anda di halaman 1dari 25

Modul Telinga Hidung Dan Tenggorokan

Otitis Ekterna

 Adalah radang telinga akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan
virus. Bakteri tersering S.Aureus/S.albus

 Faktor yang berpengaruh: perubahan pH liang telinga, udara hangat dan lembab, trauma
ringan saat mengorek telinga.

 Terdapat 2 kemungkinan otitis eksterna akut, yaitu otitis eksterna sirkumkripta dan otitis
eksterna difusa.
 Klinis OE
o Terjadi di 1/3 liang telinga luar  Nyeri
o Furunkel
o Nyeri saat membuka mulut
o Gangguan pendegaran bila furunkel menyumbat telinga (kuli konduksi)
o Nyeri tekan perikondrium
 Tatalaksana
o Tampon polimiksin B/ bacitrasin
o Jika absen  aspirasi
o Jika furunkel makin besar  insisi

Otitis Ekterna Difusa


 Etiologi
o Pseudomonas, S.Albus, E.coli, Enterobakter aerogenes
 Klinis
o Infeksi 2/3 liang telinga dalam
o Nyeri tekan tragus
o Liang telinga hiperemis dan sempit
o Sekret berbau
o Biasanya ada Riwayat berenang
 Tatalaksana
o Ear Toilet
o Tampon antibiotik polimiksin B, neomisin dan kloramfenikol
Otitis Ekterna Maligna
 Etiologi tersering Pseudomonas
 Klinis
o Terjadi pada penderita DM karena pH serumen yang tinggi , imunokompromais
dan mikroangiopati
o Nyeri lebih berat dan sekret lebih banyak daripada OE biasa
o Liat telinga bengkak
o Bila inflamasi menyebar ke N. VII bisa terjadi paralisis facial
 Tatalaksana
o Antibiotik oral  Ciprofloxacin
o Debridement bila perlu

Otomikosis
 Etiologi  Aspergilus dan candida sp
 Klinis
o Akibat kelembapan tinggi dalam liang telinga
o Gatal, nyeri, keluar sekret dari liang telinga
o Terkadang tuli konduksi
o Pada pemeriksaan terlihat jamur seperti serabut kapas dengan warna yang
bervariasi (putih kekuningan)
o Pemeriksaan KOH 10% : hifa dan spora
 Tatalaksana
o Ear toilet
o Cuci liang telinga dengan asam asetat 2% dalam alkohol (keratolitik)
o Antimikotik topikal
 Aspergilus  Mikonazole
Serumen Proop
 Definisi
o Terbentuknya gumpalan yang menumpuk akibat serumen yang berlebihan di
dalam liang telinga. Dapat terjadi karena paparan bising kronis, kerusakan
mekanisme pembersihan alamin liang telinga
 Klinis
o Penurunan pendengaran (tuli konduktif)
o Telinga terasa penuh
o Pada pemeriksaan otoskopi penumpukan serumen
 Tatalaksana
o Hindari membersihkan telinga secara berlebihan
o Serumen lunak  evakuasi dengan kapas
o Serumen keras  teteskan seruminolitik (carbogliserin)
o Serumen teralalu dalam irigasi
o Perforasi membran timpani jangan di irigasi

Otitis Media
Otitis Media Akut
 Etiologi
o Sterptococcus pneumonia  bakteri gram positif bentuk rantai
 Klinis
o Stadium Oklusi tuba
 Membran timpani hiperemis, edem
 Tatalaksana  tetes hidung efedril HCL dan antibiotik oral
o Stadium Hiperemis
 Otalgia, demam, membran timpani bulging
 Tatalaksana  antibiotik oral dan miringotomi
o Stadium Supurasi
 Otalgia, demam, keluar cairan kuning dan berbau busuk dari
telinga
 Tatalaksana  antibiotik oral, ear toilet dengan H2O2 3%
selama 3-5 hari
o Stadium Perforasi
 Membran timpani ruptur sehingga sekret mengalir keluar
 Nyeri menghilang, suhu tubuh berangsur turun
 Tatalaksana  antibiotik oral, ear toilet dengan H2O2 3%
selama 3-5 hari
o Stadium Resolusi
 Sekret mengering dan perforasi menutup
 Bila gagal resolusi  OMSK
 Tatalaksana  Antibiotik oral
Otomikosis
 Etiologi
o Aspergillus dan candida sp
 Gejala Klinis
o Akibat kelembapan tinggi dalam liang telinga atau ada riwayat aktivitas di air
o Gatal, nyeri, keluar sekret dari liang telinga
o Dapat terjadi gangguan pendengaran (tuli konduksi)
o Pada pemeriksaan terlihat jamur seperti serabut kapas dengan warna yang
bervariasi (putih kekuningan)
o Pemeriksaan KOH 10% : Hifa, spora
 Tatalaksana
o Ear Toilet
o Antimikotik topikal
 Aspergilus : miconazole
 Candida : nystatin
o Cuci liang telinga dengan asam asetat @% dalam alkohol (keratolitik) 2x sehari

