3651 16965 1 PB
3651 16965 1 PB
202073651
Vol. 7, No. 6, Desember 2020, hlm. 1289-1296 p-ISSN: 2355-7699
Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI, No. 36/E/KPT/2019 e-ISSN: 2528-6579
Abstrak
Deteksi Covid-19 merupakan tahapan penting untuk mengenali secara dini pasien terduga Covid-19 sehingga
dapat dilakukan langkah lanjutan. Salah satu cara pendeteksian adalah melalui citra sinar-x paru. Namun demikian,
selain dibutuhkan suatu model algoritma yang dapat menghasilkan akurasi tinggi, komputasi yang ringan
merupakan hal yang dibutuhkan sehingga dapat diaplikasikan dalam alat pendeteksi. Model deep CNN dapat
melakukan deteksi dengan akurat namun cenderung memerlukan penggunaan memori yang besar. CNN dengan
parameter yang lebih sedikit dapat menghemat storage maupun penggunaan memori sehingga dapat berproses
secara real time baik berupa alat pendeteksi maupun sistem pengambilan keputusan via cloud. Selain itu, CNN
dengan parameter yang lebih kecil juga dapat untuk diaplikasikan pada FPGA dan perangkat keras lainnya yang
mempunyai kapasitas memori terbatas. Untuk menghasilkan deteksi COVID-19 pada citra sinar-x paru yang akurat
namun komputasinya juga ringan, kami mengusulkan arsitektur CNN kecil namun handal dengan menggunakan
teknik pertukaran channel yang disebut ShuffleNet. Dalam penelitian ini, kami menguji dan membandingkan
kemampuan ShuffleNet, EfficientNet, dan ResNet50 karena mempunyai jumlah parameter yang lebih kecil
dibanding CNN pada umumnya seperti VGGNet atau FullConv yang menggunakan lapisan konvolusi secara
penuh namun mempunyai kemampuan deteksi yang mumpuni. Kami menggunakan 1125 citra sinar-x dan
mencapai akurasi 86.93 % dengan jumlah parameter model yang 18.55 kali lebih sedikit dari EfficientNet dan
22.36 kali lebih sedikit dari ResNet50 untuk mendeteksi 3 kategori yaitu Covid-19, Pneumonia, dan normal
melalui uji 5-fold crossvalidation. Memori yang diperlukan oleh masing-masing arsitektur CNN tersebut untuk
melakukan sekali deteksi berhubungan secara linier dengan jumlah parameternya dimana ShuffleNet hanya
memerlukan memori GPU sebesar 0.646 GB atau 0.43 kali dari ResNet50, 0.2 kali dari EfficientNet, dan 0.53
kali dari FullConv. Lebih lanjut, ShuffleNet melakukan deteksi paling cepat yaitu sebesar 0.0027 detik.
Abstract
Covid-19 detection is an important step in identifying early patients with suspected Covid-19 so that further steps
can be taken. One way of detection is through pulmonary x-ray images. However, besides requiring an algorithm
model that can produce high accuracy, lightweight computation is needed so that it can be applied in a detector.
The deep CNN model can detect accurately but tends to require large memory usage. CNN with fewer parameters
can save storage and memory usage so that it can process in real time both in the form of detection devices and
decision-making systems via the cloud. In addition, CNN with smaller parameters can also be applied to FPGA
and other hardware that have limited memory capacity. To produce accurate COVID-19 detection on x-ray images
with lightweight computation, we propose a small but reliable CNN architecture using a channel shuffle technique
called ShuffleNet. In this study, we tested and compared the capabilities of ShuffleNet, EfficientNet, and ResNet
because they have a smaller number of parameters than usual deep CNN, such as VGGNet or FullConv which
uses a full convolution layers with a robust detection capability. We used 1125 x-ray images and achieved an
accuracy of 86.93% with a number of model parameters of 18.55 times less than EfficientNet and 22.36 times less
than ResNet50 to detect 3 categories namely Covid-19, Pneumonia, and normal through the 5-fold cross
validation. The memory required by each CNN architecture to perform one detection is linearly related to the
number of parameters where ShuffleNet only requires GPU memory of 0.646 GB or 0.43 times that of ResNet50,
0.2 times of EfficientNet, and 0.53 times of FullConv. Furthermore, ShuffleNet performs the fastest detection at
0.0027 seconds.
