Anda di halaman 1dari 6

SURYA PALOH

SUKSES ANAK KOLONG DALAM


BISNIS MEDIA

Surya Paloh, 40 tahun, lahir di Tanah


Rencong, di daerah yang tak pernah
dijajah Belanda. Ia besar di kota
Pematang Siantar, Sumut, di daerah
yang memunculkan tokoh-tokoh besar semacam TB
Simatupang, Adam Malik, Parada Harahap, A.M. Sipahutar,
Harun Nasution. Ia menjadi pengusaha di kota Medan, daerah
yang membesarkan tokoh PNI dan tokoh bisnis TD Pardede.
Aktifitas politiknya yang menyebabkan Surya Paloh pindah ke
Jakarta, menjadi anggota MPR dua periode. Justru di kota
metropolitan ini, kemudian Surya Paloh terkenal sebagai
seorang pengusaha muda Indonesia.
Surya Paloh mengenal dunia bisnis tatkala ia masih
Remaja. Sambil Sekolah ia berdagang teh, ikan asin, karung
goni, dll. Ia membelinya dari dua orang ‘toke’ sahabat yang
sekaligus gurunya dalam dunia usaha, lalu dijual ke beberapa
kedai kecil atau ke perkebunan (PTP-PTP). Di Medan, Surya
Paloh mendirikan perusahaan karoseri sekaligus menjadi
agen penjualan mobil.
Sembari berdagang, Surya Paloh juga menekuni
kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan
Fakultas Sosial Politik, Universitas Islam Sumater Utara,
Medan. Di kota yang terkenal keras dan semrawut ini,
keinginan berorganisasi yang sudah berkembang sejak dari
kota Pematang Siantar, semakin tumbuh subur dalam dirinya.
Situasi pada saat itu, memang mengarahkan mereka aktif
dalam organisasi massa yang sama-sama menentang
kebijakan salah dari pemerintahan orde lama. Surya Paloh
menjadi salah seorang pimpinan Kesatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonesia (KAPPI)
Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda
dan Pelajar pada Sekber Golkar. Beberapa tahun kemudian,
Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-
ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PT-ABRI Sumut. Bahkan
organisasi ini, pada tahun 1978, didirikannya bersama anak
ABRI yang lain, di tingkat pusat Jakarta, dikenal dengan nama
Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia
(FKPPI).
Kesadarannya bahwa dalam kegiatan politik harus ada
uang sebagai biaya hidup dan biaya perjuangan,
menyebabkan ia harus bekerja keras mencari uang, dengan
mendirikan perusahaan atau menjual berbagai jenis jasa. Ia
mendirikan perusahaan jasa boga, yang belakangan dikenal
sebagai perusahaan catering terbesar di Indonesia.
Keberhasilannya sebagai pengusaha jasa boga,
menyebabkan ia lebih giat belajar menambah ilmu dan
pengalaman, sekaligus meningkatkan aktifitasnya di
organisasi.
Menyusuri kesuksesan itu, ia melihat peluang di
bidang usaha penerbitan pers. Surya Paloh mendirikan Surat
Kabar Harian Prioritas. Koran yang dicetak berwarna ini, laku
keras. Akrab dengan pembacanya yang begitu luas sampai ke
daerah-daerah. Sayang, surat kabar harian itu tidak berumur
panjang, keburu di cabut SIUPP-nya oleh pemerintah. Isinya
dianggap kurang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik
Indonesia.
Kendati bidang usaha penerbitan pers mempunyai
risiko tinggi, bagi Surya Paloh, bidang itu tetap merupakan
lahan bisnis yang menarik. Ia memohon SIUPP baru, namun,
setelah dua tahun tak juga keluar. Minatnya di bisnis pers tak
bisa dihalangi, ia pun kerjasama dengan Achmad Taufik
Menghidupkan kembali Majalah Vista. Pada tahun 1989,
Surya Paloh bekerja sama dengan Drs. T. Yously Syah
mengelola koran Media Indonesia. Atas persetujuan Yously
sebagai pemilik dan Pemrednya, Surya Paloh memboyong
Media Indonesia ke Gedung Prioritas. Penyajian dan bentuk
logo surat kabar ini dibuat seperti Almarhum Prioritas.
Kemajuan koran ini, menyebabkan Surya Paloh makin
bersemangat untuk melakukan ekspansi ke berbagai media di
daerah. Disamping Media Indonesia dan Vista yang terbit di
Jakarta, Surya Paloh bekerjasama menerbitkan sepuluh
penerbitan di daerah.
Pada umurnya yang masih muda, 33 tahun, Surya
Paloh berani mempercayakan bisnis cateringnya pada
manajer yang memang disiapkannya. Pasar catering sudah
dikuasainya, dan ia menjadi the best di bisnis itu. Lalu, ia
mencari tantangan baru, masuk ke bisnis pers. Padahal, bisnis
pers adalah dunia yang tidak diketahuinya sebelum itu.
Kewartawanan juga bukan profesinya, tetapi ia berani
memasuki dunia ini, memasuki pasar yang kelihatannya sudah
jenuh. Ia bersaing dengan Penerbit Gramedia Group yang
dipimpin oleh Yakob Utama, wartawan senior. Ia berhadapan
dengan Kartini Grup yang sudah puluhan tahun memasuki
bisnis penerbitan. Ia tidak segan pada Pos Kota Group yang
diotaki Harmoko, mantan Menpen RI. Bahkan, ia tidak takut
pada Grafisi Group yang di-back up oleh pengusaha terkenal
Ir. Ciputra, bos Jaya Group.
Kendati kondisi pasar pers begitu ramai dengan
persaingan. Surya Paloh sedikit pun tak bergeming. Bahkan ia
berani mempertaruhkan modal dalam jumlah relatif besar,
dengan melakukan terobosan-terobosan baru yang tak biasa
dilakukan oleh pengusaha terdahulu. Dengan mencetak
berwarna misalnya. Ia berani menghadapi risiko rugi atau
bangkrut. Ia sangat kreatif dan inovatif. Dan, ia berhasil.
Surya Paloh menghadirkan koran Proritas di pentas
pers nasional dengan beberapa keunggulan. Pertama,
halaman pertama dan halaman terakhir di cetak berwarna.
Kedua, pengungkapan informasi kelihatan menarik dan berani.
Ketika, foto yang disajikan dikerjakan dengan serius. Faktor-
faktor itulah yang menyebabkan koran ini dalam waktu
singkat, berhasil mencapai sirkulasi lebih 100 ribu eksemplar.
Tidak sampai setahun, break event point-nya sudah tercapai.
Ancaman yang selalu menghantui Prioritas justru
bukan karena kebangkrutan, tetapi pencabutan SIUPP oleh
pemerintah. Terbukti kemudian, ancaman itu datang juga.
Koran Prioritasnya mati dalam usia yang terlalu muda.
Pemberitaannya dianggap kasar dan telanjang. Inilah risiko
terberat yang pernah dialami Surya Paloh. Ia tidak hanya
kehilangan sumber uang, tetapi ia juga harus memikirkan
pembayaran utang investasi.
Dalam suasana yang sangat sulit itu, ia tidak putus
asa. Ia berusaha membayar gaji semua karyawan Prioritas,
sambil menyusun permohonan SIUPP baru dari pemerintah.
Namun permohonan itu tidak dikabulkan pemerintah.
Beberapa wartawan yang masih sabar, tidak mau pindah ke
tempat lain, dikirim Surya Paloh ke berbagai lembaga
manajemen untuk belajar.
Pers memang memiliki kekuatan, di negara barat, ia
dikenal sebagai lembaga keempat setelah legislatif, yudikatif
dan eksekutif. Apalagi kebesaran tokoh-tokoh dari berbagai
disiplin ilmu atau tokoh-tokoh dalam masyarakat, sering
karena peranan pers yang mempublikasikan mereka.
Bagaimana seorang tokoh diakui oleh kalangan masyarakat
secara luas, kalau ia di boikot oleh pers. Dengan demikian,
bisnis pers memang prestisius, memberi kebanggaan,
memberi kekuatan dan kekuasaan. Dan, itulah bisnis Surya
Paloh.

Anda mungkin juga menyukai