Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN UROLITHIASIS


DI RUANG TERATAI RSUD. SIDOARJO
RABU 19 MEI 2021

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:

YUSTINA METE

2007.14901.318

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
UROLITHIASIS

A. Definisi Urolitiasis
Urolitiasis merupakan istilah adanya batu di saluran kemih. Batu
terbentuk karena adanya supersaturasi zat-zat yang terdapat dalam urin,
seperti kalsium, oxalat, fosfat, asam urat, dan lain-lain karena suatu keadaan
tertentu. Batu dapat ditemukan di setiap tempat saluran kemih, mulai dari
ginjal hingga kandung kemih (Basuki ,2014).
Urolitiasis adalah pembentukan batu di dalam saluran kemih. Kristal-
kristal urin membentuk nidus, yang kemudian berkembang menjadi kalkulus
(batu). Kalkulus (batu) ini bisa asimtomatik atau obstruktif, atau bisa juga
menjadi sumber infeksi sekunder (Effendi,Markum,2015)
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius.
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu
seperti kalsium, oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga
dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat
yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang
mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan
pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi),(Hall,2014).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih dapat dijelaskan melalui
beberapa teori Menurut ( Nahdi Tf,2013)
1. Teori Nukleasi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urin (stasis urin), yaitu pada sistem kalikes ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan seperti pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), obstruksi
infravesika kronis seperti hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-
buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun
oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urin.
Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap
terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian
akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun cukup besar, agregat kristal
masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk
itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk
retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat
itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. Meskipun proses pembentukan batu hampir sama, tetapi
suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan jenis batu itu tidak
sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan jenis
batu itu tidak sama (misal: batu asam urat mudah terbentuk dalam
suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk
karena urin bersifat basa)
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid
di dalam urin, konsentrasi solut dalam urin, laju aliran urin di dalam kemih,
atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu.
2. Teori Inhibitor Crystal (Penghambat Kristalisasi)
Diduga terjadinya batu saluran kemih akibat tidak ada atau
berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) pembentukan batu seperti:
magnesium, sitrat, peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat (mencegah
pengikatan kalsium dengan oksalat/fosfat yang 80% ditemukan sebagai
komposisi batu), dan beberapa protein atau senyawa organik lain yang
mampu menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal,
maupun menghambat retensi kristal (asam mukopolisakarida,
glikosaminoglikan, protein Tamm horsfall atau uromukoid, nefrokalsin,
dan osteopontin).
Selain kedua teori tersebut ada faktor internal dan eksternal
berpengaruh pada terbentuknya batu saluran kemih, yaitu sebagai
berikut:1
1. Faktor Internal:
a. Stasis urin
b. Infeksi; Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat menyebabkan nekrosis
jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran
Kemih 9BSK). Infeksi bakteri akan memecah ureum dan
membentuk amonium yang akan mengubah pH urin menjadi
alkali.
c. Hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin > 250-300 mg/24 jam)
yang dapat disebabkan oleh:
 Hiperparathyroid atau status keganasan (peningkatan
resorpsi kalsium tulang), ranumatous (dimana terjadi
peningkatan vit D yang diproduksi oleh granuloma), intake
vitamin D yang berlebih.
 Gangguan kemampuan reabsorbsi melalui tubulus ginjal
dan absorbsi kalsium melalui usus.
 Penggunaan obat-obatan. Penggunaan obat anti hipertensi
triainterene, penggunaan jangka panjang antasid, carbonat
anhidrase inhibitor akan meningkatkan insiden batu saluran
kemih pada seorang individu.
d. Hiperoksaluri (ekskresi oksalat urin > 45gr/hari), keadaan ini
banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada
usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (seperti: teh, kopi
instan, soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran
berwarna hijau terutama bayam).
e. Hiperurikosuria (kadar asam urat dalam urin > 850 mg/hari), asam
urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu pada
terbentuknya batu asam urat. Sumber asam urat di dalam urin
berasal dari makanan yang banyak mengandung purin maupun
berasal dari metabolisme endogen.
2. Faktor Eksternal
a. Umur (penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun)
b. Jenis kelamin (jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding
pasien pemrempuan)
c. Keadaan sosial ekonomi (penyakit batu saluran kemih lebih sering
diderita oleh masyarakat industrialis dibanding nonindustialis)
d. Diet
Meningkatnya kualitas makanan suatu masyarakat (peningkatan
konsumsi asam lemak, proteinhewani, gula, garam, dan minuman
instan 9teh, kopi, bersoda), serta penurunan makanan berserat,
protein nabati, dan karbohidrat) akan meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
e. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dengan aktifitas fisik minimal (banyak duduk)
dan paparan suhu yang tinggi akan meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
f. Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan
mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang
minum akan menyebabakan kadar semua substansi dalam urin
meningkat.
g. Iklim
Individu yang menetap di daerah yang beriklim panas dengan
paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi
serta peningkatan produksi vitamin D (memicu peningkatan ekskresi
kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan
meningkat.
h. Riwayat Keluarga
Riwayat batu saluran kemih pada keluarga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya batu saluran kemih pada seseorang.

C. Manifestasi Klinik
Menurut (Coe et al,2013 )Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus
urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadinya obstruksi menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam,
dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus-menerus. Beberapa
batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak
unit fungsional (nefron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang
luar biasa dan ketidaknyamanan.
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,
besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai
tanda umum, yaitu hematuria baik hematuria nyata maupun mikroskopik.
Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan
endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain. Secara
umum terdapat nyeri (renal colic). Batu distal bisa menyebabkan nyeri alih
pada labia, meatus penis, atat testis. Hamaturia terjadi pada 95% pasien.
Gejala-gejala nonspesifik seperti nausea, muntah, takikardi, diaforesis.
Demam derajat rendah tanpa infeksi, namun bila terjadi infeksi bisa
mengalami demam tinggi.
1. Batu Pelvis Ginjal
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan
terus-menerus di area kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat
dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior
dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada
pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri
tekan di seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka
pasien sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan
ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini
akibat dari refleks retrointestinal dan proksimitas anatomik ginjal ke
lambung, pankreas dan usus besar.
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga
hanya menempati bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti
bentuk susunan pelviokaliks sehingga bercabang menyerupai tanduk
rusa. Kadang batu hanya terdapat di suatu kaliks. Batu pelvis ginjal dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya
gejala batu saluran kemih merupakan akibat dari obstruksi aliran kemih
dan infeksi.
Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau
nyeri yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Pada
pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai
mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidrnefrosis.
Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta
padasisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu
ginjal yang terleta di pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis,
sedangka batu kaliks pada umumnya tidak memberikan kelainan fisik.
2. Batu Ureter
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa, akut, dan kolik menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering
merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelompok gejala ini
disebut kolik ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarkan batu dengan
diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih
dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat
diangkat atau dikeluarkan secara spontan.
Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang
memungkinkan batu ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi gejala
kolik yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau
tanpa muntahdengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat
yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai batu
bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan
kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bias sampai ke
kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih
yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan
menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh
serangan kolik. Bila keadaan obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari
kelainan yang terjadi dapat berupa hidronefrosis dengan atau tanpa
pielonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi umum.
3. Batu Kandung Kemih
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala
iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria.
Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi
retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi
ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien.3
Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher
kandung kemih, aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan
terhenti dan menetes disertai dengan nyeri. Pada anak, nyeri
menyebabkan anak yang bersangkutan menarik penisnya sehingga tidak
jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila pada saat sakit tersebut
penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena
letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder,
selain nyeri sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik. 2
4. Batu Prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara
retrograde terdorong ke dalam saluran prostat dan mengendap, yang
akhirnya menjadi batu yang kecil. Pada umumnya batu ini tidak
memberikan gejala sama sekali Karena tiak menyebabkan gangguan
pasase kemih.
5. Batu Uretra
Batu uretra umunya merupakan batu yang berasal dari ureter atau
kandung kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra,
tetapi menyangkul di tempat yang agak lebar. Tempat uretra yang agak
lebar ini adalah pars prostatika, bagian permulaan pars bulbosa, dan di
fosa navikular. Bukan tidak mungkin dapat ditemukan di tempat lain.
Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi
menetes dan nyeri. Penyulitnya dapat berupa terjadinya divertikulum,
abses, fistel proksimal, dan uremia karena obstruksi urin.

