Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................
PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan.........................................................................................1
BAB II.............................................................................................2
KRITERIA PERENCANAAN.....................................................2
2.1. Kriteria Penentuan Pembagian Daerah Layanan .......................................(Sub.
Catchment area)............................................................................................................2
2.2 Kriteria Pengukuran Topografi......................................................................3
2.2.1 Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta...................................................3
2.2.2 Pengukuran Water Pass/Levelling........................................................3
2.2.3 Cross Section..............................................................................................3
2.2.4 Pemasangan Bench Mark (BM)...............................................................3
2.2.5 Titik Referensi...........................................................................................4
2.3 Kriteria Hidrologi.............................................................................................4
2.3.1 Data Curah Hujan.....................................................................................4
2.3.2 Analisa Curah Hujan................................................................................4
2.3.3 Hubungan Antara Intensitas, Durasi, dan Frekuensi.........................8
2.3.4 Periode Ulang............................................................................................8
2.3.5 Metode Analisa Curah Hujan.................................................................9
2.3.6 Debit Aliran.............................................................................................10
2.4 Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan..................................................14
2.4.1 Hidrolika Saluran...................................................................................14
2.4.2 Hidrolika Bangunan...............................................................................16
2.4.3 Bangunan Terjun.....................................................................................17
2.4.4 Pemasukan (Inlet)...................................................................................18
2.4.5 Out Fall.....................................................................................................18
2.4.6 Bak Kontrol (Manhole)...........................................................................19
2.5. Struktur............................................................................................................20
2.5.1 Rencana Beban (Design Load)..............................................................20
2.5.2 Material Konstruksi................................................................................21
2.5.3 Stabilitas...................................................................................................22

i
Drainase Perkotaan

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tugas Drainase Perkotaaan ini dapat kami selesaikan dengan
baik.
Tugas Drainase Perkotaan ini merupakan realisasi dari kuliah yang
diprogramkan sebelumnya. Tugas ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan
mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu teknik sipil, khususnya mata kuliah
Drainase Perkotaan.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
penyempurnaan tugas semacam ini dimasa yang akan dating.
Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tugas Drainase Perkotaaan ini. Harapan kami semoga tugas Drainase
Perkotaaan ini dapat bermanfaat demi peningkatan kemampuan kita semua terutama
bagi mahasiswa teknik sipil.

Makassar, Oktober 2003

(Anshar Priwarsani)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam upaya untuk mengisi/mengurangi masalah genangan air hujan di


berbagai kota di Indonesia, maka pemerintah Indonesia mempunyai strategi dan
program-program di bidang Cipta Karya, dimana salah satu program tersebut
adalah Sektor Drainase.
Di tinjau dari ketersediaan prasarana drainase kota yang ada saat ini,
terdapat indikasi bahwa tingkat kebutuhan sudah jauh diatas tingkat penyediaan,
utamanya untuk kota-kota yang sedang pesat mengalami proses pembangunan.
Sebab-sebab terjadinya banjir/genangan, pada dasarnya dapat dibagi dua,
yaitu akibat kondisi alam setempat misalnya curah hujan yang relatif tinggi,
kondisi topografi yang landai, dan adanya pengaruh pengempangan (back water)
dari sungai atau laut. Sedang yang termaksud akibat dari tingkah laku manusia
misalnya masih adanya kebiasaan membuang sampah ke dalam saluran/sungai,
hunian di bantaran sungai, dan adanya penyempitan saluran/sungai akibat
adanya suatu bangunan misalnya gorong-gorong atau jembatan.
Selain dari itu masalah banjir/genangan dapat pula disebabkan oleh
karena belum tertatanya dengan baik sistem drainase yang diperlukan, atau
karena kurang terpeliharanya sistem drainase yang telah ada.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud : Tugas ini merupakan bagian dari mata kuliah Drainase Perkotaan
dan merupakan prasyarat untuk mengikuti ujian.

Tujuan : Tujuan dari tugas Drainase Perkotaan ini adalah sebagai berikut :
 Analisa data curah hujan dari stasiun wilayah yang
direncanakan.
 Menghitung intensitas curah hujan.
 Menghitung debit rencana.
 Mendimensi saluran drainase.
 Membuat gambar rencana.

BAB II

1
Drainase Perkotaan

KRITERIA PERENCANAAN

Dalam suatu pekerjaan untuk melaksanakan perencanaan yang mendetail suatu


proyek maka diperlukan suatu pedoman perencanaan untuk memudahkan
perencanaan pedoman tersebut tersebut biasa disebut dengan Kriteria Perencanaan.

Kriteria Perencanaan harus disesuaikan dengan keadaan lokasi proyek, agar


didapat hasil seperti yang diharapkan. Kriteria Perencanaan untuk proyek Drainase
Perkotaan terdiri dari 5 (lima) pembahasan teknis utama yaitu:

1. Kriteria Penentuan/Pembagian Daerah Layanan (Sub. Catchment Area)


2. Kriteria Pengukuran Topografi
3. Kriteria Hidrologi
4. Kriteria Hidrolika saluran dan bangunan
5. Kriteria Struktur.

2.1. Kriteria Penentuan Pembagian Daerah Layanan (Sub.


Catchment Area)

Dalam menentukan luasan catchment area dari sebuah saluran yang


melayani suatu areal tertentu, perlu diperhatikan sistem drainase pada kota
tersebut secara keseluruhan. Mengingat masing-masing areal pelayanan dari
setiap saluran merupakan sebuah subsistem dari sistem drainase kota sebagai
suatu kesatuan. Penentuan besarnya catchment area sangat tergantung dari
beberapa faktor, antara lain :
a. Kondisi topografi daerah proyek.
b. Sarana/prasarana drainase yang sudah ada.
c. Sarana/prasarana jalan yang sudah ada dan akan dibangun.
d. Sarana/prasarana kota lainnya seperti jaringan listrik, air bersih, telepon, dan
lain-lain.
e. Ketersediaan lahan alur saluran.

2.2 Kriteria Pengukuran Topografi


Drainase Perkotaan

Pengukuran topografi saluran adalah untuk mendapatkan situasi


memanjang dan melintang saluran serta situasi bangunan yang ada dan yang
akan direncanakan. Sebagai referensi untuk pelaksanaan pengukuran topografi
digunakan titik-titik tetap yang telah ada di kota yang bersangkutan.
Metode pengukuran yang dilakukan meliputi :
 Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
 Pengukuran Water Pass (Levelling)
 Cross Section
 Pemasangan Bench Mark (BM)
 Titik Referensi

2.2.1 Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta


Pengukuran ini pada base line yang ddibuat disebelah saluran
(pada bahu jalan atau tanggul) melalui patok-patok dengan prosedur
sudut polygon diukur seri ganda (biasa/luar biasa dengan menggunakan
Theodolit (To).

2.2.2 Pengukuran Water Pass/Levelling


Pengukuran Water Pass ini menggunakan alat uur Automatic
Levelling seperti B2 Sokhisha dan Topcon. Pengukuran dilakukan pada
titik polygon dan diikat ke titik referensi yang dipakai.

2.2.3 Cross Section


Cross Section dilakukan setiap interval maksmum 100 meter
dengan metode stadia survey dimana titik cross jalur sudah dikontrol
elevesinya dengan alat Automatic Levelling.

2.2.4 Pemasangan Bench Mark (BM)


Pemasangan Bench Mark (BM) dilakukan pada tempat-tempat
yang aman dan diikat ke sistem koordinat yang ada. BM ini dibuat dari
kolom beton 20/20 cm dengan tinggi 1,00 m, dan bagian yang tertanam
dalam tanah 70 cm yang pangkalnya dibuat kaki (pondasi telapak)
bersilang untuk pemberat dan stabilitas.

2.2.5 Titik Referensi


Titik refensi yang digunakan untuk pekerjaan Drainase adalah titik
tetap yang ada di dalam kota.
Drainase Perkotaan

2.3 Kriteria Hidrologi

2.3.1 Data Curah Hujan

Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan


pengamatan periode jangka pendek, yakni dalam satuan menit. Data yang
dipergunakan diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan otomatis
yang digambarkan dalam bentuk grafik. Stasiun yang dipilih adalah
stasiun yang terletak di daerah perencanaan/observasi (Point Rainfall) dan
pada staiun yang berdekatan dan masih memberi pengaruh pada daerah
perencanaan dengan syarat benar-benar dapat mewakili kondisi curah
hujan daerah tersebut.
Tahap awal yang perlu dilakukan dalam pemilihan data curah
hujan yang akan dipakai dalam analisa adalah meneliti kualitas data
curah hujan, yakni mengenia lokasi pengamatan, lama pengamatan yang
didapat di Andal adalah lebih besar dari 15 tahun. Semakin banyak data
dan lebih lama periode pengamatan akan lebih akurat karena
kemungkinan kesalahan/penyimpangan bisa diperkecil.
Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak
didapatkan pada daerah perencanaan, maka analisa Intenstas Curah
Hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan
pengamatan maksimum selama 24 jam.

2.3.2 Analisa Curah Hujan

1. Analisa Frekuensi
Analisa Frekuensi adalah analisa kejadian yang diharapkan
terjadi rata-rata sekali N tahun atau dengan kata lain periode
berulangnya sekian tahun.
Metode analisa frekuensi yang diterapkan pada perencanaan
sistem drainase adalah dengan cara “Eksterm Value” dari E. G.
Gumbel, yakni suatu metode distribusi frekuensi yang mendasarkan
pada karakteristik dari penyebaran dengan menggunakan suatu
koreksi yang veriabel dan menggunakan distribusi dari harga-harga
maksimum. Rumus umum untuk menghitung analisa frekuensi adalah
:
Xtr = x + k.Sd
Drainase Perkotaan

Ytr  Yn
k =
Sn

Tr
Ytr = - (0,834 + 2,303 log.log )
Tr  1

dimana :
Xtr = besar aliran/curah hujan untuk periode ulang tr tahun
x = curah hujan maksimum rata-rata selama pengamtan
Sd = Standar Deviasi
k = faktor frekuensi
Sn & Tn merupakan fungsi dari besarnya data
Ytr = Reduced Variate

Tabel 2-1 : Reduced Variate (YT)

Return Periode (years) = T Reduced Variate = Yr


2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9702
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2958

Keterangan : Untuk setiap perhitungan yang mempergunakan Tabel 2-1 dapat pula
dipakai rumus

2. Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan adalah curah hujan yang terjadi pada
satu satuan waktu. Intensitas Curah hUjan diperhitungkan terhadap
lamanya hujan (durasi) dan frekuensinya atau dikenal dengan
Lengkung Intensitas Durasi frekuensi (IDF Curve). Intensitas curah
hujan diperlukan untuk menentukan besar aliran permukaan (run off).
Pada perhitungan intensitas curah hujan diperlukan data curah
hujan jangka pendek (5-60 menit), yang mana data curah hujan jangka
pendek ini hanya didapat dari data pengamatan curah hujan otomatic
dari kertas diagram yang terdapat pada peralatan pencatatan.
Apabila data curah hujan yang tersedia hanya merupakan data
pencatatan curah hujan rata-rata maksimum harian (R24) maka dapat
digunakan rumus Bell.
Drainase Perkotaan

Pi = (0,21 Ln T – 0,52) (0,54 t0,25 – 0,50) P60 (T)

dimana :
Pi = presipitasi/intensitas curah hujan t menit dengan periode
ulang T tahun
P60 (T) = perkiraan curah hujan jangka waktu 60 menit dengan
periode ulang T tahun

Perhitungan intensitas curah hujan dengan data pengamatan jangka


pendek sesuai durasi dipakai rumus-rumus sbb :

a. Formula Talbot

a
I =
t b

dimana :

(it )(i 2 )  (i 2t )(i )


a =
N (i 2 )  (i )(i )

(i )(it )  N (i 2t )
b =
N (i 2 )  (i )(i )

b. Formula Sherman

a
I =
tn

dimana :

(log i )(log t ) 2  (log t . log i )(log t )


log a =
N (log t ) 2  (log t )(log t )

(log i )(log t )  N (log t. log i )


n =
(log t ) 2  (log t )(log t )

c. Formula Ishiguro
Drainase Perkotaan

a
I =
t b

dimana :

(i t )(i 2 )  (i t )(i )
a =
N (i 2 )  (i )(i )

(i )(i t )  N (i 2t )
b =
N (i 2 )  (i )(i )

I = intensitas curah huajn (mm/menit)


t = lamanya curah hujan atau durasi (menit)
I = presipitasi/intensitas curah hujan jangka pendek t
menit
a, b, n = konstanta yang bergantung pada lamanya curah hujan
N = jumlah pengamatan

Seandainya data curah hujan pengamatan janga pendek tidak


didapat pada daerah perencanaan, maka analisa intensitas curah hujan
dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan pengamatan
maksimum selama 24 jam dan selanjutnya dihitung dengan memakai
formula Dr. Mononobe.
2
R24  24  3
I = . 
24  t 

dimana :
I = intensitas curah hujna (mm/jam)
t = waktu hujan atau durasi (menit)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

2.3.3 Hubungan Antara Intensitas, Durasi, dan Frekuensi

Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungna antara


intensitas, durasi, dan frekuensi hujan adalah data rekaman curah hujan
dengan hasil akhir disajikan dalam bentuk tabel dan kurva. Data tersebut
sangat dipengaruhi oleh letak serta kerapatan stasiun curah hujan,
ketepatan mengukur dan lamanya/panjang pengamatan.

Cara Analisa Seri Waktu


Drainase Perkotaan

Cara ini dapat dilakukan apabila semua data lengkap, pertama


setiap durasi hujan tertentu dengan intensitas maksimum tahunannya
dicatat dan ditabulasikan, satu data mewakili satu tahun. Disusun secara
berurut dan dihitung analisa frekuensinya, susun durasi hujan menurut
frekuensi.
Turunkan intensitas curah hujan (mm/jam) kemdian diplot dalam
salib sumbu dengan durasi sebagai axis dan intensitas sebagai ordinat

2.3.4 Periode Ulang

Periode ulang ditetapkan berdasarkan kebutuhan drainase pada


suatu daerah sesuai Catchment Area seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 2-4 : Periode Ulang


CATCHMENT AREA (Ha)
JENIS KOTA
10 10 - 100 100 - 500 > 500
Metropoitan 1–2 2–5 5 – 10 10 – 25
Kota Besar 1–2 2–5 2–5 5 – 15
Kota Sedang 1–2 2–5 2–5 10
Kota Kecil 1–2 1–2 1–2 2–5
Kota Sangat Kecil 1 1 1 -
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

Pada tahun 1993 Makasar masuk kategori kota metropolitan


denganjumlah penduduk kurang lebih 1 juta jiwa. Namun dalam
perhitungan desain masih dianggap kota besar. Karena keterbatasan dana
dan lahan serta sistem pengaliran yang ada adalah gravitasi.

2.3.5 Metode Analisa Curah Hujan

Dalam menganalisa data curah hujan, terlebih dahulu di analisa


sifdat statistik dari data curah hujan yang ada dengan menggunakan
Metode Parameter Statistik. Seteleh di analisa kemudian digunakanlah
metode analisa curah hujan yang ada seperti metode Normal, metode Log
Normal, metode Gumbel, dan metode Log Pearson Type III. Dari ke
empat metode analisa curah hujan di atas dipakai yang paling cocok
dengan sifat statistik dari data curah hujan yang tadi sudah dianalisa
dengan menggunakan Parameter Statistik.
Drainase Perkotaan

1. Metode Gumbel
Rumus :

Xt = X + K.Sx

Yt  Yn
K =
Sn

 X 2  X . X
Sx =
n 1

dimana :
Xt = Besaran yang diahrapkan terjadi dalam t tahun
X = Harga pengamatan rata-rata
t = Periode ulang
K = Faktor frekuensi
Yt = Reduced Variate
Yn = Reduced Mean
Sn = Reduced standard deviasi
Sx = Standard deviasi

2. Metode Log Pearson Type III


Rumus :

 LogXi 
Log X =
n
1
  ( LogXi  Log X ) 2 2
s
Log X = 



 n 1 

n. ( LogXi  Log X )3
g
Log X =
( n  1)(n  2)( sLog X )3

Log XTr = Log X + k.(gLog X )

dimana :

3. Metode Normal
4. Metode Log Normal
Drainase Perkotaan

2.3.6 Debit Aliran

1. Debit Puncak
Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan Rasional
Method (RM) dimana data hidrologi memberikan kurva intensitas
durasi frekuensi (IDF) yang seragam dengan debit puncak dari curah
hujan rata-rata sesuai wahtu konsentrasi.

Debit puncak dapat diformulasikan sebagai berikut :


Q = 0,00278 . Cs . C . I . A

dimana :
Q = Debit puncak rencana (m3/detik)
I = Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF curve berdasarkan
waktu konsentrasi
A = Luas catchment area (Ha)
Cs = Storage Cofficient

2. Koefisien Pengaliran (Run Off Cofficient)


Pada saat terjadi hujan pada umunya sebagian air hujan akan
menjadi limpasan dan sebagian mengalami infiltrasi dan evaporasi.
Bagian hujan yang mengalir di atas permukaan tanah dan saat
sesudahnya merupakan limpasan/pengaliran. Besarnya koefisien
pengaliran untuk daerah perencanaan disesuaikan dengan
karakteristik daerah pengaliran yang dipengaruhi oleh tata guna lahan
(Land Use) yang terdapat dalam wilayah pengaliran tersebut.

Besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel 2.5


Tabel 2-5 : Besarnya Koefisien Pengaliran

KONDISI KOEFISIEN KARAKTERISTIK KOEFISIEN


Pusat Perdagangan 0,70 – 0,95 Permukaan Aspal 0,70 - 0,95
Lingkungan Sekitar 0,50 – 0,70 Permukaan Beton 0,80 – 0,95
Rumah-rumah Tinggal 0,30 – 0,50 Permukaan Batu Buatan 0,70 – 0,85
Kompleks Perumahan 0,40 – 0,60 Permukaan Kerikil 0,15 – 0,35
Daerah Pinggiran 0,25 – 0,40 Alur Setapak 0,10 – 0,85
Apartemen 0,50 – 0,70 Atap 0,75 – 0,95
Indusrti Berkembang 0,50 – 0,80 Lahan Tanah Berpasir :
Industri Besar 0,60 – 0,90 Kemiringan 2% 0,05 – 0,10
Taman Pekuburan 0,10 – 0,25 Kemiringan 2-7% 0,10 – 0,15
Taman Bermain 0,10 – 0,25 Bertrap 7% 0,15 – 0,20
Lapangan dan Rel Kereta 0,25 – 0,40 Lahan Tanah Keras :
Daerah Belum Berkembang 0,10 – 0,30 Kemiringan 2% 0,13 – 0,17
Kemiringan 2-7% 0,18 – 0,22
Drainase Perkotaan

