Anda di halaman 1dari 22

PENDIDIKAN ABAD 21 DAN FILOSOFI Pendidikan STEM

Untuk menyiapkan peserta didik Indonesia memperoleh keterampilan abad 21, yaitu
keterampilan cara berpikir melalui berpikir kritis, kreatif, mampu memecahkan masalah dan
mengambil keputusan serta cara bekerja sama melalui kolaborasi dan komunikasi, maka
pendekatan Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) diadopsi untuk
menguatkan impelementasi Kurikulum Nasional (Kurikulum 2013). STEM merupakan suatu
pendekatan dimana Sains, Teknologi, Enjiniring, dan Matematika diintegrasikan dengan fokus
pada proses pembelajaran pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Karakteristik atau
prinsip-prinsip pembelajaran abad 21 yang harus dilakukan guru untuk menyiapkan peserta
didik yang memiliki keterampilan abad 21: 1) pendekatan pembelajaran berpusat pada
peserta didik; 2) peserta dibelajarkan untuk mampu berkolaborasi; 3) materi pembelajaran
dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, pembelajaran
harus memungkinkan peserta didik terhubung dengan kehidupan sehari-hari mereka; dan 4)
dalam upaya mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab,
sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya.
Pada materi ini Anda akan mempelajari Pendidikan abad 21 dan filosofi STEM

Kompetensi:

• Memahami pendidikan abad 21 dan filosofi pembelajaran STEM

Indikator
• Menjelaskan paradigma pembelajaran abad 21
• Memahami pembelajaran STEM
• Menjelaskan kaitan pembelajaran STEM dengan keterampilan abad 21
• Menjelaskan literasi STEM
Pendidikan Abad 21 dan Filosofi STEM

A. Paradigma Pembelajaran Abad 21

Abad 21 terasa begitu banyak hal berubah secara fundamental dalam berbagai aspek
kehidupan manusia. Runtuhnya sekat-sekat geografis akibat agenda globalisasi dan kemajuan
teknologi informasi telah mengubah dunia ini menjadi sebagaimana layaknya sebuah desa
raksasa yang antar penghuninya dapat dengan mudah saling berinteraksi, berkomunikasi, dan
bertransaksi kapan saja dan di manapun mereka berada.
Dalam abad 21 terdapat berbagai kekhususan yang utama. Yang pertama adalah terwujudnya
masyarakat global yang menjadi kesepakatan antara bangsa, yaitu terbukanya mobilitas yang
lebih luas antara satu negara dengan negara lain dalam berbagai hal. Yang kedua adalah abad
ini akan lebih dikuasai oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang makin canggih dan
berpadu pula dengan ilmu sosial dan humaniora. Agar mampu berkompetisi dalam
masyarakat global tersebut, tetapi juga mempunyai penguasaan yang cukup pula atas sains
sosial dan humaniora serta perkembangannya. Dalam abad ini masing-masing ilmu tidak lagi
harus bekerja sendiri, melainkan berbagai cabang ilmu dapat bekerja sama, bukan hanya
dalam sesama kelompok sains, teknologi atau sains sosial dan humaniora saja, melainkan
dalam banyak hal antara beberapa kelompok.
Walaupun perkembangan sains dan teknologi canggih adalah konsumsi perguruan tinggi,
namun kesiapan mahapeserta didik menyerapnya sangat ditentukan oleh hasil pendidikan
pre universitas, mulai jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan menengah,
bahkan mulai dari pendidikan anak usia dini. Dengan demikian rangkaian setiap jenjang
pendidikan, sekurang-kurangnya mulai jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi haruslah merupakan rantai yang masing-masing terdiri dari mata rantai dengan ciri
khasnya dan semuanya tersambung secara utuh.
Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam
mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berfikir analitis dan
kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut dibuat dalam
skema sebagai berikut.
Ciri Abad 21 Model Pembelajaran

Informasi Pembelajaran diarahkan untuk


mendorong peserta didik mencari tahu
(tersedia dimana saja, kapan dari berbagai sumber observasi, bukan
saja) diberi tahu

Komputasi Pembelajaran diarahkan untuk mampu


merumuskan masalah (menanya),
(lebih cepat memakai mesin) bukan hanya menyelesaikan masalah
(menjawab)

Otomasi Pembelajaran diarahkan untuk melatih


berfikir analitis (pengambilan
(menjangkau segala pekerjaan keputusan) bukan berfikir mekanistis
rutin) (rutin)

Komunikasi Pembelajaran menekankan pentingnya


kerjasama dan kolaborasi dalam
(dari mana saja, ke mana saja) menyelesaikan masalah

Gambar 1. Skema Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21

Berbagai upaya dalam rangka peningkatan mutu pendidikanpun senantiasa dilakukan,


meliputi redesain kurikulum, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta
penentuan kompetensi senantiasa disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi,
serta era yang terjadi. Upaya peningkatan mutu pendidikan memerlukan kerja keras dari
kita semua, kemauan yang tinggi serta komitmen terhadap tugas, mengingat upaya
peningkatan mutu pendidikan, banyak inovasi harus diciptakan, kreativitas
ditumbuhkembangkan, dengan segala konsekuensi dan keuntungannya.

B. Keterampilan Abad 21

Suatu studi yang dilakukan oleh Trilling dan Fadel (2009) menunjukkan bahwa tamatan
sekolah menengah dan perguruan tinggi masih kurang kompeten dalam hal komunikasi lisan
maupun tulisan, berfikir kritis dan mengatasi masalah, etika bekerja dan profesionalisme,
bekerja secara tim dan berkolaborasi, bekerja di dalam kelompok yang berbeda,
menggunakan teknologi dan manajemen projek dan kepemimpinan.

