“HIPOTIROIDEA KONGENITAL”
1
Nama : Agung Rusdiansyah
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Palu,September 2020
Mengetahui,
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................1
Bagian Ilmu Kesehatan Anak........................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................6
2.1 Anatomi dan Fisiologi......................................................................................6
2.2 Hipotiroidea Kongenital...................................................................................7
2.3 Fungsi Cairan...................................................................................................8
2.4 Komposisi Cairan.............................................................................................8
2.5 Kesimbangan Cairan......................................................................................10
2.6 Pengaturan Keseimbangan Cairan.................................................................12
2.7 Pertukaran Cairan dalam Tubuh.....................................................................14
2.8 Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit...........15
2.9 Gangguan atau Masalah dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan.....................15
2.10 Pemilihan Cairan..........................................................................................19
BAB III........................................................................................................................21
KESIMPULAN........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................22
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keseimbangan ini diatur oleh banyaknya mekanisme fisiologis yang terdapat dalam
tubuh. Dapat dikatakan kemampuan kita untuk dapat bertahan hidup sangat
tergantung pada cairan yang terdapat dalam tubuh kita. Oleh karena itu, terdapat
berbagai mekanisme yang berfungsi untuk mengatur volume dan komposisi cairan
tubuh agar tetap dalam keadaan seimbang atau disebut dalam keadaan homeostasis.1
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu
pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 %
berat badan.2
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, dan diare, dapat menyebabkan gangguan
fisiologis yang berat. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen
intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular
dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.1,2
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh
tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan
salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Cairan dan elektrolit merupakan bagian
dalam tubuh yang berperan dalam memelihara fungsi dari organ tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting dalam proses hemostasis baik
untuk meningkatkan kesehatan maupun dalam proses penyembuhan penyakit. 1
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai
cairan tubuh. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan,
4
minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air
tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka
akan berpengaruh pada yang lainnya.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
a. Cairan
Total cairan tubuh terdiri dari 85 – 90% dari total berat badan dan
bergantung pada usia, jenis kelamin, dan kandungan lemak manusia.
5
Cairan tubuh terbagi atas tiga kompartemen normal, yaitu cairan
intravaskuler (IVF) atau plasma sebesar 5% berat badan, cairan interstitial
(ISF) sebesar 15% berat badan, dan intrasel (ICF) sebesar 40% dari berat
badan. IVF dan ISF bersama – sama disebut sebagai cairan ekstrasel ECF.
Prinsip dari cairan plasma adalah ia mengandung natrium, klorida,
bikarbonat, dan protein (albumin). ISF memiliki komponen yang mirip
dengan plasma tetapi ISF tidak memiliki kandungan protein yang banyak,
sedangkan ICF memiliki kadar kalium, magnesium, fosfat, sulfat, dan
protein yang tinggi.3,4
Pemahaman mengenai perubahan osmotik dari ECF dan ICF
merupakan dasar untuk memahami keseimbangan cairan dan kelainannya.
Karena sifat membran sel yang water-permeable, molalitas diantara ECF
dan ICF dipertahankan isotonis oleh sistem homeostasis tubuh agar tidak
terjadi penumpukan cairan. Molalitas atau tonisitas adalah osmoler yang
efektif, atau dengan kata lain hanya memperhitungkan komponen yang
impermeable, sedangkan osmoler memperhitungkan komponen baik yang
permeabel maupun tidak permeabel. Komponen yang bersifat selektif
permeabel memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan atau
menurunkan tekanan osmotik. Natrium, klorida, mannitol, dan glukosa
pada pasien dengan hiperglikemi tetap tinggal pada ECF karena sifatnya
yang tidak dapat menembus membran sedangkan komponen yang bersifat
permeabel seperti urea dapat melewati membran sel sehingga tidak
meningkatkan molalitas.3
Neonatus : ± 50 kal/kgBB/hari
6
Berat badan 3 – 10 kg : ± 70 kal/kgBB/hari
Berat badan 10 – 15 kg : ± 55 kal/kgBB/hari
Berat badan 15 – 22 kg : ± 45 kal/kgBB/hari
Kebutuhan cairan tergantung pada metabolisme kalori pada tubuh.
Untuk membentuk panas, metabolisme 100 kalori memerlukan 150 ml
air. Neonatus memerlukan air 150/100 x 50 = 75 ml/kgBB/hari,
sedangkan seorang anak dengan berat badan 3 – 10kg memerlukan air
150/100 x70 = 105ml/kgBB/hari dan seterusnya. Perlu dikemukakan
bahwa untuk setiap kenaikan suhu 1° di atas 37° C harus ditambahkan
12% dari jumlah cairan yang telah diperhitungkan untuk maintenance
tersebut. 1
7
1) Mampu menyerap panas dalam jumlah besar.
2) Membuang panas dari jaringan yang menghasilkan panas. Contoh: Otot-
otot selama exercise.
c. Pelicin :
1) Mengurangi gesekkan (sebagai pelumas)
d. Reaksi-reaksi kimia
1) Pemecahan karbohidrat
2) Membentuk protein
e. Pelindung
1) Cairan Cerebro-spinal, cairan amniotik.
8
Cairan Interstisial merupakan cairan yang berada disekitar sel
misalnya cairan limfe, jumlahnya sekitar 10%-15% dari cairan ekstrasel.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada
bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.
2. Cairan intravaskuler
Cairan Intravaskuler adalah cairan yang terkandung dalam pembuluh
darah misalnya plasma, jumlahnya sekitar 5% dari cairan ekstrasel.
Hingga saat ini belum ada alat yang tepat/pasti untuk mengukur jumlah
darah seseorang, tetapi jumlah darah tersebut dapat diperkirakan sesuai
dengan jenis kelamin dan usia, komposisi darah terdiri dari kurang lebih
55%plasma, dan 45% sisanya terdiri dari komponen darah seperti sel
darah merah, sel darah putih dan platelet.
3. Cairan transelular
Cairan Transelular merupakan cairan yang berada pada ruang khusus
seperti cairan serebrospinalis, perikardium, pleura, sinova, air mata,
intaokuler dan sekresi lambung, jumlahnya sekitar 1%-3%.
Didalam cairan ekstrasel terdapat elektrolit kation terbanyak Na+,
sedikit K+, Ca2+, Mg2+ serta elektrolit anion terbanyak Cl- , HCO3-, protein
pada plasma, sedikit HPO42-SO42-.8
Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam plasma,
interstitial dan intraseluler ditunjukkan pada tabel berikut:(5)
9
2.5 Kesimbangan Cairan
Keseimbangan cairan terjadi apabila kebutuhan cairan atau pemasukan cairan
sama dengan cairan yang dikeluarkan.9
1. Intake Cairan
2. Output Cairan
Kehilangan cairan dapat melalui 4 (empat) rute yaitu:10
a. Urine
10
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus
urinariusmerupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam
kondisi normaloutput urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar
30-50 ml per jam.Pada orang dewasa. Pada orang yang sehat
kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas
kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai
upaya tetap mempertahankankeseimbangan dalam tubuh.
b. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas,
respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya
ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan
syaraf simpatis pada kulit.besarnya tergantung dari aktivitas, jumlahnya 0-
500 ml.
c. Insensible water loss (IWL)
IWL merupakan pengeluaran cairan yang sulit diukur, pengeluaran ini
melalui kulit dan paru-paru/pernapasan. Jumlahnya sekitar 1000-1300ml.
keadaan demam dan aktivitas meningkatkan metabolisme dan produksi
panas, sehingga meningkatkan produksi cairan pada kulit dan pernapasan.
d. Feses
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang
diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
Ginjal 1500 ml
Melalui Keringat 0 – 500 ml
Insensible Water loss (IWl) :
Kulit 600 – 900 ml
Paru – paru
Feses 100 ml
Jumlah 2600 – 2900 ml
Tabel 3. Jumlah pengeluaran cairan
11
2.6 Pengaturan Keseimbangan Cairan
Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, ada beberapa mekanisme tubuh
diantaranya:1,2
a. Rasa Haus
Pusat rasa haus berada pada hypotalamus dan diaktifkan oleh
peningkatan osmolaritas cairan ekstarsel. Dapat juga disebabkan karena
hipotensi, poliuri atau penurun volume cairan. Rasa haus merupakan
manifestasi klinik dari ketidakseimbangan cairan, sehingga merangsang
individu untuk minum.
b. Pengaruh Hormonal
Ada 2 jenis hormon yang berperan dalam keseimbangan cairan yaitu
Antidiuretik Hormon (ADH) dan Aldosteron.
1. Hormon ADH
ADH dihasilkan Ihipotalamus yang kemudian disimpan pada hipofisis
posterior. ADH disekresi ketika terjadi peningkatan serum protein,
peningkatan osmolaritas, menurunnya volume CES, latihan/aktivitas yang
lama, stress emosional, trauma. Meningkatkan ADH berpengaruh pada
peningkatan reabsorpsi cairan pada tubulus ginjal. Reaksi mekanisme haus
dan hormonal merupakan reaksi cepat jika terjadi deficit cairan. Faktor
yang menghambat produksi ADH adalah hipoosmolaritas, meningkatnya
volume darah, terpapar dingin, inhalasi CO2 dan pemberian antidiuretik.
2. Hormon aldosteron
Hormon ini dihasilkan oleh korteks adrenal dengan fungsinya
meningkatkan reabsorpsi sodium dan meningkatkan sekresi dari ginjal.
Sekresi aldosteron distimulasi yang utama oleh sistem renin-angotensin I.
angiotensin I selanjutnya akan diubah menjadi angiotensin II. Sekresi
aldosteron juga distimulasi oleh peningkatan potasium dan penurunan
konsentrasi sodium dalam cairan interstisial dan adrenocortikotropik
hormon (ACTH) yang diproduksi oleh pituitary anterior. Ketika menjadi
12
hipovolemia, maka terjadi tekanan darah arteri menurun, tekanan darah
arteri pada ginjal juga menurun, keadaan ini menyebabkan tegangan otot
arteri afferent ginjal menurun dan memicu sekresi renin. Renin
menstimulasi aldostreon yang berefek pada retensi sodium, sehingga
cairan tidak banyak keluar melaui ginjal.
c. Sistem Limpatik
Plasma protein an cairan dari jaringan tidak secara langsung direaksorpsi
kedalam pembuluh darah. Sistem limpatik berperan penting dalam kelebihan
cairan dan protein sebelum masuk dalam darah.
d. Ginjal
Ginjal mempertahankan volume dan konsentrasi cairan dengan filtrasi
CES di glomerulus, sedangkan sekresi dan reabsorpsi cairan terjadi di tubulus
ginjal.
e. Persarafan
Mekanisme persarafan juga berkontribusi dalam keseimbangan cairan dan
sodium. Ketika terjadi peningkatan volume cairan CES, mekanoreseptor
merespon pada dinding atrium kiri untuk distensi atrial dengan meningkatkan
stroke volume dan memicu respons simpatetik pada ginjal untuk pelepasan
aldosteron oleh korteks adrenal.
13
ukuran molekul,konsentrasi larutan dan suhu larutan. Semakin besar molekul
kecepatannya berkurang. Meningkatnya temperature akan meningkatkan
pergerakan molekul dan mempercepat difusi.
b. Osmosis
Gerakan air yang melewati membran semipermeabel dari area yang
berkonsentrasi rendah ke area dengan berkonsentrasi tinggi. Pergerakan cairan
dalam proses osmosis tidak terlepas adanya tekanan osmotik dan tekanan
onkotik. Proses osmotic tidak terlepas dari adanya osmolaritas cairan dan
tonisitas.
c. Filtrasi
Gerakan cairan dari area yang mepunyai tekanan hidrostatik tinggi ke
area yang bertekanan hidrostatik rendah.
d. Transport Aktif
Perpindahan partikel terlarut melalui membran sel dari konsentrasi
rendah ke daerah dengan konsentrasi tinggi dengan menggunakan energi.
Proses ini sangat penting dalam keseimbangan cairan intrasel dan ekstrasel
terutama dalam perbedaan kadar sodium dan potassium. Untuk
mempertahankan porposi ion tersebut diperlukan mekanisme pompa sodium-
potasium,dimana potassium akan masuk dalam sel dan sodium keluar sel.
14
- Trauma seperti luka bakar
- Penyakit ginjal dan kardiovaskular
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk
memenuhinya secara mndiri.
f. Tindakan medis, seperti : suction, nasogastric tube dan lain – lain.
g. Pengobatan, seperti pemberian dieretik dan latsative.
h. Pembedahan.