Bertrap 7% 0,25 – 0,35


Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

3. Waktu Konsentrasi (tc)


Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air
untuk mengalir dari titik terjauh dari catchment menuju suatu titik
tujuan. Besar waktu konsentrasi dihitung dengan rurmus :

tc = to + td

dimana :
tc = waktu konsentrasi (menit)
to = waktu pengaliran air pada permukaan tanah dapat dianalisa
dengan gambar
td = waktu pengaliran pada saluran, besarnya dapat dianalisa
dengan rumus
td = Ls/v
dimana :
Ls = jarak aliran dari tempat masuknya air sampai ke tempat yang di
tuju (m)
v = kecepatan aliran (m/detik)

4. Koefisien Penampungan
Makin besar Catchment Area, maka perlu adanya gelombang
banjir harus diperhitungkan, untuk itu pengaruh tampungan saluran
di saat mengalami puncak pengaliran debit dihitung dengan
menggunakan Rasional Method dengan mengalikan suatu koefisien
daya tampung daerah tangkapan hujan, sehingga bentuk perhitungan
menggunakan Metode Rasional Modifikasi (MRM), besar koefisien
tersebut :
2.tc
Cs =
2.tc  td

dimana :
tc = waktu pengumpulan total (waktu konsentrasi)
td = waktu pengaliran pada saluran sampai titik yang ditinjau

Keterangan :
Rumus Rasional Method sesuai digunakan untuk daerah pengaliran yang
kecil dengan batasan 20 sampai 300 Ha, sedangkan untuk Rasional
Modifikasi dapat digunakan untuk daerah pengaliran sampai 1300 Ha.
Sedangkan untuk daerah pengaliran yang lebih besar dari itu maka
digunakan Snyder Synthetic Unit Hydrograph Method.
Drainase Perkotaan

5. Metode Hydroraph dari SCS (US Soil Conservation Service)


Salah satu metode ysng digunsksn dslsm perhiutngna debit
puncak dengna Hydrograph aliran adalah metode SCS. Rumus ini
dipakai untuk menghitung debit dengan luas Catchment Area lebih
besar dari 1300 Ha.
Rumus tersebut adalah :

0,02081. A.Q
Qp = Tp

dimana :
Qp = Debit puncak banjir (m3/detik)
A = Luas daerah tangkapan (Ha)
Tp = Waktu puncak hydrograph aliran (jam)
D/2 + log Time atau 0,70 Tc
D = Lamanya terjadi hujan
Q = Aliran permukaan/limpasan langsung (Direct Run Off)

( P  I A )2
Q =
( P  LA )  S

1000
S =
CN

25400
N =
254 / S
dimana :
IA = Abstraksi awal (IA = 2,5 mm untuk DAS Indonesia)
= 0,2 S
P = Hujan harian maksimum
CN = Curva Number (Lihat Tabel)
S = Daya Tampung Maksimum (cm)
Tp = D/2 + log Time atau 0,70 x Tc
D = Lamanya hujan

Klasifikasi Kelompok Jenis Tanah Hidrologi :

1. Kelompok A : Terdiri dari tanah-tanah berpotensi rendah , daya resapan besar,


walauoun kondisi basah. Pada umumnya tersiri dari pasir sampai kerikil yang
cukup dalam dengan tingkat transmisi yang tinggi (cepat mngering dengan
baik).
Drainase Perkotaan

2. Kelompok B : Terdiri dari tanah-tanah dengan daya laju penyusupan (infiltrasi)


sedang keadaan basah. Umumnya semakin dalam semakin kering dengna
tekstur halus sampai kasar dan tingkat transmisi airnya rendah.

3. Kelompok C : Terdiri ddri tanah-tanah dengan daya laju penyusupan yang


lambat pada dalam keadaan basah. Biasanya mempunyai lapisan tanah liat
yang menghambat proses pengeringan vertikal tekstur agak halus sampai
cukup halus dengna transmisi airnya lambat.

4. Kelompok D : Terdiri dari tanah-tanah dengan potensi limpasan tinggi,


mempunyai daya laju penyusupan (infiltrasi) yang sangat lambat saat basah,
umumnya terdiri dari tanah liat dengan penyerapan air yang tinggi (daya
swelling) dimana permukaan air tanah (water table)sangat tinggi di atas
permukaan atau tanah-tanah dangkal, tingkat transmisi airnya sangat lambat.
Drainase Perkotaan

2.4 Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan

2.4.1 Hidrolika Saluran

1. Kapasitas Saluran
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah pengaliran
dalam saluran adalah Rumus Manning :

2 1
Q = A.R 3 .S 2

n
Dengan asumsi aliran dalam tampang saluran adalah Aliran Seragam.