D. Patofisiologi
Zat pembentuk konkremen dapat mengendap di urin jika ambang
kelarutannya terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang metastabil,
pembentukan kristal mungkin tidak terjadi sama sekali atau hanya berjalan
dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat jenuh.
Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena kristal yang telah
terbentuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan memudahkan
pengendapan bagi zat metastabil telarut lainnya.

Penyebab Pembentukan Batu


Peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu dapat merupakan akibat
dari faktor-faktor prerenal, renal, dan pascarenal. Penyebab prarenal
mengakibatkan meningkatnya filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu dengan
peningkatan konsentrasi di dalam plasma. Hiperkalsemia dapat disebabkan
oleh kelainan metabolic pada pemecahan asam amino atau melalui
peningkatan absorpsi di usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang
berlebih, sintesis baru yang meningkat, atau meningkatnya pemecahan
purin. Batu xantin dapat terjadi jika pembentukan purin sangat tinggi dan
perubahan xantin menjadi asam urat dihambat. Namun xantin lebih jarang
ditemukan. Gangguan reabsorpsi ginjal merupakan penyebab sering dari
peningkatan ekskresi ginjal pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab
tetap pada sistinuria.
Akibat urolitiasis adalah penyumbatan pada saluran kemih bagian
bawah. Selain itu, peregangan pada otot ureter menyebabkan kontraksi yang
sangat nyeri (kolik ginjal). Aliran yang tersumbat menyebabkan dilatasi ureter
dan hidronefrosis dengan penghentian ekskresi.

PATHWAY
Intake Cairan
Hiperkalemia Hiperkalsemia pH urine Statis urin Immobilitas Infeksi Kurang
menurun

Informasi tidak adekuat


Batu terbentuk di Saluran Kemih (urolitiasis) tentang penyakit dan factor
risiko
Ginjal, Ureter, Bladder, Uretra

Obstruksi saluran kemih (total/partial)

Obstruksi aliran urin KURANG PENGETAHUAN

Hiperperistaltik dan
spasme otot saluran Aliran balik ke ginjal
kemih untuk
mendorong batu
Iritasi saraf abdominal dan
Distensi ureter , kaliks & pelvis ginjal pelvik umum dari ginjal
(hidronefrosisi)
NYERI

Tekanan pelvis renalis 


PERUBAHAN
Tekanan papilla  Mual Muntah
ELIMINASI URIN

Kompresi pada susunan pembuluh darah ginjal

RISIKO KEKURANGAN
Insufisiensi arteri dan statis vena VOLUME CAIRAN
Gangguan fungsi tubulus untuk memekatkan urin

GFR 

Oliguria / anuria

E. Komplikasi
Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan
iritasi yang berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan
tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid. Sebagai
akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter dapat terjadi hidronefrosis
dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan
kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan
timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga terjadi
akibat batu kandung kemih, lenih-lebih bila batu tersebut membesar
sehinggga juga mengganggu aliran kemih dari kedua orifisium ureter.
Khusus pada batu uretra, dapat terjadi divertikulum uretra Bila obstruksi
berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula
yang terletak proksimal dari batu ureter.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Urinalisa
Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum
menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat),
serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat
amonium, atau batu kalsium fosfat).
2. Urin (24 jam)
Kreatinin , asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat.
3. Kultur urin
Mungkin menunjukkan ISK (Stapilococcus aureus, Proteus, klebsiella,
Pseudomonas).
4. Survei biokimia
Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein,
elektrolit.
5. BUN/Kreatinin serum dan urin
Abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada urin) sekunder terhadap
tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum
Peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan
terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7. Hitung darah lengkap
SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi/septikemia
8. SDM
Biasanya normal
9. Hb/Ht
Abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong
presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/ gagal ginjal).
10. Hormon Paratiroid
Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin)
11. Foto rontgen KUB
Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
12. IVP
Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
13. Sistoureterokopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu
dan/ atau efek obstruksi.
14. CT Scan
Mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal, ureter,
dan distensi kandung kemih
15. Ultrasound ginjal
Untuk menentukanperubahan obstruksi, lokasi batu.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan
hanya mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi
penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit disertai dengan terapi
pencegahan. Hal ini karena batu sendiri hanya merupakan gejala penyakit
batu sehingga pengeluaran batu dengan cara apapun bukanlah merupakan
terapi yang sempurna. Selanjutnya, perlu juga diketahui bahwa pengeluaran
batu baru diperlukan bila batu menyebabkan gangguan pada saluran kemih.
Bila batu ternyata tidak memberi gangguan fungsi ginjal, batu tersebut tidak
perlu diangkat, apalagi mislanya pada batu ureter diharapkan batu dapat
keluar sendiri.

1. Terapi Medis Dan Simtomatik


Terapi medis batu saluran kemih berusaha mengeluarkan batu atau
melarutkan batu. Pengobatan simtomatik mengusahakan agar nyeri,
khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan simpatolitik.
Analgesik yang dapat diberikan adalah kombinasi NSAIDs
(indomethacin suppository 100 mg) dan acetaminophen-codeine oral. Jika
analgesik di atas tidak berhasil, diberikan narkotik parenteral untuk
mengontrol nyeri (morphine 5-10 mg IV or IM q4h). Antiemetik jika
diperlukan atau profilaksis dengan narkotik parenteral. Jika pasien
mengalami sepsis diberikan antibiotik dan setelah kultur urin dan darah
diambil.
Selain itu, terutama untuk batu ureter yang dapat diharapkan keluar
dengan sendirinya. Dapat diberikan minum berlebihan disertai diuretik.
Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat
mendorong dan mengeluarkan batu. Batu ureter ini ialah batu yang tidak
mengganggu saluran kemih, termasuk ginjal dan ukurannya kurang dari
setengah sentimeter.
2. Pelarutan
Jenis batu yang memang dapat dilarutkan adalah dari jenis batu
asam urat. Batu ini hanya terjadi pada keadaan pH air kemih yang asam
(pH 6,2) sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan
makanan alkalis, batu asam urat dapat diharapkan larut. Lebih baik bila
dibantu dengan usaha menurunkan kadar asam urat air kemih dan darah
dengan bantuan alopurinol.
Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah
pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan pengasaman kemih
dan pemberian antiurease. Bila terdapat kuman harus dibasmi. Akan
tetapi, infeksi pada urolitiasis sukar dibasmi karena kuman berada di
dalam abtu yang tidak pernah dapat dicapai oleh antibiotik.
Solutin G merupakan obat yang dapat diberikan langsung ke batu di
kandung kemih, tetapi biasanya pelaksanaannya sukar. Selain solutin G,
juga dipakai obat hemiasidrin untuk batu di ginjal dengan cara irigasi,
tetapi hasilnya kurang memuaskan, kecuali untuk batu-sisa pascabedah
yang dapat diberikan melalui nefrostomi yang terpasang. Kemungkinan
penyulit dengan pengobatan seperti ini adalah intoksikasi atau infeksi
yang lebih berat.
3. Litotripsi
Pemecahan batu atau litotripsi telah mulai dilakukan sejak lama
dengan cara buta, tetapi dengan kemajuan teknik endoskopi dapat
dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk batu kandung kemih, batu
dipecahkan memakai litotriptor secara mekanis melalui sitoskop atau
dengan memakai gelombang elektrohidrolik atau ultrasonik. Untuk batu
ureter, digunakan ureteroskop dan batu dapat dihancurkan memakai
gelombang ultrasonik, ultrahidrolik, atau siar laser. Untuk batu ginjal,
litotripsi dilakukan dengan batuan nefroskopi perkutan untuk membawa
transduser melalui sonde ke batu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolototripsi perkutan.
Makin sering dipakai gelombang kejut luar-tubuh (ESWL =
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu
tanpa perlukaan di tubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan ke tubuh
dan dipusatkan ke batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur
berkeping-keping dan keluar bersama kemih.
Litropsi gelombang kejut luar-tubuh dilakukan tanpa tindak bedah
apapun. Kadang diperlukan tindakan tambahan berupa pemasangan
kateter atau dalam keadaan yang sangat istimewa dibutuhkan bantuan
nefrostomi perkutan.
Pada hakikatnya, litotripsi gelombang kejut dapat dilakukan pada
setiap batu, tetapi sebaiknya tindakan dilakukan dalam tahapan untuk
mengeluarkan semua batu. Akan tetapi, bila terdapat kelainan saluran
kemih, misalnya stenosis yang akan menghalangi keluarnya batu yang
telah dipecahkan, tindakan dengan ESWL tidak akan bermanfaat.
Batu dapat dipastikan letaknya dengan batuan sinar Rontgen atau
ultrasonografi yang terdapat pada setiap jenis alat ESWL. Betapapun
disebutkan bahwa dengan ESWL batu dapat dipecahkan menjadi bagian
yang lebih kecil dari 2 mm, belum tentu pascatindakan semua batu akan
pecah hingga ukuran yang dikehendaki. Selain itu, batu yang telah
dipecahkan membutuhkan waktu untuk keluar semua. Walaupun
dinyatakan bahwa gelombang kejut yang dipergunakan tidak akan
merusak jaringan ginjal secara permanen, karusakan yang ada perlu
diawasi baik dari segi kemungkinan terjadinya infeksi atau kerusakan
yang dapat mengakibatkan gejala sisa.
4. Pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat
gelombang kejut, atau bila cara nonbedah tidak berhasil. Walaupun
demikian sudah barang tentu untuk menentukan tindakan bedah bila
terdapat hidrokaliks. Batu sering harus dikeluarkan melalui nefrolitotomi
yang tidak gampang karena batu biasanya tersembunyi di dalam kaliks.
Batu pelvis juga perlu dibedah bila menyebabkan hidronefrosis,
infeksi, atau menyebabkan nyeri yang hebat. Padad umunya, batu pelvis
terlebih lagi yang berbentuk tanduk rusa amat mungkin menyebabkan
kerusakan ginjal. Operasi batu pielum yang sederhana disebut
pielolitotomi sedang untuk bentuk tanduk rusak dengan pielototomi yang
diperluas.
Bila batu ureter ukuran 0,4 cm terdapat pada bagian sepertiga
proksimal ureter, 80% batu akan keluar secara spontan, sedangkan bila
terdapat pada bagian sepertiga distal, kemungkinan keluar spontan 90%.
Patokan ini hanya dipakai bila batu tidak menyebabkan gangguan dan
komplikasi. Tidak jarang batu dengan ukuran 0,4 cm dapat juga
menyebabkan gangguan yang dapat mengnacam fungsi ginjal atau
sebaliknya, batu dengan ukuran lebih dari 1 cm tidak menyebabkan
gangguan sama sekali dan bahkan keluar secara spontan. Oleh karena
itu, uterolitotomi selalu didasarkan atas gangguan fungsi ginjal, nyeri yang
sangat tidak tertahankan penderita, dan penanganan medis tidak
berhasil.
Batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang
hebat sehingga perlu dilakukan tindakan pengeluarannya. Litotripor hanya
dapat memecahkan baatu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Batu di
atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi
melalui sayatan Pfannenstiel.
Tidak jarang batu uretra yang ukurannya < 1 cm dapat keluar sendiri
atau dengan bantuan pemasangan kateter uretra selama 3 hari; batu
akan terbawa keluar dengan aliran air kemih yang pertama. Batu uretra
harus dikeluarkan melalui tindakan uretratomi eksterna. Komplikasi yang
dapat terjadi sebagai akibat operasi ini adalah striktur uretra. Batu prostat
pada umumnya tidak membutuhkan tindakan bedah. 2

H. Pencegahan
Untuk mencegah pembentukan kristal fosfat amonium magnesium,
semua batu yang ada dalam saluran kemih harus dihilangkan karena
kuman B. proteus bukan saja berada dalam kemih, tetapi terdapat juga di
dalam yang tidak pernah dapat dicapai antibiotik. Oleh karena itu, untuk
batu struvit mutlak harus dicegah adanya batu residu agar infeksi dapat
dibasmi sempurna. Selain itu, rekonstruksi anatomi saluran kemih amat
penting karena infeksi rekurens antara lain disebabkan aliran air kemih
yang tidak sempurna.
Kristalisasi asam urat dangat tergantung pada pH kemih. Bila pH
kemih selalu di atas 6,2, tidak akan terbentuk kristal asam urat.
Pencegahan pengeluaran asam urat ke saluran kemih dapat dilakukan
diet dan pada penyakit dengan asam urat yang tinggi dalam serum, dapat
diberikan alopurinol.
KONSEP KEPERAWATAN UROLITHIASIS

A. Pengkajian
Batu ginjal (kalkulus) adalah bentuk deposit mineral, paling umum
oklasat Ca2+ dan fosfat Ca2+; namun asam urat dan kristal lain juga
pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari
saluran perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik
ginjal. Btu ginjal dapat tetap asimptomatik sampai keluar ke dalam ureter
dan/atau aliran urin terhambat, bila potensial untuk kerusakan ginjal adalah
akut.
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
- Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi.
- Keterbatasan aktivitas/ mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cidera medula spinalis)
2. Sirkulasi
Tanda:
- Peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal).
- Kulit hangat dan kemerahan; pucat
3. Eliminasi
Gejala:
- Riwayat adanya ISK kronis; obstruksi sebelumnya (kalkulus)
- Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh
- Rasa terbakar, dorongan berkemih
- Diare
Tanda:
- Oliguria, hematuria, piuria
- Perubahan pola berkemih.
4. Makanan/cairan
Gejala:
- Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen.
- Diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan /atau fosfat
- Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak minum air dengan cukup
Tanda:
- Distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus
- Muntah
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala:
- Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi
batu, contoh pada panggul di regio sudut kostovertebral; dapat
menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia.
Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau
kalkulus ginjal.
- Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan
posisi atau tindakan lain.
Tanda:
- Melindungi; perilaku distraksi
- Nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.
6. Keamanan
Gejala:
- Penggunaan alkohol
- Demam, menggigil
7. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala:
- Riwayat kalkulus dalamkeluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK
Kronis.
- Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme.
- Penggunaan antibiotik, antihipertensi, antrium bikarbonat, alupurinol,
fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau dorongan
kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema daniskemia
selular.
2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kamih
oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik dan hematuria
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual atau muntah
dan diuresis pascaobstruktif.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau mengingat, salah
interpetasi informasi, dan tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau dorongan
kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema dan iskemia
selular.
a. Tujuan: klien akan melaporkan nyeri hilang dengan spasme
terkontrol dan tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan
tepat
b. Intervensi

Mandiri
a. Catat lokasi, lamanya intensitas 9skala 0-10) dan penyebaran.
Perhatikan tanda non-verbal, contoh peninggian TD dan nadi,
gelisah, merintih, menggelepar.
Rasional: Membatu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan
gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung,
lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus,
dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan
hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat.
b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf
terhadap perubahan kejadian/ karakteristik nyeri.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesi
sesuai waktu (membantu dalam meningkatkan kemampuan
komping pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan
mewaspadakan staf akan kemungkinan lewatnya batu/ terjadi
komplikasi. Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya menunjukkan
lewatnya batu.
c. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan
istirahat.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan
meningkatkan koping.
d. Bantu atau dorong penggunaan napas berfokus, bimbingan
imajinasi dan aktivitas terapeutik.
Rasional: Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam
relaksasi otot.
e. Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan
tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/hari dalam toleransi
jantung. Rasional: hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu,
mencegah stasis urin, dan membantu mencegah pembentukan batu
selanjutnya.
f. Perhatikan keluhan peningkatan/ menetapnya nyeri abdomen.
Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi
dan ekstravasasi urine ke dalam area perirenal. Ini membutuhkan
kedaruratan bedah akut.

Kolaborasi
g. Berikat obat sesuai indikasi:
Narkotik, contoh meperidin (Demerol), morfin
Rasional: Biasanya diberikan selama episode akut untk menurunkan
kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot/mental. Antispasmodik,
contoh flavoksat (uripas); Oksibutin (Ditropan)
Rasional: Menurunkan refleks spasme dapat menurunkan kolik dan
nyeri, Kortikosteroid
Rasional: Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan
untuk membantu gerakan batu
h. Berikan kompres hangat pada punggung.
Rasional: Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan
refleks spasme.
i. Pertahankan patensi kateter bila digunakan
Rasional: Mencegah stasis/retensi urin, menurunkan risiko
peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.
2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kamih
oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik dan hematuria
a. Tujuan: klien akan: berkemih dengan jumlah normal dan pola
biasanya, serta tak mengalami tanda obstruksi.
b. Intervensi
Mandiri
a. Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.
Rasional: kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang
menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya
frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan
uretrovesikal.
b. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris
dan dapat membantu lewatnya batu.
c. Periksa semua urin. Catat adanya keluaran batu dan kirim ke
laboratorium untuk analisa.
Rasional: Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan
mempengaruhi pilihan terapi.
d. Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi
suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urin, adanya edema
oeriorbital/ tergantung
Rasional: Retensi urin dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan
(kandung kemih/ ginjal) dan potensial risiko infeksi, gagal ginjal.
e. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat
kesadaran. Rasional: Akumulasi sisa uremik dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolot, BUN, kreatinin.
Rasional: Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan
disfungsi ginjal.
f. Ambil urin untuk kultur dan sensitivitas.
Rasional: Menentukan adanya ISK, yang penyebab/ gejala
komplikasi
g. Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
a. Asetazolamid (Diamox), alupurinol (Ziloprin)
Rasional: Meningkatkan pH urin (alkalinitas) untuk menurunkan
pembentukan batu asam.
b. Agen antigout, contoh alupurinol (Ziloprim)
Rasional: Menurunkan produksi asam urat/potensial
pembentukan batu.
c. Antibiotik
Rasional: adanya ISK/ alkalin urin potensial pembentukan batu
d. Natrium bikarbonat;
Rasional: Mengganti kehilangan yang tak dapat teratasi selama
pembuangan bikarbonat dan/atau alkalinitas urin dapat
menurunkan/ mencegah pembentukan bebrapa kalkuli.
e. Asam askorbat;
Rasional: mengasamkan urin untuk mencegah berulangnya
pembentukan batu alkalin
f. Pertahankan patensi kateter tak menetap (ureteral, uretral, atau
nefrostomi) bila menggunakan.
Rasional: Mungkin diperlukan untuk membantu aliran
urin/mencegah pembentukan batu selanjutnya.
g. Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi
Rasional: mengubah pH urin dapat membantu pelarutan batu dan
mencegah pembentukan batu selanjutnya.
h. Siapkan pasien, bantu untuk prosedur endoskopi, contoh:
Prosedur basket
Rasional: kalkulus pada ureter distal dan tengah mungkin
digerakkan oleh sistokop endoskopi dengan penangkapan batu
dalam kantung kateter.
i. Stents ureteral
Rasional: kateter diposisikan di atas batu untuk meningkatka
dilatasi uretra/ lewatnya batu. Irigasi kontinu atau intermitten dapat
dilakukan untuk membilas ureter dan mempertahankan pH urin.
j. Pielolitotomi terbuka atau perkutaneus, nefroliototomi,
ureterolitotomi.
Rasional: Pembedahan mungkin perlu untuk membuang batu yang
terlalu besar untuk melewati ureter.
k. Litotripsin ultrasonik perkutaneus.
Rasional: Tindakan gelombang syok invasif untuk batu pelvik/
kaliks ginjal atau ureter atas.
l. Litotripsi gelombang syok ekstrakorporeal (extracorporeal
shockwafe lithotripsin (ESWL).
Rasional: Prosedur non-invasif dimana batu ginjal dihancurkan
dengan syok gelombang dari luar tubuh.

3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual atau muntah


dan diuresis pascaobstruktif.
a. Tujuan: Klien dapat: mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
dibuktikan oleh tanda vital stabil dan berat badan dalam rentang
norlmal, nadi perifer normal, membran mukosa lembab, turgor kulit
baik.
b. Intervensi:
Mandiri
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional: Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi
membanntu dalam evaluasi adanya/ derajat stasis/ kerusakan ginjal.
Catatan: Kerusakan fungsi ginjal dan penurunan haluaran urin dapat
mengakibatkan volume sirkulasi lebih tinggi dengan tanda/ gejala
GGK.
b. Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan frekuensi
muntah dan diare, juga kejadian yang menyertai atau mencetuskan.
Rasional: Mual/ muntah dan diare secara umum berhubungan dengan
kolik ginjal karena saraf ganglion sliaka pada kedua ginjal dan
lambung. Pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian
abdominal lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus.
c. Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari dalam toleransi
jantung
Rasional: Mempertahan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga
tindakan “mencuci” yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap
kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare).
d. Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit, dan
membran mukosa.
Rasional: Indikator hidrasi/ volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
Catatan: penurunan LFG merangsang produksi renin yang bekerja
untuk meningkatkan TD dalam upaya untuk meningkatkan aliran
darah ginjal.
e. Timbang berat badan tiap hari.
Rasional: Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan
dengan retensi
Kolaborasi
f. Awasi Hb/Ht, elektrolit
Rasional: Mengkaji hidrasi dan keefektifan/ kebutuhan intervensi.
g. Berikan cairan IV
Rasional: mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral
tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal.
h. Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembuh sesuai tolerasni
Rasional: Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI/ iritasi dan
membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi
i. Berikanobat sesuai indikasi: antiemetik, contoh proklorperazin
(compazin)
Rasional: Menurunkan mual/muntah
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau mengingat,
salah interpetasi informasi, dan tidak mengenal sumber informasi.
a. Tujuan: Pasien dapat: menyatakan pemahaman proses penyakit,
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, dan melakukan
perubahan perilaku yang pelu dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
b. Intervensi:
Mandiri:
a. Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang
Rasional:
Memberikanpengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi
b. Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan, contoh 3-4
L/hari atau 6-8 L/hari. Dorong pasien untuk melaporkan mulut kering,
diuresis berlebihan/ berkeringat dan untuk meningkatkan
pemasukan cairan baik bila haus atau tidak
Rasional: Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan stasis
ginjal dan pembentukan batu. Peningkatan kehilangan cairan/
dehidrasi memerlukan pemasukan tambahan dalam kebutuhan
sehari-hari.
c. Kaji ulang program diet, sesuai individual.
Rasional: Diet tergantung pada tipe batu. Pemahaman alasan
pembatasan memberikan kesempatan pada pasien membuat pilihan
informasi, meningkatkan kerjasama dalam program dan dapat
mencegah kekambuhan.
d. Diet rendah purin, contoh membatasi daging berlemak, kalkun,
tumbuhan polong, gandum, alkohol
Rasional: Menurunkan pemasukan oral terhadap prekursor asam
urat
e. Diet rendah kalsium, contoh membatasi susu, keju, sayur berdaun
hijau, yogurt;
Rasional: Menurunkan risiko pembentukan batu kalsium
f. Diet rendah oksalat, contoh pembatsan coklat, minuman
mengandung kafein, bit, bayam.
Rasional: Menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat
g. Diet rendah kalsium/ fosfat dengan jeli karbonat aluminium 30-40 ml,
30 menit pc/jam.
Rasional: Mencegah kalkulus fosfat dengan membentuk presipitat
yang tak larut dalam traktus GI, mengurangi beban nefron ginjal.
Juga efektif melawan bentuk kalkulus kalsium lain. Catatan: dapat
menyebabkan konstipasi
h. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan
membaca semua label produk/ kandungan dalam
makanan.Mendengar dengan aktif tentang program terapi/
perubahan pola hidup.
Rasional: Obat-obatan diberikan untuk mengasamkan atau
mengalkalinitaskan urin, tergantung pada penyebab dasar
pembentukan batu. Makan produk yang mengandung bahan yang
dikontraindikasikan secara individu (contoh kalsium, fosfat) potensial
pembentukan obat ulang.
i. Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik contoh,
nyeri berulang, hematuria, oliguria.
Rasional: Membantu pasien bekerja melalui perasaan dan
meningkatkan rasa kontrol terhadap apa yang terjadi.
j. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada.
Rasional: Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan
kemandirian.
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Henni. 2011. Kasus Urolitiasis. Diambil dari


http://id.scribd.com/doc/56523432/LAPORAN-PENDAHULUAN-
UROLITIASIS

Leena, Chrisyee. 2012. Urolitiasis. Diambil dari


http://id.scribd.com/doc/87647502/UROLITIASIS

Smeltzer, Suzanne C. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.


Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Krisanty, Paula. 2013. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.

Anda mungkin juga menyukai