Perubahan radikal dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat ini membutuhkan perhatian
yang cermat oleh para pakar. Dari seluruh aspek pertumbuhan yang ada, manusia menjadi
faktor terpenting karena merupakan pelaku utama dari berbagai proses dan aktivitas
kehidupan. Oleh karena itu maka berbagai negara di dunia berusaha untuk mendefinisikan
karakteristik manusia abad 21 yang dimaksud. Berdasarkan Trilling dan Fadel (2009) dalam
bukunya yang berjudul 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, terdapat beberapa
kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia abad 21. Secara
umum keterampilan abad 21 terbagi kepada tiga keterampilan, yaitu Learning and Innovation
Skills (Keterampilan Belajar dan Berinovasi), Information, Media, and Technology Skills
(Keterampilan Teknologi dan Media Informasi) dan Life and Career Skills (Keterampilan Hidup
dan Berkarir). Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut
dengan pelangi pengetahuan dan keterampilan abad 21 (The 21st century knowledge-and-
skills rainbow).

Gambar 2. Pelangi Keterampilan Pengetahuan dan Keterampilan Abad 21.


Sumber: Trilling dan Fadel (2009)
(1) Learning and Innovation Skills
Fokus pertama dari keterampilan abad 21 adalah keterampilan belajar dan berinovasi
yang meliputi: Critical thinking and problem solving/berfikir kritis dan memecahkan
masalah, Communication and collaboration/komunikasi dan kolaborasi, dan Creativity
and innovation/kreativitas dan inovasi. Melalui keterampilan berfikir kritis dan
memecahkan masalah, peserta didik harus mampu:
a) reason effectively, menggunakan berbagai jenis penalaran (induktif, deduktif, dsb)
yang sesuai dengan situasi;
b) use systems thinking, menganalisis bagaimana bagian dari suatu keseluruhan
berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan hasil keseluruhan dalam sistem yang
kompleks;
c) make judgments and decisions, mampu mensintesis dan membuat koneksi antar
informasi dan argumen, menafsirkan informasi dan menarik kesimpulan berdasarkan
analisis terbaik;
d) Solve problems, menyelesaikan permasalahan pada situasi baru baik secara
konvensional maupun inovatif.
Selanjutnya, melalui keterampilan komunikasi dan kolaborasi, peserta didik harus mampu:
a) communicate clearly, pandai mengeluarkan pikiran dan idenya secara efektif
menggunakan keterampilan lisan maupun tulisan dalam berbagai konteks dan
mampu berkomunikasi secara efektif di lingkungan yang beragam;
b) collaborate with others, menunjukkan kemampuan untuk bekerja secara efektif
dengan tim yang beragam dan mampu bersikap fleksibel untuk membantu dalam
pencapaian tujuan bersama.
Keterampilan ketiga adalah kreatif dan inovatif. Melalui keterampilan ini peserta didik
harus mampu:
a) think creatively, membuat ide-ide baru;
b) work creatively with others, mampu menyampaikan ide-ide baru kepada orang lain
dengan efektif, bersikap terbuka dan melihat kegagalan sebagai peluang untuk
belajar;
c) implement innovations, bertindak berdasarkan ide-ide kreatif untuk membuat
kontribusi yang nyata dan berguna.
Berfikir kritis dan pemecahan masalah, komunikasi dan kolaborasi serta kreativitas dan
inovasi merupakan tiga rangkaian keahlian utama yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam
belajar, bekerja dan hidup di abad 21. Menggerakkan keterampilan belajar dan inovasi ini
merupakan suatu alat pengetahuan di masa sekarang.
(2) Information, Media, and Technology Skills
Keterampilan selanjutnya yang harus dimiliki di abad 21 adalah keterampilan teknologi,
media dan informasi. Keterampilan ini meliputi Information literacy/literasi informasi;
Media literacy/literasi media; dan Information and communication technology
literacy/literasi TIK. Pada kemampuan literasi informasi peserta didik harus mampu:
a) access and evaluate information, mampu mengakses informasi secara efektif dan
efisien serta mengevaluasi informasi secara kompeten dan kritis;
b) use and manage information, menggunakan informasi secara akurat dan kreatif.
Keterampilan kedua yang harus dimiliki pada kategori ini adalah literasi media. Di abad
21 ini, peserta didik perlu memahami cara terbaik menerapkan sumber media yang
tersedia untuk pembelajaran dan menggunakannya untuk menciptakan komunikasi
yang menarik dan efektif. Menurut Center for Media Literacy, kemampuan literasi
media memberikan “kerangka untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan
menciptakan pesan dalam berbagai bentuk, membangun pemahaman tentang peran
media dalam masyarakat serta mengembangkan keterampilan penting dari inkuiri”.
Sehingga peserta didik harus mampu:
a) Analyze media, peserta harus mampu memahami bagaimana media dibuat dan
ditujukan untuk kepentingan apa dan mampu menerapkan pemahaman mendasar
tentang etika mengakses media dan penggunaan media.
b) Create media products, memahami dengan baik bagaimana memanfaatkan media
dalam berbagai lingkungan multikultural.
Keterampilan selanjutnya adalah literasi TIK. Teknologi informasi dan komunikasi atau
TIK merupakan sarana yang penting di abad 21. Saat ini, dunia internasional telah
berusaha menerapkan teknologi ke dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam
bidang pendidikan. Maka dari itu, agar peserta didik mempunyai keterampilan TIK
mereka harus mampu apply technology effectively, yaitu menggunakan teknologi
sebagai alat untuk meneliti, mengevaluasi dan mengkomunikasikan informasi.
(3) Life and Career Skills
Keterampilan hidup dan berkarir meliputi Flexibility and Adaptability/fleksibilitas dan
adaptabilitas; Initiative and Self-Direction/inisiatif dan pengaturan diri; Social and Cross
Cultural Interaction/interaksi sosial dan budaya; Productivity and
Accountability/produktivitas dan akuntabilitas; dan Leadership and
Responsibility/kepemimpinan dan tanggung jawab.
Di era saat ini, perubahan sangat sering terjadi dan begitu besar. Kemampuan
beradaptasi dan fleksibel merupakan keterampilan yang penting untuk belajar, bekerja
dan hidup berbangsa dan bernegara. Laju cepat perubahan teknologi memaksa kita
untuk beradaptasi dengan cepat terhadap cara berkomunikasi, belajar, bekerja dan
hidup. Kemampuan beradaptasi dan fleksibel dapat dipelajari dengan cara peserta didik
bekerja dalam suatu kelompok untu mengerjakan projek yang menantang. Mereka akan
saling terlibat dalam proses pemecahan masalah dan saling menyampaikan
pendapatnya untuk suatu permasalahan. Hal tersebut akan membimbing peserta didik
untuk beradaptasi dan bersikap fleksibel dalam kondisi yang baru. Hari ini peserta didik
harus mempersiapkan diri perkembangan abad 21. Peserta didik perlu
mengembangkan lagi kemampuan inisiatif dan pengaturan diri. Melalui kemampuan
tersebut peserta didik harus mampu:
a) Manage goals and time, menentukan tujuan dengan kriteria kebehasilan yang nyata,
mulai dari jangka pendek sampai jangka panjang dan mampu memanfaatkan waktu
secara efisien.
b) Work independently, bekerja secara mandiri tanpa perlu harus diawasi.
c) Be self-directed learners, menanamkan dalam diri bahwa belajar sebagi proses
seumur hidup.
Kemampuan untuk bekerja secara efektif dan kreatif dengan anggota tim dan teman
sekelas tanpa memandang perbedaan dalam budaya dan gaya hidup adalah
keterampilan hidup abad ke 21 yang penting. Memahami dan mengakomodasi
perbedaan budaya dan sosial dan menggunakan perbedaan-perbedaan ini untuk
menghasilkan ide-ide dan solusi yang lebih kreatif untuk masalah merupakan hal
penting di abad 21. Melalui keterampilan sosial dan lintas budaya, peserta didik harus
mampu:
a) Interact effectively with others, menghargai orang yang sedang berbicara atau
menyampaikan pendapat.
b) Work effectively in diverse teams, menghormati perbedaan budaya atau latar
belakang dan bersikap terbuka untuk pemikiran dan ide-ide yang berbeda.
Selanjutnya kemampuan yang harus dimiliki peserta didik di abad 21 adalah
kemampuan mempimpin dan bertanggung jawab. Melalui kemampuan ini peserta didik
harus mampu:
a) Guide and lead others, menggunakan kemampuan interpersonal dan pemecahan
masalah untuk mempengaruhi dan membimbing orang lain mencapai tujuan, dan
memberikan teladan yang baik untuk orang lain.
b) Be responsible to others, bertindak secara tanggung jawab atas tugas yang diberikan.
Kecakapan hidup dan karier yang diuraikan sangat penting untuk bekerja dan belajar di
abad 21. Meskipun keterampilan ini sudah ada sejak lama, namun hal ini tetap menjadi
fokus perhatian untuk menjalani kehidupan saat ini bahkan untuk kehidupan yang akan
datang.
Kecakapan-kecakapan yang harus dimiliki peserta didik menjadi tantangan tersendiri bagi
guru. Tuntutan dunia international terhadap tugas guru memasuki abad 21 tidaklah ringan.
Guru diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang
bertumpu dan melaksanakan empat pilar belajar yang dianjurkan oleh Komisi
Internasional UNESCO untuk pendidikan, yaitu:

1. Learning to know (Belajar untuk Mencari Tahu)


Belajar untuk mencari tahu terkait dengan cara mendapatkan pengetahuan melalui
penggunaan media atau alat yang ada. Media bisa berupa buku, orang, internet, dan
teknologi yang lainnya.
2. Learning to do (Belajar untuk Mengerjakan)
Belajar untuk melakukan atau berkarya, hal ini tidak terlepas dari belajar mengetahui
karena perbuatan tidak terlepas dari ilmu pengetahuan. Belajar untuk berkarya
merupakan upaya untuk senantiasa melakukan dan berlatih keterampilan untuk
keprofesionalan dalam bekerja. Terkait dengan pembelajaran di dalam kelas, maka
belajar untuk mengerjakan ini sangat diperlukan latihan keterampilan bagaimana
peserta didik dapat menggunakan pengetahuan tentang konsep atau prinsip mata
pelajaran tertentu dalam mata pelajaran lainnya atau dalam kehidupan sehari-hari.
3. Learning to be (Belajar untuk Menjadi Pribadi)
Belajar untuk menjadi atau berkembang utuh, berkaitan dengan tuntutan kehisupan
yang semakin kompleks sehingga dibutuhkan suatu karakter pada diri sendiri. Belajar
menjadi pribadi yang berkembang secara iptimal yang memiliki kesesuaian dan
keseimbangan pada kepribadiannya baik itu moral, intelektual, emosi, spiritual,
maupun sosial, sehingga dalam pembelajaran guru memiliki kewajiban untuk
mengembangkan potensi sesuai dengan bakat dan minatnya agar peserta didik dapat
menentukan pilihannya.
4. Learning to live together (Belajar untuk Hidup Berdampingan)
Hal ini sangat penting karena masyarakat yang beragam, baik dilihat dari latar belakang,
suku, ras, agama atau pendidikan. Pada pembelajaran peserta didik harus memahamu
bahwa keberagaman tersebut bukan untuk dibeda-bedakan, melainkan dipahami
bahwa keberagaman tersebut tergabung dalam suatu lingkungan masyarakat. Oleh
karena itu, saling membantu dan menghargai satu sama lain sangat diperlukan agar
tercipta masyarakat yang tertib dan aman, sehingga individu dapat belajar dan hidup
dalam kebersamaan dan kedamaian.

Jika dicermati keempat pilar tersebut menuntut seorang guru untuk kreatif, bekerja secara
tekun dan harus mampu dan mau meningkatkan kemampuannya. Berdasarkan tuntutan
tersebut seorang guru akhirnya dituntut untuk berperan lebih aktif dan lebih kreatif. Guru
tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama sebagai proses.
Guru harus memahami disiplin ilmu pengetahuan yang ia tekuni sebagai ways of knowing.
Guru harus mengenal peserta didik dalam karakteristiknya sebagai pribadi yang sedang
dalam proses perkembangan, baik cara pemikirannya, perkembangan sosial dan emosional
maupun perkembangan moralnya. Guru harus memahami pendidikan sebagai proses
pembudayaan sehingga mampu memilih model belajar dan sistem evaluasi yang
memungkinkan terjadinya proses sosialisasi berbagai kemampuan, nilai, sikap dalam
proses mempelajari berbagai disiplin ilmu.

Menurut International Society for Technology in Education karakteristik keterampilan guru


abad 21 dimana era informasi menjadi ciri utamanya, membagi keterampilan guru abad
21 ke dalam lima kategori, yaitu: mampu memfasilitasi dan menginspirasi belajar dan
kreatifitas peserta didik, merancang dan mengembangkan pengalaman belajar dan
penilaian era digital, menjadi model cara belajar dan bekerja di era digital, mendorong dan
menjadi model tanggung jawab dan masyarakat digital, serta berpartisipasi dalam
pengembangan dan kepemimpinan profesional.

C. Karakteristik Pembelajaran Abad 21

Sadar akan tingginya tuntutan penciptaan sumber daya manusia di abad 21, maka sistem
serta model pendidikan pun harus mengalami transformasi. Telah banyak literatur yang
merupakan buah pemikiran dan hasil penelitian yang membahas mengenai hal ini, bahkan
beberapa model pendidikan yang sangat berbeda telah diterapkan oleh sejumlah sekolah
di berbagai belahan dunia. Sehingga terjadi pergeseran tata cara penyelenggaraan
kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau lingkukan sekitar lembaga
pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu. Jennifer Rita Nichols menyebutkan 4
Essential Rules of 21st Century Learning/Prinsip Pokok Pembelajaran Abad 21, yaitu
Instruction should be student-centered (pendekatan pembelajaran harus berfokus pada
peserta didik), Education should be collaborative/Pendidikan harus bersifat kolaborasi,
Learning should have context/Pembelajaran harus kontektual, dan Schools should be
integrated with society/Sekolah harus memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam
lingkungan sosialnya.

a) Instruction should be student-centered (pendekatan pembelajaran harus berfokus pada


peserta didik)
b) Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan yang berpusat
pada peserta didik. Peserta didik ditempatkan sebagai subjek pembelajaran yang secara
aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Peserta didik tidak lagi
dituntut untuk mendengarkan dan menghafalkan materi pelajaran yang diberikan guru,
tetapi berupaya mngkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan
kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk
memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat.

c) Education should be collaborative/Pendidikan harus bersifat kolaborasi


Peserta didik harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain.
Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang
dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, peserta didik perlu
didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam
mengerjakan suatu projek, ssiwa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan
dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri
secara tepat dengan mereka.

d) Learning should have context/Pembelajaran harus kontektual


Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap
kehidupan peserta didik di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Guru mengembangkan metode
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik terhubung dengan dunia nyata. Guru
membantu peserta didik agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa
yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-
harinya. Guru melakukan penilaian kinerja peserta didik yang dikaitkan dengan dunia
nyata.

e) Schools should be integrated with society/Sekolah harus memfasilitasi peserta didik


untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya.
Dalam upaya mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung
jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi peserta didik untuk terlibat dalam
lingkungan sosialnya. Peserta didik dapat terlibat dalam berbagai pengembangan
program yang ada di masyarakat. Selain itu, peserta didik perlu diajak pula mengunjungi
panti-panti asuhan untuk melatik kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.

Sedangkan Permendikbud No 22 Tahun 2016 mengemukakan 14 prinsip pembelajaran


yang harus dipenuhi dalam proses pembelajaran abad 21, meliputi:
1. Pembelajaran dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2. Pembelajaran dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis
aneka sumber belajar;
3. Pembelajaran dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah;
4. Pembelajaran dari berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
5. Pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6. Pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan
jawaban yang kebenarannya multidimensi;
7. Pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills);
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun
karso dan tut wuri handayani;
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
12. Pembelajran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
peserta didik dan dimana saja adalah kelas;
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pemebelajaran; dan
14. Pengakuan atas perbedaan indvidual dan latar belakang budaya peserta didik.

Melihat begitu banyak tuntutan yang harus dipenuhi untuk proses pembelajaran di abad
21, dituntut guru lebih kreatif dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan. Meskipun dalam prakteknya harus diingat bahwa tidak ada model
pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam
memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi peserta didik,
sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri. Bahwa
yang jelas sesuai amanat undang-undang bahwa proses pembelajaran harus
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.

Ada beberapa model pembelajaran yang layak untuk diaplikasikan dalam pembelajaran
abad 21. Namun yang paling populer dan banyak diimplementasikan adalah model
pembelajaran Project Based Learning (PjBL), Inquiry Based Learning (IBL), dan yang saat ini
sedang gencar dipublikasikan adalah STEM Project Based Learning.
D. Sistem Pendukung Pembelajaran Abad 21
Mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif untuk pembelajaran abad 21
membutuhkan lebih dari mengidentifikasi spesifik keterampilan, pengetahuan konten,
keahlian dan kemahiran. Sebuah sistem pendukung yang inovatif harus diciptakan untuk
membantu peserta didik menguasai kemampuan multi-dimensi yang diperlukan pada
abad 21. Partnership for 21st Century Skills (2009) mengidentifikasi sistem pendukung
penting untuk memastikan penguasaan keterampilan peserta didik di abad 21 antara lain:

1) Standar abad 21:


a) Fokus pada keterampilan abad 21, pengetahuan dan keahlian konten.
b) Membangun pemahaman pada mata pelajaran tertentu dan antar mata pelajaran.
c) Lebih menekankan pada pemahaman yang mendalam dari suatu konten
d) Melibatkan peserta didik dengan dunia nyata, dan membuat peserta didik lebih aktif
dalam belajar dan pemecahan masalah
2) Penilaian keterampilan abad 21
a) Mendukung keseimbangan penialaian tes standar serta penialaian normatif dan
sumatif;
b) Menekankan pemanfaatan umpan balik bedasarkan kinerja peserta didik;
c) Membolehkan pengembangan portofolio peserta didik.
3) Kurikulum dan instruksi abad 21
Mengembangkan kurikulum mandiri berbasis individu, hal ini tidaklah mudah.
Diperlukan suatu desain dan konsep matang serta terbukti efektif dalam
implementasinya. Sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi diantaranya kesiapan
fasilitas dan sarana prasarana, kematangan peserta didik, infrastruktur dan
suprastruktur manajemen institusi yang handal, konten pengetahuan yang lengkap dan
sebagainya.
a) Berfokus pada penyediaan peluang untuk menerapkan keterampilan abad 21 di
seluruh bidang dan pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi.
b) Memungkinkan metode pembelajaran inovatif yang mengintegrasikan penggunaan
teknologi, pendekatan berbasis masalah, dan berfikir tingkat tinggi.
c) Mendorong integrasi sumber daya masyarakat yang berada di luar sekolah.
4) Pengembangan profesional abad 21
Untuk melahirkan profil guru yang profesional di abad 21, yaitu; a) memiliki kepribadian
yang matang dan berkembang; b) penguasaan ilmu yang kuat; c) keterampilan untuk
membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan d) pengembangan
profesi secara berkesinambungan.
5) Pembelajaran lingkungan abad 21
a) Menciptakan latihan pembelajaran, dukungan SDM dan infrastruktur;
b) Memungkinkan pendidik untuk berkolaborasi, berbagi pengalaman dan
integritasnya di kelas;
c) Memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan konteks dunia;
d) Mendukung perluasan keterlibatan komunitas dalam pembelajaran baik langsung
maupun tidak langsung.

Kewajiban seorang guru tidak hanya mentransferkan pengetahuan tetapi juga dapat
mengubah perilaku, memberikan dorongan positif sehingga peserta didik termotivasi,
memberi suasana belajar yang menyenangkan agar peserta didik dapat berkembang
semaksimal mungkin. Diharapkan guru juga tidak hanya mengolah otak peserta didik tapi
juga mengolah jiwanya. Bila seorang guru hanya dapat mengolah otak peserta didiknya
saja maka alhasil peserta didik akan tumbuh sebagai robot yang tidak punya hati. Peserta
didik yang cerdas tidak lagi dilihati dari seberapa besar nilai raportnya, namun nilai
emosional dan fungsi motoriknya berjalan dengan baik.

Pembelajaran di abad 21 ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di masa lalu.


Seorang guru harus memahami pergeseran paradigma pendidikan di abad 21. Guru seperti
apa yang dibutuhkan dan cara seperti apa yang harus dilakukan untuk mengajar dan
mendidik peserta didik di era saat ini dan mempersiapkan mereka di era mendatang. Guru
harus memulai satu langkah perubahan yaitu mengubah pola pembelajaran tradisional
yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Guru mempunyai peranan yang sangat penting, karena sebaik apa pun kurikulum dan
sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung mutu guru yang baik maka semuanya akan
sia-sia.
Implementasi dalam pembelajaran IPA, siswa dituntun untuk belajar aktif yang terimplikasi
dalam kegiatan secara fisik maupun mental, tidak hanya mencakup aktivitas hand-on
tetapi juga mind-on. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pembelajaran IPA diarahkan agar peserta didik dapat berinkuiri dan bertindak secara
ilmiah. Dalam proses pembelajaran IPA yang sifatnya terpadu hendaknya menumbuhkan
keterampilan sains, yaitu keterampilan proses, keterampilan berfikir kreatif dan kritis serta
menumbuhkan sikap ilmiah.

Di abad 21, pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri dengan pendekatan
yang berpusat pada siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kreatif dan kritis,
mampu memecahkan masalah, melatih kemampuan berinovasi dan menekankan pada
pentingnya kolaborasi dan komunikasi.

Contoh aktivitas pembelajaran yang menunjukkan keterampilan abad 21.


No Aktivitas Pembelajaran Keterampilan Abad 21
1 Siswa mengidentifikasi masalah mengenai Berfikir kritis
penghantar listrik nirkabel
2 Siswa membuat desain sesuai dengan solusi Berfikir kreatif
terbaik yang dipilih
3 Siswa dalam kelompok membuat purwarupa Kolaborasi
penghantar listrik nirkabel dan sesuai dengan
desain
4 Siswa mempresentasikan hasil pembuatan Komunikasi
purwarupa penghantar listrik nirkabel dengan
menekankan pada kemampuan persuasive
E. Filosofi Pendidikan STEM
Kemajuan suatu bangsa atau negara sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas dan mampu berdaya saing. Untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan
berdaya saing, pendidikan merupakan sarana strategik. Pendidikan pada saat ini harus
menyesuaikan dengan karakteristik peserta didik yang dituntut pada abad 21. Kerangka
pendidikan abad 21, merujuk pada Trilling dan Fadel (2009) dalam bukunya yang berjudul
21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, terdapat beberapa kompetensi dan/atau
keahlian yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia abad 21. Secara umum keterampilan
abad 21 terbagi kepada tiga keterampilan, yaitu Learning and Innovation Skills (Keterampilan
Belajar dan Berinovasi), Information, Media, and Technology Skills (Keterampilan Teknologi
dan Media Informasi) dan Life and Career Skills (Keterampilan Hidup dan Berkarir).
Untuk menjawab dan membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang
dituntut di atas, STEM menjadi alternatif solusi digunakan dalam pembelajaran. SDM yang
menguasa STEM antara lain diproyeksikan akan menduduki posisi yang lebih baik di
berbagai pekerjaan, dapat menjawab tantangan teknologi, peningkatan kemahiran dan
pemahaman saintifik, dan menjadi kunci dalam kemajuan dan inovasi.
Melalui handout ini, Anda dapat mempelajari apa, mengapa, dan bagaimana STEM dapat
digunakan dalam pendidikan.

F. Pengertian Pendidikan STEM


STEM merupakan akronim dari science,technology, engineering, dan mathematics. Istilah
ini pertama kali diluncurkan oleh National Science Foundation (NSF) Amerika Serikat (AS)
pada tahun 1990-an sebagai tema gerakan reformasi pendidikan untuk menumbuhkan
angkatan kerja bidang-bidang STEM, serta mengembangkan warga negara yang melek
STEM (STEM literate), serta meningkatkan daya saing global Amerika Serikat dalam inovasi
iptek (Hanover Research, 2011).

Gerakan reformasi pendidikan STEM ini didorong oleh laporan dari berbagai studi yang
menunjukkan terjadinya kekurangan kandidat untuk mengisi lapangan kerja di bidang
STEM, tingkat literasi sains, serta posisi capaian siswa sekolah menengah AS dalamTIMSS
dan PISA (Roberts, 2012). Selain itu, AS juga menyadari pertumbuhan ekonominya berjalan
secara datar dan akan tersaingi oleh China dan India karena perkembangan sains,
teknologi, enginering dan matematika dari kedua negara tersebut yang lebih maju.
(Friedman, 2005).

Berdasarkan survey yang dilakukan bahwa pertumbuhan lapangan pekerjaan di bidang


STEM diproyeksikan lebih tinggi dibandingkan dengan lapangan pekerjaan non-STEM.
Selain itu, dari segi penghargaan, pekerjaan di bidang STEM akan memberikan income yang
juga lebih tinggi dibandingkan dengan bidang pekerjaan non-STEM.
Gambar 1. Proyeksi pertumbuhan pekerjaan STEM dan non-STEM (kiri) serta
perbandingan income dari kedua jenis bidang tersebut (kanan)

Pendidikan STEM adalah pendekatan dalam pendidikan di mana Sains, Teknologi, Teknik,
Matematika terintegrasi dengan proses pendidikan berfokus pada pemecahan masalah
dalam kehidupan sehari-hari yang nyata serta dalam kehidupan profesional. Pendidikan
STEM menunjukkan kepada peserta didik bagaimana konsep, prinsip, teknik sains,
teknologi, teknik dan matematika (STEM) digunakan secara terintegrasi untuk
mengembangkan produk, proses, dan sistem yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Sebagai komponen dari STEM, sains adalah kajian tentang fenomena alam yang
melibatkan observasi dan pengukuran sebagai wahana untuk menjelaskan secara obyektif
alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa domain utama dari sains pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, yakni fisika, biologi, kimia, serta ilmu pengetahuan bumi
dan antariksa (IPBA). Teknologi merujuk pada inovasiinovasi manusia yang digunakan
untuk memodifikasi alam agar memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sehingga
membuat kehidupan lebih nyaman dan lebih aman. Teknologi menjadikan manusia dapat
melakukan perjalanan secara cepat, berkomunikasi langsung dengan orang di tempat yang
berjauhan, memperoleh makanan sehat, dan alat-alat keselamatan. Rekayasa
(engineering) merupakan pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh dan
mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan
mengkonstruksi mesin, peralatan, sistem, material, dan proses yang bermanfaat bagi
manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan. Selanjutnya, matematika berkenaan
dengan pola-pola dan hubungan-hubungan, dan menyediakan bahasa untuk teknologi,
sains, dan rekayasa.