15
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik ( hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya yaitu tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.2
Secara anatomis, dehidrasi berarti defisit cairan ektraseluler
utamanya cairan interstitial yang pada gilirannya diikuti dengan
berkurangnya cairan intravaskuler. Oleh karena itu, dehidrasi ditandai
dengan gangguan kulit dan mukosa dengan gejala:11
16
2. Dehidrasi sedang bila kehilangan cairan di antara 5 – 10% berat
badan
3. Dehidrasi berat bila kehilangan cairan darah lebih dari 10% berat
badan
4. Syok (defisit lebih dari 12% berat badan)
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
umum Normal Cekung sadar
Mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Air mata Basah Kering Kering
Mulut dan Minum *haus ingin Sangat kering
lidah biasa,tidak minum banyak *malas minum atau
Rasa haus haus tidak bias minum
Periksa: Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
turgor kulit lambat
Hasil Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaa dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
n Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
Tabel 4. Perbedaan Gejala pada Dehidrasi1
Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit. Pembagian
dehidrasi berdasarkan tonisitas darah:2
1. Dehidrasi isotonik : Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit
darah
2. Dehidrasi hipotonik : Konsentrasi elektrolit darah turun
3. Dehidrasi hipertonik : Konsentrasi elektrolit darah naik, biasanya
disertai rasa haus
17
Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik
Rasa Haus - + +
Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun
Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas
Kulit Basah Kering Kering sekali
(selaput
lendir)
Gejala SSP Apatis Koma Iritabel, kejang –
kejang,
hiperrefleksi
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik
Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat dan keras
Tekanan Sangat rendah Rendah Rendah
darah
Tabel 5. Perbandingan gejala dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik2
b. Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat dua menifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan
yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan
cairan pada interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan
air, tetapi elastis dan hanya terdapat di antar jaringan. Keadaan hiperolume
dapat menyebabkan pitting edema, merupakan edema yang berada di
daerah perifer atau akan mencekung setelah ditekan pada daerah yang
bengkak. Hal ini disebabkan karena perpindahan cairan ke jaringan
melalui titik tekanan. Cairan dalam jaringan yang edema tidak digerakkan
ke permukaan lain dengan penekanan jari. Nonpitting edema tidak
menunjukkan tanda kelebihan cairan ekstrasel, tetapi sering karena infeksi
dan trauma yang menyebabkan engumpulan membekunya cairan ke
permukaan jaringan. Kelebihan cairan vaskular dapat meningkatkan
hidrostatik cairan dan akan menekan cairan kepermukaan interstisial,
sehingga menyebabkan edema anasarka (edema yang terdapat di seluruh
tubuh).1,2
18
Peningkatan tekanan hidrostatik yang besar dapat menekan sejumlah
cairan hingga ke membran kapiler paru-paru, sehingga menyebabkan
edema paru-paru dan dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi edema
pru-paru adalah penumpukan sputum, dispnea, batuk dan suara ronkhi.
Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal jantungyang mengakibatkan
peningkatan penekanan pada kapiler darah paru-paru dan perpindahan
cairan ke jaringan paru-paru.1.2
19
BAB III
KESIMPULAN
20
Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keseimbangan ini diatur oleh banyaknya mekanisme fisiologis yang terdapat dalam
tubuh. Dapat dikatakan kemampuan kita untuk dapat bertahan hidup sangat
tergantung pada cairan yang terdapat dalam tubuh kita. Oleh karena itu, terdapat
berbagai mekanisme yang berfungsi untuk mengatur volume dan komposisi cairan
tubuh agar tetap dalam keadaan seimbang atau disebut dalam keadaan homeostasis.1
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, dan diare, dapat menyebabkan gangguan
fisiologis yang berat. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen
intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular
dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial. Keseimbangan cairan dan
elektrolit sangat penting dalam proses hemostasis baik untuk meningkatkan
kesehatan maupun dalam proses penyembuhan penyakit.1,2
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Hassan, Rusepno, dkk. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika. 2000. Hal: 272, 378-9.
2. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010:87-110.
4. Sjamjuhidayat, R., Jong, Wim De. Masalah Dalam Ilmu Bedah dan Pertimbangan
Dasar dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: ECG. 2005. Hal: 126-9.
6. Kempe, C., dkk. Fluid & Electrolyte Therapy dalam Current Pediatric Diagnosis
& Treatment. Ed 4. California: Large Medical Publication. Hal: 943.
7. Tanna, A. H., Dasar-dasar Terapi Cairan dan Elektrolit dalam Buku Kuliah Ilmu
Anestesiologi. Makassar: SMF Anestesiologi FK UNHAS. Hal: 59, 69-7.
8. Siregar, H., dkk. Fisiologi Cairan Tubuh dalam Fisiologi Sel dan Cairan Tubuhku.
Ed 2. Ujung Pandang: Fakultas Kedokteran UNHAS. Hal: 44, 55-6.
9. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United
Stated of Amrica, Lippincot wiliams.
22
10. Tanna, A. H., Dasar-dasar Terapi Cairan dan Elektrolit dalam Buku Kuliah Ilmu
Anestesiologi. Makassar: SMF Anestesiologi FK UNHAS. Hal: 59, 69-7.
12. Anonim. Kebutuhan Harian Air dan Elektrolit, gangguan Keseimbangan Air dan
Elektrolit, dan Terapi Cairan. Dalam: Pedoman Cairan Infus edisi revisi VIII.
Jakarta: PT. Otsuka Indonesia; 2003. hal. 16-33
23