Bahan Ajar - Model Pengembangan KWU Berbasis Sekolah
Bahan Ajar - Model Pengembangan KWU Berbasis Sekolah
Oleh: Ngadi
Staf Pengajar Otomotif SMP Negeri 3 Sumenep
Staf Pengajar FKIP Prodi. Pendidikan IPA Universitas Wiraraja Sumenep
DESEMBER 2005
0
MODEL PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
(ENTERPRENEURSHIP) DI SEKOLAH MELALUI
STRATEGI BERBASIS SEKOLAH
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami bangsa ini berimbas
pada dunia pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, untuk
memperoleh lembaga pendidikan yang murah dan berkualitas semakin
sulit diperoleh. Naiknya harga berbagai barang kebutuhan semakin
meninggi akan semakin menurunkan kemampuan “daya beli” masyarakat
untuk menyekolahkan anaknya atau melanjutkan pada tingkat lebih
tinggi ke depan. Situasi di atas semakin terpuruk akibat derasnya arus
globalisasi yang menuntut persaingan bebas antar penyelenggara
pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dan menghasilkan
lulusan yang berkualitas. Fakta membuktikan bahwa, untuk
menghasilkan lulusan berkualitas diperlukan beaya produksi tinggi,
sementara kemampuan permodalan siswa dan lembaga sekolah sangat
terbatas.
Akibatnya, pada tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah tidak
dapat mengikuti pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Anak usia 7
sampai 15 tahun yang belum pernah sekolah mencapai 1,7%, sementara
yang putus sekolah (drop out) dan atau yang tidak melanjutkan ke
jenjang pendidikan lebih tinggi mencapai 6,7% (Buletin Pelangi
Pendidikan Edisi I Tahun II Agustus 2005 hal. 7). Jika terus berkembang,
bagaimana nasib mereka kelak? Keadaan tersebut tentu harus diperbaiki,
sebagai bentuk pemenuhan hak setiap warga negara, minimal akan
tercapai 95% dari Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tahun 2008 sesuai
harapan Pemerintah, serta ketetapan Education For All (EFA) dan
Millenium Development Goals (MDGs), yaitu memberikan pendidikan yang
merata bagi semua anak baik laki-laki atau perempuan, minimal sampai
pendidikan dasar (Buletin Pelangi Pendidikan Edisi I Tahun II Agustus
2005 hal. 7).
Bergulirnya program Pemerintah melalui program Bantuan
Oprasional Sekolah (BOS) untuk semua siswa Sekolah Dasar/sederajad
dan Sekolah Menengah Pertama/sederajad yang diharapkan meringankan
beban beaya pendidikan, belum mampu memecahkan masalah. Hasil
pantauan di lapangan bahkan menambah masalah baru bagi
penyelenggara pendidikan, sebab melalui program BOS tersebut
membawa konsekuensi ketat sesuai ketetapan Pemerintah, yang mana
banyak tidak sejalan dengan kemauan sekolah penerima BOS itu sendiri,
meskipun ketetapan tersebut kontradiktif dengan harapan pemerintah
agar sekolah diarahkan ke micro oriented.
1
Akibatnya, banyak sekolah yang kesulitan mengelola anggaran
pendidikannya bahkan merasa “bangkrut.” Selain disebabkan kesalahan
metode pengelolaan (manajemen) yang tidak sesuai dengan Rencana
Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS), juga munculnya
kebutuhan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, misalnya harga
barang/jasa yang berfluktuasi atau kebutuhan lainnya (meskipun banyak
juga disebabkan konspirasi oknum penyelenggara sekolah untuk
melakukan penyelewengan). Idealnya, lembaga sekolah memang harus
memiliki wewenang mengatur dirinya sendiri sebab sekolah tersebut
adalah yang paling tahu akan kebutuhannya sehingga memiliki
kewenangan mutlak dalam mengelola dana Pemerintah sesuai
kebutuhannya tersebut.
Paparan di atas merupakan sebuah dilema yang harus dipecahkan
para pengelola pendidikan. Lembaga sekolah harus memiliki kecukupan
modal untuk menunjang dalam mempertahankan dan mengembangkan
dirinya ke depan. Oleh karena itu, sekolah membutuhkan para pengelola
yang miliki jiwa wirausaha tangguh, yang tidak hanya mengandalkan
dana BOS dari Pemerintah dengan konsekuensi ketat namun mampu
memaksimalkan potensi lembaga yang dipimpinnya menggunakan
konsep wirausaha yang menghasilkan laba (profit taking) namun dalam
koridor yuridis yang berlaku. Pada akhirnya nanti, konsep tersebut akan
memberikan kecukupan modal yang diperlukan menunjang proses
pendidikan dari lembaga sekolah serta memberi pengetahuan dan
keterampilan kewirausahaan bagi siswa yang berguna jika telah hidup di
masyarakat kelak.
Dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan bagaimana strategi
mengelola lembaga sekolah dengan menggunakan konsep kewirausahaan
yang memenguntungkan bagi sekolah dan siswa, dengan cara lebih
mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya.
B. Pertanyaan
1. Syarat-syarat apa saja yang harus dimiliki para pengelola sekolah
agar mampu menciptakan sebagai unit kewirausahaan?
2. Bagaimana pola pengembangan unit kewirausahaan yang dapat
dimplementasikan di Sekolah?
3. Bagaimana cara memonitor dan mengevaluasi pengembangan
kewirausahaan di Sekolah?
C. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan syarat-syarat yang harus dimiliki para pengelola sekolah
agar mampu menciptakan sebagai unit kewirausahaan.
2. Memaparkan pola pengembangan unit kewirausahaan yang dapat
diimplementasikan di Sekolah.
2
3. Memaparkan cara memonitor dan mengevaluasi pengembangan
kewirausahaan di Sekolah.
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka
menghasilkan pendidikan yang murah dan berkualitas, dengan
memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya untuk menghasilkan
laba, sehingga dapat membeayai dirinya untuk mempertahankan dan
mengembakan dirinya kelak.
2. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka
membekali siswa keterampilan kewirausahaan yang dapat
dimanfaatkan jika lulus kelak serta mengurangi pengangguran.
3. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka
mewujudkan visi Pemerintah dalam rangka pembelajaran Pengajaran
Kontekstual, Broad Based Education dan Life Skills serta Community
Based Education.
4. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka
mengoptimalkan segala potensi sekolah agar lebih produktif namun
efisien.
4
5. Terampil memilih jenis kewirausahaan yang tepat dan dipercaya
dapat berkembang ke depan dan merealisasikan (mendirikan) dalam
bentuk unit usaha yang profit taking serta berani mengambil resiko
dari usaha yang didirikan tersebut.
6. Mampu meyakinkan dan memberikan pelayanan memuasakan
berbagai pihak terkait serta sanggup memecahkan masalah meskipun
ke luar dari sistem.
7. Memiliki akhlak mulia yaitu tidak mengambil manfaat dari unit usaha
yang dikembangkan untuk kepentingan pribadi, melainkan ingin
menumbuhkan iklim sekolah yang bergairah dan produktif,
menyejahterakan sivitas akademik, mengembangkan ekonomi
kerakyatan, serta menciptakan masyarakat madani.
6
Identifikasi lingkungan dan
peluang di masyarakat
Simulasi Penyusunan
proposal
Realisasi (pelaksanaan) de
kewirausahaan
Profit taking
(menghasilkan laba)
Mengembangkan ekonomi
masyarakat Meningkatkan PAD,
mencegah urbanisasi dan kriminal,
mewujudkan masyarakat madani
Gambar 1. Model alur berpikir konsep kewirausahaan dalam lembaga pendidikan sekolah
7
Agar efektif, maka pengelolaan kewirausahaan hendaknya berbasis
sekolah, artinya disesuaikan dengan kondisi sekolah yang bersangkutan.
Hal tersebut wajar, sebab setiap sekolah memiliki karakteristik yang
berbeda sehingga membutuhkan strategi pengembangan yang berbeda.
Namun demikian, secara umum pola kerja pengembangan kewirausahaan
yang dapat dilakukan oleh penyelenggara sekolah mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut, Gambar 1.
1. Tahap Persiapan
a. Mengidentifikasi lingkungan dan peluang jenis usaha di
masyarakat, yaitu pemikiran kreatif dalam menemukan ide-ide
wirausaha yang akan menciptakan dan menambah nilai tambah,
serta menggambarkan keadaan operasi pada masa kini dan akan
datang (Depdiknas, 1998: 3). Dalam praktek, jumlah peluang
adalah lebih dari satu macam sehingga jenis usaha yang
didentifikasi juga lebih dari satu macam.
b. Mengidentifikasi potensi dan kemampuan sekolah, yaitu
menemukan fungsi-fungsi yang dipakai untuk merealisasikan
peluang, antara lain dengan memperhatikan: jumlah personel
sekolah, jumlah siswa, sarana prasarana, penggunaan teknologi
praktis, komoditi unggulan, transportasi, pemasaran dan lain-lain
yang berhubungan dengan kewirausahaan yang akan
dikembangkan.
c. Identifikasi kondisi sosial budaya dan potensi ekonomi
masyarakat di sekitar sekolah, yaitu menemukan karakteristik
masyarakat yang berhubungan dengan kewirausahaan yang akan
dikembangkan, meliputi sosial, budaya, tingkat ekonomi dan
pendidikannya, serta lainnya.
2. Tahap Perancangan
a. Analisis potensi serta kemungkinan pengembangannya, yaitu
menganalisis segala potensi di atas (fungsi-fungsi untuk
mengembangkan kewirausahaan) dengan mempertimbangkan
aspek kekuatannya (strength), kelemahannya (weakness),
peluangnya (opportunity), dan ancaman (threats).
b. Memilih dan menetapkan jenis kewirausahaan, dimana manakala
potensi dan peluang lebih banyak didukung aspek strength dan
opportunity, maka jenis kewirausahaan sekolah dapat dipilih dan
ditetapkan sebab dipercaya berkembang ke depan. Agar efektif,
dalam memilih jenis usaha dapat bekonsultasi dengan klub
kewirausahaan, Komite Sekolah, alumni, donatur, Pemda,
sponsorship, atau lembaga lain.
8
c. Kunjungan institusi usaha lokal relevan/sejenis yang berfifat
kerakyatan, dimana untuk memberikan gambaran tentang peluang
dan kendala-kendala pengembangan ke depan, dan atau
menciptakan ide-ide usaha baru yang lebih produktif.
d. Simulasi dan penyusunan proposal kewirausahaan, dilakukan
penyelenggara kewirausahaan sekolah setelah melakukan
kunjungan institusi usaha lokal guna mendiskusikan beberapa hal
sehingga dapat ditentukan model pengembangan kewirausahaan
terpilih ke depan yang lebih baik. Sementara itu, dilanjutkan
dengan menulis proposal kewirausahaan yang berisikan tentang
jenis usaha yang akan dirikan, manfaat, prosedur kerja serta
alokasi dana, perkiraan produksi dan keuntungan, pelaksana, dan
atau lainnya yang siap dilaksanakan dan ditujukan kepada pihak-
pihak terkait, guna mendapatkan bantuan modal usaha, seperti
Pemda, unit usaha mitra, sponsorship, donatur, alumni, Komite
Sekolah, badan lembaga nasional dan internasional, atau lainnya
dengan syarat tidak mengikat terhadap penggunaan profit unit
usaha produksi/jasa sekolah ke depan.
3. Tahap Pelaksanaan
a. Mendirikan unit produksi/jasa kewirausahaan, yaitu membuat uni
usaha profit taking yang melayani customer umum, dan
keuntungannya digunakan untuk mendukung kecukupan modal
dalam rangka efektifitas proses lembaga sekolah serta
berkembang ke depan. Agar efektif, dalam mendirikan unit
produksi/jasa dapat bekonsultasi dengan klub kewirausahaan,
Komite Sekolah, alumni, donatur, Pemda, sponsorship, atau
lembaga lain, sehingga dapat diperoleh rancangan strategis serta
mendapatkan dukungan operasional.
b. Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan terhadap siswa, dimana
dilakukan dalam bentuk kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan atau
ekstrakurikuler, baik secara reguler (klasikal) atau merupakan
program pilihan dalam bentuk klub kewirausahaan mikro. Materi
pendidikan dan pelatihan kewirausahaan siswa meliputi
manajemen produksi dan pemasaran komoditi unggulan sesuai
potensi daerah, kemampuan berusaha, daya saing, pelayanan
prima, pengelolaan keuangan tingkat sederhana, serta
pengembangan kreativitas dan inovasi (Depdiknas, 2001: 9-10).
c. Praktek kewirausahaan siswa, dilaksanakan setelah siswa
memperoleh pendidikan dan pelatihan kewirausahaan teoritis di
kelas dan dimaksudkan agar ilmu kewirausahaan yang telah siswa
peroleh dari lembaga sekolah dapat diimplementasikan dalam
dunia nyata (real life) yang empirik. Selain itu, siswa juga
terangsang dapat menemukan kendala-kendala dan potensi unit
usaha yang diamati sehingga diharapkan dapat menemukan ide-ide
9
usaha baru yang dapat diadobsi kelak. Praktek kewirausahaan
siswa dapat dilakukan secara langsung pada unit usaha yang
dikembangkan sekolah sendiri atau dilakukan pada unit usaha
mitra dalam bentuk latihan kerja atau on the job trainning (OJT)
yang dilaksanakan diluar hari efektif kelas reguler (semisal efektif
fakultatif) dalam jalinan kerja dual system education sehingga akan
tercapai link and match antara ilmu yang diajarkan di sekolah
dengan unit usaha masyarakat.
10
sama personel, pengelolaan keuangan, keterbukaan, produksi dan
pemasaran, serta lainnya. Aspek output pada dasarnya menanyakan
apakah sasaran tertentu dari program kewirausahaan setelah periode
waktu tertentu tercapai atau tidak, artinya dapat menghasilkan profit
dalam rangka mencapai kecukupan modal untuk mendukung
meningkatkan proses pendidikan serta meningkatkan proses
pembelajaran di sekolah, meningkatkan gairah dalam penyelenggaraan
proses pendidikan, meningkatkan produktifitas kerja serta
menyejahterakan sivitas sekolah. Aspek outcome pada dasarnya
menanyakan dampak program kewirausahaan, baik terhadap sekolah,
siswa, dan masyarakat. Meskipun hanya dapat diukur dalam jangka
panjang, paling tidak dapat diketahui melalui peningkatan kepercayaan
masyarakat terhadap sekolah misalnya meningkatnya animo calon siswa
baru serta dukungan dari masyarakat terhadap program.
Hasil data monitoring dan evaluasi selanjutnya dianalisis secara
cermat dan mendeskribsikan setiap indikator dengan cara mencermati
setiap butir program apakah sesuai dengan kondisi ideal yang ditetapkan
sebelumnya. Hasil analisis diwujudkan dalam bentuk laporan yang
diketahui oleh seluruh personel yang telibat sehingga dapat digunakan
sebagai acuan dalam mengembangkan unit usaha lebih baik ke depan.
11
menyejahterakan sivitas akademik, mengembangkan ekonomi
kerakyatan, serta menciptakan masyarakat madani.
Pola pengembangan kewirausahaan sekolah meliputi tahap
persiapan, yaitu mengidentifikasi lingkungan dan peluang jenis usaha di
masyarakat, potensi dan kemampuan sekolah, kondisi sosial budaya dan
potensi ekonomi masyarakat di sekitar sekolah. Selanjutnya tahap
perencanaan, yang meliputi analisis potensi serta kemungkinan
pengembangannya, memilih dan menetapkan jenis kewirausahaan,
berkunjung ke institusi usaha lokal relevan/sejenis yang berfifat
kerakyatan, dilanjutkan dengan simulasi dan penyusunan proposal
kewirausahaan. Tahap pelaksanaan, dapat ditempuh dengan jalan
mendirikan unit produksi/jasa kewirausahaan, memberikan pendidikan
dan pelatihan kewirausahaan terhadap siswa, serta memberi
kesempatan siswa melakukan praktek kewirausahaan pada unit usaha
sekolah atau usaha mitra dalam bentuk dual system education.
Agar menjamin keterlaksanaan program kewirausahaan, maka
perlu dilakukan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Kepala
Sekolah bersama Komite Sekolah atau institusi usaha mitra terkait dan
dilaksanakan sepanjang tahun secara periodik, sehingga dapat sedini
mungkin mengetahui kendala yang muncul dan dapat segera membantu
pelaksana kewirausahaan sekolah dalam mencari pemecahannya.
Kegiatan monitoring dan evaluasi hendaknya mencakup lima aspek, yaitu
(a) konteks, (b) input, (c) proses, (d) output, dan (e) outcome. Hasil data
monitoring dan evaluasi selanjutnya dianalisis dan diwujudkan dalam
bentuk laporan yang diketahui oleh seluruh personel yang telibat
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan unit
usaha lebih baik ke depan.
Daftar Pustaka
12
Hudgins, Bryce B; Phye, Gery D; Schau, Candace G; Theisen, Gary L; Ames, C;
dan Ames R. 1985. Education Psychology. Ilionis: FE. Peacock
Pub. Inc.
13