G. Tujuan dan Hasil dari Pendidikan STEM


Penggunaan pendekatan STEM dalam bidang pendidikan memiliki tujuan untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat bersaing dan siap untuk bekerja sesuai bidang
yang ditekuninya. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian Hannover (2011)
menunjukkan bahwa tujuan utama dari STEM Education adalah sebuah usaha untuk
menunjukkan pengetahuan yang bersifat holistik antara subjek STEM.

Dalam konteks pendidikan dasar dan menengah, pendidikan STEM bertujuan


mengembangkan peserta didik yang STEM literate (Bybee, 2013), dengan rincian sebagai
berikut.
1) memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan
dan masalah dalam situasi kehidupannya, menjelaskan fenomena alam, mendesain,
serta menarik kesimpulan berdasar bukti mengenai isu-isu terkait STEM;
2) memahami karakteristik khusus disiplin STEM sebagai bentuk-bentuk pengetahuan,
penyelidikan, dan desain yang digagas manusia;
3) memiliki kesadaran bagaimana disiplindisiplin STEM membentuk lingkungan material,
intelektual dan kultural,
4) memiliki keinginan untuk terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM (misalnya efisiensi
energi, kualitas lingkungan, keterbatasan sumberdaya alam) sebagai warga negara
yang konstruktif, peduli, serta reflektif dengan menggunakan gagasan-gagasan sains,
teknologi, rekayasa, dan matematika.

Sedangkan jika kita lihat tujuan dan hasil dari pendidikan STEM bagi siswa dan pendidik
dapat kita lihat pada tabel di bawah ini

Tabel. 1 tujuan dan hasil pendidikan STEM


Tujuan Pendidikan STEM Hasil Pendidikan STEM
Bagi Siswa • Literasi STEM • Belajar dan Berprestasi
• Kompetensi abad 21 • Kompetensi abad 21
• Kesiapan Tenaga Kerja • Ketekunan dan kegigihan belajar
STEM dalam meningkatkan prestasi
• Minat dan keterlibatan • Pekerjaan yang berhubungan dengan
• Membuat koneksi STEM
• Meningkatkan minat STEM
• Pengembangan identitas STEM
• Kemampuan untuk membuat koneksi
di antara disiplin STEM

Bagi • Meningkatkan konten • Perubahan dalam praktik


Pendidik STEM • Peningkatan konten STEM dan PCK
• Meningkatkan
Pedagogical Content
Knowledge (PCK)
H. Pendidikan STEM dan keterampilan Abad 21
Abad ke-21 ditandai dengan derasnya arus globalisasi serta cepatnya perkembangan
teknologi. Berbagai sekat yang memisahkan batas-batas geografis saat ini dengan mudah
dihilangkan dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Berbagai
informasi dan pengetahuan baru bukanlah hal yang sulit untuk didapatkan dan
dikumpulkan pada era ini. Hal ini menyebabkan munculnya era ekonomi baru yang
berbasis pengetahuan serta teknologi dimana individu yang memiliki kemampuan untuk
mendapatkan, mengolah, dan menginterpretasikan berbagai informasi dan pengetahuan
ini akan dapat berhasil dalam menjawab berbagai tantangan di masyarakat global. Hal ini
menunjukkan bahwa konsep pembelajaran yang diperlukan harus dapat membangun
keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk dapat berhasil di abad ke-21 ini
yaitu pembelajaran yang dapat berkontribusi pada pengembangan kemampuan
kerjasama, memecahkan masalah, kreativitas, dan inovatif yang berpotensi menopang
ekonomi. Pembelajaran berbasis STEM menjadi salah satu solusi dalam menjawab
tantangan pendidikan ini.

Pendidikan STEM memberi pendidik peluang untuk menunjukkan kepada peserta didik
betapa konsep, prinsip, dan teknik dari STEM digunakan secara terintegrasi dalam
pengembangan produk, proses, dan sistem yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Oleh karena itu, definisi pendidikan STEM diadopsi sebagai pendekatan
interdisiplin pada pembelajaran (Reeve, 2013). Dalam pembelajaran berbasis STEM
peserta didik menggunakan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika dalam konteks
nyata yang menghubungkan sekolah, dunia kerja, dan dunia global guna mengembangkan
literasi STEM yang memungkinkan peserta didik mampu bersaing dalam abad ke-21.

Dengan begitu, kita dapat melihat pentingnya pembelajaran berbasis STEM sebagai
berikut:
a) Transformasi proses pendidikan
Pendidikan STEM menghilangkan batas pemisah antara subjek sains, matematika,
teknologi, dan rekayasa serta menghubungkan antara pengetahuan yang didapatkan
oleh peserta didik dengan masalah di kehidupan nyata.
b) Peningkatan kemahiran pemahaman saintifik
Dengan mengkontektualisasikan antara berbagai pengetahuan saintifik yang
dipelajari oleh peserta didik dengan masalah di kehidupan nyata, maka pendidikan
STEM dapat meningkatkan kompetensi literasi sains.
c) Pengembangan sumber daya manusia
Kriteria sumberdaya manusia yang relevan dan dibutuhkan di abad ke-21 harus
memenuhi tuntutan keahlian yang diharapkan seperti kemampuan dalam
berkolaborasi, berkomunikasi, berpikir secara kritis, dan memiliki kemampuan dalam
mengembangkan kreativitasnya. Proses pembelajaran berbasis STEM melatihkan
berbagai kemampuan tersebut.
d) Tantangan teknologi
Kemampuan dalam rekayasa merupakan kunci dari lahirnya sebuah teknologi. Dalam
pendidikan STEM, peserta didik ditantang untuk mengaplikasikan pengetahuan
mereka melalui proses desain rekayasa untuk menciptakan solusi teknologi dari
sebuah permasalahan.
e) Kunci dalam kemajuan dan inovasi
Pendidikan STEM melalui berbagai proses pembelajaran yang dilalui oleh peserta
didik turut mengembangkan kemampuan problem solving atau kemampuan dalam
memecahkan permasalahan. Berbekal kemampuan ini akan muncul berbagai inovasi
dalam pengembangan teknologi.
f) Penting untuk kesejahteraan
Berbagai inovasi dalam teknologi diciptakan untuk mempermudah kita dalam
menjalani kehidupan dan pada akhirnya mendorong peningkatan kesejahteraan
(Stohlmann, Moore & Roehrig, 2012) mengidentifikasi 4 faktor yang perlu
dipertimbangkan bagi pendidik sehingga pembelajaran STEM dapat berlangsung dengan
sukses. Keempat faktor tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah.

Support
Teaching

Komponen
Pendidikan
STEM

Material
Efficacy

Gambar 2. Komponen yang mendukung pembelajaran STEM

Aspek support atau dukungan berkaitan dengan berbagai kegiatan yang dapat mendukung
pendidik dalam menerapkan pembelajaran STEM seperti keikutsertaan dalam pelatihan
yang relevan, kolaborasi dengan sekolah atau institusi lain seperti universitas atau industri,
serta adanya kesempatan untuk berkolaborasi denga guru-guru lain dalam sekolah yang
sama. Aspek teaching atau pembelajaran menitikberatkan pada persiapan pembelajaran
dan implementasi pembelajaran di kelas. Aspek efficacy terkait dengan kepercayaan diri
pendidik dalam mengimplementasikan pembelajaran STEM yang dapat dipengaruhi oleh
tingkat penguasaan materi pembelajaran serta pedagogik, serta komitmennya dalam
melaksanakan pembelajaran. Aspek materials terkait dengan kesiapan sarana dan
prasarana penunjang pembelajaran.

I. Daftar Pustaka
Breiner, J., Harkness, S., Johnson, C., & Koehler, C. (2012). What is STEM? A discussion
about conceptions of STEM in education and partnerships. School Science and
Mathematics, 112(1), p. 3-11.
BSNP. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI.
Bybee, R. W., & Landes, N. M. (1988) What research says about new science curriculums
(BSCS) Science and Children, 25, 35-39.
Chen, M. (2001). A potential limitation of embedded-teaching for formal learning. In J.
Moore & K. Stenning (Eds.), Proceedings of the Twenty-Third Annual Conference of the
Cognitive Science Society (pp. 194-199). Edinburgh, Scotland: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.
Daryanto & Karim, Syaiful. (2016). Pembelajaran Abad 21. Gava Media
Dugger, W. (2010). Evolution of STEM in the U.S. 6th Biennial International Conference on
Technology Education Research. [Avaliable online: http://citeseerx.ist.psu.edu]
Hanover Research (2011). K-12 STEM education overview.
Harry Firman. (2016). Pendidikan STEM sebagai Kerangka Inovasi Pembelajaran Kimia
untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6.
Johnson, D. W., Johnson, R. T., & Smith, K. (1991). Active learning: Cooperation in the
college classroom. Edina, MN: Interaction Book.
Karplus, R., & Their, H. D. (1967). A new look at elementary school science. Chicago, IL:
Rand McNally.
Kemdikbud, (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemdikbud: Jakarta
Morrison, J. (2006). STEM education monograph series: Attributes of STEM education.
Teaching Institute for Essential Science. Baltimore, MD.
Mukminan. (2014). Strategi Menyiasati Pendidikan Abad 21. Makalah yang
dipresentasikan pada Seminar Pendidikan di UPI.
National Academy of Sciences (2011). A Framework for K-12 Science Education: Practices,
Crosscutting Concepts, and Core Ideas. The National Academic Press: Washington DC.
Nichols, Jennifer. (2013). 4 Essential Rules of 21st Century Learning. [Online]. Tersedia di:
http://www.teachthought.com/learning/4-essential-rules-of-21stcentury-learning/.
Diakses 21 April 2018.
Partnership for 21st Century Learning (2007). Framework for 21st Century Learning.
Washington, DC.
Roberts, A. (2012). A justification for STEM education. Technology and Engineering
Teacher, 74(8), 1-5.
Roberts, A. & Cantu, D. (2012). Applying STEM instructional strategies to design and
technology curriculum. Technology Education in the 21st Century, (73), 111-118.
Resnick, L. B. (1999). Making America smarter. Education Week Century Series. 18 (40), 38-
40. Retrieved from http://www.edweek.org/ew/vol-18/40resnick.h18
Partnership for 21st Century Learning (2007). P21 Framework Definitions. Washington, DC.
Wang, H., Moore, T., Roehrig, G., & Park, M. (2011). STEM integration: Teacher perceptions
and practice. Journal of Pre-College Engineering Education Research, 1(2), 1-13.

Anda mungkin juga menyukai