Anda di halaman 1dari 4

1.

Etiologi Ansietas
Etiologi dari ansietas sendiri belum diketahui dengan jelas. Akan tetapi seperti
kebanyakan masalah pada kesehatan mental, gangguan kecemasan atau ansietas
disebabkan oleh kombinasi dari faktor perspektif psikoanalisis, kognitif-behavioral
(perkembangan), dan biologis [ CITATION Azz19 \l 1033 ].
1.1 Perspektif Psikoanalisis
Dalam perspektif psikoanalisis sumber dari ansietas berasal dari konflik yang
tidak disadari antara ego dan impuls-impuls yang biasaya bersifat seksual atau
agresif, berusaha untuk mengekspresikan diri, namun ego tidak membiarkan karena
tanpa disadari ia merasa takut terhadap konsekuensi yang akan didapatkan. Sumber
dari ansietas itu sendiri sebenarnya berasal dari hasrat-hasrat yang berhubungan
dengan impul-impuls individu yang ditekan untuk mengekspresikan diri selalu hadir
atau siap. Dengan kata lain tidak ada cara untuk menghindari kecemasan.
1.2 Perspektif Kognitif Behavioral
Pemikiran utama teori kognitif behavioral berupa gangguan yang disebabkan oleh
proses-proses berpikir yang menyimpang. Perspektif ini menunjukkan bahwa orang
belajar untuk mengaitkan rasa takut dirasakan selama peristiwa kehidupan yang
menegangkan atau traumatis dengan isyarat tertentu, seperti tempat, suara atau
perasaan. Ketika isyarat kambuh, mereka menyebabkan rasa takut kembali dialami.
Setelah hubungan antara ketakutan dan isyarat dipelajari, itu otomatis, segera dan di
luar kendali sadar. Ketakutan dirasakan sebelum ada waktu untuk mengetahui apakah
bahaya sudah dekat. Isyarat tersebut mungkin eksternal atau internal.
1.3 Perspektif Biologis
Dalam perspektif biologis dinyatakan bahwa ansietas memiliki hubungan dengan
faktor genetic [ CITATION Azz19 \l 1033 ]. Selain itu penyebab biologis gangguan
kecemasan tidak hanya terkait genetika tetapi juga termasuk masalah dengan kimia
otak, aktivitas otak, dan faktor medis.
a. Regulasi kimia otak
Penelitian telah mengungkapkan hubungan antara kecemasan dan masalah
dengan regulasi berbagai neurotransmiter yang mengirimkan sinyal di antara sel-
sel otak. Tiga neurotransmiter utama terlibat dalam kecemasan yakni serotonin,
norepinephrine dan asam gamma-aminobutyric (GABA).
b. Perubahan aktivitas otak
Teknik pencitraan otak modern telah memungkinkan peneliti untuk
mempelajari aktivitas area otak tertentu pada orang dengan gangguan kecemasan.
Dari studi ini telah ditemukan aktivitas pada otak, yakni:
- kelainan pada aliran darah otak dan metabolisme, dan juga anomali struktural
(misalnya, atrofi) di frontal, oksipital dan lobus temporal otak
- aktivitas serotonin, norepinephrine dan gaba di limbik, yan mengontrol
memori dan kecemasan dan respons ketakutan, kemungkinan besar
bertanggung jawab atas kecemasan tentang masa depan
- aktivitas di locus ceruleus (dengan jumlah tinggi neuron norepinephrine) dan
inti raphe median (dengan tinggi jumlah neuron serotonin) tampaknya terlibat
dalam produksi serangan kecemasan
- aktivitas dalam sistem norepnefrin dalam tubuh dan otak menghasilkan gejala
fisik kecemasan, seperti memerah, berkeringat dan berdebar-berdebar, yang
dapat menyebabkan orang menjadi khawatir; sistem ini juga telah dikaitkan
dengan kilas balik pada orang dengan gangguan stres pascatrauma
c. Faktor genetic
Penelitian menegaskan bahwa faktor genetik berperan dalam
pengembangan gangguan kecemasan. Orang lebih cenderung memiliki gangguan
kecemasan jika mereka memiliki kerabat yang juga memiliki gangguan
kecemasan. Insiden ini tertinggi pada keluarga orang dengan gangguan panik, di
mana hampir setengahnya memiliki setidaknya satu kerabat yang juga memiliki
gangguannya.
d. Faktor medis
- Alkohol, obat-obatan dan zat terlarang
Penggunaan zat dapat menyebabkan gejala kecemasan, baik saat orang itu
mabuk atau ketika orang tersebut sedang dalam penarikan. Zat yang paling
sering dikaitkan dengan kecemasan umum atau gejala panik adalah stimulan,
termasuk kafein, obat-obatan terlarang seperti kokain, dan obat resep seperti
methylphenidate (misalnya, Ritalin).
- Kondisi medis
Berbagai kondisi medis dapat menyebabkan gejala kecemasan dan
mengakibatkan gangguan kecemasan.
- Kondisi kejiwaan
Orang dengan gangguan kejiwaan lainnya sering juga memiliki gejala
kecemasan. Kadang-kadang itu adalah gejala dari gangguan lain, seperti
depresi atau psikosis, yang meningkatkan kecemasan seseorang.

2. Patofisiologi Ansietas
Patofisiologi dari ansietas sering dikaitkan dengan neurokimia seperti serotonin,
Gamma-Aminobutyric Acid (GABA), dopamine, dan norepinefrin. Setiap bahan kimia
ini memiliki peran yang sangat berbeda satu sama lain namun sama pentingnya dalam
meregulasi kecemasan. Disfungsi berbagai neurotransmitter dan reseptor di otak
berdampak pada terjadinya ansietas. Tiga neurotransmitter yang terlibat yakni GABA,
serotonin (5-HT) dan noradrenalin. [ CITATION Azz19 \l 1033 ]
a. Gamma-Aminobutyric Acid (GABA)
GABA merupakan neurotransmitter penting dalam sistem saraf pusat (SSP) dan
mengatur banyak rangsangan di daerah otak. Studi dari neuroimaging melaporkan
bahwa terdapat penurunan kadar GABA dan peningkatan reseptor GABAA-
Benzodiazepine pada pasien dengan gangguan ansietas. Reseptor GABAA-
Benzodiazepine didistribusikan secara luas di otak serta pada sumsum tulang
belakang. Utamanya terkonsentrasi di bagian otak yang dianggap terlibat dalam
terjadinya ansietas, termasuk amigdala, PFC, dan hipokampus.
b. Serotonin
Jalur serotonergic yang timbul dari nucleus raphe di batang otak menjadi jalan
saraf berbagai macam struktur yang terlibat dalam gangguan ansietas, mulai dari
korteks frontal, amigdala, hipotalamus, dan hipokampus. Mekanisme dari
serotonergic diyakini mendasari terjadinya aktivitas biologis dari berbagai obat yang
digunakan untuk mengobati mood disorder, termasuk dari gejala ansietas. Regulasi
abnormal dari pelepasan 5-HT, reuptake atau respon abnormal terhadap signal 5-HT
juga dinilai berkontribusi dalam pengembangan gangguan ansietas. Reseptor 5-HT1A
diduga berperan penting terhadap ansietas. Aktivasi dari reseptor 5-HT1A akan
meningkatkan aliran kalium dan menghambat aktivitas adenilat siklase.
Reseptor 5-HT1A merupakan reseptor serotonin yang terbuat dan terletak di
presinaps maupun post sinaps di otak. Reseptor ini berperan dalam autoregulasi dan
menghambat sintesis serta pelepasan serotonin di meningen yang akan menyebabkan
gejala psiko-emosional (ansietas dan depresi). Aktivasi dari reseptor ini juga akan
menyebabkan hambatan terhadap firing, sintesis, dan pelepasan serotonin dari neuron
serotonin nukelus raphe. Selain itu juga akan menurunkan pelepasan GABA dan
akitvasi output descending dari serotoninergic orbitofrontal ke periaqueductal grey
(PAG).
c. Noradrenergik
Pada seseorang yang mengalami ansietas terjadi disregulasi dalam sistem
noradrenergic. Noradrenergic ini menunjukkan bahwa sistem saraf otonom pada
penderita ansietas mengalami hipersensitifitas dan bereaksi berlebihan terhadap
berbagai rangsangan. Glukokortikoid mengaktifkan locus caeruleus yang berperan
mengatur ansietas, yakni dengan megaktivasi pelepasan norepinefrin dan merangsang
sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Norepinefrin memodulasi mekanisme
rangsangan otonom, termasuk dari denyut jantung dan pernapasan.

Anda mungkin juga menyukai