Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMASI FISIK

EMULSIFIKASI

DISUSUN OLEH:
NAMA : Atika Cristina
NIM : 191148201069
TINGKAT : 2-Farmasi

DOSEN PEMBIMBING:
Sumarti Binti Amrin, M.Si., Apt

LABORATORIUM FARMASI FISIK


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA
TAHUN AKADEMIK
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul laporan : Emulsifikasi


Nama : Atika Cristina
Tingkat : 2-Farmasi
Hari, tanggal : Senin, 14 Desember 2020

DISETUJUI OLEH:

Dosen Pembimbing Praktikum Mahasiswa

Sumarti Binti Amrin, M.Si., Apt Atika Cristina


ISI LAPORAN
I. Tujuan
1. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan.
2. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan
emulsi.
3. Menentukan nilai HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi
4. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.

II. Tinjauan Pustaka


Emulsi adalah suatu system disperse yang tidak stabil secara termodinamika, terdiri dari
paling sedikit dua cairan yang tidak tercampurkan dan salah satu caitran terdispersi dalam
cairan yang lainnya. Berdasarkan fase terdispersinya dikenal 2 jenis emulsi, yaitu sebagai
berikut.
 Emulsi minyak dalam air, jika fase terdispersinya adalah fase minyak
 Emulsi air dalam minyak, jika fase terdispersinya adalah fase air.
Sistem disperse ini umunya distabilkan oleh emulgator. Dalam pembuatan suatu emulsi,
pemilihan emulgator merupakan faktor penting untuk diperhatikan karena emulgator
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu dan kestabilan suatu emulsi.
Emulgator yang biasa digunakan dalam bidang farmasi dapat dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu emulgator golongan surfaktan, koloid hidrofilik, dan serbuk padat terbagi halus.
Emulgator yang biasanya banyak digunakan dalam pembuatan emulsi adalah surfaktan.
Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara membentuk lapisan monomolecular pada
permukaan globul fase terdispersi sehingga tegangan permukaan antara fase terdispersi dan
pendispersi menurun. Surfaktan merupakan molekul amfililik, yaitu molekul yang memiliki
gugus polar dan non polar. Surfaktan yang didominasi gugus polar akan cenderung
membentuk emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, surfaktan yang didominasi gugus non
polar akan cenderung menghasilkan emulsi dalam minyak. Oleh karena itu, diperlukan
pengetahuan untguk melihat kekuatan gugus polar dan non polar dari suatu surfaktan.
Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi surfaktan sebagai emulgator adalah
metode HLB (hydrophilic – lipophilic balance). Griffin menyusun suatu skala ukuran HLB
surfaktan yang dapat digunakan menyusun daerah efisiensi HLB optimum untuk setiap fungsi
surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB suatu surfaktan, sifat kepolarannya akan meningkat.
Selain mengetahui HLB surfaktan, dalam pembuatan emulsi perlu juga diketehui nilai HLB
butuh dari suatu minyak. Nilai HLB butuh suatu minyak adalah tetap untuk suatu emulsi
tertentu dan nilai ini ditentukan berdasarkan percobaan. Menurut Griffin, nilai HLB butuh
tersebut setara dengan nilai HLB surfaktan atau kombinasi surfaktan yang digunakan untuk
membentuk suatu emulsi yang stabil.
Sebagai contoh :
R/ Parafin cair 20% HLB 12
Emulgator 5%
Air ad 100%
Secara teoritis, emulgator dengan HLB 12 merupakan emulgator yang paling cocok
untuk membuat emulsi dengan formula di atas. Namun, pada kenyataannya jarang sekali
ditemukan surfaktan dengan nilai HLB yang sama persis dengan nilai HLB butuh fase
minyak. Oleh karena itu, biasanya digunakan kombinasi surfaktan dengan nilai HLB tinggi
dan rendah untuk memperoleh nilai HLB yang mendekati nilai HLB butuh minyak.
Disamping itu, penggunaan kombinasi 2 emulgator akan menghasilkn emulsi yang lebih
stabil karena terbentuk lapisan monomolecular yang lebih rapat pada permukaan globul.
Misalnya pada emulsi di atas digunakan kombinasi Tween 80 (HLB 15) dan Span 80 (HLB
4,3). Untuk menentukan jumlah masing-masing emulgator yang dibutuhkan, dapat dilakukan
perhitungan sebagai berikut.
Untuk 100 g emulsi :
Jumlah emulagtor yang dibutuhkan = 5% x 100 g = 5 g
Misalnya: jumlah Tween 80 = a gram, jumlah Span 80 = (5 – a) gram
Perhitungan :
(a x 15) + (5 –a) x 4,3) = 5 x 12
10,7 a + 21,5 = 60
10,7 a = 38,5 a a = 3,6
Jadi, jumlah Tween 80 yang dibutuhkan adalah sebesar 3,6 gram, sedangkan jumlah
Span 80 yang dibutuhkan adalah (5 – 3,6) gram = 1,4 gram.
Tabel 1 Nilai HLB Butuh Beberapa Minyak dan Lemak
No Nama Bahan Nilai HLB Butuh

M/A A/M
1 Minyak biji kapas 12 5
2 Metil salisilat 14 -
3 Vaselin 12 5
4 Paraffin cair 12 5
5 Paraffin padat 9 4
6 Adeps lanae 10 8
7 Setil alcohol 15 -

Tabel 2 Nilai HLB beberapa Surfaktan


No Nama Generik Nama Dagang HLB
Ester Asam Lemak dari sorbitan
1. Sorbitan mono laurat Span 20 8,6
2. Sorbitan mono palmitat Span 40 6,7
3. Sorbitan mono stearate Span 60 4,7
4. Sorbitan Tri Stearat Span 65 2,1
5. Sorbitan mono oleat Span 80 4,3
6. Sorbitan tri oleat Span 85 1,8

Ester Asam Lemak dari Polioksietilen Sorbitan


7. Polioksietilen Sorbitan (20) mono laurat Tween 20 16,7
8. Polioksietilen Sorbitan (4) mono laurat Tween 21 13,3
9. Polioksietilen Sorbitan (20) mono palmiat Tween 40 15,6
10. Polioksietilen Sorbitan (20) mono sterat Tween 60 14,9
11. Polioksietilen Sorbitan (4) mono laurat Tween 61 9,6
12. Polioksietilen Sorbitan mono laurat Tween 65 10,5
13. Polioksietilen Sorbitan (20) mono oleat Tween 80 15,0
14. Polioksietilen Sorbitan (5) mon0 oleat Tween 81 10,0
15. Polioksietilen Sorbitan (20) Tri oleat Tween 85 11,0
16. Natrium lauril sulfat 40,0
17. Setostearil alcohol 1,2

III. Alat dan Bahan


1. ALAT
 Mixer
 Gelas ukur
 Penangas air
2. BAHAN
 Minyak
 Aquadest
 Tween 80
 Span

3. PERCOBAAN
R/ Minyak 20
Tween 80
Span 40
Air ad 100
Buatlah satu seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 6,8,10,12,14

IV. Prosedur Kerja


1. Hitunglah jumlah Tween dan Span yang diperlukan untuk setiap nilai HLB butuh.
2. Timbang masing-masing minyak, air, Tween dan Span sejumlah yang diperlukan.
3. Campurkan span dengan minyak, Tween dengan air, panaskan masing-masing
campuran pada penangas air hingga bersuhu 70oC.
4. Gabungkan kedua campuran, lalu dicampur dengan menggunakan mixer pada
kecepatan dan waktu yang sama untuk masing-masing nilai HLB butuh.
5. Masukkan emulsi ke dalam tabung sedimentasi dan beri tanda sesuai nilai HLB
masing-masing. Usahakan tinggi emulsi yang dimasukkan ke dalam tabung sama satu
dengan yang lainnya dan catat waktu saat mulai memasukkan emulsi ke dalam
tabung.
6. Amati ketidakstabilan emulsi yang terjadi pada 30 menit, 1 jam, 2 jam, dan 24 jam
setelah pembuatan. Bila terjadi creaming, ukur dan catat tinggi emulsi yang
membentuk cream.
7. Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stabil.
V. Hasil Pengamatan
Tabel hasil pengamatan jumlah Tween 80 dan Span 40
HLB Butuh Tween 80 Span 40
6 0,421 4,570
8 0,783 4,217
10 1,987 3,012
12 3,192 1,807
14 4,397 0,602

Tabel pengamatan stabilitas emulsi (Volume Sedimentasi)


No HLB Waktu Volime Volume Vu
Nilai F =
Vo
Butuh pengamatan awal (Vo) Sedimen (Vu)
1 6 30 menit 100 ml 100 ml 1
60 menit 100 ml 97 ml 0,97
90 menit 100 ml 96 ml 0,96
120 menit 100 ml 96 ml 0,96
24 jam 100 ml 96 ml 0,96
Rerata 0,97
2 8 30 menit 100ml 100 ml 1
60 menit 100 ml 99 ml 0,99
90 menit 100 ml 98 ml 0,98
120 menit 100ml 96 ml 0,96
24 jam 100 ml 95 ml 0,95
Rerata 0,976

3 10 30 menit 100ml 100 ml 1


60 menit 100 ml 98 ml 0,98
90 menit 100 ml 95 ml 0,95
120 menit 100ml 93 ml 0,93
24 jam 100 ml 90ml 0,90

Rerata 0,952
4 12 30 menit 100ml 100 ml 1
60 menit 100 ml 100ml 1
90 menit 100 ml 98 ml 0,98
120 menit 100ml 98 ml 0,98
24 jam 100 ml 96 ml 0,96

Rerata 0,984
5 14 30 menit 100ml 100 ml 1
60 menit 100 ml 98 ml 0,98
90 menit 100 ml 97 ml 0,97
120 menit 100ml 95 ml 0,95
24 jam 100 ml 94 ml 0,94

