Anda di halaman 1dari 16

INFEKSI SALMONELLA SP DI INDONESIA

DISUSUN OLEH

Ni Putu Srinadi(191310805)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


PROGRAM DIPLOMA TIGA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadapan Tuhan Yang Masa Esa karena atas
rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Sesuia araha
dosen pengampu mata kuliah Bakteri, Ini di beri judul “ Infeksi Salmonella sp di
Indinesia”.
Paper ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bakteriologi, pada semester genap tahun akademik 2020/2021. Disini akan dikaji dan
dideskripsikan permasalahan yang berkaitan dengan Infeksi Salmonella sp di Indonesia.
Pada mulanya cukup banyak hambatan dan kesulitan yang dialami dalam
penyusunan paper ini. Namun berkat dari adanya bantuan dari berbagai pihak, kesulitan
dan hambatan tersebut dapat di atasi dengan baik. Oleh karene itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada dosen.
Meskipun penulis sudah mengumpilkan banyak referensi untuk menunjang
penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari para pembaca demi
tersusunya makalah yang lebih baik dikemudian hari. Akhirnya penulis berharap,
semoga makalah ini ada manfaatnya.

Denpasar,24 April 2021

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................ i
Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan.................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3.Tujuan ............................................................................................... 3
Bab II Penbahasan .................................................................................. 4
2.1. Penertian Salmonella ....................................................................... 4
2.2. Karakteristik ................................................................................... 5
2.3. Gejala klinis ..................................................................................... 7
2.4. Identifikasi ....................................................................................... 8
Bab III Penutup ...................................................................................... 12
3.1. kesimpulan....................................................................................... 12
Daftar Pustaka ........................................................................................ 13

iii
BAB I
1.1. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
enterica reservoar typhi, umumnya disebut Salmonella typhi (S.typhi). Jumlah kasus
demam tifoid di seluruh dunia diperkirakan terdapat 21 juta kasus dengan 128.000
sampai 161.000 kematian setiap tahun, kasus terbanyak terdapat di Asia Selatan dan
Asia Tenggara (WHO, 2018). Demam tifoid merupakan 10 besar penyakit terbanyak
pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus tahun 2010
terdapat 41.801 kasus dengan CFR 0,67% dan tahun 2011 terdapat 55.098 kasus dengan
CFR 2,06%. Sedangkan, Berdasarkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR)
Kemenkes bagian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2PL), kasus demam tifoid
di Jawa Tengah selama 3 tahun berturutturut menempati urutan ke-3. Pada tahun 2014
terdapat 17.606 kasus, pada tahun 2015 terdapat 13.397 kasus, sedangkan pada tahun
2016 terdapat sebanyak 244.071 kasus mengalahkan pneumonia, leptospirosis, flu
singapura dan penyakit lainnya. Distribusi suspek demam tifoid menurut tempat, Kota
Semarang menempati sepuluh besar pada 4 tahun terakhir secara berturut-turut dan
tahun 2016 menempati urutan ke-9 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah
(Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Demam tifoid menduduki peringkat 3 dari 10 besar penyakit di rumah sakit
dengan jumlah 5798 kasus, sedangkan pada tahun 2013 menduduki peringkat 1 dari 10
besar penyakit di rumah sakit dengan jumlah 9357 kasus, dan pada tahun 2014 tetap
menduduki peringkat 1 dari 10 besar penyakit di rumah sakit dengan jumlah 9721 kasus,
selanjutnya pada tahun 2015 demam tifoid tetap menduduki peringkat 1 dari 10 besar
penyakit dengan jumlah 9748 kasus. Untuk jumlah kasus demam tifoid di wilayah kerja
Puskesmas Tlogosari Kulon pada tahun 2014 terdapat 211 kasus demam tifoid dan pada
tahun 2015 menduduki peringkat 4 kejadian demam tifoid di Kota Semarang dengan
jumlah 570 kasus, pada tahun 2016 Puskesmas Tlogosari Kulon menempati peringkat 1
kejadian demam tifoid di Kota Semarang dengan jumlah 829 kasus dengan rincian 79
kasus pada anak usia 1-4 tahun, 290 kasus pada usia 5-14 tahun, 318 kasus pada usia 15-
44 tahun, dan 142 kasus pada usia ≥ 45 tahun. Berdasarkan data tersebut jumlah kasus
penderita demam tifoid terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Kulon yaitu

1
pada pada usia 15-44 tahun. Jumlah kasus demam tifoid pada usia 15-44 tahun
meningkat dari tahun 2015 terdapat 176 kasus meningkat pada tahun 2016 menjadi 318
kasus (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2017).
Hasil penelitian oleh Nuruzzaman (2016) menyebutkan bahwa faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian demam tifoid antara lain kebiasaan mencuci tangan
sebelum makan dan kebiasaan makan di luar rumah. Hubungan faktor kebiasaan makan
di luar rumah dengan kejadian demam tifoid dapat dikaitkan dengan hasil penelitian
Yuspasari (2012) tentang kondisi higiene dan sanitasi makanan jajanan yang berada di
salah satu wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Kulon Kelurahan Muktiharjo Kidul bahwa
dari sebanyak 10 sampel penjual menunjukkan bahwa pedagang menyimpan bahan
makanan diatas meja dengan kondisi terbuka, pedagang tidak mencuci bahan seperti
sayuran sebelum dimasak, pedagang makanan tidak mencuci tangan sebelum memasak
makanan, dan pedagang juga tidak menggunakan celemek dalam mengolah makanan.
Hal ini dapat menjadi peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi yang
ditularkan melalui penjamah makanan seperti infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella (Cita, 2011).

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan salmonella sp?


2. Bagaimana karakteristik dari salmonella sp?
3. Bagaimana gejala klinis salmonella sp?
4. Bagaimana identifikasi salmonella sp?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai
berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian dari salmonella sp.


2. Untuk mengetahui karakteristik salmonella sp.
3. Untuk mrngrtahui gejala klinis salmonella sp.
4. Untuk mengetahui identifikasi salmonella sp

3
BAB II
2.1. Pengertian Salmonella SP
Salmonella typhi (S. typhi) disebut juga Salmonella choleraeszls serovar typhi,
Salmonella serovar typhi , Salmonella enterica serovar typhi (Holt, et al., 1994 dan
Anonimous, 2001). S. typhi adalah strain bakteri yang menyebabkan terjadinya demam
tipoid. Demam tipoid merupakan penyakit infeksi serius serta merupakan penyakit
endemis yang serta menjadi masalah kesehatan global termasuk di Indonesia dan
Negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand. Angka kejadian termasuk
tertinggi di dunia yaitu antara 358-810/100.000 penduduk setiap tahun. Penyakit ini
mempunyai angka kematian yang cukup tinggi, yaitu 1- Soh dari penderita (Punjabi,
2004). Demam tipoid dapat terjadi pada semua umur, terbanyak pada usia 3-19 tahun,
sekitar 77Yo dengan puncak tertinggi pada usia l0- l5 tahun (Simanjuntak,l993).
Selain itu S.typhi dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan
septikemia. Penyakit ini dianggap serius karena dapat disertai berbagai penyakit,
kejadian demam typoid telah diperburuk dengan terjadinya peningkatan resistensi
bakteri terhadap banyak antibiotik, meningkatnya jumlah individu yang terinfeksi HIV
serta meningkatnya mobilitas pekerja migran dari daerah dengan insiden yang tinggi (
Thong, et a1.,2000). Bakteri ini masuk melalui mulut bersama makanan dan minuman
yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut dan hanyut ke saluran pencernakan, apabila
bakteri berhasil mencapai usus halus dan masuk ke dalam tubuh mengakibatkan
terjadinya demam tipoid.
S. typhi adalah strain bakteri anggota familia Enterobacteriaceae. Menurut
Kauffman-White Scheme bahwa S.typhi dapat dikelompokkan ke dalam serovar
berdasarkan perbedaan formula antigen, yaitu berdasarkan antigen O(somatik), antigen
Vi (kapsul) dan antigen H (flagel), Sedangkan spesifikasi formula antigen O
dideterminasi dari komposisi dan struktur polisakariada selain itu formula antigen O
dapat mengalami perubahan karena terjadinya lysogenik oleh phaga. Subdivisi serovar
S.typhi dapat dilakukan berdasarkan biovar yaitu berdasarkan kemampuan untuk
memfermentasikan xylosa, sehingga dapat dijumpai S.typhi xylosa positip dan S.typhi
xylosa negatip, hal ini dapat digunakan sebagai marker epidemiologi (Holt, et a1.,1994;
Brenner. Et a|.,1984).

4
Selain itu subdivisi dari serovar dapat didasarkan pada resistensi terhadap
antibiotik. . Darmawati (2005), Murini (1998), dan Eri (2006) menyatakan bahwa profil
protein pilli dari S. ryphi Isolat Rumah Sakit Kariadi Semarang, Isolat Rumah Sakit
Sarjito dan Isolat Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta sangat bervariasi meskipun
diantaranya memiliki beberapa protein hemaglutinin sub unit pilli dengan berat molekul
yang sama yaitu 36 dan 45 kDa. Selain itu Darmawati, S. dan Anwar, S. (2008)
menyatakan bahwa hasil analisis profil protein pilli dari 26 strain ,!. typhi lsolat Jawa
juga menunjukkan adanya variasi baik jumlah pita protein sub unit pilli yang terdiri dari
8-17 pita dengan BM tertinggi 200 kDa, terendah l0 kDa. Hal ini menunjukkan adanya
variasi protein sub unit pilli yang dimiliki oleh 26 strain S. typhi Isolat lawa . Dengan
adanya variasi protein sub unit pilli yang dimiliki oleh 26 strain S. typhi Isolat Jawa
menunjukkan adanya variasi genetik, karena sintesis protein dikode oleh gen sebagai
bagian dari DNA.

2.2. Karakteristik
Salmonellatyphi adalah bakteri gram negatif, memiliki flagel, bersifat anaerob
fakultatif, berkapsul dan tidak membentuk spora (Nelwan,RHH.,2007). Salmonellatyphi
memiliki tiga antigen utama:
1. Antigen O (antigen somatic), yaitu berada pada lapisan luar tubuh
bakteri. Bagian ini memiliki struktur kimia lipopolisakarida
(endotoksin). Antigen ini tahan dengan suhu panas dan alkohol
tetapi tidak tahan dengan formaldehid (Nelwan,RHH.,2007).
2. Antigen H (antigen flagela), yakni terletak pada flagela, fimbriae
atau fili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu
protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan dengan
panas diatas 60o C, asam serta alkohol (Nelwan,RHH.,2007).
3. Antigen Vi adalah polimer polisakarida bersifat asam yang berada
pada kapsul (envelope) dari bakteri sebagai pelindung bagi bakteri
salmonella terhadap fagositosis(Nelwan,RHH.,2007).
Kebanyakan serotipe Salmonella tumbuh dengan kisaran suhu 5 sampai 47° C
dengan suhu optimum 35 sampai 37° C, tetapi beberapa serotipe bisa tumbuh di suhu

5
serendah 2 sampai 4° C atau setinggi 54° C (Gray dan FedorkaCray, 2012). Salmonella
sensitif terhadap panas dan bisa mati pada suhu 70° C atau lebih.Salmonella tumbuh di
kisaran pH 4 sampai 9 dengan optimum antara 6,5 dan 7.5. Bakteri ini membutuhkan
aktivitas air yang tinggi (aw) antara 0,99 dan 0,94 (air murni aw = 1,0) namun bisa
bertahan di aw ˂0,2 seperti pada makanan kering. Pertumbuhan akan terhambat pada
suhu ˂7oC, pH ˂3.8 atau aktivitas air ˂0,94 (Hanes, 2003; Bhunia, 2008).
Salmonella typhi dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dihancurkan oleh asam lambung dan sisanya
berlanjut kesaluran pencernaan dan berkembang biak. Jika bakteri masuk dengan jumlah
yang banyak yaitu kurang lebih 106 -109 . Apabila respon imunitas humoral mukosa
IgA usus yang kurang baik maka bakteri akan masuk ke dalam usus halus. Pertama akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M lalu ke lamina 8 propia. Di lamina propia
bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel fagosit terutama makrofag
(Nelwan,RHH.,2007).
Kuman dalam hal ini bakteri Salmonella typhi dapat berkembang biak dan hidup
di dalam makrofag selanjutnya dibawa ke Plaque Peyeri Ileum Distal , kemudian
menuju kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus bakteri masuk ke
dalam sistem peredaran darah sehingga menyebabkan bakterimia (asimtomatik) dan
demam tifoid. Bakterimia dikatakan asimtomatik karena baru pertama terjadi kurang
lebih 24-72 jam setelah bakteri tertelan dan biasanya tanpa gejala sebab bakteri langsung
ditangkap oleh sel-sel sistem retikuloendotelial tubuh yang utama yaitu hati, limpa dan
sumsusm tulang. Pada organ ini, bakteri akan meninggalkan makrofag dan kemudian
berkembang biak diluar sel (ruang sinusoid) selanjutnya menuju kedalam sirkulasi darah
lagi yang menyebabkan bakterimia kedua kalinya dengan tanda dan gejala infeksi
sistemik (Nelwan,RHH.,2007).
Dalam hati, bakteri masuk kedalam kandung empedu dan berkembang biak.
Secara berselang akan diekskresikan bersama dengan cairan empedu kedalam lumen
usus. Kurang lebih separuh bakteri dikeluarkan bersama feses dan separuhnya lagi
masuk kedalam sirkulasi menembus usus. Proses yang sama diawal terulang kembali,
akibat aktivasi makrofag maka saat fagositosis bakteri Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik yakni;

6
demam, malaise, mialgia, sakit perut, sakit kepala, instabilitas vascular, gangguan
mental dan koagulasi (Nelwan,RHH.,2007).
Bentuk dari bakteri Salmonella typhi adalah batang, tidak berspora, ukuran 103,5
µm x 0,5-0,8 µm, besarnya koloni rata-rata 2-4 mm, memiliki flagela peritrikh. Bakteri
ini memfermentasikan glukosa dan manosa tanpa membentuk gas tetapi tidak
memfermentasikan laktosa dan sukrosa.Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal
dari bahan klinik menghasilkan H2S (Jawetz et al., 2006). Isolat Salmonellatyphi pada
media SSA (salmonella dan shigella agar) ketika suhu 37oC maka menunjukkan koloni
yang tampak cembung, transparan dan memiliki bercak hitam dibagian pusat
(Nugraha,2012). Bakteri Salmonellatyphi akan mati pada suhu 60oC selama 15 – 20
menit melalui pasteurisasi, pendidihan dan khlorinasi (Kementerian kesehatan RI, 2006).

2.3. Gejala Klinis


Gejala klinis penyakit ini adalah demam tinggi pada minggu ke 2 dan ke 3,
biasanya dalam 4 minggu gejala tersebut telah hilang, meskipun kadang-kadang
bertambah lebih lama. Gejala yang lain yang sering ditemukan adalah anoreksia,
malaise, nyeri otot, sakit kepala, batuk, bradikardia (slow heart rate) dan konstipasi.
Selain itu dapat dijumpai adanya pembesaran hati dan limpa, bintik rose sekitar
umbilikus yang kemudian diikuti terjadinya ulserasi pada Peyer patches pada daerah
ilium, yang kemudian diikuti terjadinya perdarahan kerena terjadi perforasi. Masa
inkubasi demam tifoid umumnya l-3 minggu, tetapi bisa lebih singkat yaitu 3 hari atau
lebih lama sampai dengan 3 bulan. Waktu inkubasi sangat tergantung pada kuantitas
bakteri dan host factor serta karakteristik strain bakteri yang menginfeksi (Maier et al.,
2000; Anonimous, 2001).
Dosis infektif rata-rata bagi manusia cukup 106 organisme untuk menimbulkan
infeksi klinik atau subklinik. Pada manusia, S. typhi dapat menimbulkan demam enterik,
bakterimia dengan lesi lokal dan enterokolitis. Untuk diagnosis laboratorium antara lain
dengan cara bakteriologik, serologi dan molekuler. Menurut Hatta et al. (2007),
polymerase chain reaction (PCR) menggunakan satu pasang primer gen flagelin dapat
digunakan untuk identifikasi keberadaan S.typhi di dalam darah, urin dan feses. Adapun
sampel untuk identifikasi bakteri dapat berupa darah, urin, feses, sumsum tulang

7
belakang. Menurut Talaro et al. (2002) bahwa untuk identifikasi strain bakteri anggota
familia Enterobacteriaceae dapat dilakukan serangkaian uji biokimia IMViC (Indol,
Methyl Red, Voges Proskauer, Citrat).

2.4. Identifikasi
Prinsip identifikasi Salmonella typhi adalah dengan melihat penampang secara
mikroskopis (pewarnaan gram), kultur bakteri, uji serologis, uji biokimia dan
biomolekuler. Kelima cara identifikasi bakteri Salmonella typhi dipaparkan lebih lanjut
sebagai berikut:
a) Penampakan Secara mikroskopis
Pewarnaan Gram TP-39 dengan melakukan prosedur pewarnaan didapatkan
hasil bakteri Gram batang negatif (UK,Standards for Microbiology
Investigation Services, 2015).
b) Kultur Bakteri
Kultur adalah metode mengembangbiakan bakteri dalam suatu media. Pada
umumnya Salmonella tumbuh dalam media pepton ataupun kaldu ayam
tanpa tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur yang
sering digunakan adalah agar Mac Conkey (Sheikh,A.,2011). Media lain
seperti agar EMB (eosine methylene blue), Mac Conkey atau medium
deoksikholat dapat mendeteksi adanya lactose non-fermenter sepeti bakteri
Salmonella typhi dengan cepat. Namun bakteri yang tidak
memfermentasikan laktosa tidak hanya dihasilkan oleh Salmonella, tetapi
juga Shigella, Proteus, Serratia, Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram
negatif lainnya. Untuk mendeteksiS. typhi dengan cepat dapat pula
mempergunakan medium bismuth sulfit. Untuk lebih spesifik, isolasi dapat
dilakukan pada medium selektif, seperti agarSalmonella-shigella (agar SS)
ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk pertumbuhan Salmonella dan
Shigella.
Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S. typhi adalah media
empedu (gall) dari sapi, yang mana media gall ini dapat meningkatkan
positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh

8
pada media tersebut. Pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) S. typhi
akan membentuk koloni hitam (black jet) karena bakteri ini menghasilkan
H2S (Sucipta,A.,2015). Prinsip kultur bakteri ini adalah : bekuan darah
penderita + media Gall atau Bile 1 % dalam Pepton Water (1 : 1) diinkubasi
selama 24 jam dalam suasana aerobic, kemudian dilakukan penanaman pada
media differensial seperti media MacConkey, apabila hasil yang didapat
memperlihatkan kuman dapat memfermentasikan laktosa (laktosa positif)
maka pemeriksaan tidak dilanjutkan, sedangkan apabila kuman tidak
memfermentasikan laktosa (laktosa negatif) maka pemeriksaan dilanjutkan
untuk mencari kuman Salmonella (Qushai,2014).

c) Uji Serologis
1. Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi
(reagen).Pemeriksaan ini sebagai dikategorikan pemeriksaan penunjang
dalam hal menegakkan diagnosis.Pemeriksaan dengan uji widal
dilakukan dengan mendeteksi adanya antibodi aglutinin dalam serum
pasien yang terinfeksi bakteri Salmonella pada antigen yang berada pada
flagela (H) dan badan bakteri (O). Hasil positif dengan pemeriksaan ini
lebih spesifik dengan ditunjukkannya titer aglutinin sebesar sebesar
≥1/200 (Meta,S.,2013). Karena mempergunakan reaksi aglutinasi, maka
akan tidak bermakna apabila dilakukan secara single test. Akan lebih
bermakna bila dilakukan pemeriksaan widal sebanyak dua kali yaitu pada
fase akut dan 7-10 hari setelah fase tersebut.Sebab, aglutinin O dan H
secara 13 signifikan meningkat kurang lebih 8 hari setelah onset demam
hari pertama. Jika peningkatan titer terjadi sebanyak empat kali, maka
hasilnya positif secara signifikan(Meta,S.,2013).
2. Uji Tubex
Tes tubex adalah salah satu dari uji serologis yang menguji aglutinasi
kompetitif semikuantitatif untuk mendeteksi adanya antibodi IgM

9
terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) O-9 S.typhi dan tanpamendeteksi
IgG. Tes tubex 14 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik
daripada uji widal (Keddy,K,et al.2011). Sensitivitasnya dapat
ditingkatkan dengan mempergunakan partikel berwarna, sedangkan
spesifisitasnya ditingkatkan dengan penggunaan antigen O-9. Antigen ini
spesifik dan khas pada Salmonella serogrup D yakni Salmonella typhi
(Pratama, I. dan Lestari, A.,2015).

d) Tes Biokimia
1. Tes Urease TP 36 : Hasil tes ini bahwa Urease Spesies salmonella tidak
menghasilkan urease
2. Oxidase TP 26 : Tes oksidase yang hasilnya Spesies Salmonella bersifat
oksidase negatif
3. Tes Indole TP19 dengan Uji Indole, spesies salmonella bersifat indol
negative
e) Biomolekuler
1. Matrix-Assisted Laser Desorption/Ionisation Time Of Flight Mass
Spectrometry (MALDI-TOF MS) Metode ini dapat digunakan untuk
menganalisis komposisi protein sel bakteri.Kemampuan metode ini dalam
melakukan analisis sensitivitas sangat cepat dan akurat.Keuntungan dari
MALDI-TOF dibandingkan dengan metode identifikasi lainnya adalah
hasil analisis diperoleh dalam beberapa jam. (Barbuddhe SB, Maier
T,2008). Metode ini telah digunakan untuk identifikasi Salmonella, serta
dapat dipakai dalam membedakan S. enterica serovar typhi dari serovar
Salmonella lainnya. MALDI-TOF MS menunjukkan bukti yang
signifikan dalam identifikasi bakteri Salmonella namun memerlukan
studi tambahan untuk mengetahui ketepatan identifikasinya (Clark
AE,dkk.2013, Kuhns M,dkk.2012).
2. PCR (Polymerase Chain Reaction) Polymerase Chain Reaction adalah
metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida
diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu

10
memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram
DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak
relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk
memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan
terkait metode PCR, urutan segmen spesifik yang mengapit DNA yang
akan 19 diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh
(Sucipta,A.,2015).
Pemeriksaan PCR mempergunakan primer H1-d yang dapat dipakai
untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi. Pemeriksaan ini tergolong
cepat dan dapat mendeteksi satu bakteri dalam beberapa jam
(Sucipta,A.,2015). Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih tinggi daripada kultur bakteri, uji widal, dan tes
tubex. Kendala dalam penggunaan metode PCR yaitu rentan dengan
risiko kontaminasi yang mengakibatkan hasil positif palsu, terdapat
bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR
(hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah, bilirubin dan garam
empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi, dan teknis yang
relatif rumit(Marleni, M., Iriani, Y., Tjuandra, W.,dan Theodorus.,2014).
Metode ini telah berhasil digunakan dalam identifikasi subspesies
Salmonella I, Salmonella enterica serovars typhimurium, typhi dan
enteritidis serta subspesies Salmonella enterica arizonae dan diarizonae
(dengan cepat dan akurat tanpa memerlukan pengujian serologis)
(Anbazhagan D,dkk.2010). 20

11
BAB III
KESIMPULAN
Salmonella adalah bakteri Gram negatif, memiliki flagela, bersifat fakultatif
anaerobik yang memiliki tiga antigen utama: antigen H atau flagela; O atau antigen
somatik; dan antigen Vi (hanya dimiliki beberapa serovar). Isolat salmonella pada media
SSA (Salmonella Shigella Agar) pada suhu 37oC nampak koloni cembung, transparan,
bercak hitam dibagian pusat.
Prinsip identifikasi Salmonella typhi adalah dengan melihat penampang secara
mikroskopis (pewarnaan gram), kultur bakteri, uji serologis, uji biokimia dan
biomolekuler. Masing-masing cara identifikasi memiliki keuntungan dan kelemahan
tersendiri. Oleh karena itu, pemilihan cara identifikasi disesuaikan dengan kondisi dan
waktu pemeriksaan.
Cara untuk mendiagnosis bakteri Salmonella typhi didapat dengan anamnesis,
lalu melihat gejala klinis yang muncul, gejala penyerta serta dengan melakukan uji
laboratorium baik kultur, serologis dan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan
diagnosis pasti penderita yang memang terinfeksi bakteri Salmonella typhi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Afinah, N,R. 2019. HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND


DEVELOPMENT.
URL:https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/download

/24387/13482. Diakses pada 24 April 2021.


Anonim. IDENTIFIKASI DAN DIAGNOSIS INFEKSI BAKTERI Salmonella typhi.
URL:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/8e5dfa9

e39bb56457fc435f789539358.pdf. Diakses pada 24 April 2021.


Darmayanti, S. 2009. KEANEKARAGAMAN GENETIK Salmonella typhi.
JURNAL KESEHATAN.
URL:https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/Analis/article/download/2
25/237. Diakses tanggal 24 April 2021.
IMARA,F.2020. Salmonella typhi Bakteri Penyebab Demam Tifoid. Jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar. URL:
http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/psb/article/download/14264/9525. Diakses
pada 24 April 2021.

13

Anda mungkin juga menyukai