2. Koefisien Kekasaran Manning


Besarnya koefisien kekasaran Manning (n) diambil :
 Pasangan batu kali/gunung tidak diplester 0,20
 Pasangan batu kali/gunung diplester 0,018
 Tanah 0,025

3. Kecepatan Dalam Saluran


Kecepatan aliran dalam saluran direncanakan sedemikian rupa,
sehingga tidak menimbulkan erosi pada dasar dan dinding saluran
serta tidak terjadi penumpukan sedemikian/kotoran di hulu saluran.
Kecepatan aliran yang diizinkan dalam saluran diambil :
 Kecepatan maksimum = 3,0 m/detik pakai lining
 Kecepatan maksimum = 1,6 m/detik tanpa lining
 Kecepatan minimum = 0,3 m/detik pakai lining
 Kecepatan minimum = 0,6 m/detik tanpa lining

Kemiringan dasar saluran direncanakan sedemikian rupa,


sehingga akan memberikan kecepatan aliran yang besarnya terdekat
diantara nilai toleransi kecepatan maksimum dan minimum.
Drainase Perkotaan

4. Kemiringan Talud
Besarnya kemiringan talud disesuaikan dengan ruang yang
tersedia (lebar tanah) dan juga kestabilan tanahnya. Untuk kemiringan
talud direncanakan 0,33 – 0,25 untuk saluran lining (pasangan) dan
1,00 – 0,33 untuk saluran tanah. Untuk kondisi-kondisi tertentu talud
tegak dapat diterapkan.

5. Tinggi Jagaan (Fre Board)


Fungsi jagaan digunakan untuk menjaga adanya faktor-faktor
yang kemungkinan adanya penambahan debit, untuk jagaan di sini
diambil :
Saluran primer : 0,20 – 0,30 m
Saluran sekunder : 0,10 – 0,20 m
Saluran tersier : 0,10 m
Atau disesuaikan dengan kondisi muka tanah yang ada.
Dapat juga dihitung dengan rumus :

fb  C f .h

dimana :
fb = Free Board (m)
h = tinggi muka air rencana (m)
Cf = koefisien variasi 1,5 untuk debit 60 m3/detik dan 2,5 untuk
debit 85 m3/detik

6. Bentuk Saluran
Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan saluran
drainase adalah trapesium dan empat persegi.

7. Radius of Curvatura
Jari-jari lengkung minimum diambil dari As saluran
 Saluran kecil R minimum = 3 x lebar muka air
 Saluran besar R minimum = 7 x lebar muka air

8. Tanggul Inspeksi
Apabila pada suatu daerah tertentu rencana saluran berada
terlalu rendah, maka tanggul harus dibuat dengan timbunan dan
klasifikasi sbb :
Jenis Saluran Lebar Tanggul
Saluran primer  2,00 m
Saluran seekunder 1,00 – 1,50 m
Saluran tersier  1,00 m
Drainase Perkotaan

9. Bentuk Saluran
Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan saluran
drainase adalah trapesium dan empat persegi.

Q2
Q = AC R.iw atau iw = dan
A2 .C 2 .R

h
L=
ib  bw

dimana :
Q = debit (m3/detik)
A = luas penampang basah (m2)
C = koefisien Chezy
R = jari-jari hidrolis (m)
iw = kemiringan muka air
ib = kemiringan invert
h = perubahan tinggi muka air (m)
L = panjang ruas saluran yang tinggi airnya berubah (m)

2.4.2 Hidrolika Bangunan

1. Gorong-gorong

Gorong-gorong adalah suatu bangunan yang berfungsi mengalirkan


air drainase di bawah jalan raya atau jalan kereta api. Untuk drainase
perkotaan di kotamadya Makassar dipakai tipe segi empat dengan
konstruksi retaining wall dan lantai dari pasangan batu yang
penutupnya terbuat dari beton campuran 1:2:3 dan diperhitungkan
sebagai jembatan kelas I. Jarak antara jalan dan puncak gorong-gorong
(t) diusahakan minimum 0,6 m

a. Tipe Submerged
Tipe ini dipakai di tempat-tempat datar, dimana elevasi muka air
di saluran drainase terlalu tinggi, maka gorong-gorong dipasang
pada elevasi yang agak rendah untuk mendapatkan t minimum.
b. Tipe Unsubmerged
Tipe ini dipakai apabila tinggi elevasi muka air saluran drainase
relatif rendah terhadap elevasi jalan yaitu setinggi t minimum
sehingga mudah tercapai.

2. Perhitungan Kehilangan Energi


Drainase Perkotaan

a. Akibat Pemasukan

2 2
(V2  V1 )
he = 0,1 x
2g

dimana :
he = kehilangan tinggi akibat gesekan (m)
19,6.n 2
f =
R.V3
n = koefisien kekasaran Manning untuk gorong-gorong
R = jari-jari hidrolis (m)
P = kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/detik)
g = 9,81 m/detik2

b. Akibat Pengeluaran

2 2
(V2  V1 )
ho = 0,2 x
2g

dimana :
ho = kehilangan tinggi akibat pengeluaran (m)
V2 = kecepatan di dalam gorong-gorong (m/detik)
V3 = kecepatan air di hilir (m/detik)
g = 9,81 m/detik2

2.4.3 Bangunan Terjun

Bangunan terjun (vertical drops) dibuat khususnya untuk


saluran sekunder dan tersier yang mengalami penampang. Pada saat
terjadi muka air tinggi (debit puncak) di saluran, aliran di saluran
drainase tidak mengakibatkan terjunan air muka . Kemudian pada
kondisi dimana aliran di saluran drainase lebih kecil dari debit puncak,
maka penurunan (drop) muka air akan terjadi. Biasanya penurunan muka
air itu berkisar dari 0 – 0,60 m maksimum. Apabila penurunan (terjunan)
maksimum terjadi, berarti debitnya sangat kecil atau 0.
Untuk bangunan terjun jenis ini maka tidak diperlukan
perhitungan peredaman energi (energi dissipation). Terjunan ini dasar
saluran, disarankan untuk sekunder maksimum 0,6 m dan untuk tersier
maksimum 0,4 m. Untuk pasangan terjun seperti ini, disarankan dengan
dinding pasangan batu tegak dengan lantai di hulu dan hilirnya dan
pengaman tebing. Bangunan terjun ini akan berfungsi sebagai transisi.
Drainase Perkotaan

2.4.4 Pemasukan (Inlet)

Apabila ada renacana pemasukan dari saluran ke saluran, dimana


yang masuk itu tidak termasuk dalam desain saat ini, maka pekerjaan
yang akan datang dibuat sepanjang 5 m.

2.4.5 Out Fall

1. Out Fall ke Sungai


Bangunan ini dibuat di tempat pertemuan antara saluran
drainase sekunder dengan sungai. Bangunan ini diperlukan untuk
menghindari kerusakan akibat scouring. Fungsi dari outlet ini adalah
untuk memindahkan air banjir dari elevasi yang lebih tinggi ke elevasi
yang lebih rendah dan meredam energi yang ditimbulkannya.
Konstruksi ini dibuat dari pasangan batu dengan campuran 1 semen :
4 pasir . dalam analisa stabilitas harus diambil keadaan yang paling
tipis.

2. Out Fall ke Laut


Saluran-saluran sekunder mengalirkan air menuju laut dengan
debit yang deras sehingga pada bagian hilir sangat dipengaruhi oleh
kondisi pasang surut. Untuk mencegah efek dari aliran yang deras
tersebut, maka perlu adanya bangunan out fall yang mana
memerlukan data-data detail sbb:
 Kondisi pantai yang digunakan dan pemeliharaannya
 Bentuk dan jalur out fall yang memungkinkan
 Dasar penempatan yang alami
 Pergerakan air pada titik pembuangan

3. Hidrolika Out Fall


Perhitungan hidrolika untuk out fall yang perlu diperhatikan
adalah loncat air sebagai fungsi momentum yang perlu diredam.
Loncatan hidrolika terjadi pada lantai horizontal, sehingga dapat
dihitung berdasarkan bilangan Froude (Fr).

V
Fr = g .h
dimana :
V = kecepatan air saat mulai terjadi loncatan (m/detik)
g = percepatan gaya gravitasi (m/detik2)
h = kedalaman air pada loncatan pertama (m)
Drainase Perkotaan

Bilangan Froude dapat juga digunakan untuk menghitung


kedalaman hidrolik yang kedua dengan memakai rumus :

h2 =
h1
2
 1  8Fr  1
2

Dari kedalaman air ada h2 daapt diperhitungkan Tail Water (TW) yang
terjadi di sepanjang kolam olakan.
Dengan menambahkan 5% pada kedalaman h2, maka dalam
Tail Water yang terjadi pada loncatan hidrolik yang kedua adalah :
TW = 1,05.h2

Dari pengujian kedalama air akibat loncatan hidrolik maka


panjang lantai olakan dapat dihitung dengan rumus :

L = 5 ( h + X ) (Forster and Sterinde)

dimana :
h1 = tinggi air saat loncatan hidrolik pertama (m)
h2 = tinggi air saat loncatan hidrolik kedua (m)
X = tinggi Trap ujung lantai olakan
L = panjang kolam olakan (m)

2.4.6 Bak Kontrol (Manhole)

Bak kontrol pada umumnya digunakan pada sistem sambungan


pipa pembuang sebagai fasilitas pada perubahan dimensi dan tingkatam
tipe bak kontrol yang umum digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Drainase Perkotaan

Tabel 2.4.4 : Ukuran dan Jarak Manhole

Ukuran Pipa (mm) Jarak Maksimum (m)


375 atau lebih kecil 120
450 – 900 150
1050 atau lebih besar 180
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

Faktor-faktor yang memperhitungkan dalam perencanaan manhole


adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan energi
2. Beban-beban vertikal
3. Beban permukaan dari dua arah

Sedangkan stabilitas tidak perlu diperhitungkan secara


keseluruhan sebab dikelilingi oleh tanah tipe manhole .
Type Manhole untuk saluran pembuang :
a. Berbentuk lonjong dengan diameter yang tetap
b. Berbentuk setengah kerucut
c. Bentuk berubah (dari potongan 4 feet ke 3 feet )
d. Menggunakan penutup beton yang bisa digerakkan .
(ft x 0,304 f = dalam meter x 2,54 = cm)

2.5. Struktur

Kriteria desain sturktur dibutuhkan untuk perencanaan konstruksi


bangunan pada perencanaan drainase perkotaan, khususnya pada perhitungan
struktural.

2.5.1 Rencana Beban (Design Load)

1. Beban Sendiri
Beban/berat sendiri adalah beban mati yang berasal dari
konstruksi itu sendiri. Biasanya setiap bahan mempunyai unit weight
(berat/volume) yang berbeda, dan ini bisa dilihat pada tabel 2.5.1.

Tabel 2.5.1 : Unit weight bahan konstruksi


Drainase Perkotaan

Unit Weight
Bahan
(kg/m3)
Air 1000
Beton biasa 2200 – 2300
Beton bertulang 2400
Aspal beton 2000
Pasangan batu 2200
Bangunan besi 7850
Besi tuang 7250
Kayu 1000
Lapisan bata 1700
Tanah biasa 1750
Tanah urug padat 1900
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

2. Beban Luar
a. Tekanan Air.
Semua sturktur permanen ataupun tidak permanen yang
terendam harus direncanakan untuk tekanan hidrostatis sebesar
1000 kg.m2 per meter kedalaman.

b. Tekanan angkat (Uplift Presure)


Tekanan angkat dipakai untuk merancang semua struktur
yang seluruhnya atau sebagian terendam dalam air. Tekanan
angkat diperhitungkan efektif pada bidang dasar 100% apabila
struktur seluruhnya terendam air satu pihak, atau muatan air yang
berbeda pada sisi yang berlawanan, tekanan angkat berubah
sebanding dengan tinggi hidrostatik pada kedua sisi struktrur.

c. Tekanan Tanah
Tekanan tanah aktif dapat dihitung dengan rumus
Rankine. Diagram tekanan diasumsikan sebagai segitiga, sama
dengan tekanan air, dengan gaya resultante bekerja 1/3 h diatas
atas diagram.

2.5.2 Material Konstruksi

1. Beton dan Besi Bertulang


Mutu beton dan besi tulangan harus disesuaikan dengan bahan
yang tersedia di lapangan. Untuk kotamadya Makassar, dipakai mutu
beton K175 dan mutu besi U24, sedang analisa perhitungannya dipakai
PBI (1971).
Drainase Perkotaan

2. Pasangan Batu
Pasangan batu untuk saluran dipakai 1 semen : 4 pasir.
Pasangan batu untuk gorong-gorong yaitu 1 semen : 3 pasir.

2.5.3 Stabilitas

Daya Dukung Tanah


Daya dukung tanah yang diijinkan untuk kotamadya Makassar
berdasarkan penelitian adalah : t = 1,2 kg/cm3.
Jadi untuk perencanaan, maka tegangan yang terjadi akan melebihi
daya dukung ijin tersebut.

1. Keamanan Terhadap Gelincir (Sliding)

V
Fs = > (1,25 – 1,50)
H

dimana :
Fs = Faktor keamanan terhadap gelincir
V = Jumlah gaya – gaya vertikal
H = Jumlah gaya – gaya horizontal

2. Keamanan Terhadap Guling (Overturning)

MR
Fs =
Mo

dimana :
Fs = Faktor keamanan terhadap guling
MR = Momen yang menahan guling (tm)
Mo = Momen yang menyebabkan guling (tm)

Anda mungkin juga menyukai