Keywords: COVID-19; detection; CNN; deep learning; efficient
1289
1290 Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK), Vol. 7, No. 6, Desember 2020, hlm. 1289-1296
Pada penelitian ini, dataset citra sinar-X diakhiri dengan fully connected layer (fc) yang
diperoleh dari sumber berbeda yang merupakan hasil merupakan tahapan pengklasifikasian untuk
dari diagnosis COVID-19 yaitu dari Cohen JP (J.P. menentukan bobot akhir input sesuai kategorinya.
Cohen, 2020) dan Wang et al (X. Wang, 2017). Data Kemudian, propagasi balik akan melakukan update
citra sinar-x dada tersebut dapat diunduh di alamat terhadap bobot-bobot yang ada dalam kernel CNN
https://github.com/muhammedtalo/COVID-19. dan nilai bobot fc-nya berdasar pada error yang
Repositori data citra sinar-x COVID-19 dihasilkan dari fungsi loss dengan menggunakan
dikembangkan oleh Cohen JP (J.P. Cohen, 2020) teknik chain rule. Secara umum, ada 3 kategori yang
untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber atau akan digunakan sebagai tujuan klasifikasi yaitu citra
secara crowdsourcing dengan para peneliti dari sinar-x pasien yang terpapar COVID-19, citra pasien
berbagai negara. Repositori ini terus diperbarui normal, dan citra pasien Pneumonia.
sehingga total terdapat 1125 citra yang terdiri atas Pelatihan model dilakukan dengan iterasi
125 citra pasien positif COVID-19, 500 citra normal, selama 20 epoch menggunakan optimasi Adam dan
dan 500 citra Pneumonia. Dari 125 citra pasien yang learning rate 0.0001. Untuk mereduksi overfitting,
positif COVID-19, terdapat 43 pasien yang berjenis digunakanlah regularizer berupa weight decay senilai
kelamin perempuan dan 82 pasien yang berjenis 0.00001. Ukuran batch yang digunakan adalah 4
kelamin laki-laki. Gambar 1 berturut-turut untuk menghemat memori selama pelatihan. Batch
menunjukkan contoh citra pasien terpapar COVID- merupakan sekelompok data yang diproses oleh
19, kondisinya normal, dan terpapar Pneumonia yang model pada setiap iterasinya. Fungsi loss yang
mana secara sepintas sulit dibedakan melalui mata digunakan adalah softmax crossentropy yang
telanjang. memperhitungkan bobot akhir dengan normalisai
softmax (0-1) dan jarak terhadap label.
Evaluasi dilakukan dengan confusion matrix
dengan melihat akurasi secara global antar kategori
yang bertjuan untuk melihat true positive, true
negative, false positive, dan false negative-nya. Selain
itu juga dilakukan evaluasi penggunaan memori
(Graphical Processing Unit) GPU serta kecepatan
deteksinya. Hasil akurasi dari model yang diajukan
dikomparasi dengan model lainnya seperti ResNet50
(He, 2016) dan EfficientNet (Tan, 2019). EfficientNet
yang digunakan sebagai komparasi adalah
EfficientNet b5. Pelatihan dan pengujian dilakukan
pada komputer dengan spesifikasi prosesor Intel Core
i5-9300H CPU 2.4 GHz, RAM 8 GB, dan GPU
NVIDIA GeForce GTX 1050 4GB. Sedangkan pada
Gambar 2. Alur pelatihan sisi perangkat lunak digunakan sistem operasi
Microsoft Windows Home 10, Integrated
Gambar 2 menunjukkan proses pelatihan yang Development Environment (IDE) Spyder 3, bahasa
diawali dari input citra dan kemudian dilakukan pemrograman Python 3, manajemen paket Anaconda
pemrosesan awal berupa penyeragaman ukuran 2, dan library Pytorch 1.6.
spasial ke 256x256 serta normalisasi. Pada dewasa
ini, umum pemanfaatan transfer learning sebagai 3. DEEP LEARNING EFISIEN (FullConv vs
suatu strategi untuk meningkatkan akurasi dengan ShuffleNet )
menggunakan parameter awal berupa bobot yang
bersumber dari hasil pelatihan dari dataset lain pada Tabel 1. Arsitektur Full CNN (FullConv)
model yang sama. Secara spesifik, bobot sumber Output
Output
adalah bobot hasil dari pelatihan pada dataset yang Layer
size
KSize Stride Repeat channels
lebih besar seperti halnya ImageNet (Deng, 2009) dan (g groups 2)
256x25 3
mempunyai kemiripan karakteristik citra input. Pada Image
6
penelitian ini kita melakukan transfer learning dari Conv1 128x12 2 1 24
3x3
ImageNet yang terdiri dari 14 juta citra natural serta MaxPo 8 2
3x3
1000 kategori. Selayaknya jaringan syaraf tiruan, ol 64x64
model CNN juga menggunakan teknik propagasi 1 1 116
Conv2 32x32 1x1
maju dan propagasi balik. Propagasi maju dimulai 16x16 1 1 232
dari input citra kemudian dilakukan filter berjenjang Conv3 1x1
sesuai dengan kernel convolution pada setiap Conv4
8x8
1x1
1 1 464
jenjangnya. Selain itu, pada setiap jenjangnya
Conv5 8x8 1x1 1 1 1024
terdapat juga fungsi pooling yang mereduksi ukuran
spasial inputnya. Proses propagasi maju kemudian
1292 Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK), Vol. 7, No. 6, Desember 2020, hlm. 1289-1296
Output
Output ke 5 pada FullConv menggunakan filter convolution
Layer KSize Stride Repeat channels dengan ukuran kernel 1x1 dengan jumlah channel
size
(g groups 2)
Global 1856x1 yang sama dengan ShuffleNet yaitu masing-masing
7x7 sebanyak 116, 232, 464, dan 1024. Masing-masing
Pool 856
FC 3 lapisan convolution ke 2 sampai 5 diganti dengan
Jumla 10.9 juta stage shuffle yang terdiri atas skema convolution,
h
param
pengacakan channel, normalisasi Batch
eter Normalization (BN) (Ioffe, 2015), dan aktivasi
Rectified Linear Unit (ReLU).
Tabel 2. Arsitektur ShuffleNet v2 1.0 Dengan melakukan pengacakan channel,
Output
Re Output jaringan akan memperoleh keuntungan diantaranya
Layer KSize Stride pe channels adalah:
size
at (g groups 2)
Image 256x256 3 1. Jaringan akan memperoleh informasi lebih
Conv1 128x128 3x3 2 1 24 tentang struktur detail citra sehingga tidak perlu
MaxPool 64x64 3x3 2 menambah jaringan lebih ke dalam.
32x32 2 1 116 2. Dapat bertindak sebagai regularizer yang
Stage 2
32x32 1 2 116
mereduksi overfitting oleh karena output aktivasi
16x16 2 1 232
Stage 3
16x16 1 4 232 yang lebih beragam.
8x8 2 1 464 3. Memperkecil kemungkinan terjadinya vanishing
Stage 4
8x8 1 2 464 gradient yaitu fenomena dimana gradien terlalu
Conv5 8x8 1x1 1 1 1024 dini bernilai sangat kecil sehingga tidak lagi
GlobalP
ool
1x1 7x7 terjadi update sebelum global optima tercapai.
FC 3
Jumlah 1.2 juta Model ShuffleNet yang akan digunakan adalah
paramet versi kedua yang dikembangkangkan oleh Megvii
er dan Universitas Tsinghua (Ma, 2018). Jaringan
tersebut terdiri dari 1 convolution, 3 stage (suatu
Munculnya teknologi pembelajaran mesin yang tahapan yang terdiri dari convolution dan unit
mendalam seperti CNN telah merevolusi kecerdasan shuffle), 1 lapisan convolution akhir (Conv5), 1
buatan dalam beberapa tahun belakangan ini. Kata lapisan pooling (menggunakan Maxpool), dan fc
mendalam mengacu pada peningkatan besarnya seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Setiap tahapan
jaringan berdasarkan jumlah lapisan atau tahapan. lapisannya menggandakan jumlah output channel
Secara khusus, didalam CNN terdapat struktur menjadi 2 kalinya.
operasi matematika bernama convolution yang
berlapis-lapis. Struktur CNN memiliki lapisan
convolution yang mengekstraksi fitur dari input
dengan filter yang pada dasarnya merupakan bentuk
estimasi. Dengan estimasi ini CNN mampu
mengurangi beban kinerja komputasi, diikuti lapisan-
lapisan berikutnya yang sepenuhnya terhubung
layaknya jaringan saraf. Dengan menghubungkan
satu atau lebih lapisan seperti itu, model CNN yang
dalam terbentuk dan parameter internalnya
disesuaikan untuk melakukan tugas tertentu, seperti
klasifikasi atau pengenalan objek. Alih-alih memulai
pengembangan model yang mendalam dari awal,
pendekatan yang lebih rasional adalah membangun
jaringan menggunakan model yang sudah terbukti.
Oleh karena itu, saat merancang model mendalam
yang digunakan dalam penelitian ini, model Gambar 3. Stage shuffle ketika stride = 1
ShuffleNet (Zhang, 2018) yang menggunakan unit
pengacakan channel dipilih sebagai investigasi awal. Lapisan convolution awal (Conv1) adalah jenis
Apabila kita bandingkan dengan model yang lapisan CNN yang terdiri atas 24 filter channel yang
menggunakan CNN secara penuh yang dinamakan berukuran 3x3 dengan nilai langkah (stride) 2.
dengan arsitektur FullConv seperti tampak pada tabel Tahapan berikutnya adalah stage 2, 3 , dan 4 dimana
1, maka jumlah parameter yang dihasilkan oleh masing-masing terdiri atas dua stage shuffle dengan
ShuffleNet lebih sedikit dibandingkan dengan stride-nya masing-masing 2 dan 1 seperti yang
FullConv dengan perbandingan 1:9. Banyaknya ditunjukkan dalam Gambar 3 dan Gambar 4. Stage
lapisan yang digunakan dalam FullConv sama dengan shuffle kadua dari masing-masing stage 2,3, dan 4
ShuffleNet yaitu 5 lapisan. Mulai lapisan ke 2 sampai (Gambar 3) diulang 2, 4, dan 2 kali. GConv adalah
Yuistira, dkk, Deteksi Covid-19 pada Citra Sinar-X … 1293
lapisan convolution berdasarkan titik dengan filter dengan ukuran output aktivasinya s, maka total
1x1 dan diakhiri normalisasi BN serta fungsi aktivasi ukuran menjadi g×n×s×s
ReLU. Depth Wise Convolution (DWConv) adalah 2. Dengan demikian dimensi channel shuffle
convolution 3x3 dengan stride 2 dan diakhiri menjadi (g, n, s, s).
normalisasi BN. 3. Lakukan transposisi sehingga dimensi channel
shuffle menjadi (n, g, s, s)
4. Kemudian lakukan penggabungan antara g grup
dan n channel sehingga menjadi (n*g, s, s)
5. Menjadi input untuk lapisan convolution
selanjutnya
Operasi convolution masih berlangsung bahkan
seandainya pun dua grup convolution memiliki
jumlah channel yang berbeda. Selain itu, bobot
channel shuffle juga dapat dioptimasi oleh propagasi
balik, yang berarti dapat ditambahkan ke dalam
struktur jaringan untuk dilakukan pelatihan secara
end-to-end. Operasi channel shuffle yang berulang
juga memungkinkan untuk membentuk struktur
jaringan yang lebih kuat karena lebih banyak
convolution dilakukan pada tiap lapisan grup dengan
kombinasi channel yang berbeda. Pada subbab
berikutnya kami akan memperkenalkan fungsi
aktivasi, normalisasi, dan fungsi loss yang digunakan
Gambar 4. Stage shuffle ketika stride = 2 oleh ShuffleNet.
dengan normal sebesar 18.27%. Confusion yang tingkat akurasi yang sama 86.93% (tabel 6), namun
terjadi antara Pneumonia dan normal untuk dengan memori GPU yang dihabiskan 1:1.88 dengan
semua pengujian akurasi pada semua model FullConv. Lebih lanjut, ShuffleNet melakukan
menunjukkan adanya kemiripan karakteristik deteksi paling cepat yaitu sebesar 0.0027 detik
citra antara kedua kategori tersebut. Lebih lanjut (Gambar 7). Dibandingkan dengan FullConv,
hal ini menunjukkan pula bahwa citra sinar-X ShuffleNet mendeteksi lebih cepat dengan
dada dari pasien yang terkonfirmasi COVID-19
perbandingan 1:15.55.
terdapat pola khusus yang berbeda dengan pasien
yang terkena Pneumonia maupun normal.
Apabila True Postive (TP) ketiga kategori 5. KESIMPULAN
tersebut dirata-ratakan maka ShuffleNet v2 Model CNN ShuffleNet mampu menghasilkan
meraih akurasi 86.93% yang mana lebih baik akurasi deteksi COVID-19 dengan akurasi sedikit
0.99 kali dari EfficientNet dan 0.95 kali dari dibawah dari model yang parameternya lebih banyak
ResNet50 atau dengan kata lain akurasinya seperti EfficientNet dan ResNet50. Namun demikian,
sedikit lebih rendah dari lainnya seperti yang model yang diajukan mempunyai jumlah parameter
ditunjukkan pada tabel 6. Namun demikian, yang jauh lebih sedikit 18.55 kali dari EfficientNet
ShuffleNet mempunyai jumlah parameter yang dan 22.36 dari ResNet50. Selain itu, ShuffleNet
18.55 kali lebih sedikit dari EfficientNet dan menghabiskan memori GPU paling sedikit sebesar
lebih sedikit 22.36 kali dari ResNet50. 0.646 GB serta waktu deteksi tercepat sebesar 0.0027
detik, sehingga memungkinkan untuk diaplikasikan
Penggunaan Memori GPU oleh CNN
pada perangkat keras maupun aplikasi mobile. Model
yang diajukan telah dilatih dan divalidasi pada dataset
sebanyak 1125 citra sinar-x dada dengan 3 kategori
sehingga bisa dikatakan valid dan akan lebih baik lagi
ARSITEKTUR CNN
ShuffleNet v2 1.0t
ResNet50
EfficientNet b5
apabila lebih banyak dilatih dengan data baru. Model
FullConv yang telah dilatih ini apabila telah diaplikasikan pada
perangkat lunak maupun keras dapat menjadi
pelengkap uji spesimen atau RT-PCR yang berguna
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
untuk membantu pendeteksian COVID-19 secara
RAM GPU (GB)
masal.
Gambar 6. Perbandingan penggunaan memori GPU diantara
arsitektur CNN
DAFTAR PUSTAKA
A. BERNHEIM, X. MEI, et al. (2020). Chest CT
KECEPATAN (DETIK) CNN findings in coronavirus disease-19 (COVID-
19): relationship to duration of infection.
Radiology, https://doi.org/10.1148/radiol.
Shufflenet_v2_x1_0
2020200463. In press.
A. NARIN, C. KAYA, Z. PAMUK. (2020).
ARSITEKTUR
ResNet50
EfficientNet_b5
FullConv Automatic Detection of Coronavirus Disease
(COVID- 19) Using X-Ray Images and Deep
Convolutional Neural Networks. arXiv
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 preprint arXiv:2003.10849.
KECEPATAN (DETIK)
C. HUANG, Y. WANG, et al. (2020). Clinical
Gambar 7. Perbandingan kecepatan deteksi diantara arsitektur features of patients infected with 2019 novel
CNN coronavirus in Wuhan, China. Lancet 395
(10223), p.497–506.
Gambar 6 menunjukkan perbandingan DENG, JIA, et al. (2009). Imagenet: A large-scale
penggunaan memori GPU yang dihabiskan oleh hierarchical image database. 2009 IEEE
arsitektur ShuffleNet, ResNet50, EfficientNet, dan conference on computer vision and pattern
FullConv. Memori yang diperlukan oleh masing- recognition.
masing arsiterktur CNN tersebut untuk melakukan E.E.D. HEMDAN, M.A. SHOUMAN, M.E.
sekali deteksi berhubungan secara linier dengan KARAR. (2020). COVIDX-Net: A
jumlah parameternya dimana ShuffleNet hanya Framework of Deep Learning Classifiers to
memerlukan memori GPU sebesar 0.646 GB atau Diagnose COVID-19 in X-Ray Images. arXiv
0.43 kali dari ResNet50, 0.2 kali dari EfficientNet, preprint arXiv:2003.11055.
F. PAN, T. YE, et al. (2020). Time course of lung
dan 0.53 kali dari FullConv. Sebagai perbandingan
changes on chest CT during recovery from
dengan FullConv dimana lapisan yang kedua sampai 2019 novel coronavirus (COVID-19)
kelima berupa convolution, ShuffleNet menghasilkan
1296 Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK), Vol. 7, No. 6, Desember 2020, hlm. 1289-1296
pneumonia. Radiology, https://doi. algorithm using CT images to screen for
org/10.1148/radiol.2020200370. In press. Corona Virus Disease (COVID-19). medRxiv.
F. WU, S. ZHAO, B. YU, et al. (2020). A new TAN, MINGXING, dan QUOC V. LE. (2019).
coronavirus associated with human respiratory Efficientnet: Rethinking model scaling for
disease in China. Nature 579 (7798), p.265– convolutional neural networks. arXiv preprint
269. arXiv:1905.11946.
H.E, KAIMING, et al. (2016). Deep residual learning T. SINGHAL. 2020. A review of coronavirus
for image recognition. Proceedings of the disease-2019 (COVID-19). Indian J. Pediatr.
IEEE conference on computer vision and 87, p.281–286.
pattern recognition. W. KONG dan P.P. AGARWAL. (2020). Chest
H. SHI, X. HAN, et al. (2020). Radiological findings imaging appearance of COVID-19 infection.
from 81 patients with COVID-19 pneumonia Radiology: Cardiothoracic Imaging 2 (1),
in Wuhan, China: a descriptive study. Lancet e200028.
Infect. Dis. 24 (4), p.425–434. WORLD HEALTH ORGANIZATION. (2020).
IOFFE, SERGEY, dan CHRISTIAN SZEGEDY. Pneumonia of Unknown Cause–China.
(2015). Batch normalization: Accelerating Emergencies Preparedness, Response,
deep network training by reducing internal Disease Outbreak News, World Health
covariate shift. arXiv preprint Organization (WHO).
arXiv:1502.03167. W. ZHAO, Z. ZHONG, X. XIE, Q. YU, J. LIU.
J.F.W. CHAN, S. YUAN, et al. (2020). A familial (2020). Relation between chest CT findings
cluster of pneumonia associated with the 2019 and clinical conditions of coronavirus disease
novel coronavirus indicating person-to-person (COVID-19) pneumonia: a multicenter study.
transmission: a study of a family cluster. Am. J. Roentgenol. 214 (5), p.1072–1077.
Lancet 395 (10223), p.514–523. X. WANG, Y. PENG, L. LU, Z. LU, M. BAGHERI,
J.P. COHEN. (2020). COVID-19 Image Data R.M. SUMMERS. (2017). Chestx-ray8:
Collection. https://github.com/ieee8023/ hospitalscale chest x-ray database and
COVID-chestxray-dataset. benchmarks on weakly-supervised
L. LAN, D. XU, G. YE, C. XIA, S. WANG, Y. LI, H. classification and localization of common
XU. (2020). Positive RT-PCR test results in thorax diseases. Proceedings of the IEEE
patients recovered from COVID-19. Jama 323 Conference on Computer Vision and Pattern
(15), p.1502–1503. Recognition, pp.2097–2106.
L. WANG dan A. WONG. (2020). COVID-Net: A Y. LI dan L. XIA. (2020). Coronavirus Disease 2019
Tailored Deep Convolutional Neural Network (COVID-19): role of chest CT in diagnosis
Design for Detection of COVID-19 Cases and management. Am. J. Roentgenol., p.1–7.
from Chest Radiography Images. arXiv Y. SONG, S. ZHENG, L. LI, X. ZHANG, X.
preprint arXiv:2003.09871. ZHANG, Z. HUANG, Y. CHONG. (2020).
M.A, NINGNING, et al. (2018). Shufflenet v2: Deep learning enables accurate diagnosis of
Practical guidelines for efficient cnn novel coronavirus (COVID-19) with CT
architecture design. Proceedings of the images. medRxiv.
European Conference on Computer Vision ZHANG, RENYI, et al. (2020). Identifying airborne
(ECCV). transmission as the dominant route for the
M.L. HOLSHUE, C. DEBOLT, et al. (2020). First spread of COVID-19. Proceedings of the
case of 2019 novel coronavirus in the United National Academy of Sciences.
States. N. Engl. J. Med. 328, p.929–936. ZHANG, XIANGYU, et al. (2018). Shufflenet: An
NAIR, VINOD, dan GEOFFREY E. HINTON. extremely efficient convolutional neural
(2010). Rectified linear units improve network for mobile devices. Proceedings of
restricted boltzmann machines. Proceedings the IEEE conference on computer vision and
of the 27th international conference on pattern recognition.
machine learning (ICML-10). Z. WU dan J.M. MCGOOGAN. (2020).
P.K. SETHY dan S.K. BEHERA. (2020). Detection Characteristics of and important lessons from
of Coronavirus Disease (COVID-19) Based the coronavirus disease 2019 (COVID-19)
on Deep Features. outbreak in China: summary of a report of 72
S.H. YOON, K.H. LEE, et al. (2020). Chest 314 cases from the Chinese Center for Disease
radiographic and CT findings of the 2019 Control and Prevention. Jama 323 (13),
novel coronavirus disease (COVID-19): p.1239–1242.
analysis of nine patients treated in Korea. Z.Y. ZU, M.D. JIANG, P.P. XU, W. CHEN, Q.Q. NI,
Korean J. Radiol. 21 (4), p.494–500. G.M. LU, L.J. ZHANG. (2020). Coronavirus
S. WANG, B. KANG, J. MA, X. ZENG, M. XIAO, disease 2019 (COVID-19): a perspective from
J. GUO, B. XU. (2020). A deep learning China. Radiology, https://doi.org/10.1148/
radiol.2020200490. In press.