Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkatmya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teori Gagne” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Dosen pada
mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Teori Gagne bagi para pembaca terkhususnya bagi para
mahasiswa dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Dosen, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan banyak orang.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mempelajari ilmu pendididkan, sering dikemukakan pertanyaan berupa


”mengapa seseorang perlu belajar?” untuk menjawab pertanyaan ini, sepertinya kita
sependapat bahwa di dunia ini tak ada makhluk hidup yang ketika baru dilahirkan dapat
melakukan segala sesuatu dengan sendirinya, begitu juga dengan manusia. Sejak ia bayi,
bahkan ketika dewasa pun, ia pasti membutuhkan bantuan orang lain. Jika bayi manusia yang
baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari manusia dewasa lainnya, tentu ia akan binasa. Ia
tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik oleh manusia. Oleh karena itu,
manusia disebut sebagai makhluk sosial. Selain itu, manusia juga makhluk berbudaya,
sehingga belajar merupakan kebutuhan yang vital sejak manusia dilahirkan. Manusia selalu
memerlukan dan melakukan perbuatan belajar kapan saja dan dimana saja ia berada. Banyak
ilmuan yang telah menemukan teori belajar. Salah satu teori belajar tersebut adalah teori
belajar dari Robert M. Gagne, yang akan kami bahas dalam maklah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang kami buat adalah:

1. Bagaimana belajar menurut pandangan Gagne?


2. Apa saja fase-fase belajar menurut Gagne ?
3. Apa saja tipe-tipe belajar menurut Gagne ?
4. Apa saja kapabilitas belajar menurut Gagne?
5. Bagaimana implikasi dan aplikasi teori Gagne dalam pembelajaran?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori Gagne ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami belajar menurut pandangan Gagne.


2. Untuk mengetahui fase-fase belajar menurut Gagne.
3. Untuk mengetahui tipe-tipe belajar menurut Gagne.
4. Untuk mengetahui kapabilitas belajar menurut Gagne
5. Untuk mengetahui dan memahami implikasi dan aplikasi teori Gagne dalam
pembelajaran.
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori Gagne
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Belajar Menurut Pandangan Gagne

Sebagaimana tokoh-tokoh dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa


belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu seseorang meliputi
lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan
itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan
menentukan akan menjadi apa ia nantinya.

Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu
bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan
mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan
sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap
meskipun hanya sementara.

Kematangan menurut Gagne, bukanlah belajar sebab perubahan tingkah laku yang
terjadi dihasilkan dari pertumbuhan struktur dan diri manusia itu sendiri. Dengan demikian
belajar terjadi bila individu merespon terhadap stimulus yang datangnya dari luar sedangkan
kematangan datangnya memang dari dalam diri orang itu. Perubahan tingkah laku yang tetap
sebagai hasil belajar harus terjadi bila orang tersebut berinteraksi dengan lingkungannya.

Komponen- komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan


sebagai S-R. S adalah situasi yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan
garis di antaranya adalah hubungan diantara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri
seseorang yang tidak dapat kita amati yang berkaitan dengan sistem alat saraf dimana terjadi
transformasi perangsang yang diterima melalui alat indera. Stimulus ini merupakan input
yang berada di luar individu dan respon adalah outputnya yang juga berada di luar individu
sebagai hasil belajar yang dapat diamati.

Robert M. Gagne merupakan salah seorang penganut aliran psikologi tingkah laku.
Gagne memiliki pandangan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang
kegiatannya mengikuti suatu hirarki kemampuan yang dapat diobservasi atau diukur. Oleh
karena itu, teori belajar yang dikemukakan Gagne dikenal sebagai Teori Hirarki Belajar.
Teori hirarki belajar ditemukan oleh Rober M. Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang
faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya dimaksudkan untuk
menemukan teori pembelajaran yang efektif.

Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan


kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari
halhal yang lebih sulit atau lebih kompleks. Orton dalam Warsita Hirarki belajar menurut
Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau top down. Dimulai dengan menempatkan
kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam
proses pembelajaran dipuncak hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, keterampilan atau
pengetahuan prasyarat yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil
mempelajari keterampilan atau pengetahuan diatasnya. Hirarki ini juga memungkinkan
prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula.

Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus,
dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne
juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar,
fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.

