Bab ini memuat tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi kedua calon
mempelai untuk melangsungkan perkawinan. Dalam bab ini juga diatur mengenai
batas minimal perkwainan dilaksanakan. Jika mengacu pada Pasal 7 ayat 1 UU
Perkawinan, maka batas minimal untuk pihak pria adalah 19 tahun dan untuk wanita
adalah 16 tahun. Namun, jika mengacu pada peraturan terbaru, yakni Pasal 7 ayat 1
UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, maka usia minimal untuk melangsungkan perkawinan adalah 19 tahun
bagi pihak pria dan wanita.
Dalam Pasal 8, 9, dan 10 diatur mengenai larangan perkawinan baik bagi yang
baru akan melangsungkan perkawinan, maupun yang telah mengalami cerai kawin
untuk yang kedua kalinya. Dalam Pasal 11, diatur mengenai masa tunggu bagi wanita
yang telah putus perkawinannya. Mengenai masa tunggu, diatur dalam Pasal 39 PP
No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan U ndang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
BAB III Pencegahan Perkawinan (Pasal 13– Pasal 21)
BAB VI Hak dan Kewajiban Suami Istri (Pasal 30– Pasal 34)
Mengenai hak dan kewajiban suami istri diatur dalam pasal 30 sampai dengan
34 UU Perkawinan. Hak dan kewajiban ini timbul sebagai akibat hukum dari suatu
perkawinan. Menurut Pasal 30, kewajiban dipikul oleh kedua belah pihak, yakni
suami dan istri. Mengenai hak suami dan istri diatur dalam Pasal 31. Sedangkan
mengenai kewajiban suami dan istri diatur dalam Pasal 32-34 UU Perkawinan.
BAB VII Harta Benda dalam Perkawinan (Pasal 35– Pasal 37)
Dalam perkawinan harta benda dibagi menjadi dua, yakni harta bawaan dan
harta yang diperoleh selama perkawinan. Kepemilikan atas harta-harta tersebut diatur
dalam Pasal 35. Menurut Pasal 35 ayat 1 harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama. Mengenai kepemilikan harta bawaan diatur
dalam Pasal 35 ayat 2, yakni harta bawaan ada di bawah penguasaan masing-masing
selama para pihak tidak menentukan lain.
Mengenai pihak-pihak yang dapat bertindak diatur dalam Pasal 36. Dalam
Pasal 36 ayat 1, suami istri dapat bertindak mengenai harta bersama. Dalam Pasal 36
ayat 2, mengenai harta bawaan masing-masing suami istri mempunyai hak untuk
melakukan perbuatan hukum atas harta bendanya. Mengenai kedudukan harta benda
bilamana suatu perkawinan putus karena perceraian diatur dalam Pasal 37. Harta
benda tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing.
BAB X Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak (Pasal 45 – Pasal 49)
Pada BAB X dijelaskan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik
anak sampai anak tersebut kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban ini tetap
berlaku meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Dijelaskan juga bahwa
anak wajib menghormati dan mentaati kehendak baik orang tua. Ketika anak telah
dewasa, ia wajib memelihara menurut orang tua dan keluarga dalam garis lurus keatas
menurut kemampuannya. Anak yang belum mencapai umur delapan belas tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan masih berada dibawah kekuasaan orang
tuanya, serta orang tua tersebut mewakili anak mengenai segala perbuatan hukum
didalam dan diluar Pengadilan. Berikutnya orang tua juga tidak diperbolehkan
memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang milik anaknya yang belum
berumur delapan betas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Salah
seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang anak untuk
waktu yang tertentu jika ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya dan
berkelakuan buruk sekali. Meskipun kekuasaannya dicabut, mereka masih tetap
berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya.