Untuk menyiapkan peserta didik Indonesia memperoleh keterampilan abad 21, yaitu
keterampilan cara berpikir melalui berpikir kritis, kreatif, mampu memecahkan masalah dan
mengambil keputusan serta cara bekerja sama melalui kolaborasi dan komunikasi, maka
pendekatan Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) diadopsi untuk
menguatkan impelementasi Kurikulum Nasional (Kurikulum 2013). STEM merupakan suatu
pendekatan dimana Sains, Teknologi, Enjiniring, dan Matematika diintegrasikan dengan fokus
pada proses pembelajaran pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Karakteristik atau
prinsip-prinsip pembelajaran abad 21 yang harus dilakukan guru untuk menyiapkan peserta
didik yang memiliki keterampilan abad 21: 1) pendekatan pembelajaran berpusat pada
peserta didik; 2) peserta dibelajarkan untuk mampu berkolaborasi; 3) materi pembelajaran
dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, pembelajaran
harus memungkinkan peserta didik terhubung dengan kehidupan sehari-hari mereka; dan 4)
dalam upaya mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab,
sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya.
Pada materi ini Anda akan mempelajari Pendidikan abad 21 dan filosofi STEM
Kompetensi:
Indikator
• Menjelaskan paradigma pembelajaran abad 21
• Memahami pembelajaran STEM
• Menjelaskan kaitan pembelajaran STEM dengan keterampilan abad 21
• Menjelaskan literasi STEM
Pendidikan Abad 21 dan Filosofi STEM
Abad 21 terasa begitu banyak hal berubah secara fundamental dalam berbagai aspek
kehidupan manusia. Runtuhnya sekat-sekat geografis akibat agenda globalisasi dan kemajuan
teknologi informasi telah mengubah dunia ini menjadi sebagaimana layaknya sebuah desa
raksasa yang antar penghuninya dapat dengan mudah saling berinteraksi, berkomunikasi, dan
bertransaksi kapan saja dan di manapun mereka berada.
Dalam abad 21 terdapat berbagai kekhususan yang utama. Yang pertama adalah terwujudnya
masyarakat global yang menjadi kesepakatan antara bangsa, yaitu terbukanya mobilitas yang
lebih luas antara satu negara dengan negara lain dalam berbagai hal. Yang kedua adalah abad
ini akan lebih dikuasai oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang makin canggih dan
berpadu pula dengan ilmu sosial dan humaniora. Agar mampu berkompetisi dalam
masyarakat global tersebut, tetapi juga mempunyai penguasaan yang cukup pula atas sains
sosial dan humaniora serta perkembangannya. Dalam abad ini masing-masing ilmu tidak lagi
harus bekerja sendiri, melainkan berbagai cabang ilmu dapat bekerja sama, bukan hanya
dalam sesama kelompok sains, teknologi atau sains sosial dan humaniora saja, melainkan
dalam banyak hal antara beberapa kelompok.
Walaupun perkembangan sains dan teknologi canggih adalah konsumsi perguruan tinggi,
namun kesiapan mahapeserta didik menyerapnya sangat ditentukan oleh hasil pendidikan
pre universitas, mulai jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan menengah,
bahkan mulai dari pendidikan anak usia dini. Dengan demikian rangkaian setiap jenjang
pendidikan, sekurang-kurangnya mulai jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi haruslah merupakan rantai yang masing-masing terdiri dari mata rantai dengan ciri
khasnya dan semuanya tersambung secara utuh.
Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam
mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berfikir analitis dan
kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut dibuat dalam
skema sebagai berikut.
Ciri Abad 21 Model Pembelajaran
B. Keterampilan Abad 21
Suatu studi yang dilakukan oleh Trilling dan Fadel (2009) menunjukkan bahwa tamatan
sekolah menengah dan perguruan tinggi masih kurang kompeten dalam hal komunikasi lisan
maupun tulisan, berfikir kritis dan mengatasi masalah, etika bekerja dan profesionalisme,
bekerja secara tim dan berkolaborasi, bekerja di dalam kelompok yang berbeda,
menggunakan teknologi dan manajemen projek dan kepemimpinan.
Perubahan radikal dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat ini membutuhkan perhatian
yang cermat oleh para pakar. Dari seluruh aspek pertumbuhan yang ada, manusia menjadi
faktor terpenting karena merupakan pelaku utama dari berbagai proses dan aktivitas
kehidupan. Oleh karena itu maka berbagai negara di dunia berusaha untuk mendefinisikan
karakteristik manusia abad 21 yang dimaksud. Berdasarkan Trilling dan Fadel (2009) dalam
bukunya yang berjudul 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, terdapat beberapa
kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia abad 21. Secara
umum keterampilan abad 21 terbagi kepada tiga keterampilan, yaitu Learning and Innovation
Skills (Keterampilan Belajar dan Berinovasi), Information, Media, and Technology Skills
(Keterampilan Teknologi dan Media Informasi) dan Life and Career Skills (Keterampilan Hidup
dan Berkarir). Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut
dengan pelangi pengetahuan dan keterampilan abad 21 (The 21st century knowledge-and-
skills rainbow).
Jika dicermati keempat pilar tersebut menuntut seorang guru untuk kreatif, bekerja secara
tekun dan harus mampu dan mau meningkatkan kemampuannya. Berdasarkan tuntutan
tersebut seorang guru akhirnya dituntut untuk berperan lebih aktif dan lebih kreatif. Guru
tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama sebagai proses.
Guru harus memahami disiplin ilmu pengetahuan yang ia tekuni sebagai ways of knowing.
Guru harus mengenal peserta didik dalam karakteristiknya sebagai pribadi yang sedang
dalam proses perkembangan, baik cara pemikirannya, perkembangan sosial dan emosional
maupun perkembangan moralnya. Guru harus memahami pendidikan sebagai proses
pembudayaan sehingga mampu memilih model belajar dan sistem evaluasi yang
memungkinkan terjadinya proses sosialisasi berbagai kemampuan, nilai, sikap dalam
proses mempelajari berbagai disiplin ilmu.
Sadar akan tingginya tuntutan penciptaan sumber daya manusia di abad 21, maka sistem
serta model pendidikan pun harus mengalami transformasi. Telah banyak literatur yang
merupakan buah pemikiran dan hasil penelitian yang membahas mengenai hal ini, bahkan
beberapa model pendidikan yang sangat berbeda telah diterapkan oleh sejumlah sekolah
di berbagai belahan dunia. Sehingga terjadi pergeseran tata cara penyelenggaraan
kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau lingkukan sekitar lembaga
pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu. Jennifer Rita Nichols menyebutkan 4
Essential Rules of 21st Century Learning/Prinsip Pokok Pembelajaran Abad 21, yaitu
Instruction should be student-centered (pendekatan pembelajaran harus berfokus pada
peserta didik), Education should be collaborative/Pendidikan harus bersifat kolaborasi,
Learning should have context/Pembelajaran harus kontektual, dan Schools should be
integrated with society/Sekolah harus memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam
lingkungan sosialnya.
Melihat begitu banyak tuntutan yang harus dipenuhi untuk proses pembelajaran di abad
21, dituntut guru lebih kreatif dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan. Meskipun dalam prakteknya harus diingat bahwa tidak ada model
pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam
memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi peserta didik,
sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri. Bahwa
yang jelas sesuai amanat undang-undang bahwa proses pembelajaran harus
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
Ada beberapa model pembelajaran yang layak untuk diaplikasikan dalam pembelajaran
abad 21. Namun yang paling populer dan banyak diimplementasikan adalah model
pembelajaran Project Based Learning (PjBL), Inquiry Based Learning (IBL), dan yang saat ini
sedang gencar dipublikasikan adalah STEM Project Based Learning.
D. Sistem Pendukung Pembelajaran Abad 21
Mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif untuk pembelajaran abad 21
membutuhkan lebih dari mengidentifikasi spesifik keterampilan, pengetahuan konten,
keahlian dan kemahiran. Sebuah sistem pendukung yang inovatif harus diciptakan untuk
membantu peserta didik menguasai kemampuan multi-dimensi yang diperlukan pada
abad 21. Partnership for 21st Century Skills (2009) mengidentifikasi sistem pendukung
penting untuk memastikan penguasaan keterampilan peserta didik di abad 21 antara lain:
Kewajiban seorang guru tidak hanya mentransferkan pengetahuan tetapi juga dapat
mengubah perilaku, memberikan dorongan positif sehingga peserta didik termotivasi,
memberi suasana belajar yang menyenangkan agar peserta didik dapat berkembang
semaksimal mungkin. Diharapkan guru juga tidak hanya mengolah otak peserta didik tapi
juga mengolah jiwanya. Bila seorang guru hanya dapat mengolah otak peserta didiknya
saja maka alhasil peserta didik akan tumbuh sebagai robot yang tidak punya hati. Peserta
didik yang cerdas tidak lagi dilihati dari seberapa besar nilai raportnya, namun nilai
emosional dan fungsi motoriknya berjalan dengan baik.
Di abad 21, pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri dengan pendekatan
yang berpusat pada siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kreatif dan kritis,
mampu memecahkan masalah, melatih kemampuan berinovasi dan menekankan pada
pentingnya kolaborasi dan komunikasi.
Gerakan reformasi pendidikan STEM ini didorong oleh laporan dari berbagai studi yang
menunjukkan terjadinya kekurangan kandidat untuk mengisi lapangan kerja di bidang
STEM, tingkat literasi sains, serta posisi capaian siswa sekolah menengah AS dalamTIMSS
dan PISA (Roberts, 2012). Selain itu, AS juga menyadari pertumbuhan ekonominya berjalan
secara datar dan akan tersaingi oleh China dan India karena perkembangan sains,
teknologi, enginering dan matematika dari kedua negara tersebut yang lebih maju.
(Friedman, 2005).
Pendidikan STEM adalah pendekatan dalam pendidikan di mana Sains, Teknologi, Teknik,
Matematika terintegrasi dengan proses pendidikan berfokus pada pemecahan masalah
dalam kehidupan sehari-hari yang nyata serta dalam kehidupan profesional. Pendidikan
STEM menunjukkan kepada peserta didik bagaimana konsep, prinsip, teknik sains,
teknologi, teknik dan matematika (STEM) digunakan secara terintegrasi untuk
mengembangkan produk, proses, dan sistem yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Sebagai komponen dari STEM, sains adalah kajian tentang fenomena alam yang
melibatkan observasi dan pengukuran sebagai wahana untuk menjelaskan secara obyektif
alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa domain utama dari sains pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, yakni fisika, biologi, kimia, serta ilmu pengetahuan bumi
dan antariksa (IPBA). Teknologi merujuk pada inovasiinovasi manusia yang digunakan
untuk memodifikasi alam agar memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sehingga
membuat kehidupan lebih nyaman dan lebih aman. Teknologi menjadikan manusia dapat
melakukan perjalanan secara cepat, berkomunikasi langsung dengan orang di tempat yang
berjauhan, memperoleh makanan sehat, dan alat-alat keselamatan. Rekayasa
(engineering) merupakan pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh dan
mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan
mengkonstruksi mesin, peralatan, sistem, material, dan proses yang bermanfaat bagi
manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan. Selanjutnya, matematika berkenaan
dengan pola-pola dan hubungan-hubungan, dan menyediakan bahasa untuk teknologi,
sains, dan rekayasa.
Sedangkan jika kita lihat tujuan dan hasil dari pendidikan STEM bagi siswa dan pendidik
dapat kita lihat pada tabel di bawah ini
Pendidikan STEM memberi pendidik peluang untuk menunjukkan kepada peserta didik
betapa konsep, prinsip, dan teknik dari STEM digunakan secara terintegrasi dalam
pengembangan produk, proses, dan sistem yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Oleh karena itu, definisi pendidikan STEM diadopsi sebagai pendekatan
interdisiplin pada pembelajaran (Reeve, 2013). Dalam pembelajaran berbasis STEM
peserta didik menggunakan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika dalam konteks
nyata yang menghubungkan sekolah, dunia kerja, dan dunia global guna mengembangkan
literasi STEM yang memungkinkan peserta didik mampu bersaing dalam abad ke-21.
Dengan begitu, kita dapat melihat pentingnya pembelajaran berbasis STEM sebagai
berikut:
a) Transformasi proses pendidikan
Pendidikan STEM menghilangkan batas pemisah antara subjek sains, matematika,
teknologi, dan rekayasa serta menghubungkan antara pengetahuan yang didapatkan
oleh peserta didik dengan masalah di kehidupan nyata.
b) Peningkatan kemahiran pemahaman saintifik
Dengan mengkontektualisasikan antara berbagai pengetahuan saintifik yang
dipelajari oleh peserta didik dengan masalah di kehidupan nyata, maka pendidikan
STEM dapat meningkatkan kompetensi literasi sains.
c) Pengembangan sumber daya manusia
Kriteria sumberdaya manusia yang relevan dan dibutuhkan di abad ke-21 harus
memenuhi tuntutan keahlian yang diharapkan seperti kemampuan dalam
berkolaborasi, berkomunikasi, berpikir secara kritis, dan memiliki kemampuan dalam
mengembangkan kreativitasnya. Proses pembelajaran berbasis STEM melatihkan
berbagai kemampuan tersebut.
d) Tantangan teknologi
Kemampuan dalam rekayasa merupakan kunci dari lahirnya sebuah teknologi. Dalam
pendidikan STEM, peserta didik ditantang untuk mengaplikasikan pengetahuan
mereka melalui proses desain rekayasa untuk menciptakan solusi teknologi dari
sebuah permasalahan.
e) Kunci dalam kemajuan dan inovasi
Pendidikan STEM melalui berbagai proses pembelajaran yang dilalui oleh peserta
didik turut mengembangkan kemampuan problem solving atau kemampuan dalam
memecahkan permasalahan. Berbekal kemampuan ini akan muncul berbagai inovasi
dalam pengembangan teknologi.
f) Penting untuk kesejahteraan
Berbagai inovasi dalam teknologi diciptakan untuk mempermudah kita dalam
menjalani kehidupan dan pada akhirnya mendorong peningkatan kesejahteraan
(Stohlmann, Moore & Roehrig, 2012) mengidentifikasi 4 faktor yang perlu
dipertimbangkan bagi pendidik sehingga pembelajaran STEM dapat berlangsung dengan
sukses. Keempat faktor tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah.
Support
Teaching
Komponen
Pendidikan
STEM
Material
Efficacy
Aspek support atau dukungan berkaitan dengan berbagai kegiatan yang dapat mendukung
pendidik dalam menerapkan pembelajaran STEM seperti keikutsertaan dalam pelatihan
yang relevan, kolaborasi dengan sekolah atau institusi lain seperti universitas atau industri,
serta adanya kesempatan untuk berkolaborasi denga guru-guru lain dalam sekolah yang
sama. Aspek teaching atau pembelajaran menitikberatkan pada persiapan pembelajaran
dan implementasi pembelajaran di kelas. Aspek efficacy terkait dengan kepercayaan diri
pendidik dalam mengimplementasikan pembelajaran STEM yang dapat dipengaruhi oleh
tingkat penguasaan materi pembelajaran serta pedagogik, serta komitmennya dalam
melaksanakan pembelajaran. Aspek materials terkait dengan kesiapan sarana dan
prasarana penunjang pembelajaran.
I. Daftar Pustaka
Breiner, J., Harkness, S., Johnson, C., & Koehler, C. (2012). What is STEM? A discussion
about conceptions of STEM in education and partnerships. School Science and
Mathematics, 112(1), p. 3-11.
BSNP. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI.
Bybee, R. W., & Landes, N. M. (1988) What research says about new science curriculums
(BSCS) Science and Children, 25, 35-39.
Chen, M. (2001). A potential limitation of embedded-teaching for formal learning. In J.
Moore & K. Stenning (Eds.), Proceedings of the Twenty-Third Annual Conference of the
Cognitive Science Society (pp. 194-199). Edinburgh, Scotland: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.
Daryanto & Karim, Syaiful. (2016). Pembelajaran Abad 21. Gava Media
Dugger, W. (2010). Evolution of STEM in the U.S. 6th Biennial International Conference on
Technology Education Research. [Avaliable online: http://citeseerx.ist.psu.edu]
Hanover Research (2011). K-12 STEM education overview.
Harry Firman. (2016). Pendidikan STEM sebagai Kerangka Inovasi Pembelajaran Kimia
untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6.
Johnson, D. W., Johnson, R. T., & Smith, K. (1991). Active learning: Cooperation in the
college classroom. Edina, MN: Interaction Book.
Karplus, R., & Their, H. D. (1967). A new look at elementary school science. Chicago, IL:
Rand McNally.
Kemdikbud, (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemdikbud: Jakarta
Morrison, J. (2006). STEM education monograph series: Attributes of STEM education.
Teaching Institute for Essential Science. Baltimore, MD.
Mukminan. (2014). Strategi Menyiasati Pendidikan Abad 21. Makalah yang
dipresentasikan pada Seminar Pendidikan di UPI.
National Academy of Sciences (2011). A Framework for K-12 Science Education: Practices,
Crosscutting Concepts, and Core Ideas. The National Academic Press: Washington DC.
Nichols, Jennifer. (2013). 4 Essential Rules of 21st Century Learning. [Online]. Tersedia di:
http://www.teachthought.com/learning/4-essential-rules-of-21stcentury-learning/.
Diakses 21 April 2018.
Partnership for 21st Century Learning (2007). Framework for 21st Century Learning.
Washington, DC.
Roberts, A. (2012). A justification for STEM education. Technology and Engineering
Teacher, 74(8), 1-5.
Roberts, A. & Cantu, D. (2012). Applying STEM instructional strategies to design and
technology curriculum. Technology Education in the 21st Century, (73), 111-118.
Resnick, L. B. (1999). Making America smarter. Education Week Century Series. 18 (40), 38-
40. Retrieved from http://www.edweek.org/ew/vol-18/40resnick.h18
Partnership for 21st Century Learning (2007). P21 Framework Definitions. Washington, DC.
Wang, H., Moore, T., Roehrig, G., & Park, M. (2011). STEM integration: Teacher perceptions
and practice. Journal of Pre-College Engineering Education Research, 1(2), 1-13.