Rerata 0,968

VI. Pembahasan
Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari
paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu diantaranya terdispersi sebagai
globul-globul dalam cairan lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan adanya emulsi.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase
terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
1. Emulsi minyak dalam air, jika fase terdispersinya adalah fase minyak
2. Emulsi air dalam minyak, jika fase terdispersinya adalah fase air.
Kestabilan emulsi tergantung dari emulgator yang digunakan. Pada praktikum kali ini
dilakukan percobaan emulsifikasi. Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa mampu
menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi,
membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan, mengevaluasi ketidak
stabilan suatu emulsi dan menentukan HLB butuh minyak yang digunkan dalam opembuatan
emulsi.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator merupakan faktor yang
penting karena mutu dan kestabilan suatu emulgator yang banyak digunakan adalah zat aktif
permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emilgator ini adalah
menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan globul-globul fase terdispersinya. Tipe emulsi dapat ditentukan dari jenis
surfaktan digunakan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar.
Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem dari air dan minyak, maka gugus polar akan
terarah ke fase air sedangkan gugus non polar terarah ke ke fase minyak. Surfaktan yang
mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air,
sedangkan bila gugus non polar yang lebih kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air
dalam minyak.
Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan
distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Penurunan
stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran (Bj fase terdispersi lebih kecil dari Bj fase
pendispersi ). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi. Ada beberapa hal
yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1. Teknik pembuatan
2. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi
kestabilan emulsi.
3. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel- partikel kecil
akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan pecah.
4. Penyimpanan Pada percobaan ini mula-mula dilakukan adalah menentukan jumlah span
dan tween yang akan digunakan dari masing-masing HLB butuh dari HLB butuh 6, 8, 10,
12, 14, dan bahan yang lainnya. Pencampuran bahan berdasarkan dari sifat bahan itu sarat
bahan yang berfase air fanatik dengan fase air itu sendiri dan untuk fase minyak juga pada
fase minyak itu sendiri.
Untuk membuat suatu emulsi dibutuhkan adanya emulgator, dalam percobaan ini
emulgator yang digunakan adalah Tween 80 (bersifat hidrofil) dan Span 40 (bersifat lipofil).
Jadi pada percobuan ini untuk fase air yaitu tween 80 dan air, sedangkan untuk fase minyak
yaitu span 40. Kemudian pencampuran dilakukan pada suhu 70°C. Alasannya, kedua fase
tersebut memiliki suhu lebur yang sama yaitu pada suhu 70°C sehingga dapat diperoleh
emulsi yang baik dan tidak pecah.
Emulsi yang stabil dapat terjadi apabila ada kesetaraan antara HLB surfaktan dan HLB
butuh minyak. HLB butuh minyak adalah HLB karakteristik yang menurut grifin setara
dengan HLB surfaktan yang dapat membentuk emulsi tipe tertentu yang stabil. Diperlukan
suhu + 70 untuk membuat emulsi . hal ini dimaksudkan untuk menurunkan viskositas dari
partikel-partikel minyak dan menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat membentuk
corpus dengan fase air. Fase air dipanaskan di waterbath karena pada suhu yang tinggi dapat
menurunkan viskositas dan tegangan permukaan emulsi sehingga masing-masing fase mudah
untuk dibuat dalam tetesan-tetesan halus dan emulsi pun dapat dengan mudah terbentuk.
Pada fase air dilakukan pengaturan suhu, yaitu suhu dilebihkan sedikit dari suhu rata-rata
kedua fase minyak dan air sebab pada fase ini dapat terjadi penurunan suhu yang cepat Lalu
canpuran dikocok, dengan cara pengocokun intermitten menggunakan mikser selama 5 menit
dan diistirahatkan setiap 20 detik. Pengocokan intermitten dilakukan untuk memberikan
kesempatan pada minyak untuk terdispersi ke dalam air den gan baik serta emulgator dapat
membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi. Proses penggerusan yang kuat dan
konstan dalam pembuatan emulsi ini sangat penting, untuk memperkecil partikel-partikel dari
fase minyak dan air. Sehingga memudahkan partikel-partikel tersebut terdispersi dalami fase
kontinunya. Penganatan emulsi dilakukan selama 30 menit, 1 jam, 2 jam dan 24 jam
tujuannya untuk melitut pemisahan antara fase air dan fase minyak, perubalian warna dari
kedua fase tersebut, dan volume dari emulsi setelah 30 menit, 1 jam, 2 jam dan 24 jam
kemudian. Penyimpanan emulsi dilakukan pada suhu yang dipaksakan (stress coindition)
perilaku ini dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan emulsi dimana terjadi penurunan suhu
secara drastis, kondisi ini akan lebih mempercepat pengamatan kita terhadap stabil atau tidak
suatu emulsi.

VII. Kesimpulan
1. Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri
dari paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu diantaranya terdispersi
sebagai globul-globul dalam cairan lainnya.
2. Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu Emulsi minyak
dalam air, jika fase terdispersinya adalah fase minyak, Emulsi air dalam minyak, jika
fase terdispersinya adalah fase air.
3. Emulgator yang biasanya banyak digunakan dalam pembuatan emulsi adalah
surfaktan.
4. Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa mampu menghitung jumlah emulgator
golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi, membuat emulsi
dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan, mengevaluasi ketidak stabilan
suatu emulsi dan menentukan HLB butuh minyak yang digunkan dalam opembuatan
emulsi.

VIII. Daftar Pustaka

Martin, A et.al. 1993. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta, 474, 509.

Ansel, H.C., (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan Farida
Ibrahim, UI Press, Jakarta.
Anief, Moh., (2005)., ”Ilmu Meracik Obat”, cetakan XII, Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai