Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

VERTIGO

Disusun oleh :

dr. Andi Nabila Maharani I

Pembimbing:

dr. Wakhidah Liliana

PUSKESMAS KECAMATAN KRAMAT JATI

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PROVINSI DKI JAKARTA

PERIODE 5 FEBRUARI 2020 – 3 MEI 2020


BAB I
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien:
• Nama : Ny. TRN
• Usia : 50 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Status pernikahan : Menikah
• Alamat : Kampung Tengah RT.02/RW.004
• No. RM : P317205017009240
• Tanggal masuk : 28 Februari 2020

Anamnesis dilakukan di poli umum puskesmas kecamatan kramat jati pada


tanggal 28 Februari 2020 secara autoanamnesis.

Keluhan Utama:

Pusing berputar yang memberat sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poli umum puskesmas kecamatan kramat jati dengan
keluhan pusing berputar sejak kurang lebih 1 minggu terakhir, namun 3 hari terakhir
dirasa keluhan bertambah parah. Keluhan pasien muncul pertama kali sekitar 1
minggu yang lalu yaitu, pusing berputar yang muncul secara tiba-tiba, terutama pada
saat pasien bangun dari tempat tidur. Menurut pasien, keluhan dirasakan hilang
timbul, setiap serangan hilang dengan sendiri setelah kurang lebih 10 sampai 15 detik
dan yang berputar adalah ruangan sekitar pasien. Keluhan dirasakan lebih parah saat
pasien melakukan aktivitas dan berkurang saat beristirahat. Pasien tidak mengalami
1
nyeri kepala ataupun pingsan.
Menurut pasien, keluhan yang dirasakan sedikit mengganggu aktivitas. Akan
tetapi, keluhan tersebut dirasakan bertambah parah sejak 2 hari yang terakhir,
dikarenakan pasien merasakan mual dan muntah. Sebelumnya pasien belum
mengonsumsi obat apa-apa, hanya obat darah tangga yang biasa pasien konsumsi.
Pasien tidak memiliki gangguan pendengaran dan masih dapat mendengar dengan
baik. Selain itu, pasien juga tidak memiliki gangguan penglihatan seperti penglihatan
ganda atau gangguan penglihatan lainnya. Nafsu makan pasien dirasa berkurang
karena adanya rasa mual. Pasien mengatakan sebelumnya tidak ada riwayat terjatuh
atau kepala pasien terbentur.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat menderita keluhan sama seperti ini disangkal. Terdapat riwayat


hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien dalam
keluarganya. Selain itu, di keluarga pasien juga tidak pernah ada yang memiliki
riwayat darah tinggi (Hipertensi), ataupun penyakit jantung dan Diabetes Melitus.

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan


Kegiatan sehari-hari pasien adalah sebagai ibu rumah tangga, yaitu memasak
dan membersihkan rumah setiap hari. Pasien mengaku tidak merokok, tidak minum k
opi, dan tidak minum minuman beralkohol. Pasien tidak rutin berolahraga.

Pemeriksaan Tanda Vital (Vital Sign)


• Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : Compos Mentis
• Berat badan : 58,2 kg
• Tinggi badan : 149 cm

2
• Tekanan darah : 154/71 mmHg
• Suhu tubuh : 36,2 ⁰C
• Frekuensi denyut nadi : 100x/menit, kuat angkat, regular, isi cukup
• Frekuesi nafas : 20x/menit

Pemeriksaan Fisik
• Kepala: Normocephal, konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), nafas cuping
hidung(-/-), mukosa kering (-), stomatitis (-), lidah kotor (-), tonsil membesar
(-).
Leher: KGB tidak teraba membesar, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid

• Thorax:
a. Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak
ada ketertinggalan gerak, ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : tidak dilakukan
c. Perkusi : tidak dilakukan
d. Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

• Abdomen:
a. Inspeksi : perut tampak datar, massa (-)
b. Auskultasi : Bising usus 8x/menit
c. Palpasi : Nyeri tekan (-)
d. Perkusi : tidak dilakukan
• Genu:
a. Inspeksi : edema (-/-), hematom (-/-), deformitas (-/-)
b. Palpasi : hangat (-/-), krepitasi (-/-)
c. Pergerakan : ROM aktif : luas/luas, ROM pasif : luas/luas

Pemeriksaan Laboratorium :

3
Tidak dilakukan

Diagnosis
Vertigo

Diagnosis banding
BPPV

Penatalaksanaan
A. Non-Medikamentosa
1. Istirahat cukup
2. Olahraga rutin

B. Medikamentosa
1. Betahistin mesylate tablet 6 mg 2x1 tablet
2. Vitamin B komplek 1x1 tablet
3. Domperidon tablet 10 mg 2x1 tablet
4. Amlodipin tablet 5 mg 1x1 tablet
Edukasi
 Memberikan informasi mengenai penyakit yang dialami oleh pasien,
penyebab, gejala klinis, pengobatan, prognosis serta pencegahannya
 Edukasi pasien untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan-lahan.

 Memberitahu pasien tentang latihan Brandt-Daroff untuk latihan di rumah


agar pasien terbiasa dengan beberapa posisi sehingga tidak muncul keluhan
pusing berputar saat berpindah posisi.

 Meyakinkan pasien bahwa penyakitnya diberikan pengobatan dan memberi


edukasi untuk meminum obat secara rutin dan teratur serta menjaga pola
hidup pasien

4
 Memberitahukan kepada pasien mengenai istirahat yang cukup
 Memberitahukan kepada pasien mengenai pola makan yang baik dan sehat
 Menerangkan kepada pasien untuk tidak terlalu stres

Prognosis
• Quo ad vitam : ad bonam
• Quo ad functionam : ad bonam
• Quo ad sanationam : ad bonam

5
BAB II
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: dr. Andi Nabila Maharani Insan

Nama Wahana: Puskesmas Kecamatan Kramat Jati

Topik: Vertigo

Tanggal (kasus): 28 Februari 2020

Nama Pasien Ny. TRN No. RM: P317205017009240

Tanggal Presentasi:
Nama Pendamping: dr. Wakhidah Liliana

Tempat Presentasi: Puskesmas Kecamatan Kramat Jati

Objektif Presentasi:

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

6
□ Neonatus □ Dewasa □ Bumil
□ Bayi □ Anak □ Remaja □ Lansia

□ Deskripsi: Ny. E, 21 thn, dengan vertigo

□ Tujuan: Mengobati Ny. E dan melakukan terapi agar pasien menjadi lebih baik

□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit


Bahan bahasan:

Cara membahas: □ Diskusi □ Email


□ Presentasi dan diskusi □ Pos

Data Pasien: Nama: Ny. TRN Nomor Registrasi: P317205017009240

Nama Klinik: Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Telp: - Terdaftar sejak: 4 September 2017

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Vertigo


2. Riwayat Pengobatan: Hipertensi
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: baru

4. Riwayat Keluarga: tidak ada yg mengalami seperti keluhan pasien


5. Riwayat Pekerjaan: Pasien ibu rumah tangga

6. Lain-lain:

Hasil Pembelajaran: Vertigo


7
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:

1. Subjektif: Pusing berputar disertai mual dan muntah sejak 1 minggu yang lalu

2. Objektif: Pasien keadaan sadar compos mentis, dengan tanda vital :


• Tekanan darah : 154/71 mmHg
• Suhu tubuh : 36,2 ⁰C
• Frekuensi denyut nadi : 100 x/menit, kuat angkat, regular, isi cukup
• Frekuesi nafas : 20 x/menit

3. Assessment: Berdasarkan data anamnesis dan pemeriksaan fisik disimpulkan pasien mengalami vertigo
4. Plan: Rencana terapi untuk pasien ini adalah dengan terapi non medikamentosa dan terapi medikamentosa. Untuk terapi medikamentosa
diberikan: Betahistin 2x6 mg, Vitamin B Komplex 1x1, dan Domperidone 2x10 mg, dan Amlodipin 1x10mg. Sedangkan terapi non-
medikamentosanya berupa edukasi untuk gaya hidup sehat dan minum obat teratur.

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi
berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness)
sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan
pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak
penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang
dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh
penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan
keseimbangan.1
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.
Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga
dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada
tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga
bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.2,3

II. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) disebut sebagai gangguan vestibular
yang umum dikenal; dalam suatu kelompok pasien, onset umur rata-ratanya adalah 54 tahun,
dengan range 11 sampai 84 tahun. Froehling et al. mengestimasikan bahwa insidennya
sebanyak 107 kasus per 100.000 populasi per tahun. Sebuah penelitian di Jepang pada pasien
dengan BPPV saja jika mereka memiliki nistagmus pada tes Dix-Hallpike ditemukan
insidensnya sebanyak 10,7 kasus per 100000 per tahun. Pada pengalaman sebelumnya,
didapatkan adanya hubungan antara BPPV dengan vestibular neuritis pada 10% pasien dan
trauma kepala pada 20% pasien. Sama halnya, Baloh et al. melaporkan bahwa 15% kasus-
kasus BPPV diikuti oleh neurolabirintitis dan 18% oleh trauma kepala. Namun, pada
9
kebanyakan pasien BPPV, tidak temukan adanya hubungan tersebut.4

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN


Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung
oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga
dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas
labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan
bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang
terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan
endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin
terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior
(superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan
sakulus. 5,6,7

Gambar 1. Anatomi labirin


(Dikutip dari kepustakaan 8)

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu. 5
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
10
pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap
kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di
dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan
seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula. 5,6,7

Gambar 2. Gambaran skematis dari epitel vestibular menggambarkan 2 tipe sel dan hubungan
nervus pada sel tersebut. Terlihat pula kupula dari kanalis semisirkularis dan sel rambut.
(Dikutip dari kepustakaan 9)

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa
di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang
menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang pelepasan
neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan,
maka terjadi hiperpolarisasi. 5,7
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-
cepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai
semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.5
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya
dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat
berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan

11
pada kulit reaksinya berkeringat dingin.5

IV. ETIOLOGI
BPPV merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang sering ditemukan,
kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Penyebab utama BPPV pada
orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab
utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan
semakin meningkatnya usia. 2,10
Penyebab lain yang jarang ditemukan adalah labirintitis virus, neuritis vestibularis,
pasca stapedektomi, fistula perlimfa, dan penyakit meniere. BPPV merupakan penyakit pada
semua usia dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan. 2,10

V. PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
• Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan
BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari
fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi,
menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior
menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog
dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang
sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah
tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala
penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS
posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal,
dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel
otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum
timbulnya pusing juganistagmus.3,11
• Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas
di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi
12
yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi
waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing
dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-
olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar
lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan
menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh
waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar
dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag
dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.3,11

VI. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.
Vertigo bisa diikuti dengan mual. 10
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal. 6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-
Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut :2,4
- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo
mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
13
berada di KSS posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan
selama 10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 o dan
seterusnya.

Gambar. perasat Dix-Hallpike


A. Perasat Dix-Hallpike kanan,
B. perasat Dix-Hallpike kiri (dikutip dari kepustakaan 2)

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien
BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40 detik,
kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada
kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo
berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.2

14
VII. DIAGNOSIS BANDING
 Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan
suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah
yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam
tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi
gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan
ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada
fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.10
 Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga
dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat
akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu
infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak
bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi
vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan
bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi
bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis
kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops
endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi
labirin.12
 Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum
diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus,
dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Patofisiologinya adalah pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe
dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinisnya adalah vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15
menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan
pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan
15
pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan
meskipun frekuansinya bertambah. 13

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang
terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver seperti yang
diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih
menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama
manuver dilakukan untuk menghilangkan debris. 14

Gambar. Maneuver Epley


(dikutip dari kepustakaan 14 )

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala
dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-
pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan
sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena
berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga
16
yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah. (4)
langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang
berlawanan pada langkah 1. 14
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini
gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi
intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon
stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior,
atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan
dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis
dengan menjaga fungsi pendengaran.2

IX. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus.
Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi.
Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 2000. p.341-59
2. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.

17
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2008. Hal. 104-9
3. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
4. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM. Available from :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
5. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
6. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R, Editor :
Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45
7. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
8. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). Available from :
http://www.drtbalu.com/BPPV.html
9. Anonym. The Membranous Labyrinth Of The Vestibular. Available from : http://cache-
media.britannica.com/eb-media/86/4086-004-EA855487.gif
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Pusing . Dalam : Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 51-53
11. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo
12. Anonym. Labirinitis. Available from :
http://dokterspesialis.info/2011/12/16/labirinitis.html

18

Anda mungkin juga menyukai