Anda di halaman 1dari 5

Pertemuan 1

Memahami dan menerapkan tahapan pelaksanaan proses konseling.

Proses pelaksanaan konseling

A. Tahap pertama: pembentukan relasi


Pada tahap ini, ada beberapa hal yang perlu disampaikan kepada klien atau calon klien. Pertama adalah
memberikan dan menjelaskan informed consent. Isi dari informed consent dapat disesuaikan dengan
kebutuhan, akan tetapi secara umum perlu mencakup penjelasan mengenai apa yang akan dilakukan. Dalam
informed consent perlu ada pernyataan yang menunjukkan bahwa klien se
tuju untuk mengikuti proses konseling dan telah dijelaskan dan memahami hak-haknya.
Pada tahap ini konselor juga dapat mulai menggali tujuan klien untuk mengikuti konseling. Selanjutnya dapat
didiskusikan mengenai hal-hal apa yang dapat diharapkan klien dari proses konseling dan apa yang tidak.
Konselor perlu meluruskan apabila klien memiliki pemahaman atau harapan yang keliru terhadap proses
konseling.
Konselor perlu menghindari mengatakan atau menjelaskan mengenai proses konseling secara bertele-tele dan
panjang lebar, sebab justru akan membingungkan klien dan membuat mereka hati-hati dalam berbicara.
Harapan-harapan klien terhadap konseling yang berkaitan dengan proses konseling akan muncul di sepanjang
proses konseling. Harapan tersebut ada yang realistis dan ada pula yang tidak. Topik tersebut akan dibahas
dalam pertemuan yang lain.
Adapun hal-hal yang perlu dihindari adalah sebagai berikut; terlalu bersemangat, terlalu aktif (terlalu banyak
berbicara), bersikap menghakimi, tergesa-gesa membuat patokan-patokan dasar (misalnya terlalu berlebihan
dalam memberi penjelasan mengenai hubungan antara konselor dengan klien dengan mengatakan bahwa klien
tidak boleh jatuh cinta pada konselor), membuat janji-janji, terlalu membuat kepastian yang tidak dapat dijamin
kebenarannya, serta konfrontasi.

B. Tahap kedua: penggalian dan pemahaman


Dalam tahap ini konselor masuk sedikit lebih jauh dalam dunia klien dengan penggunaan pertanyaan-
pertanyaan dan pemusatan yang tepat. Konselor juga mengarahkan klien untuk membicarakan masalahnya
dengan latar belakangnya. Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini, yaitu sbb (Haley, 1987):
a. Konselor tidak membuat tafsiran dan tidak perlu memberikan komentar. Pada tahap ini, konselor perlu
menahan diri dari komentar, saran, atau bahkan upaya untuk membantu klien melihat masalahnya dari
sudut pandang lain. Ia hanya dituntut menerima apa yang dikatakan klien.
b. Konselor tidak boleh memberi nasihat pada tahap ini
c. Konselor harus memusatkan perhatiannya pada usaha mengumpulkan informasi dan pendapat-pendapat.
d. Konselor harus mengarahkan perhatian pada satu pokok penting (masalah yang diajukan) dan tidak terpecah
pada masalah-masalah lainnya.

Pada tahap ini, teknik keterampilan dasar yang disarankan untuk digunakan adalah minimal respond dan
paraphrasing. Dua teknik tersebut dianggap yang paling baik, karena pada tahap ini konselor perlu memberi
kesempatan kepada klien untuk menceritakan permasalahannya dan menyampaikan apa yang menurutnya
perlu dikatakan. Dengan minimal respond maupun paraphrase, konselor dapat meminimalkan intervensi yang
dikhawatirkan dapat mengganggu alur berpikir klien dalam menceritakan permasalahannya.
Tugas:

Lakukan paraphrase dari pernyataan klien berikut.

1. Pacar saya sering punya alasan sehingga tidak bisa bertemu dengan saya. Alasan kuliah, menemani mamanya,
keluar dengan teman-temannya, selalu saja ada acara lain yang lebih penting daripada saya.

PARAFRASE:

2. Ibu ingin saya seperti kakak saya. Saya bisa memahaminya. Kakak saya adalah orang yang pintar, memiliki
kepribadian yang menyenangkan, gampang disukai oleh orang lain, selain itu juga dia cantik.

PARAFRASE:

3. Atasan saya seharusnya tahu bahwa saya sudah melakukan apa yang saya bisa. Beliau seharusnya lebih bisa
mengapresiasi. Dari sekian banyak hal yang sudah saya lakukan, apakah tidak ada satupun yang benar? Dia
tidak pernah memuji pekerjaan saya, selalu kritik, kritik, dan kritik.

PARAFRASE:

4. Kemarin ada dua tugas kuliah yang harus dikumpulkan, lalu sorenya saya ada rapat dengan teman-teman
membahas kegiatan yang akan dilaksanakan 2 bulan lagi. Malamnya saya rapat dengan teman-teman
karangtaruna.

PARAFRASE:

5. Saya sudah berkali-kali berusaha minta maaf, secara langsung, maupun lewat pesan singkat di handphone.
Setiap kali bertemu saya juga selalu menyapa lebih dulu. Tapi dia masih belum mau memaafkan saya.

PARAFRASE:

Pada tahap ini konselor juga mulai melakukan analisis masalah. Tahap penggalian, pemahaman, dan analisis masalah
sebenarnya tidak dapat dipisahkan secara jelas. Akan tetapi, analisis terhadap masalah dilakukan ketika konselor merasa
sudah memiliki informasi yang cukup untuk mulai memahami permasalahan. Konselor juga perlu berhati-hati dalam
menyampaikan hal-hal yang sifatnya dugaan yang muncul dari hasil analisisnya.Keterampilan dasar yang disarankan
pada tahap ini adalah klarifikasi dengan pertanyaan terbuka.

Tugas:

Buatlah satu pertanyaan dari SETIAP pernyataan klien berikut ini.

1. Kami tidak pernah cocok. Saya selalu bertengkar dengan kakak saya.
PERTANYAAN:

2. Saya takut kalau ayah saya tahu, dia akan kecewa pada saya.
PERTANYAAN:

3. Tidak ada satu hal pun yang dapat saya lakukan dengan benar.
PERTANYAAN:

4. Saya tidak tahu apa salah saya, tapi dia sepertinya membenci saya.
PERTANYAAN:

5. Jika saya mati, semua masalah yang saya timbulkan akan selesai.
PERTANYAAN:
C. Tahap ketiga: pemecahan masalah
Sebelum melakukan pemecahan masalah, maka konselor seharusnya sudah memiliki pemahaman terhadap
permasalahan dengan melakukan analisis terhadap masalah. Tahap kedua dan ketiga bisa mengalir begitu saja.
Akan tetapi, sebaiknya konselor memberikan kesimpulan terlebih dahulu terhadap permasalahan klien, dan ada
kalanya antara konselor dan klien perlu menyepakati permasalahan mana yang ingin dibicarakan lebih lanjut
dalam proses konseling.
Keterampilan dasar konseling yang disarankan: kesimpulan, klarifikasi, probing
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tahap pemecahan masalah.
a. menunjukkan penghargaan dan pemahaman pada klien, mentolerir masalah klien, tidak menganggap klien
tidak becus ataupun abnormal karena masalah yang mereka miliki.

Contoh ungkapan konselor:


“Saya bisa melihat betapa permasalahan yang Saudara alami sangat membebani Saudara. Tetapi Saudara
patut bangga pada diri sendiri sebab Saudara telah berani menceritakan permasalahan Saudara. Itu artinya
Saudara tidak menyerah dan memiliki tekad yang kuat untuk bangkit dari permasalahan yang Saudara
alami.”

“Saya bisa memahami betapa beratnya beban yang dirasakan seorang ibu ketika ada masalah pada anak.
Apalagi masyarakat kita cenderung menganggap bahwa tanggung jawab pengasuhan anak ada pada ibu.
Oleh sebab itu, seorang ibu dapat merasa bersalah atas apa yang terjadi pada anak-anak mereka, seperti
yang ibu rasakan saat ini. Saya tahu hal ini bisa dirasakan oleh ibu-ibu yang lain juga”.

b. tidak mengambil alih masalah klien atau mengambil tanggungjawab terhadap permasalahan klien. Ada
kalanya klien juga perlu diingatkan prinsip tersebut. Pemecahan masalah sebaiknya dimulai dari sisi klien,
mulailah dengan membahas gejala atau masalah yang diajukan. Klien perlu memahami bahwa
tanggungjawab akhir untuk menyelesaikan masalah adalah pada diri klien sendiri. Tetaplah positif terhadap
klien dan berilah

Contoh ungkapan konselor (jika dibutuhkan):


“Saya bisa melihat Saudara sangat bersemangat untuk segera memecahkan masalah Saudara, apabila
melihat banyaknya pertanyaan yang Saudara ajukan. Hal itu baik sekali, sebab menunjukkan motivasi dan
komitmen Saudara untuk menjadi lebih baik. Akan tetapi, perlu kita pahami bersama bahwa pada akhirnya
Saudaralah yang akan menjalani kehidupan Saudara sendiri, sehingga pemecahan masalah apapun yang
nanti Saudara ambil perlu dipikirkan betul apa akibatnya”.

c. Hanya masalah-masalah yang dapat dipecahkan yang perlu ditangani dan didiskusikan. Ada kalanya konselor
perlu memberi petunjuk atau menyimpulkan permasalahan klien, sebab klien sendiri kadangkala belum
memiliki pemahaman yang baik terhadap inti masalahnya. Konselor dan klien dapat menyepakati masalah
mana yang menjadi prioritas untuk dipecahkan.

Contoh ungkapan konselor:


“Oke, baik, sampai disini ada beberapa hal yang dapat saya pahami dari permasalahan Saudara. Saudara saat ini
merasa tidak nyaman tentang banyak hal dalam hidup Saudara. Akan tetapi, dari yang Saudara ceritakan, saya
setidaknya menyimpulkan beberapa hal, pertama, Saudara ingin memiliki pemahaman lebih baik tentang diri
Saudara, karena Saudara sering merasa bingung dan tidak yakin terhadap diri Saudara sendiri. Kedua, Saudara
merasa tidak puas terhadap hubungan Saudara dengan orang-orang terdekat Saudara, terutama ibu dan suami
Saudara.”
Konselor juga dapat meminta klarifikasi klien terhadap kesimpulan konselor.
“Bagaimana menurut Saudara?”
Pada tahap ini konselor mengarahkan klien untuk merumuskan masalah yang harus dipecahkan.

“Selanjutnya, kita perlu menyepakati permasalahan mana yang akan kita diskusikan terlebih dahulu, walaupun
bisa saja keduanya saling berkaitan. Menurut Saudara, mana dari permasalahan tersebut yang ingin Saudara
bicarakan lebih dulu?”

Konselor dapat membantu mengarahkan klien dengan teknik probing.

“Bagaimana jika kita mendiskusikan permasalahan Saudara yang pertama? Mungkin jika Saudara sudah memiliki
gambaran yang lebih baik mengenai diri Saudara sendiri, akan lebih mudah bagi Saudara untuk memahami
hubungan Saudara dengan orang lain. Bagaimana menurut Saudara?”

d. membantu klien untuk dapat melihat mengapa masalah tersebut harus diselesaikan, salah satunya untuk
meningkatkan motivasi klien agar terlibat penuh dalam upaya pemecahan masalah. Pemecahan masalah tidak
perlu dilakukan jika klien acuh tak acuh dalam menyelesaikan masalah itu. Konselor dapat menegaskan hal
tersebut pada klien.
Contoh ungkapan konselor:
“Dari yang saya lihat [“dengar” atau ”rasa”], Saudara tidak terlalu menganggap masalah ini penting. Benarkah
demikian?”
Jika dirasa perlu, konselor dapat menggunakan konfrontasi. Tetapi, berhati-hatilah saat melakukannya. Hanya
lakukan jika konselor sudah cukup yakin bahwa telah terjalin komunikasi dan saling pengertian antara
konselor dan klien. Konselor juga perlu tetap netral dan memperhatikan intonasi suara saat melakukan
konfrontasi. Ingat, tujuan dari konfrontasi bukan untuk membuktikan bahwa konselor benar, tetapi
menegaskan atau memastikan pikiran atau perasaan klien yang sebenarnya.
Contoh konfrontasi:
“Saya bisa berkata demikian, karena saya merasa [“lihat” atau “dengar”] Saudara seperti tidak bersemangat
ketika membahas masalah tersebut” atau “…Saudara mengalihkan pembicaraan setiap kali topik tentang ibu
Saudara diangkat”.

e. menyadari alasan-alasan munculnya kesulitan dalam diri klien, tetapi berhati-hati dalam menyampaikan hasil
analisis konselor terhadap permasalahan klien.
Contoh situasi:
Konselor mungkin sampai pada kesimpulan bahwa inti dari permasalahan klien adalah ketidakmampuan
klien mengelola waktu, sehingga hal-hal yang dilakukan klien menjadi tidak maksimal dan akhirnya membuat
klien kecewa, tetapi klien menganggap kegagalan tersebut karena faktor-faktor lain di luar dirinya.
Konselor dapat melakukan probing dengan mengatakan:
“mungkinkah menurut Anda penyebab masalah itu karena kesulitan Anda mengatur waktu dengan baik?”
atau
“Bagaimana jika waktu itu Anda mengerjakan tugas Anda dengan waktu yang lebih panjang, apakah
menurut Anda hasilnya akan lebih maksimal?”

f. melihat usaha-usaha positif klien yang sudah dibuat sebelumnya untuk memecahkan masalah tersebut dengan
tekanan pada kekuatan-kekuatan klien dan memberi penghargaan atau pujian yang tepat.
Contoh ungkapan konselor:
“Saya dapat melihat Anda telah memikirkan permasalahan Anda dan telah memperhitungkan beberapa
strategi dengan baik. Walaupun strategi-strategi tersebut belum memberikan hasil yang Anda harapkan,
tetapi Anda sudah memulai langkah yang positif untuk memperbaiki masalah ini.”

g. membantu klien menetapkan sejumlah patokan untuk menguji gagasan-gagasan tentang pemecahan untuk
masalah itu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih alternatif pemecahan masalah:
1. strategi harus konkrit dan spesifik
2. strategi harus dapat diukur
3. strategi harus realistis (dari segi waktu, tenaga, dan biaya, serta aspek-aspek lain yang mungkin ada,
misalnya pertimbangkan siapa saja yang terlibat dan apakah hal tersebut mungkin)
4. strategi harus memadai
5. strategi harus sejalan dengan nilai-nilai konseli (BUKAN konselor!)

h. Rujukan yang tepat memang harus dilakukan jika memang diperlukan. Konselor perlu memiliki
pertimbangan yang baik mengenai perlu tidaknya suatu konseling diteruskan. Hal-hal yang perlu menjadi
pertimbangan seorang konselor untuk penghentian layanan psikologis diatur dalam Kode Etik Psikologi yang
dikeluarkan Himpsi.

D. Tahap terakhir: mengakhiri konseling


Keterampilan dasar konseling yang disarankan: kesimpulan.
Kesimpulan wajib diberikan di akhir konseling, entah itu dilakukan oleh konselor sendiri, ataupun klien.
Beberapa ahli konseling tetap menyarankan bahwa klien perlu dapat menarik kesimpulan terhadap proses
konseling. Akan tetapi, ada baiknya agar konselor dapat memberikan contoh kesimpulan yang baik. Selain itu,
konselor perlu memberi penguatan dan motivasi agar klien berkomitmen menjalankan pemecahan masalah
yang telah disepakati dan fokus pada hal-hal positif yang telah dicapai dalam proses konseling.
Contoh ungkapan konselor:
“Waktu kita hampir habis. Sebelum kita akhiri, saya pikir kita perlu mengulas kembali yang sudah kita bahas hari
ini. Salah satunya kita telah menyepakati bahwa permasalahan Anda adalah kurangnya keterbukaan antara Anda
dengan ibu Anda, sehingga sepulang dari sini Anda akan mencoba mengatakan apa yang Anda pikirkan dan
rasakan kepada ibu Anda. Apa lagi menurut Anda yang dapat Anda ingat?”

Pada tahap ini konselor juga dapat menjelaskan atau menyepakati tentang pertemuan berikutnya, jika direncanakan.

Anda mungkin juga menyukai