Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Bantuan Hukum dengan Hak Asasi Manusia (HAM)

I Nyoman Widi Gita Kesawa 1814101127

Prodi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Dan Ilmu Sosial

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

2021

DAFTAR ISI

1
JUDUL....................................................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................3

1.3 Tujuan...............................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak................................................................................................................4

2.2 kontribusi pajak dalam penanganan COVID-19...............................................................5

2.3 Bagaimana peran dan fungsi pajak dalam penanganan COVID-19.................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................20

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dinamika dan perkembangan masyarakat dalam era modernisasi jaman saat ini
demikian kompleks, yang sangat dan dapat mempengaruhi pola pikir dan prilaku dalam
hidup bermasyarakat. Dimana tingkat kebutuhan dan kepentingan antara manusia yang
satu dengan yang lain, sering saling bertentangan bahkan tidak tertutup kemungkinan akan
terjadinya benturanbenturan. Apalagi saat ini ilmu pengetahuan dan tekologi ikut/turut
memainkan peranan terhadap pola hidup, pola pikir dan prilaku seseorang dalam hidup
dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Memang kita juga mengetahui dan mengakui
bahwa dengan modernisasi jaman

Bentuk dan sifat kriminalitas yang timbul dewasa ini sudah begitu sangat
mengkhawatirkan, karena telah begitu banyak menimbulkan korban harta benda yang
tidak kecil dan korban nyawa. Sehingga ketentraman dan ketenangan serta kedamaian
masyarakat menjadi terganggu. Oleh karena itu, tujuan hukum tidak akan pernah tercapai,
dimana tujuan hukum itu adalah mengatur pergaulan manusia secara damai. Dengan
demikian tujuan hukum adalah menghendaki perdamaian, apa yang kita sebut tertib
hukum, mereka sebut damai. Kejahatan berarti pelanggaran perdamaian, penjahat
dikatakan tidak damai yaitu dikeluarkan dari perlindungan hukum. Perdamaian diantara
manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan manusia tertentu,
kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan sebagainya terhadap yang merugikan

Manusia dengan kejahatannya secara faktual dilapangan, timbul bukan karena


disebabkan pola pikir dan prilaku semata, namun dapat pula disebabkan karena adanya
faktor ekonomi atau kemiskinan, kesempatan, pengaruh orang lain, karena terpaksa,
karena dibawah ancaman seseorang, lingkungan, untuk membela kepentingan.
Kehormatan atau martabat, kesusilaan dan kesopanan. Demikian pula manusia dengan
kejahatannya, tidak saja dilakukan oleh orang dari golongan ekonomi bawah, tetapi dapat
juga dilakukan oleh orang dari golongan ekonomi atas, seperti terjadinya tindak pidana
korupsi, manipulasi, perbankan, money laundering dan sebagainya. Dari sekian pelaku
kejahatan, ternyata banyak diantaranya tidak mengerti dan memahami tentang seluk beluk
hukum atau perundang-undangan yang berlaku, terutama dari mereka-mereka yang berasal
dari golongan ekonomi bawah. Sehingga mereka lebih banyak tidak mengerti atau

3
mengetahui tentang pemeriksaan, penyidikan, hal -hal yang dituduhkan atau didakwa,
proses jalannya persidangan dan sanksi apa yang akan mereka terima akibat melakukan
perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perundang-undangan yang berlaku.

Demikian juga tentang hak-hak apa saja yang mereka peroleh selama penahanan,
pemeriksaan atau penyidikan, bagaimana cara memperoleh hak itu, siapa yang akan
memberikan hak itu. Bagi mereka dari golongan ekonomi atas atau mereka yang memiliki
kedudukan dan pengaruh dalam masyarakat, aparat penegak hukum dalam prakteknya
akan memberitahukan tentang hak-hak mereka, terutama terhadap pelayanan atau bantuan
hukum, apakah mereka mencari sendiri atau meminta aparat penegak hukum untuk
menghubungi salah satu pelayanan atau bantuan hukum tertentu, sebelum pemeriksaan
dan penyidikan dimulai. Namun hal ini sangat berbeda dalam kenyataan perlakuan aparat
penegak hukum terhadap para pelaku kejahatan dari golongan ekonomi bawah, sering
aparat penegak hukum teledor atau alasan lupa atau sengaja tidak memberitahukan akan
hak -hak terdakwa dalam proses pemeriksaan dan penyidikan, terutama hak untuk
memperoleh/ mendapatkan bantuan hukum. Dimana bantuan hukum memiliki sejarah
yang demikian panjang sebagai suatu profesi hukum, sejak jaman Romawi, jaman
Pertengahan dan di Indonesia mulai permulaan tahun 1960. Jasa bantuan hukum ini bagi
mereka yang tergabung dalam suatu wadah sebagai profesi hukum, akan dilakukan secara
gratis/cuma-cuma pada pengadilan untuk perkara kriminal bagi warganegara yang kurang
mampu, dengan menunjuk salah satu anggotanya untuk mewakili klien di pengadilan.
Namun mengalami perkembangan yang signifikan sejak tahun 1969 setelah Adnan
Buyung Nasution mundur dari Kejaksaan Republik Indonesia, dengan membentuk dan
mendirikan kantor bantuan hukum swasta pertama di Indonesia di bawah bendera Peradin
(Persatuan Advokat Indonesia ) (Zulkarnain Bustan, 2002). Namun perkembangan
lembaga bantuan hukum ini berjalan tersendat-sendat dibawah rezim orde baru yang
produk hukumnya bersifat refresif, baru mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan setelah tumbangnya rezim orde baru pada tahun 1998.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keterkaitan hak asasi manusia (HAM) dengan bantuan hukum
2. Bagaimaan Konsepsi Bantuan Hukum Di Indonesia
1.3 Tujuan
Tulisan ini mengupas tentang bagaimana peranan dan keterkaitan bantuan hukum terhadap
hak asasi manusia (HAM)

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keterkaitan hak asasi manusia (HAM) dengan bantuan hukum


Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah
negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
berdasarkan persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demikian juga sistiem pemerintahannya adalah Indonesia adalah yang berdasarkan atas
negara hukum/rechtstaat dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka/ machtsstaat. Hal ini
berarti bahwa segala tindakan pemerintah/penguasa selalu harus diatur dan dibatasi oleh
hukum, tidak bertindak sewenangwenang, terutama dalam melindungi segenap
bangsa/rakyat Indonesia. Perlindungan yang dimaksud disini adalah memberikan
perlidungan hukum terhadap hak-hak kodrat manusia yang dijamin oleh hukum positif,
dimana hak-hak kodrat itu saat ini dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang bersifat
universal, seperti HAM sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pembangunan. Namun
pelaksanaan HAM ini juga dibatasi dalam hukum positif, seperti dapat dikesampingkan
untuk sementara waktu (dalam proses penahanan, penyidikan, peradilan dan pelaksanaan
pidana) dan dibatasi juga oleh HAM yang dimiliki orang lain, dalam bentuk menghargai
dan menghormati serta menjunjung tinggi HAM orang lain. Oleh karena hal ini berkaitan
dengan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, artinya manusia itu harus diakui dan
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa, yang memiliki derajat/martabat, hak dan kewajiban-kewajiban asasi atau sama, tanpa
membeda-bedakan suku, agama/kepercayaan, keturunan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit dan sebagainya. Kalimat diatas mengandung pengertian bahwa negara
berkewajiban melaksanakan hak-hak kodrat manusia dalam berbangsa dan bernegara,
demikian pula ssetiap warga negara memiliki hak -hak yang sama dan tertentu dalam segala
hidup dan kehidupannya.
HAM dijabarkan dalam berbagai aturan hukum/perundang-undangan tersendiri, maka
dalam paper ini akan penulis bahas tentang hak memperoleh bantuan hukum. Oleh karena
bantuan hukum bagi seseorang yang terlibat dalam suatu proses hukum telah diakomodir
dalam UUD 1945 Amandemen, sebagai aturan/ perundang-undangan yang tertinggi dan
sebagai hukum dasar negara Indonesia. Dimana dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 39/1999
tentang HAM menentukan bahwa : “ Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan

5
merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia “
Kemudian hak bantuan hukum ini juga terlihat dalam Pasal 35, 36 dan 37 Undang-Undang
No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No.14/1970). Dalam
Pasal 35 menentukan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara “berhak “ memperoleh
bantuan hukum, sedangkan dalam Pasal 36 menentukan bahwa dalam perkara pidana
seorang tersangka terutama sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan “berhak
“ menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum. Didalam Pasal 37 menentukan
bahwa dalam memberi bantuan hukum tersebut pada Pasal 36 diatas, penasehat hukum
membantu melancarkan penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum
dan keadilan. Pasal ini memberikan ketegasan bahwa peran dari pada penasehat hukum
adalah ikut memperlancar proses penyelesaian perkara, karena pemeriksaan perkara pidana
adalah untuk mencari keadilan dan kebenaran yang sesungguhnya 1
Lebih lanjut pengaturan yang mencerminkan bantuan hukum dalam hubungannya
dengan HAM terlihat dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 39/1999 yang menentukan bahwa:
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang
adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum”. Ketentuan
ini dipertegas lagi dalam Pasal 5 ayat (2) yang menentukan: “Setiap orang berhak mendapat
bantuan hukum dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak
berpihak “. Sedangkan didalam UU No.8/1981 (KUHAP), masalah bantuan hukum bagi
seseorang terlihat dan diatur dari Pasal 54, 55, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 68, 70, 71, 72, 73 dan
74. Dimana dalam Pasal 54 menentukan bahwa: “Guna kepentingan pembelaan, tersangka
atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan
dalam undangundang ini”.
Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma
kepada klien yang tidak mampu “. Pasal 21 UU No.18/2003 menentukan : (1) Advokat
berhak menerima honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada kliennya, (2)
besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Dipertegas lagi dalam Pasal 22
UU No.18/2003 menentukan : (1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara

1
Ibid:38

6
cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu, (2) ketentuan mengenai
persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.2
Secara garis besar tujuan bantuan hukum yang tercantum dalam pasal 3 undang-undang
bantuan hukum tersebut adalah mewujudka akses kepada keadilan bagi masyarakat miskin
dan juga mewujudkan peradilan yang efektif,efisien, dan dapat di pertanggung jawabkan
(Akuntabel). Jadi bantuan hukum tidak serta merta untuk memberikan jasa hukum bagi
masyarakat akan tetapi di harapkan mampu mendorong system peradilan. Bantuan hukum
di harapkan dapat membantu melinfungi hak masyarakat dalam proses hukum untuk
memperoleh keadilan melalui system peradilan transparan dengan menerapkan prinsip-
prinsip perlindungan HAM.
2.2 Konsepsi Bantuan Hukum Di Indonesia
Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan
Maret 2009 adalah sebesar 37,17 juta (16,58 persen). Data statistik fakir miskin tersebut di
atas membuktikan bahwa kehadiran organisasi bantuan hukum sebagai institusi yang secara
khusus memberikan jasa bantuan hukum bagi fakir miskin sangat penting, agar fakir miskin
memperoleh akses yang tepat untuk memperoleh keadilan. Selain itu fakir miskin yang
frustrasi dan tidak puas karena tidak memperoleh pembelaan dari organisasi bantuan
hukum akan mudah terperangkap dalam suatu gejolak social antara lain melakukan
kekerasan, huru-hara, dan pelanggaran hukum. Keadaan ini tentunya tidak nyaman bagi
semua orang karena masih melihat fakir miskin di sekitarnya yang masih frustrasi. Melihat
kepada kondisi sekarang, fakir miskin belum dapat memperoleh bantuan hukum secara
memadai, walaupun pada tahun 2003 Undang-Undang Advokat telah diundangkan.
Undang-Undang Advokat ini memang mengakui bantuan hukum sebagai suatu kewajiban
advokat, namun tidak menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bantuan hukum
dan bagaimana memperolehnya. Selama ini, adanya kesemrawutan dalam konsep bantuan
hukum dalam bentuk ada kantorkantor advokat yang mengaku sebagai lembaga bantuan
hukum tetapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut fee, yang menyimpang dari
konsep pro bono publico yang sebenarnya merupakan kewajiban dari advokat. 3 Selain
kantor advokat mengaku sebagai organisasi bantuan hukum juga ada organisasi bantuan
hukum yang berpraktik komersial dengan memungut fee untuk pemberian jasa kepada

