Anda di halaman 1dari 11

A.

PEMERIKSAAN EKSTRAORAL

Dua tujuan utama dari pemeriksaan klinis ortodontik adalah untuk mengevaluasi dan

mendokumentasikan kesehatan rongga mulut, fungsi rahang, proporsi wajah dan karakteristik

senyum, serta untuk menentukan diagnostic record yang diperlukan.

Gambar 1. Tabel Pemeriksaan Ekstra Oral.

1. Evaluasi Tipe Muka

Dalam menentukan kesimetrisan, tipe dan profil muka, pasien terlebih dahulu diposisikan

dengan tepat agar tidak terjadi kesalahan yaitu dengan menginstruksikan pasien untuk duduk

tegak dan menatap satu titik yang jauh sejajar mata pada dinding atau kaca didepannya.

Selanjutnya, menentukan Frankfurt Horizontal Plane (FHP). Frankfurt Horizontal Plane

(FHP) merupakan bidang yang melewati batas inferior dari titik orbita (orbital) dan batas

superior lubang telinga atau sejajar dengan meatus auditori eksternal (porion). Garis FHP

yang dihasilkan harus horizontal atau sejajar dengan lantai.


Gambar 2. Frankfurt Horizontal Plane.

Kesimetrisan Wajah

Kesimetrisan wajah pasien harus diperiksa untuk menentukan disproporsi wajah dalam

bidang transversal dan vertikal. Pada beberapa pasien, sisi kanan dan sisi kiri wajahnya tidak

identik. Namun, beberapa derajat keasimetrisan wajah merupakan variasi normal.

Pemeriksaan bidang transversal dilakukan dengan menarik dua buah garis. Garis pertama

ditarik dari titik terluar pupil mata kanan dan kiri. Garis kedua ditarik dari titik terluar bibir.

Pemeriksaan bidang vertikal dilakukan dengan cara menarik garis dari titik glabela/nasion,

subnasion, dan pogonion. Kemudian, lakukan analisis dengan cara membandingkan wajah

bagian kanan dan kiri. Wajah dikatakan simetris apabila wajah terbagi menjadi 2 sisi kanan

dan kiri yang sama lebar, serta secara anatomis juga sama baik pada sisi kanan maupun kiri.

Wajah dikatakan asimetris apabila terdapat perbedaan lebar dan anatomis pada sisi kanan

dan kiri.
Gambar 3. Pemeriksaan Kesimetrisan Wajah

Proporsi Wajah

Proporsi wajah yang normal dibagi menjadi 3 bagian vertikal, yaitu:

a) 1/3 wajah atas : Trichion – Glabela/Nasion

b) 1/3 wajah tengah : Glabela/Nasion – Subnasion

c) 1/3 wajah bawah : Subnasion – Menton

Trichion

Glabela

Subnasal

Menton

Gambar 4. Pemeriksaan Proporsi Wajah

Indeks Kepala

Lebar kepala maksimum


Indeks Kepala= x 100 %
Panjang kepalamaksimum

Klasifikasi:

- Dolicocephalic = <75,9
- Mesocephalic = 76,0 – 80,9

- Brachycephalic = 81,0 – 85,4

- Hyperbrachycephalic = >85,5

Gambar 5. A. Panjang kepala maksimum; B. Lebar kepala maksimum.

Indeks Wajah

Morfologitinggi wajah(nasion−gnation)
IndeksWajah= x 100 %
Lebar bizygomatic( jarak antara zygoma point )

Klasifikasi:

- Hypereuryprosop = <78,9

- Euryprosop = 79,0 – 83,9

- Mesoprosop = 84,0 – 87,9

- Leproprosop = 88,0 – 92,9

- Hyperleptoprosop = >93,0
Gambar 6. Titik Nation, Gnation, dan Zygomaticus.

2. Evaluasi Profil Muka

Profil muka ditentukan dengan melihat inklinasi antara dua garis. Menurut Proffit, titik

acuan untuk menentukan profil muka yaitu glabela, subnasion, dan pogonion. Sedangkan

menurut Thomas Rakosi, garis pertama yaitu antara glabela dan ujung terluar bibir atas dan

garis kedua yaitu antara ujung terluar bibir atas dengan pogonion.

Tiga tipe profil muka, yaitu:

a) Cembung (convex), dimana garis pertama lurus dan garis kedua membentuk sudut

karena dagu terletak lebih ke posterior.

b) Datar (straight) atau orthognatik, dimana kedua garis membentuk suatu garis lurus.

c) Cekung (concave), dimana garis pertama lurus dan garis kedua membentuk sudut

karena dagu terletak lebih ke anterior.

Gambar 7. Profil Wajah; A. Cembung; B. Datar; C. Cekung


3. Evaluasi Bibir

Klasifikasi tonus otot, yaitu:

a) Hipertonus: dapat terjadi pada beberapa kasus maloklusi, seperti maloklusi Angle kelas

II divisi 1, dimana dapat dilihat adanya protrusi gigi anterior rahang atas disertai overjet

yang besar dan terdapat kerutan/lipatan pada daerah dagu. Kondisi otot hipertonus

biasanya menyebabkan tekanan pada gigi ke arah lingual. Pada maloklusi Angle kelas II

divisi 1, bibir hipertonus dapat menyebabkan retrusi gigi insisivus mandibula,

sedangkan pada maloklusi Angle kelas II divisi 2, bibir hipertonus akan menyebabkan

retrusi gigi insisivus pertama maksila.

b) Hipotonus: ditunjukkan dengan otot yang terasa lunak dan kendur saat dilakukan

palpasi. Selain itu, otot yang hipotonus biasanya disertai dengan flaring dari gigi.

4. Evaluasi Relasi Bibir

Pemeriksaan meliputi posisi dan keadaan tonus otot. Normalnya bibir akan berkontak ringan

satu dengan yang lain dalam keadaan istirahat.

a) Competent lips: terdapat kontak ringan dari bibir ketika otot dalam keadaan

istirahat/rileks.

b) Incompetent lips: secara anatomi bibir pendek sehingga bibir atas dan bawah tidak dapat

berkontak ketika otot dalam keadaan istirahat/rileks.


Gambar 8. Competent lip dan incompetent lip

5. Evaluasi TMJ

Pemeriksaan sendi temporomandibula dilakukan dengan cara, yaitu:

a) Inspeksi: Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular. Yang perlu

diperhatikan adalah gigi, sendi rahang, otot pada wajah serta kepala dan wajah. Apakah

pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau pasien seperti

menjaga gerakan dari rahang bawahnya. Perhatikan pergerakan mulut pasien saat

membuka dan menutup mulut apakah terdapat deviasi ke kanan/kiri.

b) Palpasi: Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri dilakukan pada sendi dan

otot pada wajah dan daerah kepala. Tanyakan kepada pasien apakah terdapat rasa

nyeri/sakit saat membuka dan menutup mulut.

c) Auskultasi: Bunyi sendi TMJ terdiri dari clicking dan krepitasi. Clicking adalah bunyi

singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut atau bahkan keduanya.

Krepitasi bersifat difus, biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat

membuka atau menutup mulut, atau bahkan keduanya. Krepitasi menandakan perubahan

dari kontur tulang seperti pada osteoartrosis. Clicking dapat terjadi pada awal,

pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi click yang terjadi pada akhir
membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ yang clicking

sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan

stetoskop.

Relasi Kaninus

Relasi kaninus kelas 1 yaitu ketika puncak cusp gigi kaninus rahang atas terletak pada titik
kontak gigi kaninus dan premolar pertama rahang bawah. Relasi kaninus kelas 2 yaitu ketika
puncak cusp gigi kaninus lebih ke anterior dan kelas 3 yaitu ketika puncak cusp gigi kaninus
lebih ke posterior dari titik kontak.

Gambar 9. Relasi Kaninus.

Garis Median

Pengukuran garis median dengan menggunakan penggaris dan ditarik garis dari glabella,

nasion, dan pogonion. Kemudian, ukur pergeseran yang terjadi antara midline rahang atas dan

rahang bawah.
ANALISIS MODEL

1. Analisis Bolton

Untuk mencapai hubungan gigi antar rahang yang optimal, jumlah lebar mesiodistal gigi-

geligi rahang atas harus mendekati rasio yang diharapkan jika dibandingkan dengan jumlah

lebar mesiodistal gigi-geligi rahang bawah. Analisis Bolton membantu untuk menentukan

ketidakproporsionalan antara ukuran gigi-geligi rahang atas dan bawah. Rasio yang

diperoleh dapat membantu dalam mempertimbangkan hubungan overbite dan overjet yang

mungkin akan tercapai setelah perawatan selesai, pengaruh pencabutan pada oklusi posterior

dan hubungan insisivus, serta oklusi yang tidak tepat karena ukuran gigi yang tidak sesuai.

Analisis Bolton terbagi menjadi dua, yaitu rasio anterior (6 gigi anterior) dan rasio total (12

gigi dari M1 kanan – M1 kiri).

Gambar 10. Analisis Bolton (TSD) pada status.

Rasio keseluruhan diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 12 gigi rahang bawah

dibagi dengan jumlah 12 gigi rahang atas dan dikalikan 100. Jika rasio keseluruhan sebesar

91,3 berarti sesuai dengan analisis Bolton dan akan menghasilkan hubungan overbite dan

overjet yang ideal. Jika rasio keseluruhan lebih dari 91,3 maka kesalahan terdapat pada gigi

rahang bawah. Jika rasio kurang dari 91,3 maka kesalahan terdapat pada gigi rahang atas.
Rasio anterior diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 6 gigi rahang bawah

dibagi dengan jumlah 6 gigi rahang atas lalu dikalikan 100. Rasio anterior 77,2 akan

menghasilkan hubungan overbite dan overjet yang ideal jika kemiringan gigi insisivus baik

dan bila ketebalan bagian labiolingual tepi insisal tidak berlebih. Jika rasio anterior lebih

dari 77,2 berarti terdapat kelebihan ukuran gigi rahang bawah. Jika kurang dari 77,2 maka

terdapat kelebihan ukuran gigi rahang atas.

Tabel 1. Tabel Bolton untuk mengetahui ukuran ideal enam gigi anterior dan kedua belas gigi pada

rahang atas dan rahang bawah.

Tabel Bolton memperlihatkan gambaran hubungan ukuran gigi rahang atas dan rahang

bawah yang ideal. Ukuran gigi pasien dikurangi dengan ukuran gigi yang seharusnya pada
tabel Bolton. Pengurangan antara ukuran gigi yang sebenarnya dan yang diharapkan

menunjukkan kelebihan ukuran gigi.

Anda mungkin juga menyukai