Otitis Ekterna Maligna


 Etiologi
o Psedomonas
 Klinis
o Terjadi pada penderita DM karena pH serumen yang tinggi, imunokompromais
dan mikroangiopati.
o Nyeri lebih berat dan sekret lebih banyak daripada OE biasa
o Liang telinga tampak bengkak
o Bila inflamasi menyebar  parase N.VII  paralisis facial
 Tatalksana
o Ciprofloxacin Oral
o Debridemant jika di butuhkan

Otitis Media Supuratif Kronik


 Etiologi
o Adalah komplikasi dari Otitis Media Akut yang gagal mengalami fase resolusi
 Klinis
o Membran timpani perforasi, sekret keluar terus menerus sampai lebih dari 6
minggu
o OMSK Benigna
 Tidak ada kolesteatoma
 Perforasi biasanya sentral
o OMSK Maligna
 Terdapat kolesteatoma
 Sering menyebabkan  Mastoiditis
 Penunjang
o Tes garpulata: menunjukkan tuli konduksi, Audiometri, dan Fotos mastoid.

 Tatalaksana
o OMSK tipe aman: konservatif atau dengan medikamentosa. Pencuci telinga H2O2
3% selama 3-5 hari. Obat tetes telinga mengandung antibiotik dan kortikosteroid,
oral eritromisin atau ampisilinmiringoplasti/timpanoplasti setelah 2 bulan.
o OMSK tipe bahaya: mastoidektomi
 Komplikasi
o Intratemporal: labirinitis, paresis nervus fasialis, hidrosepalus otik, petrositis.
o Intrakranial: abses (subperiosteal, perisinus, subdural, otak), thrombosis sinus
lateralis, serebritis.
Otitis Media Efusi
 Etiologi
Adalah peradangan ditelinga tengah dengan pengumpulan cairan di rongga telinga
tengah.
 Diagnosis
o Telinga terasa penuh, sensasi cairan mengalir di dalam telinga, terdengar suara
dalam telinga saat menelan atau menguap, pendengaran menurun.
o Otoskopi: membran timpani tampak suram dan berwarna kekuningan, retraksi
membran impani, reflek cahaya memudar, terdapat air fluid level atau bubles pada
OME yang berisi cairan serus
 Tatalaksana
o Parasat valsava
o Antihistamin
o Dekongestan nasal
o Mukolitik
o Antibiotik bila terbukti infeksi bakteri
o Kortikosteroid
o Miringotomi
o Pemasangan pipa ventilasi  definitif

Mastoiditis
 Etiologi
o Komplikasi dari otitis media
 Klinis
o Deman, nyeri telinga terutama di telingan bagian belakang, terdapat massa di
belakang telinga yang bengkak dan nyeri, othorea
o Pemeriksaan penunjang
 RO Schuller
 CT Scan (clouding of mastoid air cells)

 Tatalaksana
o Antibiotik IV (Cefotaxime 2x1gr, Levofloxacin)
o Analgetik
o Miringotomi
o Indikasi  Mastoidektomi : Mastoid osteitis, intracranial extension, abses adanya
kolesteatoma perbaikan yang kurang dengan pemberian antibiotik IV

Tuli Pendengaran
 Tuli Konduktif
o Di sebabkan kurangnya hantaran suara
 Etiologi: atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, OE
sirkumskripta, osteoma, tuba katar, otitis media, otosklerosis,
timpanosklerosis, hemotimpanum, dislokasi tulang pendengaran
 Tuli sensorineural
o Di sebabkan gangguan pada saraf pendengaran
 Etiologi: aplasia, labirinitis, introksikasi streptomisin, kanamisin,
garamisin, neomisin, kina, asetosal, alkohol, trauma kapitis, trauma
akustik, neuroma, multiple mieloma, cedera otak
 Test Garpu Tala
o Tes Penala

Memakai penala 512 Hz


 Tes Rinne
Penala digetarkan, diletakan di procesus mastoid,
setelah tidak terdengan penala dipegang di depan lubang
telinga. Bila masih terdengar disebut rinne (+), bila tidak
terrdengar disebut rinne (-)

 Tes Webber
Penala digetarkan diletakan di garis tengah kepala
(verteks, dahi, gigi seri). Bila terdengar lebih keras di salah
satu sisi disebut Webber lateralisasi ke telinga tersebut

 Tes Schwabach
Penala digetarkan kemudian diletakan di procesus
mastoid pasien sampai tidak terdengar. Kemudia penala
segera dipindahkan ke procesus mastiod pemeriksa. Jika
pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
memendek. Kemudian pemeriksaan diulang dengan
pemeriksa terlebih dahulu. Jika setelah pemeriksa tidak dapat
mendengar penala tetapi pasien masih bisa mendengar,
disebut schwabach memanjang. Jika sama-sama tidak
mendengar disebut schwabach sama.

Diagnosis Webber Schwabach Rinne

Normal Lateralisasi - Sama Positif

Tuli Konduktif Lateralisasi ke Memanjang Negatif


telinga yang sakit

Tuli sensorineural Lateralisasi ke Memendek Positif


telinga sehat

 Test Bing
o Tragus ditekan sampai menutup liang telinga, kemudian penala digetarkan
dan diletakan pada pertengahan kepala. Bila terdapat lateralisasi pada telinga
yang ditutup berarti telinga tersebut normal. Bila tidak terdapat laterasasi
berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.
 Test Berbisik
o Bersifat semi-kuantitatif. Digunakan untuk menentukan derajat ketulian
secara kasar.
 Audiometri nada murni
o Digunakan untuk mengukur derajat ketulian secara kuantitafif

Meniere Disease
 Etiologi
o Terlalu banyak cairan endolimfe di dalam kanalis semisirkularis
 Klinis
o Trias Meniere : Gangguan pendengaran, Vertigo, Tinitus
 Tatalaksana
o Pada saat serangan  Diazepam
o Pencegahan  HCT dan steroid
o Pertimbangkan operatif jika parah
Rhinitis Akut
 Definisi
o Peradangan pada mukosa hidung yang berlangsung kurang dari 12 minggu
 Klinis
o Keluhan umum: rinorea, hidung tersumbat, disertai rasa panas dan gatal pada
hidung, bersin-bersin.
o Rhinitis simpleks

 Disebabkan oleh virus (adenovirus, rhinovirus, ECHO)

 Terdapat demam ringan,

 Tatalaksana: antipiretik, dekongestan

o Rhinitis Influenza
 Disebabkan virus Influenza A, B, atau C

 Gejala sistemik umumnya lebih berat, disertai myalgia

 Tatalaksana: antipiretik, dekongestan

o Rhinitis Eksanmentosa
 Disebabkan Morbili, varisela, variola, pertusis

 Riwayat imunisasi tidak lengkap

 Gejala terjadi sebelum ruam muncul

o Rhinitis Iritan
 Disebabkan paparan terhadap debu, asap, atau gas iritatif (amonia,

formalin, dll)
 Rinorea yang sangat banyak dan bersin-
bersin
 Tatalaksana: hindari pencetus
Rhinitis Alergi
o Etiologi

Inflamasi membran nasal yang dimediasi IgE

o Klinis

 Keluhan: bersin di pagi hari atau bila ada kontak debu, hidung
tersumbat, hidung gatal, rhinorea

 Alergic shiners : dark circles di sekitar mata, berhubungan dengan


vasodilatasi atau obstruksi hidung

 Alergic crease : lipatan horizontal yang melewati setengah bagian


bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung ke atas dengan
tangan

 Alergic salute : kebiasaan menggosok-gosok hidung karena gatal

 Facies adenoid : mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit


yang tinggi, menyebabkan gangguan gigi

 Cobblestone appearance pada dinding posterior faring

 Geographic tongue

 Rhinoskopi: mukosa hidung edem berwarna livide/pucat, dengan sekret


cair

o Klasifikasi

 Berdasar sifat berlangsungnya

 Intermiten: bila gejala <4 hari / minggu atau kurang dari 4 minggu

 Persisten: bila gejala > 4 hari/ minggu atau lebih dari 4 minggu

o Berdasar tingat berat ringanmya

 Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian


 Berat: bila terdapat gangguan tidur dan gangguan aktifitas harian

 Penunjang

o Skin Prick Test (in vivo) dan IgE RAST (in vitro) untuk mengetahui
alergen yang berperan pada pasien

o Hitung jumlah IgE dan Eosinofil : meningkat pada pasien alergi, tetapi tidak
spesifik

 Tatalaksana

o Hindari alergen spesifik

o Dekongestan topikal (oxymetazolin) , gunakan bila benar-benar tersumbat.


Gunakan < 2 minggu agar tidak terjadi rhinitis medikamentosa
 Kortikosteroid topikal bila obat lain tidak membaik
(flutikason, budesonid, beklometason, triamsinolon)

 Antikolinergik topikal (ipatropium bromida)

 Antihistamin sistemik (cetirizin, hidroksizin)

 Dekongestan oral (pseudoefedrin)

Rhinitis Alergi
Etiologi

Disregulasi persarafan otonom di hidung, dimana rangsang parasimpatis


berlebihan sehingga terjadi vasodilatasi dan edema mukosa nasal. Tidak
terdapat infeksi, alergi, eosinofilia, pajana obat, perubahan hormonal.

Klinis
Ada pemicu namun bukan alergi, melainkan suhu, bau menyengat,
asap, stres, dll.

Gejala utama hidung tersumbat, rhinorea, jarang ada bersin (beda dengan
rhinitis alergi)

Rhinoskopi: mukosa warna merah terang sampai ungu, sekret (+),


permukaan konka tidak rata dan hipertrofi

Penunjang

Skin prick test (-), IgE RAST (-), IgE dan eosinofil tidak meningkat

Tatalaksana

Hindari pencetus

Kortikosteroid topikal (budesonid)


Bila rinorea berat  antikolinergik topikal (ipatropium bromide)
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25%

Dekongestan oral (pseudoefedrin)

Rhinitis Vasomotor
Etiologi

Disregulasi persarafan otonom di hidung, dimana rangsang parasimpatis


berlebihan sehingga terjadi vasodilatasi dan edema mukosa nasal. Tidak
terdapat infeksi, alergi, eosinofilia, pajana obat, perubahan hormonal.

Klinis

Ada pemicu namun bukan alergi, melainkan suhu, bau menyengat,


asap, stres, dll.
Gejala utama hidung tersumbat, rhinorea, jarang ada bersin (beda dengan
rhinitis alergi)

Rhinoskopi: mukosa warna merah terang sampai ungu, sekret (+),


permukaan konka tidak rata dan hipertrofi

Penunjang

Skin prick test (-), IgE RAST (-), IgE dan eosinofil tidak meningkat

Tatalaksana

Hindari pencetus

Kortikosteroid topikal (budesonid)


Bila rinorea berat  antikolinergik topikal (ipatropium bromide)
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25%

Dekongestan oral (pseudoefedrin)

Rhinitis Medikamentosa
Adalah kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan
oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung/semprot hidung) dalam waktu lama dan
berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung menetap.
Gejala dan tanda: hidung tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan tampak
edem atau hipertrofi konka dengan sekret hidung berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin,
edem konka tidak berkurang.
•Terapi:

• Hentikan pemakaian obat tetes hidung atau semprot vasokonstriktor hidung.

• Untuk mengatasi sumbatan berulang dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi
jangka pendek.

• Dekongestan oral

• Apabila tidak ada perbaikan dalam 3 minggu, pasien dirujuk ke spesialis THT
Sinusitis
Etiologi :
Inflamasi sinus paranasal akibat infeksi. Penyebab tersering bakteri
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis
Klinis :

Anamnesis: Gejala dan tanda ISPA, nyeri wajah (pipi, dahi,


periorbital) yang diperberat dengan menunduk, sekret purulen, hidung
tersumbat, riwayat sakit gigi, post nasal drip

Pemeriksaan fisik: nyeri tekan sinus (+), mukosa hiperemis, sekret


purulen, tes transiluminasi menunjukkan cahaya berkurang

Klasifikasi patogen: kemungkinan besar bakteri apabila

Gejala melebihi 7 hari

Demam di atas 38° C

Nyeri wajah yang berat

Klasifikasi berdasarkan waktu

Akut: < 4 minggu

Subakut: 4 minggu – 3 bulan

Kronik: di atas 3 bulan

Penunjang

Foto polos (waters, caldwell, lateral): ditemukan opasifikasi,


penebalan mukosa sinus, air fluid level.

CT Scan : gold standart, dipakai jika ada kegagalan terapi atau pada
sinusitis kronik

Tata laksana

Bakterial: amoxicillin
Simptomatik: analgesik, dekongestan, antihistamin, mukolitik

Polip Nasi
Etiologi :

Inflamasi kronik di mukosa nasal atau sinus paranasal

Klinis :
Anamnesis
Hiposmia/anosmia, obstruksi nafas, post nasal drip, nyeri kepala,
mengorok, rhinorea
Rhinoskopi
Massa berwarna pucat, bertangkai, mudah digerakan, sering berada di
meatus medius

Stadium:

Stadium 1: polip terbatas di meatus medius

Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga

hidung tapi belum memenuhi rongga hidung

Stadium 3: polip masif

Penunjang

Nasoendoskopi

CT Scan

Tatalaksana

Kortikosteroid oral (lebih efektif) atau intranasal

Antibiotik

Antihistamin

Pembedahan bila farmakoterapi tidak berhasil


Epistaksis

Epistaksi Anterior

Etiologi

Perdarahan dari pleksus Kiesselbach (a. Sphenopalatina, a. Etmoidalis


anterior, a. Labialis superior, a. Palatina mayor) di septum bagian
anterior atau arteri ethmoidalis anterior

Klinis

Perdarahan ringan unilateral

Tatalaksana

Inisial : posisi duduk, kepala ditegakkan, cuping hidung ditekan ke


arah septum selama 3-5 menit (metode Trotter)

Definitif: kauterisasi dengan larutan AgNO3, hati-hati jangan


lakukan di kedua septum
Jika tidak berhasil, pasang tampon anterior yang dilumasi
vaselin/antibiotik, lidocain 2% dan epinefrin 1:1000. Lepas tampon
setelah 48 jam

Epistaksis Posterior

Etiologi

Perdarahan dari a. Etmoidalis posterior atau a. sfenopalatina

Klinis

Perdarahan hebat bilateral, sering terlihat di faring

Tatalaksana

Pasang tampon Bellocq selama 2-3 hari. Tampon anterior juga


dipasang, pasien dirawat inapkan.
Benda Asing di Hidung

Klinis: riwayat memasukan benda ke dalam hidung, rhinitis berulang


tanpa sebab yang jelas, sumbatan jalan nafas

Rhinoskopi: tampak adanya benda asing di cavum nasi

Tatalaksana: ekstraksi, antibiotik jika ada laserasi

Karsinoma Nasofaring

Etiologi

Berhubungan dengan infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan konsumsi


makanan yang diawetkan atau diasinkan

Klinis

Anamnesis

Pembesaran KGB cervical (metastasis), hidung tersumbat, epistaksis,


gangguan pendengaran, nyeri kepala, kelumpuhan n. Fasialis
(diplopia)

Rhinoskopi

Massa tumor dapat terlihat di dinding lateral nasofaring (fossa Rosenmulleri)

Penunjang

Biopsi pada KGB yang membesar atau nasofaring

CT Scan untuk melihat ekspansi tumor

Tatalaksana

Radioterapi dan kemoterapi

Tonsilitis

Tonsilitis akut viral


Etiologi : EBV (paling sering), dan coxsackie virus

Klinis

Gejala seperti common cold disertai nyeri tenggorok

Pada infeksi EBV terlihat membran pada tonsil yang radang. Jika
membran diangkat tidak menimbulkan perdarahan.
Pada infeksi virus coxsackie tampak luka-luka kecil pada palatum dan
tonsil

yang sangan nyeri

Pada infeksi coxsackie virus menyebabkan tonsilitis akut supuratif

Tatalaksana: istirahat, minum cukup, analgetik, antivirus bila


gejala berat b. Tonsilitis aku bakterial

Etiologi

GABHS, Pneumococcus, Streptococcus viridian,Streptococcus


pyogenes, dan H. Influenza

Klinis

Nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tinggi, nyeri sendi, nyeri telinga

Tonsil tampak membengkak, hiperemis, terdapat


detritus o Tonsilitis folikularis: detritus jelas

o Tonsilitis lakunaris: detritus menjadi satu dan membentuk alur

Tatalaksana

Antibiotik golongan penisilin (Penisilin G atau amoksisilin) atau


eritromisin

Antipiretik

Kortikosteroid
Tonsilitis Fungal

Candida

Pada pasien immunokompromais atau mendapat terapi antibiotik


jangka panjang

Tampak plak putih seperti keju (white cottage cheese like plaque)

Plak berdarah jika diangkat

Tonsilitis Difteri

Etiologi
Corynebacterium
difteri

Klinis

Nyeri menelan, demam subfebris, nyeri kepala, lemas

Tonsil membesar, hiperemis, terdapat pseudomembran yang melekat


erat

dengan dasarnya dan mudah berdarah

Pembesaran kelenjar limfe leher (Bull neck appearance)

Tatalaksana

Isolasi

Anti difteri serum 20.000 – 100.000 unit

Antibiotik golongan penisilin (Penisilin G atau amoksisilin) atau

eritromisin

Kortikosteroid

Antipiretik
Tonsilitis Septik

Penyebab Streptococcus hemoliticus

Riwayat konsumsi susu sapi yang tidak di masak dahulu atau di pasteurisasi

Tonsilitis Kronik

Etiologi

Rangsangan menahun rokok, beberapa jenis makanan, higine mulut


buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat

Klinis

Rasa mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering, bau mulut

Tonsil membesar, hiperemis, terdapat kripte yang melebar berisi detritus

Tatalaksana
Tonsilektomi (jika ada obstruksi nafas, infeksi berulang >3 kali
dalam setahun, dll)

Abses Peritonsilar (Abses Quinsy)

Etiologi
Komplikasi dari tonsilitis dan faringitis

Klinis

Demam, nyeri tenggorokan, nyeri telinga ipsilateral, disfagia,


hipersalivasi, trismus, hot potato voice

Tampak eritem pada palatum molle, tampak abses, uvula terdorong ke


sisi kontralateral, tonsil terdorong inferomedial

Jika tidak terdapat abses disebut peritonsilar infiltrat

Diagnosis banding

Abses retrofaring: leher kaku, kaku kuduk, sesak nafas, stridor, faring
posterior eritem dan edem.

Abses parafaring: leher terlihat membengkak

Tatalaksana

Insisi drainase, antibiotik, kortikosteroid


Laringitis

Etiologi

Virus (parainfluenza, adenoviruz, influenza), bakteri (Haemofilus influenza,


Branhamella cattharalis, Streptococcus pyogenes, Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus), jamur, vocal abuse, pajanan terhadap
polutan, GERD, pneumonia

Klinis

Suara serak atau hilang (afonia)

Nyeri saat menelan dan berbicara

Gejala common cold


Pada Rontgen Soft tissue leher tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign)

Tatalaksana

Vocal rest, vocal rehabilitation

Kortikosteroid

Simptomatik

Laringomalasia

Kelainan kongenital dimana epiglotis lemah

Menyebabkan sumbatan jalan nafas, no feeding intolerance, remisi pada


umur 2 tahun

Laringoskopi: epiglotis berbentuk omega


Bila ada sumbatan nafas  intubasi
Epiglotitis

Akibat infeksi H. Influenza tipe B

Onset akut, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, muffled voice / hot potato
voice, riwayat ISPA

Rontgen lateral soft tissue leher : thumb sign

Nodul Pita Suara

Riwayat penggunaan suara dalam waktu lama (guru, penyanyi, dll)

Suara parau, batuk

Laringoskopi tampak nodul di plica vocalis

Tatalaksana dengan voice therapy

Anda mungkin juga menyukai