2.2 Fase-Fase Belajar Menurut Gagne

Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi, Gagne
mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itu
merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar)
atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa.
Dalam gambar 2.2 menunjukkan satu Tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase diberi
nama dan dan di bawah masing-masing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan proses
internal utama, yaitu kejadian belajar yang berlangsung selama fase itu.
Gambar 2.2: Fase-Fase Belajar Menurut Gagne

Fase-fase belajar itu akan diuraikan di bawah ini :

1. Fase motivasi (Motivation phase)

Fase motivasi adalah pemberian harapan kepada peserta didik bahwa dengan
belajar mereka akan mendapat “hadiah”. Hadiah disini adalah bahwa pelajaran yang
dipelajari dapat memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan.
Pemberian motivasi memungkinkan peserta didik berusaha mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pemberian motivasi ini dapat dilakukan secara instrinsik/ekstrinsik.
Motivasi instrinsik dapat membangkitkan semangat belajar siswa. Misalnya seorang
siswa belajar karena ingin mendapatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, ia
akan melakukan aktivitas belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh tanpa harus
ditugaskan dan didorong oleh guru. Motivasi ekstrinsik dapat
mempengaruhi/membangkitkan semangat belajar yang timbul dari luar diri siswa.
Misalnya pemberian motivasi, pengajar menarik perhatian siswa dengan menceritakan
kegunaan materi ajar yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jika pengajar
mampu menarik perhatian siswa, maka hal itu merupakan pertanda bahwa dalam diri
siswa timbul motivasi atau rasa ingin tahu untuk mempelajari suatu materi pelajaran
yang disajikan oleh pengajar.

2. Fase pengenalan (Apprehending phase)

Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial suatu


kejadian instruksional jika belajar akan terjadi. Misalnya siswa memperhatikan aspek-
aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru atau tentang gagasan-gagasan
utama dalam buku. Guru dapat memfokuskan perhatian terhadap informasi yang
penting dengan berkata, misalnya: “Dengarkan kedua kata yang Ibu katakana, apakah
ada perbedaanya?” Bahan-bahan tertulis dapat juga diperlukan demikian dengan
menggarisbawahi kata atau kalimat tertentu atau memberikan garis-garis besar untuk
setiap bab. Tahap berikutnya setelah perhatian adalah keluaran dari “daftar sensori”
Kegiatan mental (perhatian) yang diadopsi oleh peserta didik, menentukan aspek
stimulus eksternal yang diterima peserta didik. Ini berarti serangkaian stimulus-
stimulus yang diterima peserta didik, merupakan tanggapan yang selektif. Supaya
terjadinya tanggapan selektif itu dimungkinkan, bentuk stimulus eksternal harus
berbeda-beda. Dengan stimulus eksternal yang berbeda-beda itu peserta didik
memperhatikan adanya unsur-unsur yang penting dan relevan sehingga sangat
membantu kegaiatan belajar selanjutnya.

3. Fase perolehan (Acquisition phase)

Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap menerima


pelajaran. Informasi yang disajikan tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi
itu diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang
telah ada dalam memori siswa. Suatu informasi dapat diubah oleh siswa menjadi
bermakna sehingga dapat dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam
ingatannya. Informasi yang tertinggal sementara dalam “ingatan jangka pendek” akan
mengalami transformasi ke dalam bentuk yang sudah siap disimpan. Proses ini
disebut pengkodean.
4. Fase retensi (Retention phase)

Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek (short
term memory) ke memori jangka panjang (long term memory). Ini dapat terjadi
melalui pengulangan kembali, praktik, elaborasi, atau lain-lainnya.

5. Fase pemanggilan (Recall phase)

Fase ini merupakan kemampuan mengungkap/memanggil keluar informasi


yang telah dimiliki dan disimpan dalam ingatan. Proses menggali ingatan dapat
dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Dalam proses ini, mungkin siswa akan
kehilangan kontak (hubungan) dengan informasi yang ada dalam “ingatan jangka
panjang” (long term memory). Kalau keadaannya sudah demikian, maka pengajar
harus memberikan stimulus eksternal atau memberikan teknik khusus untuk dapat
mengeluarkan informasi yang tersimpan dalam ingatan. Misalnya, memberikan
informasi yang relevan kemudian meminta siswa untuk mencari kaitannya.

6. Fase generalisasi (Generalization phase)

Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar
konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada
situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer ini dapat ditolong
dengan menyuruh siswa menggunakan informasi yang telah didapat ke dalam situasi
yang berbeda dengan situasi waktu informasi itu didapat. Jadi dalam fase generalisasi
ini peserta didik dapat belajar untuk memanfaatkan informasi yang telah didapat ke
dalam permasalahan yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.

7. Fase penampilan (Performance phase)

Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui
penampilan yang tampak. Misalnya setelah mempelajari operasi bentuk aljabar, para
siswa dapat menjumlahkan atau mengurangkan suku-suku sejenis dalam aljabar.

8. Fase umpan balik (Feedback phase)

Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement (penguatan) pada mereka untuk
penampilan yang berhasil.

2.3 Tipe-tipe Belajar Menurut Gagne

Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:

1. Belajar Isyarat (Signal Learning)


Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar
perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat
aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan buat berlangsungnya
tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, stimulus-
stimulus tertentu secara berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan
emosional, selainnya timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Beberapa ucapan kasar untuk mempermalukan, siswa yang gelisah pada saat
pelajaran matematika mungkin karena kondisi tidak suka matematika pada orang itu.
Belajar isyarat sukar dikontrol oleh siswa dan dapat mempunyai pengalaman yang
pantas dipertimbangkan pada tindakannya. konsekuensinya, seorang guru matematika,
seharusnya mencoba membangkitkan stimulus yang tidak dikondisikan yang akan
menimbulkan perasaan senang pada siswa dan berharap mereka akan
mengasosiasikan beberapa perasaan senang dengan isyarat netral pada pelajaran
matematika. Apabila perlakuan yang disenangi membangkitkan hal-hal positif,
stimulus yang tidak diharapkan mungkin gagal menimbulkan asosiasi keinginan
positif dengan isyarat netral, kecerobohan menimbulkan stimulus negatif, pada satu
waktu akan merusak keinginan siswa untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan.

2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)


Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor
penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat
penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat
penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui
latihan-latihan. Respon dapat diatur dan dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak
umum, dan kabur. Respon diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Sering
gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respon itu.
3. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan
dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara
beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi
berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe balajar
ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan satuan
pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan,
pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan manipulasi dari
peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri membutuhkan chaining.
Belajar membuat garis bagi suatu sudut dengan menggunakan jangka membutuhkan
penerapan keterampilan tipe stimulus respn yang telah dipelajari sebelumnya.
Diantaranya kemampuan menggunakan jangka untuk menarik busur dan membuat
garis lurus antara dua titik.
Ada dua karakteristik dari belajar stimulus respon dan belajar rangkaian dalam
pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat menyempurnakan rangkaian stimulus
respon apabila tidak menguasai salah satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan
belajar stimulus respon dan rangkaian diafasilitasi dengan cara memberikan
penguatan bagi tingkah laku yang diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat
digunakan untuk meningkatkan belajar stimulus respon, tetapi hal tersebut dapat
berakibat negatif terhadap emosi, sikap, dan motivasi belajar.

4. Asosiasi Verbal (Verbal Association)


Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan
hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon verbal yang telah dipelajari
sebelumnya. Tipe paling sederhana dari belajar rangkaian verbal adalah asosiasi
antara suatu objek dengan namanya yang melibatkan belajar rangkaian stimulus
respon dari tampilan objek dengan karakteristiknya dan stimulus respon dari
pengamatan terhadap suatu objek dan memberikan tanggapan dengan menyebutkan
namanya.
Asosiasi verbal melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi
verbal yang memerlukan penggunaan rangkaian mental intervening yang berupa kode
dalam bentuk verbal, auditory atau gambar visual. Kode ini biasanya terdapat dalam
pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-
kode mental yang unik. Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental verbal
”y ditentukan oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode
fungsi dengan menggunakan simbol ”y=f(x)” dan orang yang lain lagi mungkin
menggunakan visualisasi diagram panah dari dua himpunan.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah rangkaian,
mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik
mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau sejumlah stimulus
yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap sesuai. Kondisi
utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai
kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).
Contohnya: anak dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga
tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masing-
masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak.
Terdapat dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan diskriminasi
ganda. Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan memperlihatkan 50 angka 2
pada kertas dan menggambar angka 2. Melalui stimulus respon sederhana anak belajar
mengenal (nama ”dua” untuk konsep dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak
belajar mengenal angka 0, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka tersebut.