2 Abdurrahman. (1983). Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia.


3
Bambang Sunggono dan Arie Harianto. “Bantuan Hukum Dan HAM”. Mandar Maju.

7
kliennya dan bukan diberikan kepada fakir miskin secara pro bono publico. Kesemrawutan
pemberian bantuan hukum yang terjadi selama ini adalah karena belum adanya konsep
bantuan hukum yang jelas. Untuk mengatasi kesemrawutan tersebut maka perlu dibentuk
suatu undang-undang bantuan hukum yang mengatur secara jelas, tegas, dan terperinci
mengenai apa fungsi bantuan hukum, organisasi bantuan hukum, tata cara untuk
memperoleh bantuan hukum, siapa yang memberikan, siapa yang berhak memperoleh
bantuan hukum, dan kewajiban negara untuk menyediakan dana bantuan hukum sebagai
tanggung jawab konstitusional. Keberadaan undang-undang bantuan hukum digunakan
untuk merekayasa masyarakat sehingga fakir miskin agar mengetahui hak-haknya dan
mengetahui cara memperoleh bantuan hukum. Sedangkan pengetahuan fakir miskin akan
hak-haknya, khususnya hak asasi manusianya, baru akan diperoleh kalau ada diseminasi
dan penyuluhan tentang hak-hak mereka secara masif yang merupakan gerakan nasional
yang didanai oleh negara dan masyarakat. Selain itu organisasi bantuan hukum harus
menyediakan upaya-upaya untuk memberdayakan masyarakat seperti penyuluhan hukum,
konsultasi hukum, pengendalian konflik dengan pembelaan nyata dalam praktik di
pengadilan, dan berpartisipasi dalam pembangunan dan reformasi hukum serta
pembentukan hukum yaitu salah satunya dengan memancing yurisprudensi yang lebih
tegas, tepat, dan jelas. Sebelum era reformasi konsep bantuan hukum ditekankan pada
konteks perlawanan fakir miskin terhadap tindakan-tindakan pemerintah yang menindas.
Hal ini tampak dari beberapa kasus yang ditangani oleh YLBHI seperti kasus Kedung
Ombo, Marsinah, Tanjung Priok, dan Talangsari. Namun demikian dalam pemerintahan
era reformasi yang lebih menghargai hak asasi manusia dan demokrasi, gerakan bantuan
hukum harus mengubah paradigmanya dari konsep bantuan hukum yang menempatkan
organisasi bantuan hukum berseberangan dengan pemerintah menjadi menempatkan
negara sebagai mitra organisasi bantuan hukum dalam rangka program pengentasan
kemiskinan. Pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin tidak dapat diberikan secara
parsial dan sporadis tetapi harus diberikan secara masif dan mengajak negara c.q.
pemerintah serta semua unsur masyarakat untuk memperkenalkan dan mendorong bantuan
hukum kepada fakir miskin baik yang berada di kota-kota maupun desa-desa. Bantuan
hukum responsif memberikan bantuan hukum kepada fakir miskin dalam semua bidang
hukum dan semua jenis hak asasi manusia secara cuma-cuma dengan mengajak peran serta
masyarakat dan pemerintah sebagai mitra kerja. Peran serta pemerintah ini dapat terwujud
dengan memasukkan program bantuan hukum ke dalam program pengentasan kemiskinan
melalui pembentukan undang-undang bantuan hukum, dan penyediaan dana bantuan

8
hukum dalam APBN yang diatur dalam undang-undang bantuan hukum. Selain itu dalam
pemberian bantuan hukum, walaupun pembelaan dilakukan untuk semua bidang hukum
dan semua jenis hak asasi manusia, akan tetapi dalam praktik sehari-hari terjadi seleksi
alam dimana pembelaan dilakukan menurut bidang keahlian dari masing-masing organisasi
bantuan hukum, berikan bantuan hukum dalam bidang hukum perdata, atau hukum pidana,
atau hukum tata usaha negara, atau bidang hukum lainnya. Suatu organisasi bantuan hukum
tidak boleh menolak untuk memberikan bantuan hukum dalam suatu bidang hukum tertentu
dan kalau tidak mempunyai keahlian dalam bidang hukum tersebut, maka perkara tersebut
dapat dilimpahkan atau bekerjasama dengan organisasi bantuan hukum yang lain. Begitu
juga kalau ada pelanggaran hak asasi manusia, organisasi bantuan hukum diwajibkan
membela tanpa membedakan jenis hak asasi manusia yang dilanggar. Ini disebabkan
karakteristik dari hak asasi manusia itu sendiri yang bersifat non derogable atau inalienable.
Sebagaimana hak politik tidaklah lebih penting dari hak ekonomi, karena dalam konsep
hak asasi manusia apabila salah satu hak asasi manusia diabaikan maka semua hak asasi
manusia secara keseluruhan diabaikan. Dalam pembelaan hak terhadap fakir miskin tidak
boleh dibedakan apakah yang dilanggar itu hak kolektif atau hak individu dari fakir miskin,
karena kedua hak tersebut sama pentingnya. Namun demikian secara operasional
dimungkinkan suatu organisasi bantuan hukum memfokuskan pelayanan pada suatu bidang
tertentu karena kapasitas. Kalau ada organisasi bantuan hukum bergerak dalam bidang
hukum dan hak asasi manusia tertentu, itu adalah karena kompetensi dan prioritas, selain
karena adanya kebutuhan setempat. Sebagai contoh, organisasi bantuan hukum Jawa
Tengah akan memprioritaskan kepada pembelaan tenaga kerja di Jawa Tengah yang tidak
memperoleh perlindungan pembelaan dalam bidang hukum ketenagakerjaan dan
pelanggaran hak asasi manusia berupa perlakuan yang tidak manusiawi dan kondisi kerja
yang tidak layak, organisasi bantuan hukum di Jawa Barat lebih memprioritaskan kepada
pembelaan dalam bidang hukum agraria khususnya hukum tanah adat dan pelanggaran
dalam bidang hak asasi manusia berupa hak untuk memperoleh perlindungan atas harta
benda. Diharapkan konsep bantuan hukum responsif ini dapat memperluas jangkauan
pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin dengan menjadikannya sebagai gerakan
nasional agar fakir miskin mengetahui dan dapat menuntut hak-haknya. Dalam
melaksanakan gerakan nasional bantuan hukum yang diprakarsai oleh federasi bantuan
hukum, perlu dimasukkan suatu program pendidikan dan pencerahan tentang apa itu
bantuan hukum, mengapa ada bantuan hukum, untuk siapa bantuan hukum itu disediakan,
dan bagaimana memperoleh bantuan hukum. Tanpa dilakukan secara masif program

9
bantuan hukum tidak akan mencapai sasaran. Program bantuan hukum yang dilaksanakan
dengan melibatkan peran serta pemerintah dan masyarakat, diharapkan dapat dijadikan
suatu gerakan nasional. Pemberdayaan fakir miskin ini yang dilakukan secara masif
diharapkan dapat mencapai sasarannya agar fakir miskin tahu akan hak-haknya, dan
diharapkan akan mengangkat harkat dan martabatnya serta kedudukan sosial ekonominya.
Oleh karena itu paradigma bantuan hukum sekarang harus menyesuaikan diri atau banting
setir agar sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang. Pada gilirannya keadilan itu akan
berlaku bagi semua orang tanpa membeda-bedakan asal usul dan latar belakangnya.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas,dapat di ambil kesimpulan bahwa, hubungan bantuan


hukum dengan HAM sangat erat, dmana bantuan hukum menjamin setiap warga Negara
untuk mendapatkan haknya. Banyak diantaranya tidak mengerti dan memahami tentang
seluk beluk hukum atau perundang-undangan yang berlaku, terutama dari mereka-mereka
yang berasal dari golongan ekonomi bawah. Sehingga mereka lebih banyak tidak mengerti
atau mengetahui tentang pemeriksaan, penyidikan, hal -hal yang dituduhkan atau didakwa,
proses jalannya persidangan dan sanksi apa yang akan mereka terima akibat melakukan
perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perundang-undangan yang berlaku.

Program bantuan hukum yang dilaksanakan dengan melibatkan peran serta pemerintah
dan masyarakat, diharapkan dapat dijadikan suatu gerakan nasional. Pemberdayaan fakir
miskin ini yang dilakukan secara masif diharapkan dapat mencapai sasarannya agar fakir
miskin tahu akan hak-haknya, dan diharapkan akan mengangkat harkat dan martabatnya
serta kedudukan sosial ekonominya. Oleh karena itu paradigma bantuan hukum sekarang
harus menyesuaikan diri atau banting setir agar sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang.
Pada gilirannya keadilan itu akan berlaku bagi semua orang tanpa membeda-bedakan asal
usul dan latar belakangnya.

11
DAHTAR PUSTAKA

Buku :

Agustinus Edy Kristianto dan Patra M. Zen. “Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia”. Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta, 2007.
Sunggono, B., & Harianto, A. (2001). Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bandung:
Mandar Maju
Zulkarnain Bustan. (2002). Reformasi Hukum di Indonesia. Jakarta: Cyber Consult.
Undang-undang
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No 14 Tahun 1970 tentang PokokPokok Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat 326

12

Anda mungkin juga menyukai