Anda di halaman 1dari 3

 DEFINISI dan MOSI yang DIBAHAS

Hukuman bagi mereka yang melakukan pelanggaran hukum, pada dasarnya adalah salah
satu metode mendidik/mengajar dengan maksud memberikan unsur edukatif (pendidikan),
bahwa ada konsekuensi terhadap segala perbuatan/perilaku yang melanggar aturan. Hukuman
dibuat agar paling tidak orang yang melakukan pelanggaran/tindak pidana tersebut memiliki efek
jera yaitu dengan maksud tidak mengulangi lagi perbuatan itu. Tindakan hukum yang ada di
Indonesia diberlakukan secara menyeluruh dan adil. Artinya hukuman diberikan tanpa
menghiraukan siapa subjek atau pelanggar hukumnya, baik itu orang dewasa maupun anak-
anak.Yang menjadi hal yang sedang diperdebatkan adalah “Apakah pantas menempatkan anak di
dalam sistem peradilan pidana itu sendiri ?”.

Menurut UU no 11 tahun 2012, Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses
penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai
dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Definisi anak yang berhadapan dengan
Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana,
dan anak yang menjadi saksi tindak pidana yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun .

Mereka yang terbukti melakukan pelanggaran hukum dalam proses penyelidikan akan
dijatuhkan sanksi. Sanksi yang diberikan bisa berupa Sanksi Tindakan, seperti pengembalian
kepada orang tua/Wali atau mengikuti pendidikan / pelatihan formal. Bisa juga berupa Sanksi
Pidana.\

Banyak hal yang dirasa kurang mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan bagi
kehidupan anak itu sendiri .Muali dari menjalani serangkaian proses peradilan bahkan sampai
harus menjalankan sanksi yang diberikan.

1. PENGALAMAN MENJALANI SERANGKAIAN PROSES PERADILAN

Pertama, pada tahap persidangan. Pada tahap ini anak akan diberikan pertanyaan secara
berulang-ulang oleh petugas dan harus melakukan rekonstruksi serta menceritakan kembali
peristiwa pelanggaran hukum yang telah ia perbuat. Hal ini membuat anak merasa dirinya
dalam situasi yang tertekan sehingga mereka mulai merasa takut, gelisah, bahkan bisa
mengganggu nafsu makan dan tidur mereka yang tentunya membahayakan kesehatan
mereka.

Kedua, pada tahap setelah persidangan. Pada tahap ini,anak akan mengetahui apakah mereka
dinyatakan bersalah atau tidak dan harus menanggung sanki yang diberikan. Pada tahap ini
juga, anak harus menanngung malu yang begitu besar, rasa bersalah yang begitu dalam,
bahkan bisa mengganggu psikologis anak itu sendiri
2. PENGALAMAN MENJALANI SANKI PIDANA

Salah satu jenis sanki yang diberikan apabila anak tersebut sudah melakukan pelanggaran
hukum yang cukup berat adalah sanksi pidana. Sebenarnya sanksi ini kurang pantas dan tidak
efektif apabila diberikan kepada anak-anak karena akan menimbulkan banyak kerugian,
seperti

 Dimensi sosial yaitu anak yang di penjara beranggapan bahwa dirinya telah dibuang
oleh masyarakat, resikonya pasti berpengaruh pada psikologisnya kembali, jika dia
adalah orang yang bermartabat maka martabatnya akan jatuh.

 Dimensi pendidikan yaitu orang yang di penjara kemungkinan besar tidak


berkesempatan melanjutkan pendidikannya. Pemenjaraan juga menyebabkan
turunnya tingkat pendidikan secara umum di masyarakat disamping pula
menyebabkan kebodohan dan ketiadaan nilai-nilai moral di dalam masyarakat.
Sehingga mereka kehilangan harapan hidup dan cita-cita.

 Apabila dalam menjalani sanksinya anak ditempatkan dalam tahanan campur bersama
orang dewasa tentunya mereka akan sering melihat dan merasakan berbagai tindakan
kekerasan baik secara fisik maupun psikis yang dilakukan oleh narapidana lain.
Berbagai kekerasan yang diterima anak, menimbulkan trauma. Stigma/ cap jahat pada
diri anak pelaku kenakalan juga melekat, sehingga anak tersebut selalu dikhawatirkan
tidak jera setelah menjalani sanksinya tetapi justru akan berbuat jahat lagi, bahkan
lebih keras dari sebelumnya.

3. DASAR HUKUM

Selain itu, ada banyak hal lain yang mendukung dihapusnya Sitem Peradilan bagi anak,
khususnya proses pidana bagi anak-anak. Menurut hukum yang ada,UU no 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu,
berbagai dampak buruk atau pengaruh negatif, sebagai akibat diperhadapkannya anak dengan
proses peradilan pidana, merupakan pelanggaran atas hak-hak dasar/ asasi anak. Pelanggaran hak
asasi anak telah terjadi, sejak dimulainya proses peradilan terhadap dirinya (anak).

4. PERNYATAAN YANG MENDUKUNG

Tidak hanya itu, hal tersebut juga ditegaskan oleh Direktur Bimbingan Kemasyarakatan
dan Pengentasan Anak Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)
Djoko Setyono yang angkat bicara terkait banyaknya penghuni lapas yang masih anak-anak.
"Kalau terjadi hindari proses peradilan. Bukan pemanjaan, itu perlindungan jangan sampai
terulang. Restoratif justice. Jangan biasakan teori balas dendam. Tidak ada benarnya. Perhatikan
tumbuh kembang anak," ujar Djoko. Menurut Djoko, proses peradilan yang panjang dapat
mengganggu tumbuh kembang anak. Oleh karena itu,
pembinaan harus diutamakan agar kesalahan anak tidak terulang.

Begitupun dengan Seto Mulyadi atau Kak Seto dari Komnas Anak menjelaskan bahwa
ada efek lanjutan dari seorang anak yang dipenjara.
Selain tak ada lagi kebebasan, tekanan yang tak terkira menjadi pertimbangannya.

"Penelitian ada hal yang menohok harkat manusia ketika dipenjara. Salah satunya adalah
kehilangan kebebasan yang juga menyebabkan tekanan tinggi pada anak. Oleh karena itu pidana
penjara pilihan terakhir bagi anak," jelas Kak Seto

 SOLUSI

 ANALISIS CONTOH KASUS

Anda mungkin juga menyukai