6. Belajar konsep (Concept Learning)


Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau
kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu
kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi.
Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek karena dalam
karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek
karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum.
Dalam belajar konsep, tipe-tipe sederhana belajar dari prasyarat harus
dilibatkan. Penambahan beberapa konsep yang spesifik harus diikutkan dengan
prasyarat rangkaian stimulus respon, asosiasi verbal yag cocok, dan diskriminasi dari
karakteristik yang berbeda . Sebagai contoh, tahap pertama belajar konsep lingkaran
mungkin belajar mengucapkan kata lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri
hubungan stimulus respon, sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa
belajar untuk mengenali beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui belajar
asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan antara
lingkaran dan objek lingkaran lain seperti dan lingkaran. Hal tersebut penting bagi
siswa untuk menyatakan lingkaran dalam variasi yang luas. Situasi representatif
sehingga mereka belajar untuk mengenal lingkaran. Ketika siswa secara spontan
mengidentifikasi lingkaran dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep
lingkaran. Kemampuan membuat generalisasi konsep kedalam situasi yang baru
merupakan Kemampuan yang membedakan belajar konsep dengan bentuk belajar
lain. Ketika siswa telah mempelajari suatu konsep, siswa tidak membutuhkan waktu
lama untuk mengidentifikasi dan memberikan respon terhadap hal baru dari suatu
konsep, sebagai akibatnya cara untuk menunjukkan bahwa suatu konsep telah
dipelajari adalah siswa dapat membuat generalisasi konsep kedalam situasi yang lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu konsep baru kepada
siswa:
a. Memberikan variasi hal-hal yang berbeda konsep untuk menfasilitasi generalisasi.
b. Memberikan contoh-contoh perbedaan dikaitkan dengan konsep untuk membantu
diskriminasi.
c. Memberikan yang bukan contoh dari konsep untuk meningkatkan pemahaman
diskriminasi dan generalisasi.
d. Menghindari pemberian konsep yang mempunyai karakteristik umum.

7. Belajar Aturan (Rule Learning)


Belajar aturan (Rule learning) adalah kemampuan untuk merespon sejumlah
situasi (stimulus) dengan beberapa tindakan (Respon). Kebanyakan belajar
matematika adalah belajar aturan. sebagai contoh, kita ketahui bahwa 5 x 6 = 6 x 5
dan bahwa 2 x 8 = 8 x 2; akan tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat
dinyatakan dengan a x b = b x a. Kebanyakan orang pertama belajar dan
menggunakan aturan bahwa perkalian komutatif adalah tanpa dapat menyatakan itu,
dan biasanya tidak menyadari bahwa mereka tahu dan menerapkan aturan tersebut.
Untuk membahas aturan ini, harus diberikan verbal(dengan kata-kata) atau rumus
seperti “ urutan dalam perkalian tidak memberikan jawaban yang berbeda” atau
“untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b x a.
Aturan terdiri dari sekumpulan konsep. Aturan mungkin mempunyai tipe
berbeda dan tingkat kesulitan yang berbeda. Beberapa aturan adalah definisi dan
mungkin dianggap sebagai konsep terdefinisi.
konsep terdefinisi n! = n (n – 1) (n -2). . . (2)(1) adalah aturan yang
menjelaskan bagaimana mengerjakan n! Aturan-aturan lain adalah rangkaian antar
kosep yang terhubung, seperti aturan bahwa keberadaan sejumlah operasi aritmetika
seharusnya dikerjakan dengan urutan x, :, +, – . Jika siswa sedang belajar aturan
mereka harus mempelajari sebelumnya rangkaian konsep yang menyusun aturan
tersebut. Kondisi-kondisi belajar aturan mulai dengan merinci perilaku yang
diinginkan pada siswa. seorang siswa telah belajar aturan apabila dapat menerapkan
aturan itu dengan tepat pada beberapa situasi yang berbeda.
Robert Gagne memberikan 5 tahap dalam mengajarkan aturan:
a. Menginformasikan pada siswa tentang bentuk perilaku yang diharapkan ketika
belajar,
b. Bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan pemanggilan kembali
konsep yang telah dipelajari sebelumnya yang menyusun konsep
c. Menggunakan pernyataan verbal (petunjuk) yang akan mengarahkan siswa
menyatakan aturan sebagai rangkaian konsep dalam urutan yang tepat.
d. Dengan bantuan pertanyaan, meminta siswa untuk “mendemonstrasikan” satu
contoh nyata dari aturan
e. (Bersifat pilihan, tetapi berguna untuk pengajaran selanjutnya) dengan
pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk membuat pernyataan verbal dari
aturan.

8. Pemecahan Masalah (Problem solving)


Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks,
karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan aturan-
aturan yang disertai proses analisis dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa
belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap ransangan
yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini
memerlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama,
tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang. Dengan
demikian poses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung apabila
proses belajar fundamental lainnya telah dimiliki dan dikuasai.
Kriteria suatu pemecahan masalah adalah siswa belum pernah sebelumnya
menyelesaikan masalah khusus tersebut,walaupun mungkin telah dipecahkan
sebelumnya oleh banyak orang. sebagai contoh pemecahan masalah, siswa yang
belum pernah sebelumnya belajar rumus kuadrat, menurunkan rumusnya untuk
menentukan penyelesaian umum persamaan ax2 + bx + c = 0. Siswa akan memilih
keterampilan melengkapkan kuadrat tiga suku dan menerapkan keterampilan dalam
cara yang tepat untuk menurunkan rumus kuadrat, dengan melaksanakan petunjuk
dari guru.
Pemecahan masalah biasanya melibatkan lima tahap :
a. Menyatakan masalah dalam bentuk umum,
b. Menyatakan kembali masalah dalam suatu defenisi operasional,
c. Merumuskan hipotesis alternatif dan prosedur yang mungkin tepat untuk
memecahkan masalah,
d. Menguji hipotesis dan melaksanakan prosedur untuk memperoleh solusi dan
e. Menentukan solusi yang tepat.

2.4 Kapabilitas Belajar Menurut Gagne

Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif,
satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima
kategori kapabilitas sebagai berikut :

1. Informasi verbal
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk
mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi
verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat
diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh, siswa dapat
menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku
kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya.

2. Keterampilan Intelektual
Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah. Kemampuan-
kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas keterampilan intelektual
menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu, belajar isyarat, belajar
stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar
memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar pembentukan aturan, dan
belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut kesukarannya dari yang
paling sederhana (belajar isyarat) sampai kepada yang paling kompleks belajar
pemecahan masalah.
3. Strategi Kognitif
Kapalilitas Strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan
serta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis dan
sintesis. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan
perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir anak terarah. Contoh tingkah laku akibat
kapabilitas strategi kognitif, adalah menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah
matematika.

4. Sikap Kapabilitas
Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus
atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang diberikan oleh seseorang
terhadap suatu objek mungkin positif mungkin pula negatif, hal ini tergantung kepada
penilaian terhadap objek yang dimaksud, apakah sebagai objek yang penting atau
tidak. Contoh, seseorang memasuki toko buku yang didalamnya tersedia berbagai
macam jenis buku, bila orang tersebut memiliki sikap positif terhadap matematika,
tentunya sikap terhadap matematika yang dimiliki mempengaruhi orang tersebut
dalam memilih buku matematika atau buku yang lain selain buku matematika.

5. Keterampilan Motorik
Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, kita
dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otototot,
serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam
mendemonstrasikan alat-alat peraga matematika merupakan salah satu contoh tingkah
laku kapabilitas ini. Contoh lain yang lebih sederhana misalnya kemampuan
menggunakan penggaris, jangka, sampai kemampuan menggunakan alat-alat tadi
untuk membagi sama panjang suatu garis lurus.

2.5 Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran

Ada beberapa pendekatan dan langkah-langkah agar bisa menerapkan teori Gagne
dalam proses pembelajaran. Berikut merupakan konsep Sembilan Kondisi Intruksional Gagne
yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menerapkan teroi Gagne dalam pembelajaran:

1. Mengarahkan Perhatian,
Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada
siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting.
Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar materi yang akan
disajikan.
2. Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran
Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan
tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran
yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk
bisa mencapai tujuan pembelajaran.
3. Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari
Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan
dengan cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan.
4. Menyajikan stimulus
Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi
pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk
mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung.
5. Memberikan bimbingan kepada siswa,
Pada konsep ini guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya.
Sehingga siswa dapat terarah dalam pembelajarannya.
6. Memancing Kinerja
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk
menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
7. Memberikan balikan
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid
apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
8. Menilai hasil belajar
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk
mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan
beberapa soal.
9. Mengusahakan transfer
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk
menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya
dalam situasi-situasi lain.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Menurut Gagne

A. Kelebihan Teori Belajar Menurut Gagne yaitu :


1. Mendorong guru untuk merencanakan pembelajara
Teori Gagne mendorong guru untuk merencanakan pembelajaran yang akan
dilakukan. Sehingga pembelajaran menjadi lebih terarah dan terstruktur. Selain itu
agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi sebaik mungkin. Dimana inti
dari kegiatan pembelajaran adalah menyajikan ciri-ciri stimulis,memberikan
pedoman belajar,memunculkan kinerja,dan memberikan tanggapan dan umpan
balik.
2. Memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan kebiasaan
Teori Gagne sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan
prakrik dan kebiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan
spontanitas kelenturan reflek, dan daya tahan. menurut gagne rancangan
pembelajaran untuk keterampilan yang kompleks menyajikan peristiwa
pembelajaran untuk urutan keterampilan yang ada dalam prosedur dan hirarki
belajar.
3. Cocok untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa
Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi
pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik
untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung. Hal ini dapat dilakukan
langsung bagi siswa pendidikan dasar.
4. Dapat dikendalikan
Dapat dikendalikan melalui cara mengganti mengganti stimulus alami dengan
stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan,
sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang
berasal dari luar dirinya. Mulai dari identifikasi kapabilitas yang akan dipelajari,
analisis tugas atas tujuan, pemilihan peristiwa pembelajaran yang cocok, semua
dapat disusun. Sehingga pembelajaran yang diinginkan dapat dikendalikan guru
agar mendapatkan hasil yang maksimal. Pada teori ini, analisis tugas merupakan
kunci bagi pengajaran yang efektif. Untuk mengajarkan tugas apapun, paling tidak
guru harus memastikan bahwa semua komponen yang diperlukan telah dipelajari,
yaitu bisa jadi mensyaratkan pengajaran-pengajaran setiap komponen
pembelajaran.

B. Kekurangan teori belajar menurut Gagne yaitu :


1. Pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered learning), dimana guru
bersifat otoriter.
2. Komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid.
3. Hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
4. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu
bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan
mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan,
perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut
bersifat menetap meskipun hanya sementara. Komponen- komponen dalam proses
belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai S-R. S adalah situasi yang
memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu. Gagne memiliki pandangan
bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatannya mengikuti suatu
hirarki kemampuan yang dapat diobservasi atau diukur. Menurut Gagne, ada tiga
elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang
melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi.
2. Menurut Gagne, belajar melalui delapan fase yaitu: Fase motivasi (Motivation phase),
Fase pengenalan (Apprehending phase), Fase perolehan (Acquisition phase), Fase
retensi (Retention phase), Fase pemanggilan (Recall phase), Fase generalisasi
(Generalization phase), Fase penampilan (Performance phase), Fase umpan balik
(Feedback phase)
3. Menurut Robert M. Gagne, ada delapan tipe belajar, yaitu: belajar isyarat (signal
learning), belajar stimulus – respons ( stimulus respons learning), belajar rangkaian
(chaining), asosiasi verbal (verbal assosiation), belajar diskriminasi (discrimination
learning), belajar konsep (concept learning), belajar aturan (rule learning), dan belajar
pemecahan masalah ( problem solving learning).
4. Menurut Gagne, ada lima jenis kapabilitas belajar/hasil belajar. Kelima kategori hasil
belajar tersebut adalah Informasi verbal (Verbal information), Strategi Kognitif
(cognitive strategies), sikap kapabilitas, Keterampilan Motorik (motor skill).
5. Implikasi atau penerapan teori Gagne dapat diterapkan diberbagai bidang
pembelajaran, namun untuk menerapkan teori Gagne harus memenuhi Sembilan
Kondisi Intruksional Gagne yang telah dibahas sebelumnya. Jika ada satu diantara
Sembilan Kondisi Instruksional Gagne yang tidak diterapkan maka teori Gagne gagal
dalam penerapannya.
6. Teori belajar menurut Gagne memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan teori
Gagne yaitu mendorong guru untuk merencanakan pembelajaran, memperoleh
kemampuan yang membutuhkan praktek dan kebiasaan, cocok untuk melatih
anakanak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, serta dapat
dikendalikan. Sedangkan kekurangan teori belajar menurut Gagne adalah
pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered learning), komunikasi
berlangsung satu arah, hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur, serta
murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

3.2 SARAN

Dari materi yang telah dibahas secara rinci tersebut, kiranya diharapkan agar pemerintah,
masyarakat serta lainnya yang berhubungan dengan dunia pendidikan lebih mengerti dan
memahami bagaimana terciptanya pendidikan yang baik, yaitu salah satunya dengan
menerapkan teori belajar Gagne agar peserta didik dapat menambah pemahaman mengenai
materi-materi yang diajarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai