Anda di halaman 1dari 124

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE

KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI


PADI
(Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

ERY FEBRURIANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Penerapan Metode SRI dan
Metode Konvensional terhadap Pendapatan Usahatani Padi Studi Kasus:
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Ery Februriani
H44070047

2
RINGKASAN

ERY FEBRURIANI. Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode


Konvensional terhadap Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Kabupaten
Cianjur Provinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh NINDYANTORO.
Indonesia sebagai negara agraris membutuhkan penggunaan air dalam
tahap budidaya padi, kebutuhannya mencapai satu per tiga total kebutuhan air
selama budidaya. Pada saat ini, air kurang mencukupi bahkan tidak tersedia pada
saat pengolahan tanah. Hal ini terjadi karena mundurnya musim penghujan atau
musim kemarau yang terlalu panjang, sehingga debet air pada saluran irigasi
menyusut atau bahkan kering. Sumber-sumber air semakin langka akibat
perubahan kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan tanah menyerap dan
menyimpan air. Jika kondisi demikian berlanjut dapat menyebabkan terganggunya
produksi padi sehingga menghambat upaya pelestarian swasembada beras.
Cianjur merupakan kabupaten di Jawa Barat yang terkenal hasil padinya,
lahan pertanian yang subur, dan pengairan terhadap lahan pertanian serta
masyarakat yang dominan bekerja di sektor pertanian. Namun, tahap awal
budidaya padi, yaitu saat-saat pengolahan tanah dan kebutuhan air cukup banyak.
Kegiatan pengolahan tanah sawah yang selama ini dilakukan petani, terdiri dari
tahap penggenangan tanah hingga tanah jenuh air, tahap pembajakan, yaitu
pemecahan tanah menjadi bongkahan-bongkahan dan pembalikan tanah, tahap
menggaru untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah. Ketiga tahap tersebut
membutuhkan lebih dari satu per tiga total kebutuhan air selama budidaya dan
dikatakan sebagai pertanian konvensional. Penerapan System of Rice
Intensification (SRI) merupakan kegiatan dalam partisipasi yang dilakukan petani
dalam usahatani padi. Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah
menerapkan irigasi intermitten artinya siklus basah kering bergantung pada
kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama kurun waktu penanaman
lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak tergenang). Cara ini
bisa menghemat air empat puluh enam persen. Selain itu sedikitnya air juga
mencegah kerusakan akar tanaman. Disamping menghemat air, budidaya intensif
itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam
satu bibit. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi usahatani padi SRI dan konvensional. 2)
mengidentifikasi pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan
menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional 3) mengidentifikasi
pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan.
Usahatani padi metode SRI dan konvensional di Kabupaten Cianjur sudah
berjalan cukup baik. Ini dapat disebabkan oleh penggunaan input yang efisien
ataupun hasil produk yang kualitasnya baik. Hal tersebut menyebabkan perlu
adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta pendapatan dari hasil usahatani
padi. Untuk meningkatkan pendapatan dan memaksimumkan profit yang
didapatkan usahatani tersebut maka dibutuhkan studi mengenai elastisitas
produksi untuk melihat daerah produksi usahatani tersebut yang didapat dari
koefisien model fungsi Cobb Douglas.
Sebelum menganalisis elastisitas produksi terlebih dulu mencari faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi dari kedua metode tersebut.
Faktor-faktor yang berpengaruh usahatani padi metode SRI adalah bibit, bokhasi,

3
pengalaman bertani, dan luas lahan sedangakan faktor-faktor yang berpengaruh
usahatani padi metode konvensional adalah bibit, TKDK, tingkat pendidikan, dan
luas lahan. Elastisitas produksi SRI maupun konvensional yaitu sebesar 1,608 dan
1,857. Kedua koefisien tersebut menunjukan produksi padi belum optimal, dalam
kurva fungsi produksi usahatani padi pada penelitian ini termasuk kedalam daerah
produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di
daerah irrasional yang merupakan increasing return to scale.
Total pendapatan usahatani padi metode SRI sebesar Rp 2.264.709,72
sedangkan usahatani metode konvensional sebesar Rp 2.039.816,24, R/C rasio
atas total biaya dari kedua metode ini sebesar 1,99 dan 2,20. Nilai tersebut dapat
diartikan setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi SRI
akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.990.000,00. Begitu pula dengan
metode konvensional dapat diartikan setiap satu rupiah yang digunakan untuk
kegiatan usahatani padi metode konvensional akan memberikan penerimaan
sebesar Rp 2.200.000,00.
Secara lingkungan, padi organik dengan metode SRI lebih hemat air dan
adaptif terhadap kekeringan sehingga memungkinkan dikembangkan dalam
kondisi minim air. Lahan sawah yang dipupuk organik pada kasus SRI lebih tahan
menyimpan air sehingga tidak cepat pecah atau mengering dibandingkan dengan
yang menggunakan pupuk anorganik.

4
PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE
KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI
PADI
(Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

ERY FEBRURIANI
H44070047

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

5
Judul : Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional terhadap
Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa
Barat)

Nama : Ery Februriani

NIM : H44070047

Menyetujui

Dosen Pembimbing,

Ir. Nindyantoro, MSP


NIP. 19620323 1990021 1 001

Mengetahui
Ketua Departemen,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT


NIP. 19660717 199203 1 003

Tanggal Lulus:

6
UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara

moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi ini.

2. Papahku (Bpk. Heru Ismoyo), Mamahku (Ibu Yuyu Yulianingsih), dan adik-

adikku (Pitra Muktia Dewi, Rika Agustin, dan Myra Melinda) yang telah

memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup, dan doa yang tulus.

3. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan

pengarahan kepada penulis.

4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Novindra, S.P sebagai dosen penguji

yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan saran

demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing akademik.

6. Bapak H.Usman Suparman yang telah banyak membantu memberi informasi

mengenai usahatani metode SRI dan konvensional di lokasi penelitian.

7. Teman-teman ku Raisa, Ashna, Inay, Listya, Raihani yang memberi bantuan

penulis selama pembuatan skripsi ini dan teman-teman ESL 44 yg telah

memberi keceriaan selama tiga tahun bersama.

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya

dan Lingkungan, FEM IPB.

Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah

SWT memberikan pahala atas kebaikannya. Amin.

7
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,

hidayah, serta karunia-Nya. Salam dan Salawat penulis kirimkan kepada Nabi

besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional terhadap

Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa

Barat)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi usahatani padi SRI dan konvensional, mengidentifikasi

pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan menggunakan penerapan

SRI dan penerapan konvensional serta mengidentifikasi pengaruh penerapan

metode SRI terhadap lingkungan.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua

pihak yang membutuhkan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya

dengan topik dan tema yang serupa. Penulis menyadari masih terdapat banyak

kekurangan karena keterbatasan yang dihadapi. Sehingga penulis mengharapkan

saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Penulis

8
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6
2.1. Pengertian Pertanian Organik ................................................................ 6
2.2. Tujuan dan Kegunaan Budidaya Organik .............................................. 6
2.3. Konsep Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan ...................................... 8
2.4. SRI Sebagai Adaptasi Perubahan Iklim ................................................. 9
2.5. Pengertian Budidaya Padi SRI .............................................................. 11
2.6. Manfaat SRI .......................................................................................... 12
2.7. Hasil Penelitian Terdahulu .................................................................... 12
III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................ 14
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................ 14
3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional .......................................... 14
3.1.2. Sistem Budidaya Padi SRI.......................................................... 15
3.1.3. Pengertian Usahatani .................................................................. 15
3.1.4. Fungsi Produksi dan Elastisitas .................................................. 16
3.1.5. Analisa Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani ..................... 21
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 22
IV. METODE PENELITIAN ............................................................................. 24
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 24
4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 24
4.3. Metode Pengambilan Data .................................................................... 25
4.4. Metode Analisis Data ........................................................................... 26
4.4.1. Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Usahatani Padi SRI dan Konvensional ....................................... 26
4.4.2. Mengidentifikasi Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani
dengan Metode SRI dan Konvensional ....................................... 28
4.4.3. Mengidentifikasi Pengaruh Penerapan Metode SRI terhadap
Lingkungan ................................................................................. 30
4.5. Pengujian Asumsi-asumsi Regresi ........................................................ 31
4.6. Definisi Operasional.............................................................................. 36
V. GAMBARAN UMUM ............................................................................... 38
5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur .............................. 38
5.2. Gambaran Umum Petani Sampel .......................................................... 42
5.3. Budidaya Padi Organik Metode SRI ..................................................... 47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 56
6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi Metode
SRI dan Konvensional .......................................................................... 56
6.2. Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani Padi Metode SRI dan
Konvensional ........................................................................................ 68
6.2.1. Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional ...... 69
6.2.2. Biaya Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional ............... 71
6.2.3. Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Metode SRI dan
Konvensional ............................................................................. 76
6.3. Dampak Pengaruh Penerapan Metode SRI terhadap Lingkungan ........ 79
VII. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 83
7.1. Simpulan ............................................................................................... 83
7.2. Saran ...................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 86
LAMPIRAN .......................................................................................................... 88

x
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rincian Responden Usahatani Metode SRI dan Konvensional ..................... 25


2. Matrik Metode Analisis Data......................................................................... 26
3. Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Cianjur Tahun 2008 .......................... 38
4. Data Curah Hujan Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2008 ............................. 39
5. Perkembangan Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Cianjur
Pengambilan Responden Petani Sayuran Organik dan Non Organik ............ 40
6. Lama Pendidikan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun
2010/2011 ...................................................................................................... 43
7. Umur Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010-2011 ........ 44
8. Jumlah Tanggungan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun
2010/2011 ...................................................................................................... 45
9. Luas Lahan Padi Sawah Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun
2010/2011 ...................................................................................................... 45
10. Satus Pengusahaan Lahan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode
Tahun 2010/2011 ........................................................................................... 46
11. Pengalaman Bertani Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun
2010/2011 ...................................................................................................... 47
12. Heteroskedastisitas Test: White Penerapan SRI ........................................... 58
13. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi SRI Musim
Tanam I .......................................................................................................... 58
14. Heteroskedastisitas Test: White Penerapan Konvensional ........................... 63
15. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi Konvensional
Musim Tanam I ............................................................................................. 64
16. Produktivitas dan Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional
perhektar di Kabupaten Cianjur pada Musim Tanam I Periode Tahun
2010/2011 ...................................................................................................... 70
17. Biaya Usahatani Padi Organik Metode SRI pada Musim Tanam I Periode
Tahun 2010/2011 ........................................................................................... 72
18. Penggunaan Tenaga Kerja dalam Maupun Luar Keluarga per Hari Orang
Kerja Usahatani Metode SRI dan Konvensional di Kabupaten Cianjur
Periode Tahun 2010/2011 .............................................................................. 74

19. Biaya Usahatani Padi Metode Konvensional pada Musim Tanam I Periode
Tahun 2010/2011 ........................................................................................... 75

xi
20. Perbandingan Biaya untuk Usahatani Padi Organik SRI dan Padi
Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 ... 76
21. Pendapatan atas Biaya Tunai dan Total Biaya Usahatani Padi Metode SRI
dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur pada Musim tanam I
Periode Tahun 2010/2011 .............................................................................. 77
22. Imbangan Biaya dan Penerimaan (R/C Ratio) Usahatani Padi Organik
Metode SRI dana Padi Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur pada
Musim Tanam I Periode Tahun 2010/2011 ................................................... 79

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata, dan Produk Marginal .. 19


2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 23
3. Gabungan Petani Organik (GPO) ................................................................. 41

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Karateristik Responden Petani Padi Organik Metode SRI di Kabupaten


Cianjur Periode Tahun 2010/2011 ................................................................ 89
2. Karateristik Responden Petani Padi Metode Konvensional di Kabupaten
Cianjur Periode Tahun 2010/2011 ................................................................ 90
3. Proses Seleksi Benih dengan Air Garam ...................................................... 91
4. Regression Analysis SRI dan Konvensional ................................................ 92
5. Uji Heteroskdastisitas Metode SRI dan Konvensional ................................. 95
6. Uji Nilai Tengah Produksi Metode SRI dan Konvensional ......................... 97
7. Uji Nilai Tengah Penerimaan Metode SRI dan Konvensional ..................... 98
8. Perhitungan Pupuk dan Benih Metode SRI .................................................. 99
9. Produksi GKP, Produktivitas GKP dan Penerimaan Usahatani Padi Metode
SRI dan Konvensional di Kabupaten Cianjur Muasim Tanam I Periode Tahun
2010/2011 ..................................................................................................... 100
10. Struktur Biaya Padi Metode SRI Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Tahun
2010/2011 .................................................................................................... 101
11. Struktur Biaya Padi Metode Konvensional Kabupaten Cianjur Musim Tanam
I Tahun 2010/2011 ....................................................................................... 103
12. Rincian Tenaga Kerja Metode SRI di Kabupaten Cianjur Periode Tahun
2010/2011 ..................................................................................................... 105
13. Rincian Tenaga Kerja Metode Konvensional di Kabupaten Cianjur Periode
Tahun 2010/2011 .......................................................................................... 106
14. Pendapatan Usahatani Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode tahun
2010/2011 ..................................................................................................... 107
15. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi SRI di Kabupaten Cianjur Periode
tahun 2010/2011 .......................................................................................... 108

xiv
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan

manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas.

Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan jumlah penduduk dan ketersediaan

air menjadi masalah baru konflik global di abad ini. Sumberdaya air tidak ada

substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

terhadap kelangkaan air karena adanya prediksi Gardner-Outlaw Engelman (1997)

yang didukung PBB, bahwa pada tahun 2050 diprediksi satu dari empat orang

akan terkena dampak dari kekurangan air bersih1.

Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan air mencapai 2.530

km3/tahun dan salah satu negara yang memiliki cadangan air terkaya di dunia. Isu

kelangkaan air harus menjadi perhatian khusus bagi Indonesia karena pada musim

kemarau terlihat sangat kontras bahwa kelangkaan air menjadi isu krusial.

Kelangkaan air dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, eksploitasi besar-

besaran air tanah yang dilakukan oleh gedung-gedung, rumah sakit, pusat

pembelanjaan, apartemen, pemukiman, dan bangunanan lainnya. Kedua,

pembangunan gedung tidak mematuhi perbandingan lahan terpakai dan lahan

terbuka, sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah.

Selain itu Indonesia sebagai negara agraris membutuhkan penggunaan air

dalam tahap budidaya padi, kebutuhannya mencapai satu per tiga total kebutuhan

air selama budidaya. Pada saat ini, air kurang mencukupi bahkan tidak tersedia

pada saat pengolahan tanah. Hal ini terjadi karena mundurnya musim penghujan

1
http://artikel-media.blogspot.com/2010/03/bencana-kelangkaan-air-di-perkotaan.html. Diakses tanggal 1 Desember 2010.
atau musim kemarau yang terlalu panjang, sehingga debet air pada saluran irigasi

menyusut atau bahkan kering. Sumber-sumber air semakin langka akibat

perubahan kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan tanah menyerap dan

menyimpan air. Jika kondisi demikian berlanjut dapat menyebabkan terganggunya

produksi padi sehingga menghambat upaya pelestarian swasembada beras.

Banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah

tersebut, seperti perbaikan dan pembangunan saluran irigasi baru, perencanaan

tata ruang, dan lain-lain. Namun, jika usaha tersebut tidak diimbangi dengan

penghematan air diberbagai sektor, termasuk sektor pertanian dalam budidaya

padi sawah, tidak akan berarti.

Cianjur merupakan Kabupaten di Jawa Barat yang terkenal hasil padinya,

lahan pertanian yang subur, dan pengairan terhadap lahan pertanian serta

masyarakat yang dominan bekerja di sektor pertanian. Pada saat pengolahan tanah

kebutuhan air cukup banyak. Kegiatan pengolahan tanah sawah terdiri dari tahap

penggenangan tanah hingga tanah jenuh air, tahap pembajakan, yaitu pemecahan

tanah menjadi bongkahan-bongkahan dan pembalikan tanah dan tahap menggaru

untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah. Ketiga tahap tersebut

membutuhkan lebih dari satu per tiga total kebutuhan air selama budidaya padi.

Penerapan metode konvensional menimbulkan dampak negatif jangka panjang,

seperti pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian yang

membahayakan kesehatan manusia dan hewan disebabkan pestisida serta

penurunan keanekaragaman hayati (biodiversity), meningkatkan daya tahan

2
organisme pengganggu terhadap pestisida kimia, menurunnya daya produktivitas

lahan karena erosi, ketergantungan sumber daya alam yang tidak diperbaharui2.

Penerapan System of Rice Intensification (SRI) merupakan kegiatan dalam

partisipasi yang dilakukan petani dalam usahatani padi. Sebelumnya petani belum

mengetahui penerapan SRI sehingga pertanian menggunakan penerapan

konvensional, pada penerapan ini pemeliharaan menggunakan produk kimia,

seperti pestisida, herbisida, dan pupuk anorganik. Hal paling mendasar dalam

budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermitten artinya siklus basah kering

bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama kurun

waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak

tergenang). Cara ini bisa menghemat penggunaan air sebesar tiga puluh persen.

Selain itu sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman. Disamping

menghemat air, budidaya intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab

satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit.

1.2. Perumusan Masalah

Menurut Maltus, populasi penduduk meningkat sesuai deret ukur

sedangkan pangan bergerak berdasarkan deret hitung. Ini berpengaruh terhadap

kecemasan manusia akan kurangnya pangan, maka di perlukan inovasi baru dalam

bidang pertanian agar pangan tidak habis. Penerapan inovasi SRI mengutamakan

potensi lokal dan disebut pertanian ramah lingkungan, akan sangat mendukung

terhadap pemulihan kesuburan tanah dan kesehatan penggunaan produknya.

Pertanian organik pada prinsipnya menitikberatkan prinsip daur ulang hara

2
http://riaumandiri.net/rm/index.php?option=com_content&view=article&id=14860:menuju-pertanian-
organik&catid=61:opini&Itemid=71. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

3
melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomasa kedalam tanah, dan

konservasi air mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan

metode konvensional. Pertama kali petani menerapkan SRI di lahan pertanian

konvensional adalah penggunaan biaya lebih besar dari manfaat yang digunakan

untuk beberapa musim panen karena kondisi tekstur tanah relatif tidak stabil. Ini

merupakan salah satu kendala dalam pendapatan usahatani padi. Namun setelah

beberapa musim panen terlewati akan memperoleh benefit yang lebih besar dari

pada investasi biaya yang dikeluarkan sebelumnya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI

dan Konvensional?

2. Bagaimana tingkat pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan

menggunakan SRI dan konvensional?

3. Adakah pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum sasaran penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan

usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan Konvensional.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi

SRI dan Konvensional.

2. Menganalisis pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan

menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional

3. Mengidentifikasi pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan.

4
1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi para pelaku dunia usaha, terutama yang berkecimpung dalam bisnis

padi, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi

tambahan dan juga dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk

meningkatkan produksi padi.

2. Bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah Kabupaten Cianjur dan

pemerintahan Provinsi Jawa Barat serta pemerintah Indonesia, diharapkan

hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan bagan pertimbangan dalam

menyusun kebijakan.

3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan serta dapat menjadi wadah aplikasi ilmu-ilmu yang selama ini

dipelajari di bangku kuliah dalam kasus nyata.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan usahatani padi

dengan menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional di daerah

Kabupaten Cianjur. Lokasi yang ditunjuk sebagai tempat penelitian terbatas hanya

di daerah yang penulis teliti.

Adapun keterbatasan dari penelitian ini yaitu nilai air tidak dihitung

dilokasi penelitian karena air bukan barang yang langka. Petani penggarap di

lokasi penelitian adalah petani yang menggarap lahan sawah orang lain namun

tidak membayar upah sewa atas lahan yang digarapnya selain itu terdapat petani

penyakap dan petani maro. Petani pemilik di lokasi penelitian adalah petani yang

memiliki lahan sawah dan bertani disawahnya sendiri.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pertanian Organik

Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian

mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

lingkungan. Salah satu teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan adalah

Pertanian Organik. Pertanian Organik merupakan suatu teknologi budidaya

tanaman yang pada penerapannya disesuaikan dengan keadaan lingkungan, agar

tidak terjadi perubahan ekosistem secara drastis sehingga tidak menggangu dan

memutuskan mata rantai makhluk hidup3.

Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik,

menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik

meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia4.

Dapat disimpulkan bahwa Pertanian organik adalah sistem produksi

pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan

produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan

serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.

2.2. Tujuan dan Kegunaan Budidaya Organik

Sutanto (2002) membagi tujuan budidaya organik dalam tujuan jangka

panjang dan pendek. Adapun tujuan dari pertanian organik dalam jangka panjang

adalah:

3
www.diperta.jabarprov.go.id/.../Pedoman%20Pertanian%20Organik.pdf diakses tanggal 12 Desember 2010.
4
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1631931-arti-pertanian-organik/. Diakses tanggal 12 Desember 2010.
1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati dan fungsi keragaman

hayati serta keragaman di dalam bidang pertanian.

2. Membatasi pencemaran lingkungan akibat residu pestisida dan pupuk serta

bahan kimia yang berharga, mahal dan menyebabkan pencemaran

lingkungan.

3. Mengurangi ketergantungan petani terhadap input kimia yang berharga

mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

4. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan

produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia

lainnya.

5. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian

organik yang telah dimiliki secara turun menurun.

6. Meningkatkan peluang pasar organik, baik domestik maupun global

dengan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha bidang pertanian.

Adapun tujuan jangka pendek dari pertanian organik:

1. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu kimia untuk ikut

menyehatkan mayarakat.

2. Mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga

mampu berproduksi secara berkelanjutan.

3. Mempertahankan dan meningkatkan minat petani pada pertanian organik

serta mengembangkan agribisnis dengan menjalin kemitraan antara

petani dan pengusaha pertanian.

Budidaya organik memiliki kegunaan yang pada dasarnya adalah

meniadakan atau membatasi kemungkinan adanya dampak negatif yang

7
disebabkan oleh penggunaan bahan kimiawi. Pupuk organik merupakan keluaran

dari setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur hara makro dan

mikro yang dapat dikatakan telah tersedia dengan sendirinya.

2.3. Konsep Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan

Konsep pertanian ekologis secara umum dapat dikatakan sebagai kegiatan

usaha pertanian yang tidak memberikan pengaruh negatif serta tidak merusak

lingkungan. Lingkungan disini dapat dibagi dua yaitu lingkungan secara mikro

dan makro, lingkungan mikro adalah mencakup wilayah di dalam areal usahatani

termasuk didalamnya keseimbangan ekobiologis, kelestarian keanekaragaman

biota dipermukaan dan mikro organisme yang terdapat di dalam lapisan tanah,

tidak terakumulasinya limbah serta residu beracun terjadinya serangan hama dan

patogen penyakit dengan parasit, predator, kompetitor dalam keadaan seimbang

(Sumarno, et al. 2008).

Maka pertanian dengan ciri ekologis dan ramah lingkungan merupakan

usaha pertanian yang terintegrasi dengan pengelolaan lingkungan produksi dan

menerapkan teknologi maju adatif yang ramah lingkungan sehingga

mengoptimalkan produktivitas tanpa harus menurunkan kualitas lingkungan.

Lingkungan di dalam pertanian ekologis didalamnya termasuk tenaga kerja

sebagai pelaku usaha, produksi hasil panen, ternak dan satwa komponen habitat.

Sedangkan pertanian berkelanjutan merupakan sistem produksi pertanian

yang secara terus menerus mampu mencukupi kebutuhan akan pangan serta pakan

dengan syarat tidak merusak sumberdaya alam pertanian bagi generasi yang akan

datang. Menurut Sumarno, et al. (2008), terdapat empat kepentingan pokok yang

8
perlu dipenuhi dalam pertanian berkelanjutan adalah: (1) tercukupinya kebutuhan

pangan dan pakan untuk saat ini dan saat yang akan datang, (2) kelayakan

ekonomi usaha pertanian saat ini dan masa mendatang, (3) kelestarian serta mutu

lingkungan dan sumberdaya alam serta (4) kelestarian akan keanekaragaman

hayati. Konsep pertanian ekologis dan berkelanjutan merupakan harapan yang

harus dapat direalisasikan agar dapat memperbaiki keseimbangan antara usaha

peningkatan produksi dengan lingkungan produksi.

2.4. Sistem of Rice Intensification Sebagai Adaptasi Perubahan Iklim

Daya adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kemampuan suatu sistem

untuk menyesuaikan diri dari perubahan iklim (termasuk di dalamnya variabilitas

iklim dan variabilitas ekstrim) dengan cara mengurangi kerusakan yang

ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan dengan segala

akibatnya. Adaptasi terhadap perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian

yang dilakukan secara spontan maupun terencana untuk memberikan reaksi

terhadap perubahan iklim. Dengan demikian adaptasi terhadap perubahan iklim

merupakan strategi yang diperlukan pada semua skala untuk meringankan usaha

mitigasi dampak.

Adaptasi terhadap perubahan iklim sangat potensial untuk mengurangi

dampak perubahan iklim dan meningkatkan dampak manfaat, sehingga tidak ada

korban. Pengalaman menunjukan bahwa banyak strategi adaptasi dapat

memberikan manfaat baik dalam penyelesaian jangka pendek dan maupun jangka

panjang, namun masih ada keterbatasan dalam implementasi dan keefektifannya.

Dampak merugikan adalah melanda sektor pertanian akibat pergeseran

musim dan perubahan pola curah hujan. Pada umumnya semua bentuk sistem

9
pertanian sangat sensitif terhadap variasi iklim. Terjadinya keterlambatan musim

tanam atau panen akan memberikan dampak besar baik secara langsung maupun

tidak langsung terhadap ketahanan pangan. Meningkatnya temperatur akan

berdampak terhadap percepatan penguapan air, baik dari tanah maupun tanaman,

sehingga tanaman akan rentan terhadap kekurangan air yang pada akhirnya dapat

menurunkan produksi. Tidak sebatas itu, dengan naiknya temperatur akan

memberikan keadaan yang kondusif bagi perkembangbiakan beberapa jenis

serangga hama yang akan sangat berpotensi menurunkan tingkat produktivitas

bahkan mampu menggagalkan panen.

Perubahan pola curah hujan akan berdampak pada tingginya intensitas

hujan dalam periode yang pendek dan akan menimbulkan banjir yang kemudian

menyebabkan produksi pertanian menurun, khususnya padi karena sawah

terendam air. Tingginya curah hujan juga mengakibatkan hilangnya lahan karena

erosi dan longsor. Sementara itu di beberapa tempat pola curah hujan terjadi

dengan intensitas rendah dalam periode kemarau yang panjang, sehingga terjadi

kekeringan dimana-mana yang akhirnya berakibat terhadap rendahnya

produktivitas pertanian.

Oleh karena itu penerapan metode SRI dibutuhkan sebagai cara adaptasi

dibidang pertanian akibat perubahan musim dan perubahan pola curah hujan. Hal

ini disebabkan budidaya padi SRI dapat menghemat air dibandingkan dengan

budidaya konvensional.

10
2.5. Pengertian Budidaya Padi SRI

Sistem of Rice Intensification (SRI) pertama kali dikembangkan pada awal

tahun 1980 oleh Frenc Priest dan Fr. Henri de Laulani, J di Madagaskar. SRI

mulai dikenal oleh beberapa negara di dunia termasuk di Indonesia pada tahun

1997 yang diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Norman Uphoff (Direktur dari

Cornell Internasional Institute for Food, Agricultureal and Development) dan pada

tahun 1999 dilakukan percobaan SRI untuk pertama kalinya di luar Madagaskar

(Uphoff, et al, 2002).

Pada dasarnya teknologi SRI memperlakukan tanaman padi tidak seperti

tanaman air yang membutuhkan air yang cukup banyak, karena jika

penggenangan air yang cukup banyak maka akan berdampak tidak baik yaitu akan

hancurnya bahkan matinya jaringan komples (cortex, xylem dan phloem) pada

akar tanaman padi, hal ini akan berpengaruh kepada aktivitas akar dalam

mengambil nutrisi di dalam tanah lebih sedikit, sehingga pertumbuhan dan

perkembangan tanaman akan terhambat dan mengakibatkan kemampuan kapasitas

produksi akan lebih rendah.

Akibat yang ditimbulkan dari penggenangan air tersebut maka budidaya

padi SRI dapat diartikan sebagai upaya budidaya tanaman padi yang

memperhatikan semua komponen yang ada di ekosistem baik itu tanah, tanaman,

mikro organisme, makro organisme, udara, sinar matahari dan air sehingga

memberikan produktivitas yang tinggi serta menghindari berbagai pengaruh

negatif bagi kehidupan komponen tersebut dan memperkuat dukungan untuk

terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi secara alami.

11
2.6. Manfaat SRI

Dibandingkan dengan budidaya konvensional, secara umum manfaat dari

budidaya metode SRI adalah sebagai berikut5:

1. Hemat air (tidak digenang), kebutuhan air hanya 20-30 persen dari

kebutuhan air untuk cara konvensional.

2. Memulihkan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi

tanah.

3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli

lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia

buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.

4. Membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan

meningkatkan pendapatan keluarga petani.

5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak

mengandung residu kimia.

6. Mewariskan tanah yang subur untuk generasi mendatang.

Selain itu, agroekologi dapat menambah keuntungan bagi tanaman dan

melindungi tanaman dari hama.

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Iwan Setiiaji, et al. (2008) dalam

penelitiannya yang berjudul gagasan dan implementasi System of Rice

Intensification (SRI) dalam kegiatan budidaya padi ekologis di Ciamis dan Garut,

yaitu budidaya padi model SRI di lokasi kajian mampu meningkatkan hasil

5
Mutakin, Jenal. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System Rice of
Intensification).http://www.garutkab.go.id/download_files/article/ARTIKEL SRI.pdf. Diakses 5 Oktober 2010.

12
dibandingkan budidaya konvensional. Peningkatan hasil padi berkisar antara 5-18

persen atau sekitar 0,25-1,0 ton/ha. Pendapatan kotor petani responden dengan

menggunakan model SRI meningkat berkisar antara Rp 700.000,00 (di Ciamis)

hingga Rp 2.000.000,00 (di Garut) per ha. Peningkatan pendapatan ini umumnya

disebabkan oleh efisiensi penggunaan input seperti bibit, tenaga kerja tanam dan

persemaian. Namun demikian secara umum budidaya padi model SRI

memerlukan tenaga kerja lebih banyak terutama dalam kegiatan pengendalian

gulma dan hama serta pengairan.

Secara ekonomi, efisiensi produksi dari usahatani model SRI yang di ukur

dengan R/C ratio menunjukan bahwa budidaya model SRI lebih rendah dibanding

model konvensional. R/C ratio model SRI di Garut dan di Ciamis masing-masing

sebesar 2,16 dan 1,21 sedangakan untuk model konvensional sebesar 2,25 dan

1,72. Namun secara finansial efisiensi usahatani padi model SRI lebih tinggi dari

pada model konvensional, seperti ditunjukan R/C ratio sebesar 3,99 dan 2,73

masing-masing untuk Garut dan Ciamis.

Perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan input

dalam perhitungan pendapatan yang tidak begitu sama, selain itu penelitian yang

dilakukan penulis saat ini memperhitungkan produksi dengan menggunakan

analisis1Cobb-Douglas.

13
III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional

Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara

konvensional di dahului dengan pengolahan tanah secara sempurna. Pertama

sawah dibajak. Pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau sapi.

Dapat juga melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan

selama dua hingga tiga hari. Selanjutnya dilumpurkan dengan cara dibajak lagi

untuk kedua atau ketiga kalinya tiga sampai lima hari menjelang tanam. Setelah

itu bibit hasil semaian ditanam.

Penggunaan air sawah sangat banyak, lebih dari satu per tiga kebutuhan air

pada saat proses pelumpuran. Namun, ketersediaan air semakin terbatas. Tenaga

kerja yang digunakan untuk mengolah tanah sawah cukup banyak. Untuk

keperluan pengolahan tanah, tenaga kerja yang diperlukan dapat mencapai tiga

puluh persen dari kebutuhan tenaga kerja tanam secara total. Dari tahun ke tahun

biaya tenaga kerja juga meningkat. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi

sehingga dapat mengurangi pemasukan bagi petani. Selain itu waktu yang

dihabiskan untuk mengolah tanah cukup panjang, yakni sekitar satu per tiga

musim tanam. Pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan petani

menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi.

Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan.


3.1.2. Sistem Budidaya Padi SRI (System of Rice Intensification)

Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003), pada dasarnya tujuan sistem

budidaya padi konvensional tidak berbeda dengan sistem budidaya padi SRI, yaitu

mengendalikan gulma dan menyiapkan lahan agar menjadi media tumbuh yang

baik bagi tanaman. Perbedaannya terletak pada efisiensi penggunaan sumber daya

dalam persiapan lahannya. Sistem SRI lebih efisien dalam menggunakan air,

lahan, dan lebih berwawasan lingkungan dari pada sistem budidaya padi

konvensional.

Air dapat dihemat lebih dari tiga puluh persen. Herbisida yang digunakan

dalam penerapan ini harus berwawasan lingkungan, yaitu herbisida yang tidak

meninggalkan residu dalam tanah dan tanaman serta tidak mencemari air.

Herbisida akan bekerja mematikan gulma yang tumbuh serta batang padi pada

sisa pertanaman sebelumnya singgang. Setelah mati, gulma dan singgang tersebut

dapat bermanfaat sebagai mulsa. Mulsa6 ini tidak dibuang melainkan

dimanfaatkan untuk pertanaman padi. Mulsa yang berada di areal pertanaman

bermanfaat untuk mencegah kerusakan tanah akibat benturan air hujan,

mengurangi penguapan, meningkatkan bahan organik upaya mencapai kesuburan

tanah, serta membantu menekan pertumbuhan gulma7 yang tumbuh kemudian.

3.1.3. Pengertian Usahatani

Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani

sebagai suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur

lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota

6
Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah.
7
Gulma merupakan tumbuhan yang berasal dari spesies liar yang telah lama menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan, atau spesies baru yang telah berkembang sejak timbulnya pertanian.

15
keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan

dan manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani.

Dalam hal ini istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada

bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba.

Menurut Soekartawi (2002), ilmu usahatani biasa diartikan sebagai ilmu

yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada

secara efektif dan efisien untuk tujuan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi

pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan

sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sabaik-baiknya, dan dikatakan

efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input

dengan efektif, efesien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi

sehingga pendapatan usahataninya meningkat.

3.1.4. Fungsi Produksi dan Elastisitas

Menurut Lipsey (1995) untuk memproduksi barang dan jasa menggunakan

sumberdaya yang disebut faktor produksi. Faktor produksi seperti bibit, pupuk,

tenaga kerja dalam keluaarga, Pendidikan petani, pengalaman bertani sangat

mempengaruhi terhadap besar kecilnya output yang diperoleh dari kegiatan

produksi. Keputusan kombinasi penggunaan sumberdaya untuk mencapai target

produksi ditentukan oleh kebijaksanaan produsen.

Untuk menjelaskan kombinasi-kombinasi input yang diperlukan untuk

menghasilkan output, para ekonom menggunakan sebuah fungsi yang disebut

fungsi produksi. Fungsi produksi adalah hubungasn fisik antara variabel yang

dijelaskan (Y) dan variabel (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output

16
dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Umumnya untuk

menghasilkan output diperlukan lebih dari satu input. Secara matematis fungsi

produksi dapat ditulis sebagai berikut Soekartawi (1990):

Y = f (X1, X2, X3, ..., Xi, ..., Xn)

Dimana:

Y = output

X1, X2, X3, ...., Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi

Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh

berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering dipakai (Soekartawi, 1990) yaitu:

A. Fungsi Produksi Linier

Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi

produksi linear sederhana dan linear berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah

variabel X yang dipakai dalam model. Fungsi produksi linear sederhana adalah

bila hanya satu variabel X yang dipakai dalam model. Secara matematis dapat

dituliskan sebagai berikut:

Y = a + bX

Dimana, a adalah intersep (perpotongan) dan b adalah slope.

Didalam praktek, penggunaan garis linear sederhana ini banyak dipakai

untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua

variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya mudah

dilakukan dan hasilnya lebih mudah dimengerti secara cepat. Sedangkan

kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai di

dalam model sehingga dengan tidak memasukan variabel X yang lain, maka

17
peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukan dalam

model tersebut.

Mengatasi hal itu, maka menggunkan garis linear berganda atau garis

regresi berganda sederhana (multiple regression). Berbeda dengan garis regresi

linear sederhana (simple regression), maka jumlah variabel X yang dipakai dalam

garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Secara matematis hal ini dapat

ditulis sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + ...+ biXi + ... + bnXn

Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan

model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis penduga yang baik.

B. Fungsi Produksi Kuadratik

Dalam proses produksi pertanian berlaku hukum kenaikan hasil yang

semakin berkurang, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai berikut:

Y = a + bX – cX2

Nilai parameter c yang negatif menunjukan kaidah kenaikan hasil yang berkurang.

C. Fungsi Eksponensial

Fungsi produksi eksponensial ini dapat berbeda satu sama lain tergantung

pada ciri data yang ada, tetapi umumnya fungsi produksi eksponensial ini dapat

dituliskan sebagai berikut:

Y = aXb (Fungsi Cobb-Douglas)

Dalam fungsi produksi eksponensial ini ada bilangan berpangkat, maka

penyelesaiannya diperlukan bantuan logaritma. Maka penyelesaian persamaan

tersebut adalah:

Ln Y = Ln a + b Ln X

18
Menurut Doll and Orazem (1984) hubungan fisik antara input dan output

sering disebut fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum

ekonomi produksi “Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang” (The law

of Diminishing Return atau Diminishing Productivity). Hukum ini menyatakan

bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap

maka tambahan jumlah produksi/satuan akan semakin berkurang. Hukum ini

menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 1.

Y(output)
Titik Maksimum

Titik Singgung
Produksi Total (PT)

Daerah II Rasional
0<Ep<1
Titik Balik

Daerah III Irrasional


Daerah I Irrasional Ep<0
Ep>1

Produksi Rata-Rata (PR)


Produk Marginal (PM) X(input)

Sumber: Doll and Orazem (1984)

Gambar 1. Hubungan antara Produk Total, Produk rata-Rata dan Produk marginal

Gambar tersebut menggambarkan hubungan antara Produksi Total, Produksi rata-

rata dan Produksi Marginal yang terdiri dari 3 daerah yang mempunyai elastisitas

tertentu.

Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu,

yang berarti bahwa penambahan faktor-faktor produksi satu persen akan

menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan

maksimum masih belum dicapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan

19
pemakaian faktor produksi yang lebih banyak oleh karena itu daerah satu disebut

daerah irrasional. Produksi rata-rata dan produksi total semakain meningkat dan

pada daerah ini produksi marginal mencapai maksimum (Soekartawi, 1990).

Daerah produksi II mempunyai nilai elastisitas produksi bernilai antara nol

sampai satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen

akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling

rendah nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini

akan tercapai keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah yang

rasional karena produsen harus menetapkan tingkat produksi yang dapat

mencapai maksimum. Pada daerah II produksi marginal dan produksi rata-rata

semakin menurun tetapi produksi total semakin meningkat sampai mencapai nilai

maksimum (Soekartawi,1990).

Daerah III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol,

artinya penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah

produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-

faktor produksi yang tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional. Pada daerah

III produksi total, produksi marginal dan produksi rata-rata mengalami penurunan.

Jika lama kelamaan faktor produksi terus ditambah maka produksi marginal bisa

menjadi negatif (soekartawi, 1990).

Menurut Soekartawi (1990) elastisitas produksi adalah (Ep) adalah

persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubaan input.

Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut.

Ep = / , atau Ep =

Epx1 = *

20
Epx1 = b1 ax1b1-1x2b2x3b3x4b4x5b5x6b6eu ( )

Epx1=b1 ( )

Epx1=b1

Karena adalah PM, maka besarnya Ep tergantung dari besar kecilnya PM dari

suatu input, misalnya input X.

3.1.5. Analisa Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani

Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen

dalam mengelola sawahnya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya

usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: biaya tunai dan biaya tidak tunai

(diperhitungkan). Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan dengan uang.

Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan yang

sebenarnya dengan memperhitungkan input yang dikeluarkan namun dapat

diproduksi sendiri. Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa biaya usahatani

adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya

usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost);

dan (b) biaya tidak tetap (variable cost).

Penerimaan usahatani adalah perkalian produksi dengan harga jual.

Penerimaan juga biasa disebut pendapatan kotor usahatani yang terbagi menjadi

pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor diperhitungkan. Pendapatan kotor

tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani

padi. Pendapatan kotor diperhitungkan merupakan pendapatan yang bukan dalam

bentuk uang, seperti hasil panen padi yang dikonsumsi dan bibit.

21
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua

biaya. Analisa pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik

faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisa pendapatan yaitu: (1)

menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, (2) menggambarkan

keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Soekartawi (1995)

mengungkapkan bahwa pada analisis usahatani, data tentang penerimaan, biaya

dan pendapatan usahatani perlu diketahui.

Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukan efisiensi yang tinggi. Oleh

karena itu, analisa pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah

satu ukuran efisiensi adalah Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan

perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost).

Apabila nilai R/C>1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya

yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut atau dengan kata lain

usahatani untung. Sedangkan nilai R/C<1 menunjukan bahwa tiap unit biaya yang

dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh atau dengan kata

lain usahatani rugi. Jika R/C=1 berarti penerimaan yang diperoleh sama dengan

biaya yang dikeluarkan atau dapat dikatakan usahatani impas (tidak untung atau

tidak rugi). Selain itu, menurut Sajogyo dalam harian tempo interaktif, indikator

kemiskinan dapat dilihat dari tingkat konsumsi beras per tahun, tingkat akan

kecukupan gizi, dan tingkat kesejahteraan.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian diawali dengan kondisi produktivitas padi di Kabupaten Cianjur

Jawa Barat terutama pada penerapan yang digunakan dalam usahatani seperti

penerapan metode SRI dan penerapan metode Konvensional. Permasalahan yang

22
dihadapi adalah membedakan penerapan metode yang lebih baik dalam

menghasilkan padi yang berkualitas, lahan pertanian tetap subur, penghematan

dalam pengairan sawah dan meningkatkan pendapatan usahatani padi.

Kerangka pemikiran terkait dengan penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2 berikut ini. Gambar 2 tersebut menjelaskan kerangka berpikir dari latar

belakang hingga tujuan penelitian.

Usahatani Padi di
Kabupaten Cianjur

Mengatasi Kelangkaan Identifikasi Kondisi dan


Air masalah yang terjadi

Penerapan Konvensional Penerapan SRI

Menganalisis faktor-faktor yang Menganalisis pendapatan Identifikasi pengaruh


mempengaruhi produksi dan kesejahteraan usahatani penerapan metode SRI
usahatani padi SRI dan padi dengan Penerapan SRI terhadap Lingkungan
Konvensional dan Konvensional

Rekomendasi

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

23
IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan mengambil studi kasus di Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive)

dengan pertimbangan bahwa:

(1) Lapangan kerja utama Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 52

persen.

(2) Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten

Cianjur (Pemkab Cianjur 2009).

(3) Terdapat kelompok usahatani padi yang telah mengembangkan penerapan

metode SRI dan metode Konvensional.

Waktu pengambilan data lapang dilaksanakan dari bulan Februari hingga

April 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah cross section. Data yang dikumpulkan

dan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data

primer adalah data yang diperoleh dengan observasi langsung. Data primer yang

dikumpulkan adalah data rumah tangga petani (demografi), profil usahatani (data

input dan output), data aset pertanian seperti lahan, alat pertanian, alokasi tenaga

kerja, harga input output, dan upah tenaga kerja. Data primer dikumpulkan dengan

menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang terstruktur. Data sekunder

adalah data yang telah terdokumentasi, data ini diambil dari text book, hasil
penelitian, dan lain-lain. Data sekunder merupakan data penunjang data primer

yang berfungsi untuk memberikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur, yaitu

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada petani berdasarkan kuesioner

yang telah disiapkan. Penentuan responden SRI dilakukan secara snowball yaitu

penentuan responden dari responden sebelumnya, yang terdiri dari tiga kecamatan

yaitu Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Cianjur dan Kecamatan Ciranjang

pemilihan ketiga kecamatan tersebut dikarenakan petani SRI lebih banyak dari

pada kecamatan lainnya. Sedangkan penetuan responden konvensional dilakukan

secara purposive lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Rincian Responden Usahatani Metode SRI dan Konvensional Periode


Tahun 2010/2011
Metode Responden
Kecamatan Karang
Kecamatan Cianjur Kecamatan Ciranjang
Tengah
SRI 6 Responden 12 Responden 12 Responden
Konvensional 6 Responden 12 Responden 12 Responden
Sumber: Data Primer, 2011

Keseluruhan sampel sebanyak 60 responden yang terdiri dari 30 responden

SRI dan 30 responden konvensional. Data sekunder diperoleh dari Dinas

Pertanian Kabupaten Cianjur, Balai Penyuluh Pertanian Kabupaten Cianjur. Data

sekunder mengenai pengetahuan umum tentang pertanian diperoleh dari berbagai

literatur yang terdapat di perpustakaan, buku, jurnal dan browsing melalui

internet.

25
4.4. Metode Analisis Data

Data–data yang telah diperoleh dari lapangan diklasifikasikan melalui

analisis tabulasi. Bentuk tabulasi mudah dibaca dan dipahami dikarenakan data

primer hasil wawancara baik kualitatif maupun kuantitatif

ditransformasikan/diubah dalam bentuk tabel. Data mengenai biaya, penerimaan,

dan lain-lain digunakan sebagai perhitungan dalam analisis pendapatan petani.

Perhitungan analisis usahatani dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office

Excel 2007, Minitab Release 14.1, SPSS 17, dan Eview 6. Tabel 2 berikut

ditampilkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan

dalam penelitian.

Tabel 2. Matrik Metode Analisis Data


No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1. Menganalisis faktor-faktor Data primer Metode Cobb Douglas


yang mempengaruhi
produksi usahatani SRI dan
Konvensional.

2. Menganalisis pendapatan Data primer Analisis Pendapatan


usahatani padi dengan melalui Usahatani
menggunakan penerapan wawancara
SRI dan penerapan (menggunakan
konvensional kuesioner)

3. Mengidentifikasi pengaruh Data primer dan Analisis Deskriptif


penerapan metode SRI data sekunder
terhadap lingkungan

4.4.1. Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi


Usahatani SRI dan Konvensional

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb

Douglas. Fungsi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang

26
melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel dependen

yaitu variabel yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen yang

menjelaskan (X). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI

dan Konvensional menggunakan kaidah-kaidah dalam regresi yang berlaku dalam

penyelesaian fungsi Cobb Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat

dituliskan:

Y = aX1b1X2b2X3b3X4b4X5b5X6b6eu

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas maka

persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara

melogaritmakan persamaan tersebut.

Logaritma dari persamaan diatas, adalah:

Ln Y = Ln a+ b1 LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3+ b4LnX4+ b5LnX5+ b6LnX6+ u

Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:

Y = f(X1,X2,...Xn)

Y = produksi usahatani padi

X1 = benih (kg)

X2 = pupuk (kg)

X3 = tenaga kerja dalam keluarga (Rp)

X4 = tingkat pendidikan (tahun)

X5 = pengalaman bertani (tahun)

X6 = luas lahan (ha)

a,b = besaran yang akan diduga

U = kesalahan (disturbance term) dan

e = logaritma natural, e = 2,718.

27
Pentingnya penggunaan fungsi Cobb Douglas dalam pendugaan produksi

usahatani yaitu:

a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan

dengan fungsi lain, seperti fungsi kuadratik.

b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan

koefisien regresi yang sekaligus menunjukan besaran elastisitas.

c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukan tingkat besaran Return

to Scale.

Menurut Soekartawi (2002) fungsi Cobb Douglas selalu dilogaritmakan

dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol

b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi

pada setiap pengamatan.

c. Tiap variabel adalah perfect competition

d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah

tercakup pada faktor kesalahan u.

Selain itu, fungsi Cobb Douglas pun memiliki kelemahan yaitu elastisitas

berada dalam linier aditive yang memiliki arti bahwa tidak mempengaruhi

interaksi dalam variabel.

4.4.2. Mengidentifikasi Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani dengan


Metode SRI dan Konvensional

Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa pada analisis usahatani, maka

data tentang penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Cara

analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus

28
tunai. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual. Penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana,

TR = Total Penerimaan Usahatani (Rp)

Q = Produksi (Kg)

P = Harga jual produk per unit (Rp/Kg)

Rumus Biaya Tetap (Fixed Cost) juga dapat dipakai untuk menghitung

Biaya Variabel (Variabel Cost). Karena total biaya (Total Cost) adalah jumlah

dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), dapat digunakan rumus:

Pendapatan Usahatani:

Dimana,

 = Pendapatan Usahatani (Rp)

TR = Total Penerimaan Usahatani (Rp)

TC = Total Biaya Usahatani (Rp)

Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani padi ini

menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan peralatan

pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu

membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan

dangan lamanya modal dipakai. Metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut:

29
Dimana,

Nb = Nilai pembelian (Rp)

Ns = Perkiraan nilai sisa (Rp)

N = Umur ekonomi alat (tahun)

Menurut Sajogyo, salah satu penentuan garis kemiskinan diukur dari nilai

tukar beras. Berdasarkan nilai tukar beras dibedakan garis kemiskinan pedesaan

dan perkotaan. Di desa ditentukan nilai 180, 240, dan 320 kilogram serta di kota

ditentukan nilai 270, 360, dan 480 kilogram setara beras per orang per tahun.

Ukuran batas garis kemiskinan Sajogyo dapat dilihat antara lain,

Pendapatan Usahatani (Rp/bulan) > Batas Garis Kemiskinan

Maka, usahatani tersebut tidak dikatakan miskin yang berdampak pada

tercukupinya pangan per rumah tangga petani dan kesejahteraan petani tercapai.

Pendapatan Usahatani (Rp/bulan) < Batas Garis Kemiskinan

Maka, usahatani tersebut dikatakan miskin yang berdampak kurang tercukupinya

pangan per rumah tangga petani dan kesejahteraan petani belum tercapai.

Penentuan batas garis kemiskinan dapat ditentukan dengan

mengkonversikan nilai garis kemiskinan di desa ataupun kota dalam satuan bulan

per kilogram, lalu kali dengan harga beras saat ini. Cara mengubahnya dalam

satuan rumah tangga petani dikalikan dengan rata-rata jumlah tanggungan jiwa

keluarga.

4.4.3. Mengidentifikasi Pengaruh Penerapan Metode SRI terhadap


Lingkungan

Budidaya padi menggunakan metode penerapan SRI dapat menghemat air

lebih dari 30 persen karena dilihat dari sistem cara pengolahan lahan dengan

menggunakan kompos menjadi dasar suatu kebutuhan yang harus diberikan pada

30
lahan untuk meningkatkan konservasi air dan memperbaiki struktur dan tekstur

tanah. Penerapan penggunaan MOL dengan cara teknis masing-masing sesuai

dengan bahan yang ada dan merupakan suatu kebutuhan petani pelaku SRI

setempat. Dan sistem pengendalian hama terpadu dilakukan dengan menggunakan

pestisida nabati yang tersedia di daerah masing-masing, hal ini dapat

menimbulkan interaksi lingkungan yang baik atau terjadinya perputaran siklus

kehidupan.

4.5. Pengujian Asumsi-Asumsi Regresi

A. Pengujian Asumsi Regresi Cobb Douglas

Metode pendugaan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode Cobb Douglas, sehingga agar model yang digunakan sesuai dengan

asumsi, maka dilakukan pengujian-pengujian Gujarati (1978). Pengujian asumsi

tersebut sebagai berikut :

1. Peubah Xi merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah

ditentukan bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear

sempurna antar peubah bebas Xi.

2. Normalitas

Regresi linear normal klasik mengasumsikan bahwa tiap ei

didistribusikan secara normal dengan

( | )

( ) [ ( )][ ( )]

( )

31
( | ) [ ( )]

( )

Asumsi ini secara ringkas bisa dinyatakan sebagai

ei ~ N(0, σ2)

Artinya komponen sisaan ei mempunyai nilai harapan sama dengan

nol, tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan ei, dan

komponen sisa menyebar normal. Dengan probabilitas normal masing-

masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan pada distribusi

normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik (data) terkumpul di sekitar

garis.

3. Multikolinearitas

Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna

atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari

model regresi. Situasi multikolinearitas sempurna adalah penyakit yang

ekstrim. Biasanya tidak terdapat hubungan yang pasti atau eksak di antara

variabel X. Adanya kolinearitas seringkali diduga ketika R2 tinggi dan

korelasi derajat nol juga tinggi, tetapi tak satu pun atau sangat sedikit

koefisien regresi parsial yang secara individual penting/signifikan secara

statistik atas dasar pengujian t yang konvensional. Multikolinearitas

diidentifikasi dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor) pada

masing-masing variabel. Jika nilai VIF > 10, maka terdapat masalah

multikolinearitas dalam model.

32
4. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam

sisaan (ei) sama atau homogen, yang menunjukkan bahwa untuk masing-

masing nilai peubah X, sebaran atau ragam disekitar garis regresi adalah

sama atau konstan. Jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan

ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka ada masalah

heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dengan metode grafik dari plot

antara sisaan dengan nilai dugaan telah menunjukkan bahwa titik-titik

telah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola. Selain itu,

Heteroskedastisitas dapat diidentifikasi pula dengan melakukan pengujian

White, melalui sebaran Scale explained SS yang diregresi dengan variabel

yang diuji, dimana jika nilai P > alpha maka asumsi Homoskdastisitas

terpenuhi. White menyarankan bahwa jika heteroskdastisitas ragam sisaan

berkolerasi dengan satu peubah seperti X dan X2 untuk kemungkinan

nonlinearitas.

5. Autokorelasi

Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada

autokoelasi atau korelasi serial antara sisaan (ei). Dengan pengertian lain,

sisaan menyebar bebas untuk i ≠ j, dan dikenal juga sebagai bebas serial

(serial independence). Jika antar sisaan tidak bebas untuk i ≠ j, maka

terdapat masalah korelasi. Istilah korelasi dapat juga didefinisikan sebagai

korelasi antara anggota serangkain observasi yang diurutkan menurut waktu

atau ruang. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat

menggunakan metode grafik atau uji Durbin-Watson (DW). Akan tetapi

33
masalah autokorelasi ini pada umumnya terjadi pada data time series,

sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan karena data yang digunakan

merupakan data cross section.

B. Koefisien Determinasi Terkoreksi (adjusted-R2)

Koefisien determinasi terkoreksi mempunyai karateristik yang diinginkan

sebagai ukuran goodness of fit dari pada koefisien determinasi. Jika peubah baru

ditambahkan, R2 selalu naik, tetapi adjusted-R2 tidak tergantung pada jumlah

peubah. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Jika nilai

koefisien determinasi semakin mendekati satu berarti semakin besar keragaman

hasil pendapatan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.

C. Pengujian Parameter Secara Keseluruhan (Uji-F)

Menurut Bambang Juanda (2009) pengujian ini digunakan untuk

mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model

mempunyai pengaruh secara nyata terhadap variabel yang akan dijelaskan atau

tidak. Pengujian hipotesa secara statistik menggunakan uji-F, yaitu :

⁄( )
Fhit =
⁄( )

Dimana,

JKT = Jumlah kuadrat tengah regresi

JKG = Jumlah kuadrat tengah galat/sisa regresi

n = Jumlah pengamatan

k = Jumlah variabel bebas

Jika,

H0: data dari sampel yang sama

34
H1: data dari sampel yang berbeda

dengan menggunakan kriteria keputusan sebagai berikut :

Fhit > Ftabel (k-1 ; n-k) maka tolak H0

Fhit < Ftabel (k-1 ; n-k) maka terima H0

Hal ini berarti, jika H0 ditolak maka model dugaan dapat digunakan untuk

diramalkan hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel penjelas pada

tingkat signifikan atau tingkat kepercayaan tertentu (α %).

D. Pengujian Parameter Secara Parsial/Individu (Uji-t)

Menurut Bambang Juanda (2009) pengujian uji-t dilakukan untuk

mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan satu per satu

berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel tak bebas. Pengujian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

thit =

Dimana,

bi = nilai koefisien regresi dugaan

Sbi = simpangan baku koefisien dugaan

d = batasan yang diharapkan

Adapun kriteria penarikan kesimpulan pada pengujian hipotesis tersebut adalah :

thit > ttabel (α ; n-k) atau p-value (output komputer) < α maka tolak H0

thit < ttabel (α ; n-k) atau p-value (output komputer) > α maka terima H0

Jika H0 ditolak, artinya adalah variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata

terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, jika H0 diterima, maka variabel yang

digunakan tidak berpengaruh secara nyata.

35
4.6. Definisi Operasional

Variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani

padi yang diusahakan usahatani dengan perbedaan metode budidaya. Sehingga

untuk menghindari ketidaksamaan pandangan dalam pengertian, maka terdapat

beberapa hal yang perlu diberi batasan sesuai dengan tujuan yang diinginkan dari

penelitian. Batasan-batasan tersebut meliputi :

1) Luas lahan garapan adalah luas areal usahatani padi dalam satuan hektar (ha)

(merupakan lahan yang digunakan untuk menanam padi saja).

2) Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan usahatani

untuk membeli pupuk, benih, upah tenaga kerja luar keluarga dan lain-lain.

3) Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik

sendiri dan pembayaran upah tenaga kerja berdasarkan tingkat upah yang

berlaku.

4) Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang

diperhitungkan.

5) Harga jual padi adalah harga padi dalam bentuk GKP ditingkat petani dalam

satu musim panen dengan satuan rupiah per kilogram. Harga jual yang

digunakan adalah sama baik dari hasil padi metode SRI dan metode

konvensional.

6) Penerimaan usahatani padi adalah nilai produksi yang diperoleh dari produk

total dikalikan dengan harga jual padi dalam bentuk GKP ditingkat petani.

Satuan yang dipakai adalah rupiah.

36
7) Pendapatan usahatani padi merupakan selisih antara penerimaan dan biaya

usahatani. Oleh karena terdapat dua macam biaya, maka perhitungan

pendapatan dilakukan atas biaya tunai dan biaya total.

8) Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi padi

baik untuk persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan,

pemanenan. Tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja dalam dan luar

keluarga. Satuan kerja yang digunakan baik tenaga kerja pria, maupun tenaga

kerja wanita adalah Hari Orang Kerja (HOK).

9) Tingkat pendidikan petani adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang

ditempuh oleh petani (kelas pendidikan formal).

10) Pengalaman usahatani padi adalah lama petani melakukan usahatani padi

(tahun).

11) Tingkat produktivitas padi adalah produksi padi yang dihasilkan per luasan

lahan-(kg/ha).

37
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA
PADI

5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 berjumlah 2.168.514 jiwa

yang terdiri atas 1.120.550 laki-laki dan 1.047.964 perempuan. Dari hasil sensus

penduduk 2010 masih tampak bahwa penyebaran penduduk kabupaten Cianjur

masih bertumpu di Cianjur wilayah utara yakni sebesar 60,68 persen, sedangkan

wilayah tengah dan selatan hanya 39,32 persen. Dengan luas wilayah kabupaten

Cianjur sekitar 3.501,48 kilometer persegi yang dialami oleh 2.168.514 orang

maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk kabupaten Cianjur adalah sebanyak

127 jiwa perkilo meter persegi.8

Penduduk yang merupakan angkatan kerja sebanyak 960.201 jiwa. Jumlah

tersebut terdiri dari yang bekerja sebanyak 847.542 jiwa dan pengangguran

sebanyak 112.659 jiwa. Sektor pertanian menjadi penyerap tenaga kerja terbesar

dengan kontribusi sebesar 48,12 persen diikuti dengan sektor perdagangan dengan

kontribusi sebesar 23,73 persen. Persentase penyerapan tenaga kerja tahun 2008 di

Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Cianjur Tahun 2008


Angkatan Kerja Jumlah Persentase (%)
Pengangguran 112.659
Bekerja 847.542
- Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 407.837 48,12
- Industri 55.175 6,51
- Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel 201.122 23,73
- Jasa Kemasyarakatan 72.634 8,57
- Lainnya 110.774 13,07
Jumlah 847.542 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Cianjur, 2011

8
http://www.bps.go.id/hasilSP2010/jabar/3203.pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2011.

38
Volume air permukaan di Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 sebesar

917.000 m3 menurut PSDAP (2011). Penggunaan air permukaan dibutuhkan

dalam menanam padi sedangkan penyuplaian dengan sistem air permukaan

membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar untuk mengumpulkan air

sepanjang tahun dan melepaskannya pada suatu waktu tertentu.

Keadaan curah hujan di suatu daerah sangat berpengaruh terhadap

ketersediaan air dan kondisi lahan pertanian. Peningkatan curah hujan

menyebabkan peningkatan jumlah curah hujan itu sendiri, sebaliknya penurunan

curah hujan akan menyebabkan penurunan jumlah curah hujan. Hal ini tentu saja

akan memperpanjang atau memperpendek musim hujan (Handoko et al. 2008).

Curah hujan yang tidak stabil telah menyebabkan meningkatnya serangan hama

dan penyakit terhadap tanaman padi. Data curah hujan Kabupaten Cianjur tahun

2006-2008 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Curah Hujan Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2008

Tahun Luas Kabupaten Curah Hujan Rata-Rata


2
(Km ) (mm per tahun) (mm/km2)
2006 3433,00 1454,0 0,42
2007 3433,00 3292,0 0,96
2008 3433,00 3202,1 0,93
Sumber: Integrated Microhydro Development and Application Program, 2009

Kabupaten Cianjur memiliki rata-rata luas tanam yang lebih tinggi dari

pada luas panennya selama empat tahun. Rata-rata produktivitas yang diperoleh

sebesar 53,51 persen dengan rata-rata produksi 785.575 kg. Perkembangan

intensifikasi pertanian tanaman pangan Kabupaten Cianjur sangat baik sehingga

perlu upaya yang dicapai dalam meningkatkan peran aktif masyarakat tani yaitu

dengan melalui suatu ikatan atau kelompok kelembagaan profesi (Gabungan

39
Petani Organik) agar keberadaan kelembagaan petani seperti P3A Mitra Cai,

Kelompok Tani, Gapoktan dapat mengembangkan dinamika kelompoknya.

Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten


Cianjur Periode Tahun 2010-2011
Tahun Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
(ha) (ha) (kg) (kg/ha)
2007 156.465 135.071 688.749 50,99
2008 142.348 137.269 733.900 53,46
2009 154.303 148.950 804.385 54,00
2010 149.874 164.647 915.266 55,59
Rata-rata 150.747 146.485 785.575 53,51
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2011

Organisasi Gabungan Petani Organik terbentuk pada tanggal 27 Juli 2008

yang merupakan wadah untuk menghimpun para petani organik yang terdapat di

wilayah Kabupaten Cianjur. Anggotanya terdiri dari perwakilan para petani yang

telah mengikuti pelatihan SRI. Adapun visi dan misi terbentuknya GPO yaitu

memiliki visi sebagai organisasi yang menjadi wadah untuk meningkatkan

kesejahteraan para petani dan melestarikan lahan serta lingkungan. Misi GPO

yaitu untuk menghimpun potensi berbagai pihak yang terkait dengan pertanian

organik, membina kerjasama yang saling menguntungkan diantara pihak yang

terkait dengan petani organik dan membantu pemerintah dalam menyelamatkan

lahan dan mensukseskan lingkungan pembangunan pertanian dalam rangka

mensejahterakan tani melalui pertanian organik (Program Go Organik Cianjur).

Susunan Oganisasi yaitu sebagai berikut

40
Pelindung
Bupati Kabupaten Cianjur

Penasehat
HKTI Kabupaten Cianjur

Pembina
Dinas Pertanian TPH dan Dinas
PSDAP

Ketua
H.U Suparman

Wakil Ketua
Didin

Sekretaris Bendahara
Asep Ramdan dan Ani Yayan Royani dan Enang

Bidang Pemasaran Bidang Advokasi


H. Enoh Dadang H

Konsultasi Publik
POPT dan Para PPL/Japung

Sumber: Gabungan Petani Organik (GPO)

Gambar 3. Gabungan Petani Organik (GPO)

Pengembangan padi ramah lingkungan metode SRI dapat memberikan

kesadaran kepada petani untuk lebih bersikap arif terhadap penggunaan pupuk dan

pestisida kimia. Petani menjadi lebih mandiri karena tidak harus tergantung

kepada penggunaan input tersebut. Usahatani padi organik metode SRI berbeda

dengan usahatani padi metode konvensional, meskipun tahapan kegiatan

41
budidayanya pada umumya sama saja. Teknik budidaya organik SRI telah

menggunakan bahan-bahan organik sebagai inputnya seperti pupuk kandang, sisa-

sisa tanaman dan berbagai jenis tanaman yang berguna untuk pestisida alami.

Budidaya organik SRI ini menyebabkan kebutuhan organik seperti pupuk

kandang dan jerami berubah fungsi sebagai pengganti pupuk kimia. Pembuatan

pupuk organik dipermudah lagi dengan adanya bantuan dari dinas pertanian

Kabupaten Cianjur berupa mesin appo yang dapat mencacah bahan-bahan organik

tersebut. Mesin tersebut dapat mengolah sekitar tujuh ton perhari kotoran hewan

yang dihasilkan dari hewan-hewan ternak.

Budidaya padi dengan metode SRI dibedakan dengan teknik budidaya

padi konvensional. Perbedaan budidaya tersebut terlihat dalam hal penggunaan

jumlah bibit per rumpun, umur bibit yang ditanam, cara seleksi benih, pemberian

MOL pada padi SRI dan tata cara pengaturan air. Oleh karena itu pada bagian ini

hanya diuraikan kegiatan budidaya padi dengan metode SRI yang dapat sekaligus

menggambarkan kegiatan budidaya padi konvensional di Kabupaten Cianjur.

5.2. Gambaran Umum Petani Sampel

Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara

dengan para petani yang menerapakan pertanian SRI dan petani konvensional. Hal

ini berguna untuk melihat karateristik umum petani. Karateristik yang digunakan

merupakan variabel yang akan digunakaan dalam menentukan faktor internal

petani menerapkan sistem pertanian SRI. Karateristik umum petani pada

penelitian ini terdiri dari lama pendidikan, umur, jumlah anggota keluarga

tanggungan petani, luas lahan, status pengusahaan lahan dan pengalaman petani.

42
Rincian karateristik umum pada kedua sampel populasi petani didapat pada

lampiran 1 dan 2.

Pendidikan merupakan peubah penjelas yang menerangkan lamanya petani

mengikuti pendidikan formal. Pendidikan diukur berdasarkan satuan tahun.

Jumlah petani yang menerapkan pertanian SRI di Kabupaten Cianjur memiliki

pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani konvensional. Apabila

dilihat dari jenjang pendidikan, 33,33 persen petani SRI telah mencapai

pendidikan setingkat SMU dan 16,67 persen lulusan perguruan tinggi, sedangkan

petani konvensional hanya 16,67 persen lulusan setingkat SMU dan tidak satupun

yang memasuki perguruan tinggi. Lama pendidikan petani sampel dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Lama Pendidikan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun


2010/2011
Lama Pendidikan Frekuensi (orang)
(tahun) Petani SRI Petani Konvensional
<5 0 1
5-10 15 24
11-15 10 5
>15 5 0
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011

Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1986), menyatakan

bahwa petani yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam

melaksanakan suatu inovasi dari pada petani yang berpendidikan rendah relatif

sulit untuk melaksanakan suatu inovasi.

Umur petani mencerminkan kemampuan petani dalam berusahatani. Umur

terkait dengan kondisi fisik dalam menggarap lahannya. Kelompok terbesar petani

di Kabupaten Cianjur berada pada rentang umur 41 sampai dengan 60 tahun, baik

43
pada petani SRI dengan persentase 60 persen maupun konvensional dengan

persentase 63,33 persen. Pada umur tersebut petani termasuk pada umur

produktif, namun sudah tidak tergolong muda. Usahatani khususnya padi tidak

diminati oleh tenaga kerja muda, hal ini dapat dilihat dari persentase tenaga kerja

pada rentang umur 21 sampai dengan 40 tahun hanya 20 persen pada petani SRI

dan 26,67 persen pada petani konvensional. Persentase petani yang berumur tua

lebih banyak pada petani yang menerapkan SRI, yaitu 20 persen sedangkan petani

konvensional hanya 10 persen pada rentang umur 61 sampai dengan 80 tahun.

Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Umur Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011


Umur (tahun) Frekuensi (orang)
Petani SRI Petani Konvensional
0-20 0 0
21-40 6 8
41-60 18 19
61-80 6 3
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011

Jumlah tanggungan petani merupakan beban ekonomi terhadap anggota

keluarganya. Satuan pengukurannya didasarkan banyak orang/jiwa yang menjadi

tanggungan petani. Petani sampel di Kabupaten Cianjur memiliki jumlah

tanggungan dalam rentang dua sampai dengan empat jiwa. Hal ini dikarenakan

secara statistik rentang ini memiliki persentase tertinggi yaitu 76,67 persen petani

pada petani SRI dan 83,33 persen pada petani konvensional. Jumlah tanggungan

petani sampel dapat dilihat pada Tabel 8.

44
Tabel 8. Jumlah Tanggungan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun
2010/2011
Jumlah Tanggungan Frekuensi (orang)
(Jiwa) Petani SRI Petani Konvensional
<2 0 1
2-4 23 25
>4 7 4
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011

Luas lahan adalah banyaknya sawah yang digarap petani berdasarkan

ukuran panjang dengan satuan hektar. Petani padi di Kabupaten Cianjur pada

umumnya memiliki luas garapan yang sempit. Petani SRI maupun konvensional

sebagian besar menggarap sawah dengan luas kurang dari 0,5 hektar. Menurut

Soekartawi (2002), salah satu ciri pertanian di Indonesia adalah dicirikan dengan

pengusahannya dalam luas usaha yang relatif sempit. Persentase luas lahan padi

sawah petani sampel menggunakan metode SRI sebesar 73,33 persen sedangkan

dengan menggunakan metode konvensional memiliki luas garapan 60 persen

untuk luas lahan kurang dari 0,5 hektar. Kondisi ini dapat dikaitkan bahwa petani

lahan luas tidak bersedia merubah sistem budidayanya dikarenakan kerugian yang

akan diterimanya akan lebih besar daripada lahan sempit jika sistem baru tersebut

dalam pelaksanaannya mengalami kegagalan. Informasi lebih jelas dapat

dijelaskan pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Lahan Padi Sawah Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode
Tahun 2010/2011
Lahan (ha) Frekuensi (orang)
Petani SRI Petani Konvensional
< 0,5 22 18
0,5-1,0 8 11
> 1,0 0 1
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011

45
Status kepemilikan lahan merupakan kondisi yang menunjukan kondisi

penguasaan petani terhadap lahan garapannya. Persentase pengusahaan lahan

pemilik sampel dengan metode SRI sebesar 56,67 persen sedangkan metode

konvensional sebesar 20 persen. Petani penggarap dapat dibedakan menjadi dua

yaitu penggarap sakap atau bagi hasil dengan sistem 50:50 dan penggarap

penyewa, dalam sampel didapat persentase petani SRI penggarap sebesar 43,33

persen sedangkan konvensional sebesar 80 persen. Status pengusahaan lahan

petani sampel dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Status Pengusahaan Lahan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode
Tahun 2010/2011
Status Pengusahaan Frekuensi (orang)
Lahan Petani SRI Petani Konvensional
Pemilik 17 6
Penggarap 13 24
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011

Pengalaman bertani merupakan lamanya petani melakukan budidaya padi.

Ukuran pengalaman bertani diukur berdasarkan satuan tahun. Pengalaman bertani

dengan metode SRI sekitar 100 persen berada pada rentang pengalaman kurang

dari 10 tahun bertani. Kondisi ini mencerminkan bahwa petani relatif memiliki

sikap dan pola pikir yang sama yaitu petani membutuhkan waktu yang lama

dalam menerima inovasi. Pengalaman bertani sampel di Kabupaten Cianjur tahun

2011 dapat dilihat pada Tabel 11.

46
Tabel 11. Pengalaman Bertani Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode
Tahun 2010/2011
Pengalaman Bertani Frekuensi (orang)
(tahun) Petani SRI Petani Konvensional
0-10 30 2
11-12 0 21
21-30 0 4
31-40 0 3
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011

5.3. Budidaya Padi Organik Metode SRI

Kegiatan usahatani padi organik SRI merupakan budidaya yang lebih

mengutamakan potensi lokal yang ramah lingkungan dan mendukung pemulihan

kesuburan tanah. Pada prinsipnya pertanian ini sebagai konservasi air serta

mendaur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan biomasa ke dalam

tanah seperti tidak membakar jerami di areal pesawahan akan tetapi jerami

tersebut dapat dikembalikan ke tanah yang melalui proses dekomposisi jerami

dapat menjadi bahan organik. Oleh karena itu budidaya padi ini sama sekali tidak

lagi menggunakan input anorganik baik itu pupuk atau pestisida kimia.

Hasil penanaman padi di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan metode

SRI sudah bebas dari residu kimia, namun sertifikat organik belum dapat

diperoleh karena terdapat kendala. Kendala yang dihadapi adalah bahwa luas

lahan yang diusahakan petani SRI belum mencapai total 25 hektar dalam satu

luasan sedangkan luas lahan petani SRI di Kabupaten Cianjur sebagian besar

memiliki luas lahan kurang dari 0,5 hektar dengan plot lahan yang terpisah atau

tidak dalam satu luasan. Adapun budidaya padi organik SRI di Kabupaten Cianjur

ini meliputi pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, penyulaman, pemupukan,

penyiangan, pengendalian hama dan penyakit serta panen.

47
5.3.1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi

tanah dari segi kandungan unsur dan hara untuk memperbaiki pengairan

(drainase) sehingga tanah atau lahan siap untuk ditanami dengan harapan

memperoleh hasil yang maksimal. Pada dasarnya proses pengolahan tanah yang

dilakukan petani padi organik SRI hampir sama dengan pengolahan tanah yang

dilakukan oleh petani padi konvensional. Adapun beberapa kegiatan pengolahan

tanah yang dilakukan adalah pembajakan, pembuatan saluran air, perataan tanah

dan babad galeng pematang.

Proses pengolahan tanah untuk padi organik metode SRI di Kabupaten

Cianjur dilakukan sebanyak dua kali, adapun proses pengolahan tanah yang

pertama adalah lahan dibajak dengan menggunakan traktor, kerbau dan cangkul,

setelah itu jerami dimasukan ke lahan, lalu petani biasanya membuat pematang

sawah (galengan). Setelah lahan dibajak pada petakan lahan dibuat saluran air

setelah itu pupuk kandang atau kompos dimasukan ke lahan dan diratakan setelah

itu diairi dengan kondisi macak-macak atau tidak terlalu tergenang, ini dilakukan

dengan tujuan agar pupuk tidak mudah terbawa air kemudian lahan diberi pupuk

dan didiamkan selama satu minggu sampai dua minggu. Pada waktu yang

bersamaan biasanya petani merapikan pematang sawah dengan cara pematang

dikikis dengan cangkul yang kemudian dilempar ke lahan, setelah itu pematang

kembali ditambal dengan tanah berlumpur hingga rata. Pengolahan tanah kedua

yaitu tanah dicangkul dan diratakan dalam kondisi air yang tetap macak-macak

kemudian endapkan dalam waktu semalam.

48
Pembibitan (penyemaian benih) memerlukan waktu yang berbeda. Bibit

yang ditanam pada budidaya padi metode SRI berumur 7-10 hari setelah semai

sedangkan untuk budidaya padi konvensional umur padi yang ditanam yaitu 20-22

hari setelah tanam. Proses penyemaian benih petani di Kabupaten Cianjur

sebagian besar dilakukan di sawah dan sisanya di nampan.

5.3.2. Pembibitan

Pembibitan merupakan salah satu budidaya perlakuan benih padi.

Pembibitan terdiri dari penyemaian dan perlakuan benih sebelum tebar yang dapat

dijelaskan dibawah ini.

5.3.2.1. Penyemaian

Persemaian benih metode SRI di Kabupaten Cianjur sebagian besar

dilakukan di lahan, namun terdapat pula yang melakukan persemaian benih di

nampan. Persentase persemaian benih di nampan sebesar 30 persen sedangkan di

lahan sebesar 70 persen. Persentase persemaian benih dengan menggunakan

metode konvensional 100 persen dilakukan di lahan. Ini disebabkan karena

kebiasaan petani melakukan persemaian benih di lahan, dan merasa takut

melakukan inovasi yang baru. Padahal keuntungan persemaian di nampan yang

dirasakan petani yang telah mengadopsinya adalah dapat menghemat lahan

penyemaian, menghemat biaya tenaga kerja, lebih praktis, dan hasilnya lebih baik.

Proses kegiatan persemaian diawali dengan persiapan media persemaian

dengan memakai nampan yang diisi dengan pupuk organik dan tanah, dengan

komposisi antara tanah dan pupuk organik (kompos) satu banding satu. Kemudian

benih ditebar secara merata tidak terlalu rapat atau tidak terlalu jarang dan tanah

49
agar selalu lembab sedangkan persemaian di lahan dilakukan diatas terpal yaitu

setelah terpal disiapkan maka ditaburi dengan kompos kemudian ditimpa oleh

pasir atau tanah, lalu benih disebar diatas permukaan terpal tersebut dan ditutup.

Berbeda dengan kegiatan persemaian yang dilakukan pada usahatani padi

konvensional, yaitu pada saat akan dilakukan penyemaian terlebih dahulu lahan

dipersiapkan untuk tempat penyemaian. Persiapan tersebut biasanya dilakukan

setelah lahan selesai dibajak atau pada saat lahan diberi pupuk. Lahan yang telah

dibajak pada pengolahan lahan dibuat menjadi beberapa petak yang kemudian

petak semai tersebut diratakan permukaannya.

5.3.2.2. Perlakuan Benih Sebelum Sebar

Benih yang ditanam di persemaian diharapkan tumbuh semuanya dengan

baik dan optimal. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan oleh petani di

Kabupaten Cianjur dalam mempersiapkan benih sebelum ditebar di persemaian

adalah proses seleksi dan perendaman, dapat dilihat pada lampiran 3. Seleksi

benih ini dapat berguna untuk memisahkan benih yang baik dengan benih yang

hampa dan kotoran benih lainnya. Setelah itu dilakukan perendaman benih. Pada

umumnya petani SRI lebih kreatif dari pada petani konvensional. Benih dapat

dibuat sendiri dari benih sebelumnya yaitu benih yang sudah masak ditarik untuk

dijadikan benih persemaian. Ini dapat menghemat dalam pembelian benih di toko

secara berkelanjutan.

Perendaman benih adalah suatu perlakuan yang berguna untuk

merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan

tumbuh optimal di lahan persemaian. Setelah direndam selama dua hari benih

50
ditiriskan selama dua hari, sampai benih mengeluarkan kecambah maka benih

siap untuk ditanam.

5.3.3. Penanaman (Tandur)

Petani padi metode SRI umumnya menanam bibit relatif muda (7-14 hari).

Bibit pada umur ini telah memiliki dua helai daun atau lebih tinggi  10-15 cm

sehingga bibit perlu diperlakukan secara hati-hati terutama pada bagian akar agar

tidak rusak dicabut dari persemaian.

Benih muda pada metode SRI ini diharapkan dapat menumbuhkan tunas

lebih awal dan akan banyaknya pertumbuhan tunas primer sebagai tunas yang

lebih produktif serta lebih cepat pembentukannya. Hal ini berbeda dengan metode

konvensional yang menanam bibit yang telah berumur relatif tua yaitu 20-22 hari

setelah tanam.

Sebelum bibit ditanam, lahan dibuat pola jarak tanam dengan

menggunakan caplakan. Menaplak lahan dilakukan dua kali dengan arah yang

berlawanan (vertikal-horizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak

tanam yang ukurannya telah ditentukan pada caplakan. Usahatani padi metode

SRI di Kabupaten Cianjur menggunakan jarak 28 x 28 cm2 sampai 35 x 35 cm2.

Jarak tanam tersebut relatif lebih luas dibandingkan jarak tanam padi

konvensional (25 x 25 cm2 sampai 30 x 30 cm2). Jarak tanam yang lebar pada SRI

dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada tanaman dalam pembentukan

anakan, pertumbuhan akar dan masuknya sinar matahari kedalam perakaran

didalam tanah. Terdapat pula penanaman padi yang bertujuan untuk

menanggulangi jika ada tanaman padi yang tidak tumbuh, yaitu dengan menanam

51
bibit di salah satu sudut secara bergerombol, penanaman ini dinamakan

penyulaman.

Penanaman padi metode SRI berbeda dengan penanaman padi

konvensional. Bibit yang ditanam pada padi konvensional paling sedikit empat

per rumpun dan ujung akar tanaman biasanya masih berada dipermukaan tanah.

Berbeda dengan cara penanaman padi SRI, pada metode ini banyaknya bibit per

rumpun yaitu satu bibit per rumpun (benih tunggal), namun sebagian petani SRI

di Kabupaten Cianjur menanam bibitnya sebanyak dua sampai tiga bibit per

rumpun. Alasan petani padi SRI tersebut adalah masih takut dan ragu jika hanya

menanam satu bibit disaat cuaca buruk yaitu hujan atau terkena serangan hama

dan penyakit. Pada proses penanaman ini kegiatan pencabutan bibit dari tempat

persemaian harus secara hati-hati dengan jarak waktu dari cabut ke tanam tidak

lebih dari 15 menit dan bulir padi tetap dijaga serta kondisi akar horizontal

sehingga membentuk huruf L. Kenudian benih ditanam dangkal 0,5-1 cm, hal ini

dilakukan untuk menghindari kematian akibat busuk akar.

Kendala pada usahatani padi SRI adalah jika faktor cuaca tidak

mendukung biasanya terjadi pada musim hujan, ketika musim tanam dan hujan

cukup besar maka bibit padi yang baru saja ditanam terlepas karena areal sawah

terendam air, hal ini dapat terjadi karena pada metode SRI padi ditanam dangkal,

sehingga bibit padi tidak kuat menahan genangan air yang membanjiri sawah.

Selain cuaca, faktor hama juga merupakan salah satu kendala pada pertanian

organik SRI maupun konvensional. Petani konvensional hanya menanam bibit

pada umur tua dan ditanam dalam sehingga tidak takut jika bibit yang baru

ditanamnya mengalami kerusakan.

52
5.3.4. Penyulaman

Penyulaman dengan metode SRI maupun konvensional di Kabupaten

Cianjur dilakukan dengan melihat terlebih dahulu kondisi tanaman, apakah

tumbuh dengan baik atau tidak. Jika tanaman ada yang roboh atau bila ada

kerusakan akibat adanya gangguan hama seperti keong atau serangga. Ini perlu

dilakukan penyulaman dengan cara menanaminya kembali, pada umumnya

penyulaman dilakukan maksimal pada umur tujuh hari setelah tanam. Penyulaman

pada metode SRI lebih sering dilakukan oleh petaninya, jika bibit yang baru

ditanam lepas dari lubang tanam karena air hujan yang terlalu menggenang atau

karena serangan hama dan penyakit.

5.3.5. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan atau

mengurangi tanaman lain selain tanaman pokok yaitu padi atau sering disebut

dengan tanaman gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan unsur hara

sekaligus dapat memberi dukungan terhadap kondisi pertukaran dan perputaran

udara (aerasi), selain itu penyiangan juga dapat mencegah serangan hama.

Penyiangan yang dilakukan oleh petani dengan metode SRI tidak jauh

berbeda dengan padi konvensional, hanya saja yang membedakannya adalah

frekuensi kegiatan penyiangan yang dilakukan. Kegiatan penyiangan pertama

pada metode SRI dilakukan pada umumnya ketika tanaman berumur 7-14 hari,

penyiangan kedua dan seterusnya dilakukan setiap 10 hari sekali. Rata-rata

penyiangan dilakukan selama 3-4 kali dalam satu kali musim tanam sedangkan

kegiatan penyiangan padi konvensional dilakukan sebanyak dua kali dalam satu

musim tanam.

53
5.3.6. Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan hara

tanah yang sangat terbatas terkandung didalam tanah, sehingga dengan

pemupukan kebutuhan hara tersebut dapat ditambah dari luar dengan pupuk

organik maupun pupuk anorganik (kimia). Kegiatan pemupukan metode SRI

sepenuhnya berupa pupuk organik mulai dari pemupukan dasar hingga

pemupukan dasar hingga pemupukan susulan yang berbentuk padat ataupun cair

yaitu MOL (Mikro Organisme Lokal). Pupuk organik yang diberikan petani padi

metode SRI berupa pupuk kompos. Pupuk kompos terdiri dari bahan-bahan

organik yang berasal dari alam, seperti jerami, rerumputan, limbah sayuran,

limbah buah-buahan dan kotoran hewan. Bahan-bahan tersebut dikompos melalui

proses penguraian dengan bantuan mikro organisme.

Pemberian MOL pada metode SRI adalah pemberian cairan yang terbuat

dari bahan-bahan alami yang disukai oleh media hidup dan berkembangnya mikro

organisme yang bertujuan untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik

dan sebagai aktivator atau tambahan nutrisi bagi tanaman padi. Petani padi SRI di

Kabupaten Cianjur mengaplikasikan MOL sebagai campuran dalam pembuatan

kompos (aktivator) dan juga dalam bentuk cairan yang pengaplikasiannya

dilakukan penyemprotan dengan menggunakan handsprayer. MOL tidak memiliki

efek samping yang menyebabkan overdosis pada tanaman terutama padi, sehingga

dalam pemberiannya terhadap tanaman padi dapat disesuaikan dengan kebutuhan

tanaman dan kemampuan petani sendiri.

Pemupukan yang diberikan kepada padi metode konvensional di

Kabupaten Cianjur biasanya sampai dua kali pemupukan dalam satu musim

54
tanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk buatan pabrik yaitu urea, TSP, dan

KCL namun terdapat pula petani yang menggunakan pupuk Ponska, Decis,

Buldog, Fiodan, Furadan.

5.3.7. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit sangat penting dilakukan agar hasil

produksi tidak menurun. Upaya pemberantasan hama dan penyakit, budi daya

padi metode SRI berbeda dengan metode budidaya padi secara konvensional.

Penggunaan obat-obatan anorganik seperti pestisida kimia buatan pabrik

merupakan pengendalian kimiawi yang biasa dilakukan petani padi konvensional.

Cara ini dianggap paling efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit karena

mengandung racun yang langsung kontak dengan hama atau meracuni hama

secara sistematik.

Berbeda dengan petani padi konvensional, petani padi metode SRI

menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan. Biasanya pestisida nabati

dibuat sendiri oleh petani sama halnya pembuatan MOL. Bahan-bahan yang

digunakan petani untuk pestisida nabati diperoleh dari bahan-bahan yang terdapat

di lingkungan sekitar yang telah diketahui efektif dalam pengendalian hama dan

penyakit pada padi.

5.3.8. Pengairan Sawah

Kebutuhan air di kabupaten Cianjur untuk kegiatan usahatani padi pada

umumnya tercukupi dengan adanya irigasi. Pengairan yang dilakukan oleh petani

SRI berbeda dengan petani padi konvensional. Metode konvensional biasanya

padi selalu tergenang dari awal penanaman sampai panen, sedangkan metode SRI

55
pengairan dilakukan secara berselang (intermitten) sehingga padi tidak selalu

tergenang oleh air karena pada dasarnya padi bukanlah tanaman air tetapi tanaman

yang butuh air.

5.3.9. Panen dan Pasca Panen

Pemanenan padi dilakukan pada waktu yang tepat karena akan

berpengaruh terhadap kualitas gabah. Panen dapat dilakukan setelah bulir padi

sebagian besar telah menguning 90 persen. Cara pemanenan yang dilakukan

petani masih menggunakan tahapan dan teknologi yang sederhana yaitu pada

tahap awal padi dipotong menggunakan pisau khusus untuk panen (sabit). Setelah

dipotong kemudian dikumpulkan pada suatu tempat untuk dirontokan. Cara

perontokannya adalah dengan membantingnya pada papan perontok atau

hamparan kayu yang disiapkan. Setelah gabah diperoleh dari hasil perontokan,

gabah dibersihkan dari sisa-sisa daun dan kotoran lain dengan cara diangin-

anginkan. Setelah itu GKP (Gabah Kering Panen) dijemur di lahan yang datar

selama 2-3 hari, namun waktu pengeringan tersebut fleksibel karena tergantung

pula dengan cuaca.

56
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Metode


SRI dan Konvensional

Model fungsi produksi yang digunakan dalam menduga usahatani padi

adalah model fungsi Cobb Douglas. Usahatani padi metode SRI dipengaruhi oleh

benih (X1), bokhasi (X2), TKDK (X3), tingkat pendidikan petani (X4), pengalaman

bertani (X5), dan luas lahan (X6) dengan menggunakan alat bantu Minitab 14,

SPSS 17, dan Eviews 6. Sebelum memilih model, perlu dilakukan uji terlebih

dahulu apakah terdapat pelanggaran-pelanggaran asumsi dalam model seperti

adanya multikolinearitas. Multikolinearitas diidentifikasi dengan VIF (Variance

Inflation Factor) pada setiap masing-masing peubah. Jika nilai VIF > 10 maka

terdapat masalah multikolinearitas dalam model.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI diduga

dengan menggunakan model fungsi Cobb Douglas, yang kemudian didapatkan

hasil dalam Tabel 13. Hasil regresi yang didapatkan adalah

Ln Y= 5,03 + 0,173 Ln X1 + 0,286 Ln X2 + 0,0006 Ln X3 + 0,268 Ln X4 + 0,362 Ln X5 + 0,500 Ln X6

Maka fungsi Cobb Douglas yang belum dilogaritmakan adalah:

Y = 152,933X10,173X20,286X30,0006X40,264X50,362X60,500

Berdasarkan hasil pendugaan model diperoleh nilai VIF untuk masing-masing

memiliki nilai < 10, sehingga variabel yang digunakan dalam model tidak ada

masalah multikolinearitas. Berdasarkan uji white, jika nilai-p (0,6034) > alpha

(taraf nyata) maka terima Ho artinya asumsi Homoskedastisitas terpenuhi.

Penentuan Homoskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 12.

57
Tabel 12. Heteroskedastisitas Test: White Penerapan SRI

F-statistic 5.292,690 Prob. F(25,4) 0,0000


Obs*R-squared 29,99909 Prob. Chi-Square (25) 0,2243
Scaled explained SS 22,55786 Prob. Chi-square (25) 0,6034
Sumber: Hasil Eviews 6 (2011).

Hasil model regresi diketahui bahwa nilai P sebesar 0,000 lebih kecil dari

taraf nyata satu persen, sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah model

regresi tersebut dapat menjelaskan keragaman Y atau minimal ada satu faktor

(variabel X) yang memengaruhi Y. Berdasarkan analisis regresi diperoleh

koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 84,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

sebanyak 84,6 persen benih, bokhasi, TKDK, tingkat pendidikan petani,

pengalaman bertani, dan luas lahan dapat menjelaskan produksi padi SRI, dan

sisanya sebanyak 15,4 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan

ke dalam model. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI

musim tanam I terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi SRI


Musim Tanam I
Variabel Koefiisen Standard Nilai t Peluang VIF
Regresi Error hitung
Konstanta 5,0290 0,7484 6,72 0,000
Benih 0,1735 0,1073 1,62 0,120*** 1,5
Bokhasi 0,2859 0,0799 3,57 0,002* 1,6
TKDK 0,0056 0,0714 0,01 0,994 1,3
Tingkat Pendidikan Petani 0,2679 0,2226 1,20 0,241 1,5
Pengalaman Bertani 0,3619 0,1601 2,26 0,034** 1,6
Luas Lahan 0,5004 0,1259 3,97 0,001* 2,2
Koefesian determinasi R-Sq = 87,8%
R-Sq(adj) = 84,6%
* =(0,01)
** =(0,10)
*** =(0,15)
Sumber: Hasil Output Minitab 14 (2011).

58
Dalam model fungsi produksi Cobb Douglas nilai koefisien regresi

merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, sedangkan

penjumlahan dari nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan

skala usaha. Dari model produksi usahatani padi metode SRI yang diduga,

menunjukan bahwa jumlah-jumlah nilai parameter penjelas adalah 1,596. Angka

ini merupakan hasil dari penjumlahan keofesien regresi faktor produksi yang

dalam hal ini juga sebagai elastisitas faktor tersebut. Jumlah elastisitas produksi

lebih besar dari satu menunjukan bahwa skala usahatani padi metode SRI pada

skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale).

Dengan demikian, dalam fungsi produksi usahatani padi pada penelitian

ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih

dari satu sehingga berada di daerah irrasional. Hal ini berarti jika peningkatan satu

persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan

meningkatkan produksi padi sebesar 1,596 persen.

Elastisitas sebesar 1,596 menunjukan produksi padi belum optimal

sehingga keuntungan maksimal akan didapat jika elastisitas produksi padi berada

diantara nol sampai satu yaitu di daerah yang rasional. Hal ini seharusnya

dilakukan agar petani mendapatkan keuntungan yang optimal. Variabel-variabel

yang diduga mempengaruhi produksi usahatani dengan penerapan SRI adalah

sebagai berikut:

a) Benih

Benih yang digunakan metode SRI lebih sedikit dibandingkan dengan

bibit yang digunakan dengan metode konvensional namun dalam perhitungan

hasil output minitab mempunyai hubungan positif terhadap produksi padi karena

59
responden masih belum siap menanam satu pertangkai bibit sehingga benih yang

digunakan jumlahnya lebih besar. Dalam penelitian ini terlihat dari hasil regresi

benih berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani karena memiliki nilai P

sebesar 0,120. Hal ini dikarenakan produksi padi dapat meningkat dengan

penggunaan benih tidak begitu banyak karena dalam metode SRI diperlukan

penghematan terhadap penggunaan benih. Berdasarkan hasil analisis fungsi Cobb

Douglas faktor produksi benih sebesar 0,173, yang berarti setiap peningkatan satu

persen benih dengan ketentuan SRI, maka akan meningkatkan produksi padi

sebasar 0,173 persen cateris paribus.

b) Bokhasi

Bokhasi memiliki hubungan yang positif terhadap produksi padi karena

semakin banyak bokhasi yang digunakan maka produksi semakin tinggi. Dalam

penelitian ini terlihat dari regresi bokhasi memiliki hubungan positif dan

berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi, dalam taraf  sama dengan

satu persen dengan nilai P sebesar 0,002. Berdasarkan hasil analisis fungsi

produksi Cobb Douglass faktor produksi bokhasi sebesar 0,285 yang berarti setiap

kenaikan satu persen bokhasi, maka akan meningkatkan produksi padi sebesar

0,285 persen cateris paribus.

c) Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK)

Tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh positif terhadap produksi

padi. Jika semakin banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang

diperhitungkan dilihat dari kualitas tenaga kerja maka produksi padi akan

meningkat. Dalam penelitian ini TKDK memiliki hubungan positif dan tidak

berpengaruh nyata terhadap produksi padi. TKDK memiliki nilai koefesien

60
sebesar 0,00056, yang berarti setiap kenaikan satu persen TKDK, maka akan

meningkatkan produksi padi sebasar 0,00056 persen cateris paribus. Hal ini

terjadi karena TKDK belum mencukupi dalam budidaya usahatani sehingga

diperlukan tenaga kerja luar keluarga yang dihargai pada tingkat upah yang

berlaku secara tunai.

d) Tingkat Pendidikan Petani

Latar belakang pendidikan petani mempunyai hubungan positif terhadap

produksi padi. Jika semakin luas wawasan dan keterampilan usahataninya, maka

akan semakin baik dalam mengelola usahataninya, sehingga produksi akan

semakin tinggi. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan petani tidak berpengaruh

nyata terhadap pendapatan usahatani dengan nilai P sebesar 0,241. Tingkat

pendidikan petani memiliki nilai koefesien sebesar 0,2679, yang berarti setiap

kenaikan satu persen tingkat pendidikan, maka akan meningkatkan produksi padi

sebasar 0,2679 persen cateris paribus. Hal ini terjadi karena masih terdapat petani

yang berpendidikan rendah.

e) Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani memiliki hubungan positif jika semakin lama

pengalaman petani dalam berusahatani, maka akan semakin memahami dan mahir

dalam melakukan usahatani serta semakin paham mengenai hama dan penyakit

tanaman yang biasa menyerang tanaman padi, sehingga semakin tinggi produksi

yang diperoleh. Dalam penelitian ini pengalaman bertani padi SRI memiliki

hubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi dengan

nilai P sebesar 0,034. Hal ini terjadi karena terdapat petani yang memiliki naluri

61
terhadap tanaman padi sehingga petani tersebut mengetahui kebutuhan yang

diperlukan padi tanpa ada perkiraan dan ilmu pasti (petani highliner).

f) Luas Lahan

Luas lahan memiliki hubungan positif terhadap produksi padi. Jika

semakin luas lahan yang digunakan untuk bertani SRI maka akan semakin besar

pula produksi padi. Dalam penelitian ini nilai regresi luas lahan berpengaruh nyata

terhadap produksi padi dengan nilai P sebesar 0,001 dalam taraf  sama dengan

satu persen, ini dikarenakan dikarenakan secara ekonomi terjadi increasing return

to scale sedangkan secara lingkungan jika lahan semakin luas maka sulit

terkontaminasi bahan pencemar yang mempengaruhi produksi usahatani padi.

Luas lahan memiliki nilai koefisien 0,5004 yang berarti setiap kenaikan satu

persen luas lahan, maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,5004 persen

cateris paribus.

Peubah bebas yang berpengaruh nyata di usahatani metode SRI adalah

benih, bokhasi, pengalaman bertani, dan luas lahan. Ini memiliki arti bahwa jika

benih sebanyak tujuh kilogram, bokhasi 992,67 persen, pengalaman bertani

selama dua tahun tujuh bulan, dengan luas lahan 0,31 persen, maka diduga

produksi usahatani padi sebesar 2.226,52 persen.

Usahatani padi metode konvensional dipengaruhi oleh benih (X1), pupuk

anorganik (X2), TKDK (X3), tingkat pendidikan petani (X4), pengalaman bertani

(X5), dan luas lahan (X6). Model fungsi produksi Cobb Douglas yang didapatkan

untuk usahatani padi penerapan konvensional adalah sebagai berikut

Ln Y = 5,77 + 0,382 Ln X1 + 0,201 Ln X2 + 0,131 Ln X3 + 0,419 Ln X4 – 0,068 Ln X5 + 0,798 Ln X6

Maka fungsi Cobb Douglas yang belum dilogaritmakan adalah:

62
Y = 320,537X10,382X20,201X30,1310X40,4190X5-0,0680X60,798

Berdasarkan hasil regresi berganda diperoleh nilai VIF untuk masing-masing

memiliki nilai < 10, sehingga variabel yang digunakan dalam model tidak ada

masalah multikolinearitas. Berdasarkan uji white, jika nilai-p (0,7354) > alpha

(taraf nyata) maka terima Ho artinya asumsi Homoskedastisitas terpenuhi.

Penentuan Homoskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Heteroskedastisitas Test: White Penerapan Konvensional


F-statistic 39,61817 Prob. F(26,3) 0,0056
Obs*R-squared 29,91288 Prob. Chi-Square (26) 0,2712
Scaled explained SS 21,12634 Prob. Chi-square (26) 0,7354
Sumber: Hasil Eviews 6 (2011)

Hasil model regresi diketahui bahwa nilai P sebesar 0,000 lebih kecil dari

taraf nyata satu persen, sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah model

regresi tersebut dapat menjelaskan keragaman Y atau minimal ada satu faktor

(variabel X) yang memengaruhi Y. Berdasarkan analisis regresi diperoleh

koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 68,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

sebanyak 68,8 persen benih, pupuk anorganik, TKDK, tingkat pendidikan petani,

pengalaman bertani, dan luas lahan dapat menjelaskan produksi padi

konvensional, dan sisanya sebanyak 31,2 persen dijelaskan oleh variabel lain yang

tidak dimasukkan ke dalam model. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

usahatani padi konvensional musim tanam I dapat dilihat pada Tabel 15.

63
Tabel 15. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi
Konvensional Musim Tanam I
Variabel Koefiisen Standard Nilai t Peluang VIF
Regresi Error hitung
Konstanta 5,7664 0,8948 6,44 0,000
Benih 0,3824 0,1481 2,58 0,017** 1,8
Pupuk Anorganik 0,2014 0,2454 0,82 0,420 1,4
TKDK 0,1308 0,0671 1,95 0,064** 1,6
Tingkat Pendidikan Petani 0,4191 0,2552 1,64 0,115*** 1,2
Pengalaman Bertani -0,0678 0,1373 -0,49 0,626 1,2
Luas Lahan 0,7985 0,2090 3,82 0,001* 2,0
Koefesian determinasi R-Sq = 75,3 %
R-Sq(adj) = 68,8 %
* =(0,01)
** =(0,10)
*** =(0,15)
Sumber: Hasil Output Minitab 14 (2011)

Dari model produksi usahatani padi metode konvensional yang diduga,

menunjukan bahwa jumlah-jumlah nilai parameter penjelas adalah 1,864. Angka

ini merupakan hasil dari penjumlahan keofesien regresi faktor produksi yang

dalam hal ini juga sebagai elastisitas faktor tersebut. Jumlah elastisitas produksi

lebih besar dari satu menunjukan bahwa skala usahatani padi metode

konvensional pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale).

Hal ini karena usahatani padi di lokasi penelitian belum saatnya untuk panen

sehingga tidak akan bisa mendapat profit maksimal secara teknis.

Dengan demikian, dalam kurva fungsi produksi usahatani padi pada

penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai

elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerah irrasional. Hal ini berarti jika

peningkatan satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama

akan meningkatkan produksi padi sebesar 1,864 persen.

64
Elastisitas sebesar 1,864 menunjukan produksi padi belum optimal

sehingga keuntungan maksimal akan didapat jika elastisitas produksi padi berada

diantara nol sampai satu yaitu di daerah yang rasional. Implikasinya petani masih

bisa menambahkan input untuk mencapai peningkatan output. Hal ini seharusnya

dilakukan agar petani mendapatkan keuntungan yang optimal. Variabel-variabel

yang diduga mempengaruhi produksi usahatani padi dengan penerapan

konvensional adalah sebagai berikut:

a) Benih

Benih mempunyai hubungan positif terhadap produksi padi karena

semakin banyak benih yang digunakan persatuan luas lahan produksi sehingga

semakin besar produksi yang diterima usahatani. Dalam penelitian ini terlihat dari

hasil regresi benih berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi karena

memiliki nilai P sebesar 0,017 pada  sebesar 10 persen. Padi untuk menghasilkan

benih yang banyak dibutuhkan benih yang bersertifikasi yang penggunaannya

lebih banyak lebih baik dengan dampak akan menghasilkan produksi yang baik.

Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglass faktor produksi benih

sebesar 0,382 yang berarti setiap kenaikan satu persen benih, maka akan

meningkatkan produksi padi sebesar 0,382 persen cateris paribus.

b) Pupuk Anorganik

Pupuk memiliki hubungan yang positif terhadap produksi padi karena

semakin banyak pupuk yang digunakan maka produksi semakin tinggi namun

penggunaannya tidak melebihi batas yang ditentukaan. Dosis anjuran penggunaan

pupuk terdapat dalam kemasan, sebagai contoh pupuk npk mutiara satu sendok

makan untuk tiga liter air. Dalam penelitian ini regresi pupuk tidak berpengaruh

65
nyata terhadap produksi petani dengan nilai P sebesar 0,420, dikarenakan

penggunaan pupuk diluar batas anjuran dosis. Pupuk memiliki nilai koefisien

0,2014 yang berarti setiap kenaikan satu persen pupuk, maka akan meningkatkan

produksi sebesar 0,2014 persen cateris paribus.

c) Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK)

Tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh positif terhadap produksi

padi. Jika semakin banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang

diperhitungkan dilihat dari kualitas tenaga kerja, maka produksi padi akan

meningkat. Dalam penelitian ini TKDK memiliki hubungan positif dan

berpengaruh nyata terhadap produksi dengan nilai P sebesar 0,064 pada  sebesar

10 persen. TKDK memiliki nilai koefesien sebesar 0,1308, yang berarti setiap

kenaikan satu persen TKDK, maka akan meningkatkan produksi sebasar 0,1308

persen cateris paribus. Hal ini terjadi karena TKDK tersebut dihargai dengan

kualitas tenaga kerja yang baik karena tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi

diperlukan dalam peningkatan produksi usahatani padi.

d) Tingkat Pendidikan Petani

Latar belakang pendidikan petani mempunyai hubungan positif terhadap

produksi padi. Jika semakin luas wawasan dan keterampilan usahataninya, maka

akan semakin baik dalam mengelola usahataninya, sehingga produksi akan

semakin tinggi. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan petani berpengaruh nyata

terhadap produksi dengan nilai P sebesar 0,115 pada  sebesar 15 persen. Tingkat

pendidikan petani memiliki nilai koefisien sebesar 0,4191 yang berarti setiap

meningkatnya satu persen pendidikan petani, maka akan meningkatkan produksi

padi sebesar 0,4191 persen ceteris paribus. Ini dikarenakan, petani yang memiliki

66
tingkat pendidikan tinggi dapat mengaplikasikan penggunaan dosis pupuk

anorganik yang tepat sehingga tidak terjadi overdosis terhadap tanaman yang

mengakibatkan produksi usahatani padi akan meningkat.

e) Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani memiliki hubungan negatif dengan pendapatan,

karena semakin lama pengalaman bertani dengan menggunakan metode

konvensional maka petani semakin sulit untuk menerima metode baru dalam

bertani yang ramah lingkungan. Dalam penelitian ini pengalaman usahatani padi

konvensional memiliki hubungan negatif, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi padi dengan nilai P sebesar 0,625. Pengalaman bertani memiliki nilai

koefisien sebesar 0,0678 yang berarti setiap meningkatnya satu persen

pengalaman bertani akan menurunkan produksi padi sebesar 0,0678 persen cateris

paribus. Hal ini terjadi karena kondisi cuaca yang tidak menentu pada musim

tanam tersebut menyebabkan petani menjadi sulit untuk memprediksi cuaca yang

terjadi, sehingga pengalaman petani yang dimiliki pun menjadi tidak terlalu

berpengaruh.

f) Luas Lahan

Luas lahan memiliki hubungan positif terhadap produksi padi. Jika

semakin luas lahan yang digunakan untuk bertani maka akan semakin besar pula

produksi yang diterima usahatani. Dalam penelitian ini nilai regresi luas lahan

berpengaruh nyata terhadap produksi padi dengan nilai P sebesar 0,001 dalam

taraf  sama dengan satu persen, dikarenakan secara ekonomi terjadi increasing

return to scale. Luas lahan memiliki nilai koefisien 0,7985 yang berarti setiap

67
kenaikan satu persen luas lahan, maka akan meningkatkan produksi sebesar

0,7985 persen cateris paribus.

Peubah bebas yang berpengaruh nyata di usahatani metode konvensional

adalah benih, TKDK, tingkat pendidikan, dan luas lahan. Ini memiliki arti bahwa

jika benih sebanyak 17 persen, tenaga kerja dalam keluarga 29 persen, tingkat

pendidikan rata-rata SMP, dengan luas lahan 0,31 persen, maka diduga produksi

usahatani padi sebesar 1.235,36 persen.

Hasil pengujian nilai tengah kedua produksi dari metode SRI dan

konvensional secara statistik tidak signifikan. Dari hasil perhitungan didapatkan

P-value sebesar 0,222 berdasarkan uji nilai tengah jika nilai P-value >  (taraf

nyata 5%), maka terima Ho, sehingga dapat dianggap produksi SRI tidak berbeda

nyata dengan produksi konvensional. Insentif terhadap SRI dapat dilihat jika

harga produksi SRI dan produksi konvensional berbeda. Lebih jelasnya dapat

dilihat pada lampiran 6.

6.2. Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani Padi Metode SRI dan


Konvensional

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua

biaya yang dikeluarkan, apabila nilai selisih tersebut positif maka dapat dikatakan

usahatani menguntungkan. Pendapatan usahatani dianalisis dengan menggunakan

konsep pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari hasil pengurangan dari

penerimaan petani terhadap semua komponen biaya yang dikeluarkan secara tunai

dalam usahatani. Sementara pendapatan atas biaya total merupakan penerimaan

petani yang dikurangkan dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam

usahataninya, termasuk biaya yang diperhitungkan. Menurut Sajogyo dalam

68
harian tempo interaktif, indikator kemiskinan dapat dilihat dari tingkat konsumsi

beras pertahun, tingkat akan kecukupan gizi dan tingkat kesejahteraan.

6.2.1. Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional

Usahatani padi metode SRI di Kabupaten Cianjur memiliki nilai rata-rata

GKP yang lebih tinggi dari pada GKP konvensional. Terukur pula dari produksi

GKP yang dijual dan penerimaan usahatani metode SRI lebih tinggi dari pada

metode konvensional. Penentuan produksi GKP diperlukan karena penjualan hasil

panen padi dalam bentuk GKP. Usahatani metode SRI mampu menghasilkan

Gabah Kering Panen (GKP) sebesar 1.245,60 kg, bila luas lahan dikonversikan

dalam satuan hektar maka produktivitas padi organik metode SRI menghasilkan

GKP sebesar 3.966,37 kg/ha. Namun, hasil yang diperoleh usahatani SRI organik

belum sesuai dengan teori bahwa dengan menggunakan metode SRI akan

menghasilkan gabah diatas rata-rata nasional yaitu 5000,00 kg/ha. Kondisi ini

diduga karena rata-rata pengalaman bertani SRI masih rendah. Sistem organik

membutuhkan waktu relatif lama untuk dapat meningkatkan produktivitas.

Sedangkan GKP yang diterima usahatani padi konvensional sebesar

1.022,83 kg dan bila dikonversikan kedalam luasan hektar maka diperoleh

produktivitas sebesar 2.687,85 kg/ha. Jumlah yang diterima usahatani padi

konvensional ini lebih rendah dari hasil yang diperoleh usahatani padi SRI.

Kondisi ini diperkirakan petani konvensional belum dapat menerima metode SRI.

Sebagian responden petani konvensional menyatakan bahwa hasil yang didapat

tidak memiliki perbedaan dan bahkan belum yakin hasil panen menggunakan

metode SRI lebih besar produksinya daripada dengan metode yang biasa

digunakan petani. Harga GKP yang diterima petani SRI dan petani konvensional

69
tetap mengikuti harga pasar yang relatif sama. GKP petani SRI belum dihargai

tinggi padahal memiliki rendemen yang tinggi dibandingkan GKP konvensional.

Tidak tersedianya lembaga pemasaran yang khusus menampung produksi

petani SRI di Kabupaten Cianjur penyebab harga gabah SRI sama dengan gabah

konvensional. Kondisi inilah yang mengakibatkan petani konvensional tidak

bersedia menerapkan SRI. Petani SRI sebenarnya dapat menjual harga gabah yang

lebih tinggi dari harga yang ditawarkan, dikarenakan gabah dari hasil usahatani

SRI adalah produk yang dapat menghasilkan beras organik yang nilai jualnya

lebih besar dari pada beras biasa.

Penerimaan yang diperoleh usahatani padi SRI terbukti lebih besar

daripada usahatani konvensional. Inilah yang merupakan salah satu alasan dari

sebagian responden petani SRI menerapkan metode ini. Namun, hasil pengujian

nilai tengah kedua penerimaan dari metode SRI dan Konvensional secara statistik

tidak signifikan. Dari perhitungan didapatkan P-value dari dua metode ini sebesar

0,572 berdasarkan uji nilai tengah jika P-value> (taraf nyata 5%), maka terima

Ho, sehingga dapat dianggap penerimaan SRI tidak berbeda nyata dengan

penerimaan konvensional. Produktivitas dan penerimaan usahatani padi metode

SRI dan konvensional di Kabupaten Cianjur pada musim tanam I periode

2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Produktivitas dan Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan
Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur pada Musim Tanam I
Periode Tahun 2010/2011
Uraian Usahatani Padi Usahatani Padi
Metode SRI Konvensional
Produksi GKP yang dijual (kg) 1.245,60 1.022,83
Produktivitas GKP (kg/ha) 3.966,37 2.687,25
Penerimaan (Rp/ha) 4.553.888,69 3.739.458,21
Sumber: Data Primer, 2011

70
6.2.2. Biaya Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional

Total biaya usahatani adalah keseluruhan biaya-biaya yang dikeluarkan

oleh petani setiap musim tanam. Total biaya tersebut merupakan hasil

penjumlahan dari total biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Perincian biaya tunai

dan biaya diperhitungkan pada kegiatan usahatani padi SRI di Kabupaten Cianjur

diuraikan lagi menjadi masing-masing biaya terdiri dari biaya variabel dan biaya

tetap. Berdasarkan data yang diperoleh di lapang, dapat diketahui bahwa biaya

total yang dikeluarkan petani padi organik metode SRI pada musim tanam I

periode 2010/2011 diperoleh rata-rata sebesar Rp 2.289.178,97 per hektar. Biaya

tunai dan biaya diperhitungkan usahatani padi SRI memiliki proporsi yang

berbeda dalam struktur biaya total.

Biaya tunai yang dikeluarkan petani lebih kecil dibandingkan jumlah biaya

diperhitungkan, biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp 974.428,14 per hektar

atau sekitar 42,60 persen dari total biaya yang dikeluarkan dalam satu musim

tanam, sisanya merupakan biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp

1.314.750,83 per hektar atau sekitar 57,40 persen dari total biaya yang digunakan

dalam satu musim tanam. Adapun perincian biaya usahatani yang dikeluarkan

oleh petani padi organik SRI dapat dilihat pada Tabel 17.

71
Tabel 17. Biaya Usahatani Padi Organik Metode SRI pada Musim Tanam (MT) I
Periode Tahun 2010/2011

No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp) Persentase (%)


1. Biaya Tunai
Biaya Tetap
- Pajak 149.952,03 6,55
- Irigasi 16.137,01 0,70
- Sewa Lahan 18.853,26 0,82
- Penyusutan alat 51.666,67 2,25
Sub Total 236.608,98
Biaya Variabel
- Benih 5.885,83 0,25
- Kompos/Bokhasi 300.000,00 13,15
- TKLK 431.933,33 18,88
Sub Total 737.819,16
Total Biaya Tunai 974.428,14
2. Biaya Diperhitungkan
- Kompos/Bokashi 692.666,70 30,28
- TKDK 393.833,33 17,15
- MOL 154.683,33 6,76
- Pestisida nabati 48.666,67 2,13
- Benih 24.900,80 1,08
Total Biaya Diperhitungkan 1.314.750,83
Total Biaya 2.289.178,97 100,00
Sumber: Data Primer, 2011

Informasi lain dapat diperoleh yaitu penggunaan biaya dalam usahatani

padi organik SRI sebagian besar dialokasikan untuk biaya pengadaan

kompos/bokhasi dan membayar upah tenaga kerja. Biaya tenaga kerja termasuk

biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan biaya tenaga kerja dalam keluarga

(TKDK). Komponen biaya terbesar ini baik dari dalam keluarga maupun dari luar

keluarga memiliki proporsi yang berbeda dalam struktur biaya total, biaya yang

dikeluarkan untuk membayar TKDK lebih kecil yaitu sebesar Rp 393.833,33 atau

sekitar 17,15 persen dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk

membayar TKLK sebesar Rp 431.933,33 atau sekitar 18,88 persen. Hal ini

72
membuktikan bahwa penggunaan tenaga kerja belum tercukupi dari tenaga kerja

dalam keluarga sehingga petani padi SRI perlu menggunakan tenaga kerja luar

keluarga untuk budidaya padinya.

Biaya terbesar kedua dalam biaya total usahatani padi SRI adalah bokhasi

yaitu sebesar 13,15 persen pada biaya tunai sedangkan untuk biaya

diperhitungkan sebesar 30,28 persen. Biaya bokhasi diperhitungkan lebih besar

daripada biaya tunai disebabkan dalam pembuatan bokhasi menggunakan tenaga

kerja dengan upah per hari orang kerja. Ini menunjukan bahwa petani padi SRI

dapat memanfaatkan hasil alam untuk dijadikan kompos tanpa tergantung

pembelian kompos/bokhasi.

Biaya usahatani padi konvensional di Kabupaten Cianjur memiliki

perbedaan dalam struktur biaya usahatani padi organik SRI. Biaya total usahatani

yang dikeluarkan oleh petani padi konvensional sebesar Rp 1.699.641,97 per

hektar. Komponen biaya yang memiliki proporsi paling besar digunakan untuk

biaya tenaga kerja baik TKDK maupun TKLK, biaya yang dikeluarkan untuk

kebutuhan TKDK sebesar Rp 716.000,00 atau sebesar 42,04 persen sedangkan

biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan TKLK sebesar Rp 263.666,67 atau

sebesar 15,58 persen dari total biaya usahatani. Biaya TKDK pada metode ini

lebih besar daripada biaya TKLK karena dilihat dari jumlah tunggangan jiwa

responden, petani konvensional lebih banyak memiliki anak yang sudah dewasa

sehingga dapat membantu bertani keluarganya. Lebih rincinya perhitungan tenaga

kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dapat

dilihat pada Tabel 18.

73
Tabel 18. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam maupun Luar Keluarga per Hari
Orang Kerja Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional di
Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
Teknik Budidaya Metode SRI Metode Konvensional
TKDK (Rp) TKLK (Rp) TKDK (Rp) TKLK (Rp)
Pengolahan Tanah 151.000,00 265.500,00 318.666,00 103.333,33
Pembibitan 148.666,70 40.800,00 199.166,00 112.166,70
Pemeliharaan 41.666,67 36.166,67 37.166,00 9.666,67
Panen 15.000,00 21.500,00 28.500,00 9.666,67
Pasca Panen 14.216,70 85.500,00 132.500,00 56.666,70
Rata-Rata 393.833,33 413.933,33 716.000,00 263.666,67
Sumber: Data Primer, 2011

Komponen dari biaya tunai yang memiliki proporsi biaya paling besar

selain TKLK adalah pada biaya pemupukan yaitu sebesar Rp 306.850,00 atau

18,58 persen dari total biaya usahatani sedangkan untuk pestisida mengeluarkan

biaya yang lebih rendah yaitu sebesar Rp 33.516,67 atau sebesar 1,97 persen dari

total biaya usahatani. Ini dikarenakan, pemupukan merupakan bagian

pemeliharaan terhadap budidaya padi yang dilakukan secara teratur, sedangkan

untuk pestisida hanya digunakan jika terdapat organisme pengganggu tanaman

(OPT). Sisanya merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pajak sebesar 6,21

persen, irigasi sebesar 0,57 persen, sewa lahan sebesar 4,11 persen, penyusutan

alat sebesar 2,53 persen, dan lain-lain. Informasi lebih lanjut rincian biaya

usahatani padi konvensional pada musim tanam periode tahun 2010/2011 dapat

dilihat pada Tabel 19.

74
Tabel 19. Biaya Usahatani Padi Metode Konvensional pada Musim Tanam (MT)
I Periode Tahun 2010/2011
No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp) Persentase (%)
1. Biaya Tunai
Biaya Tetap
- Pajak 105.466,23 6,21
- Irigasi 9.749,28 0,57
- Sewa Lahan 69.893,13 4,11
- Penyusutan alat 43.000,00 2,53
Sub Total 228.108,64
Biaya Variabel
- Benih 102.683,33 6,05
- Pemupukan 306.850,00 18,07
- Pestisida 33.516,67 1.97
- TKLK 263.666,67 15,58
Sub Total 706.716,67
Total Biaya Tunai 934.825,30
2. Biaya Diperhitungkan
- Benih 48.816,67 2,87
- TKDK 716.000,00 42,04
Total Biaya Diperhitungkan 764.816,67
Total Biaya 1.699.641,97 100,00
Sumber: Data Primer, 2011

Proporsi biaya tunai pada usahatani padi konvensional lebih besar

dibandingkan proporsi biaya diperhitungkan. Biaya tunai usahatani padi

konvensional sebesar Rp 934.825,30 atau sebesar 55,07 persen sedangkan biaya

diperhitungkan sebesar Rp 764.816,67 atau 44,93 persen. Ini dikarenakan pada

usahatani konvensional petani cenderung suka membeli input daripada

memproduksi input sendiri. Sebaliknya dengan biaya tunai dan diperhitungkan

pada usahatani SRI, yaitu biaya tunai yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan

biaya diperhitungkan, untuk biaya tunai usahatani SRI sebesar Rp 974.428,14 atau

42,60 persen sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 1.314.750,83 atau

sebesar 57,40 persen. Implikasi penerapan metode SRI lebih menghemat biaya

75
tunai, dan lebih menggunakan potensi sumberdaya alam disekitarnya untuk

dijadikan input dari output yang dihasilkan serta menandakan bahwa petani SRI

lebih kreatif dan rajin daripada petani konvensional. Petani pada usahatani SRI

secara finansial sangat bergantung pada ketersediaan biaya diperhitungkan seperti

bokhasi, MOL, pestisida nabati, dan benih dapat dibuat sendiri dari alam. Adapun

rincian perbandingan biaya pada kedua usahatani dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Perbandingan Biaya untuk Usahatani Padi Organik SRI dan Padi
Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur Periode Tahun
2010/2011
No Biaya Usahatani SRI Konvensional
Rp (%) Rp (%)
1 Biaya Tunai 974.428,14 42,60 934.825,30 55,07
2 Biaya Diperhitungkan 1.314.750,83 57,40 764.816,67 44,93
Total Biaya 2.289.178,97 100,00 1.699.641,97 100,00
Sumber: Data Primer, 2011

6.2.3. Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Metode SRI dan
Konvensional
Penelitian menunjukan bahwa usahatani padi konvensional menghasilkan

penerimaan yang lebih rendah dari pada usahatani metode SRI. Penerimaan

usahatani padi konvensional sebesar Rp 3.739.458,21 sedangkan penerimaan

usahatani padi SRI sebesar Rp 4.553.888,69. Besar kecilnya penerimaan

dipengaruhi dari produksi GKP yang dijual, dalam kasus ini produktivitas padi

konvensional lebih kecil daripada produktivitas padi SRI. Penerimaan

berpengaruh terhadap pendapatan atas total biaya usahatani metode SRI maupun

usahatani padi konvensional, pendapatan atas total biaya usahatani SRI sebesar

Rp 2.264.709,72 sedangkan usahatani padi konvensional sebesar Rp

2.039.816,24. Total biaya usahatani metode SRI lebih besar dari pada total biaya

usahatani konvensional. Kondisi tersebut disebabkan oleh pengeluaran tenaga

76
kerja dari usahatani SRI lebih besar dari pada usahatani padi konvensional.

Informasi lebih lanjut mengenai pendapatan atas biaya tunai dan total biaya

usahatani padi metode SRI dan konvensional dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Pendapatan atas Biaya Tunai dan Total Biaya Usahatani Padi Metode
SRI dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur Pada Musim
Tanam I Periode Tahun 2010/2011
Uraian Usahatani Padi Usahatani Padi
Metode SRI Konvensional
Penerimaan Rp 4.553.888,69 Rp 3.739.458,21
Biaya Tunai Rp 974.428,14 Rp 934.825,30
Total Biaya Rp 2.289.178,97 Rp 1.699.641,97
Pendapatan atas Biaya Tunai Rp 3.579.460,55 Rp 2.804.632,91
Pendapatan atas Total Biaya Rp 2.264.709,72 Rp 2.039.816,24
Sumber: Data Primer, 2011

Beras merupakan kebutuhan primer, secara umum disebut barang netral,

sedangkan beras organik dari sudut pandang konsumen sebagai barang mewah.

Ini berkaitan dengan harga dan pendapatan. Semakin tinggi pendapatan maka

semakin banyak mengkonsumsi beras organik, namun dilapang harga padi

organik rendah sedangkan harga beras organik di konsumen tinggi. Hal ini

dikarenakan pemasaran mengenai beras organik belum ada sehingga petani

menjual hasil padi organik dengan harga padi (GKP) konvensional.

Menurut Sajogyo dalam harian tempo interaktif, indikator kemiskinan

dapat dilihat dari tingkat konsumsi beras pertahun, tingkat akan kecukupan gizi

dan tingkat kesejahteraan. Berdasarkan nilai tukar beras di pedesaan diperoleh 320

kilogram per orang pertahun, maka didapat Rp 168.000,00 rata-rata perkapita

setiap bulannya sebagai ukuran garis kemiskinan. Pendapatan atas biaya tunai

usahatani metode SRI dan konvensional setiap bulannya adalah Rp 1.193.153,51

dan Rp 934.877,63. Pendapatan rumah tangga petani dengan rata-rata enam orang

tanggungan jiwa sebesar Rp 1.008.000,00. Hal ini menunjukan rata-rata per

77
rumah tangga setiap bulan petani SRI lebih tinggi dari ukuran batas kemiskinan

sedangkan petani konvensional masih lebih rendah dari ukuran batas garis

kemiskinan, yang memiliki arti bahwa rumah tangga petani dengan metode SRI

tidak dalam keadaan miskin sedangkan konvensional berada dalam keadaan

miskin. Sehingga dapat dikatakan petani SRI di Kabupaten Cianjur sejahtera.

Nilai R/C ratio atas biaya tunai dan atas total biaya dari usahatani padi SRI lebih

besar dibandingkan dengan nilai R/C ratio atas biaya tunai dan atas total biaya

usahatani konvensional. Petani SRI akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp

4.670.000,00 sedangkan petani konvensional akan mendapatkan penerimaan

sebesar Rp 4.000.000,00 dari setiap satu juta rupiah yang dibayarkan untuk

membiayai usahataninya. Ini dapat dikarenakan secara biaya tunai metode

Konvensional cenderung membeli input sehingga biaya tunai yang dikeluarkan

besar, hal ini akan mempengaruhi nilai R/C ratio atas biaya tunai metode

konvensional yang lebih rendah dibandingkan metode SRI.

Kondisi ini berbeda dengan nilai R/C atas total biaya yang diterima oleh

petani SRI. Petani SRI menerima lebih sedikit penerimaan yaitu sebesar Rp

1.990.000,00 sedangkan petani konvensional menerima Rp 2.200.000,00 dari

setiap satu juta rupiah biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan analisis tersebut

diketahui bahwa kedua jenis metode sama-sama menguntungkan dikarenakan

mempunyai nilai R/C ratio lebih besar dari satu, efisiensi usahatani konvensional

sedikit lebih tinggi dari pada usahatani SRI atas dasar total biaya dan usahatani

SRI sedikit lebih efisien daripada usahatani padi konvensional atas dasar biaya

tunai. Prospek jangka panjang yang mendasari perkembangan metode SRI di

Kabupaten Cianjur yaitu meningkatkan produksi beras organik, harga yang

78
ditetapkan beras organik lebih tinggi daripada beras biasa di tangan petani. Begitu

pula dengan biaya budidaya metode SRI dapat diminimalisir dengan perolehan

subsidi mesin pembuatan bokhasi dan gencarnya pemberdayaan dari kelompok

tani upaya untuk mengurangi biaya tenaga kerja. Imbangan biaya dan penerimaan

R/C Ratio Usahatani dari kedua metode dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Imbangan Biaya dan Penerimaan (R/C Ratio) Usahatani Padi Metode
SRI dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur Pada Musim
Tanam I Periode 2010/2011
Uraian Usahatani Metode SRI Usahatani Padi
Konvensional
Penerimaan Rp 4.553.888,69 Rp 3.739.458,21
Biaya Tunai Rp 974.428,14 Rp 934.825,30
Total Biaya Rp 2.289.178,97 Rp 1.699.641,97
R/C atas Biaya Tunai 4,67 4,00
R/C atas Total Biaya 1,99 2,20
Sumber: Data Primer, 2011

6.3. Dampak Penerapan Metode SRI terhadap Lingkungan

Sektor pertanian menjadi penyerap tenaga kerja tertinggi di Kabupaten

Cianjur yaitu sebesar 48,12 persen pada tahun 2008. Mayoritas penduduk yang

bekerja di sektor pertanian masih menggunakan metode konvensional dalam

penanaman padi. Namun pengembangan Go Organik yang dipublikasikan dalam

salah satu visi Kabupaten Cianjur telah dibangun sejak tahun 2008 yaitu dengan

adanya kelompok Gabungan Petani Organik yang senantiasa membangun petani-

petani yang cinta pada lingkungan dan menghasilkan produk pertanian yang

bernilai organik serta baik untuk kesehatan. Inovasi dalam bidang pertanian padi

telah dikembangkan dengan adanya penerapan metode SRI, namun penerapan

metode ini masih belum di adopsi oleh seluruh petani di Kabupaten Cianjur. Ini

dikarenakan pemikiran petani yang masih sempit dan hanya memikirkan tingkat

produksi dalam jangka pendek dari pada lingkungan dan tingkat produksi dalam

79
jangka panjang. Hasil wawancara beberapa responden menjelaskan bahwa metode

SRI memerlukan tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja

konvensional. Ini pun tercermin dari lamanya jam kerja yang petani SRI lakukan

dan dibutuhkan keuletan dalam melakukan penanaman padi dengan metode ini.

Aspek kualitas sumberdaya manusia (SDM) menjadi salah satu faktor

yang mempunyai peranan besar dalam upaya membantu pencapaian keberhasilan

pembangunan pertanian. Dalam hal ini kaitan yang sangat penting adalah upaya

perubahan pola dan perilaku dalam tata cara atau metode serta aplikasi anjuran

teknologi menghadapi kendala kurang terapresiasi karena faktor pemahaman

petani terhadap tujuan, manfaat, dan dampak dari penerapan anjuran teknologi

yang direkomendasikan. Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor lemahnya

kualitas SDM sejauh ini adalah kurangnya basis informasi yang dimiliki petani

sehingga memberikan pengaruh terhadap kemampuan untuk mengambil

keputusan yang berkenaan dengan pengelolaan usahatani, salah satu sumber

pengetahuan dalam aplikasi dan pelaksanaan usahatani sejauh ini hanya

berdasarkan kepada pengalaman, lemahnya keahlian usahatani yang lebih adaptif

terhadap adopsi teknologi belum optimal, lemahnya kemampuan inovatif, dan

kreativitas dalam melakukan dan pemberdayaan pengelolaan usahatani yang

dilaksanakan.

Petani yang menjadi responden dalam penelitian 61,70 persen ikut serta

dalam pelatihan SRI dan 38,30 persen belum pernah mengikutsertakan diri dalam

pelatihan SRI. Informasi yang didapat bahwa petani di Kabupaten Cianjur telah

memahami dampak yang terjadi pada lingkungan, tingkat pencemaran pupuk

penyebab kerusakan lahan, dan tingkat pencemaran air. Namun kendala yang

80
dihadapi bahwa tidak semua petani mengaplikasikan ilmu yang telah didapat

dalam kehidupan nyata.

Serangan dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT) mempunyai

frekuensi dan intensitias yang cukup tinggi diantaranya adalah serangan hama

ular, keong mas, tikus dan ulat. Sedangkan OPT yang pernah mengganggu dengan

intensitas yang tinggi adalah wereng, penggerek batang, hama putih dan walang

sangit. Dalam metode SRI, OPT tidak perlu dibasmi dengan menggunakan

pestisida ataupun pupuk anorganik namun dibiarkan hidup sesuai rantai makanan

biologis makhluk hidup. Khususnya untuk jenis OPT yang memiliki intensitas

tinggi perlu pemeliharaan secara terus menerus.

Pohon pisang ditanam disekitar sawah memiliki fungsi sebagai input

pembuatan pupuk organik, umbi yang ditanam berfungsi menjadi humus (tanah

menjadi gembur), buntil kacang memiliki fungsi penghasil N yang tinggi, pohon

singkong berfungsi untuk mengalihkan perhatian OPT tikus agar tikus tidak

merusak padi. Salah satu ciri perbedaan lahan sawah dengan menggunakan

metode SRI dan konvensional dilihat dari banyaknya azolla. Sawah yang

menggunakan metode SRI memiliki azolla lebih banyak dibandingkan dengan

metode konvensional. Azolla merupakan salah satu sumber N alternatif khusus

nya untuk padi sawah yang fungsinya sebagai penyubur tanah 9. Eceng gondok

yang kecil berupaya untuk penjernihan air atau penyaring residu-residu kimia.

Selain itu metode SRI mencegah kematian padi dimusim kemarau karena metode

ini tidak menggunakan pengairan yang menggenang namun macak-macak.

9
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2006

81
Selama Pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air maksimal

dua centimeter, paling baik macak-macak lima milimeter.

Secara tekno-ekologis, padi organik (terutama dengan metode SRI) lebih

hemat air dan adaptif terhadap kekeringan sehingga memungkinkan

dikembangkan dalam kondisi minim air. Lahan sawah yang dipupuk organik

(pada kasus SRI) ternyata lebih tahan menyimpan air sehingga tidak cepat pecah

atau mengering dibandingkan dengan yang menggunakan pupuk anorganik.

Selain itu, pada musim kemarau masih memungkinkan untuk dikembangkan

tanaman padi, karena masih tersisa stok air.

Secara pemasaran, pengembangan padi organik di Kabupaten Cianjur

meliputi tengkulak; pedagang pengumpul; pedagang besar (grosir) baik yang

berada di desa, kecamatan, maupun kota; pedagang pengecer, misalnya pasar

umum, supermarket; konsumen. Rantai pemasaran yang terbentuk tidak efisien

karena harga di tingkat petani akan rendah dan harga ditingkat konsumen tinggi.

Dengan demikian, tidak menguntungkan baik bagi petani maupun konsumen.

Petani akan menerima keuntungan rendah dan konsumen harus membayar harga

yang tinggi. Namun dengan adanya GPO dan lembaga lain seperti Gapoktan

sebagian petani dapat meningkatkan jaringan sosial (networking) dalam

pemasaran yang langsung tertuju pada konsumen.

82
VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Simpulan dapat dirumuskan berdasarkan uraian hasil dan pembahasan

penelitian yang telah dilakukan, antara lain:

1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata berdasarkan analisis Cobb Douglas

dalam produksi usahatani padi metode SRI berbeda dengan metode

konvensional. Metode SRI yang berpengaruh nyata antara lain benih,

bokhasi, pengalaman bertani, dan luas lahan. Sedangkan metode

Konvensional yang berpengaruh nyata antara lain benih, TKDK, tingkat

pendidikan petani dan luas lahan. Namun, secara uji statistik kedua metode

ini tidak berbeda nyata terhadap produksi padi.

2. Biaya yang dikeluarkan penerapan metode SRI lebih tinggi, padahal asumsi

biaya yang digunakan metode SRI sama dengan metode konvensional karena

penggunaan tenaga kerja metode SRI lebih banyak. Pendapatan usahatani

metode SRI lebih tinggi daripada metode konvensional dan R/C ratio atas

biaya tunai masih lebih besar dengan menggunakan metode SRI. Ini dapat

dikarenakan secara biaya tunai metode Konvensional cenderung membeli

input sehingga biaya tunai yang dikeluarkan besar, hal ini akan

mempengaruhi nilai R/C ratio atas biaya tunai metode konvensional yang

lebih rendah dibandingkan metode SRI, sedangkan R/C ratio atas total biaya

lebih besar menggunakan metode konvensional. Begitu pula, untuk mengukur

tingkat kesejahteraan, rumah tangga petani SRI telah terlepas dari ukuran

batas garis kemiskinan dan rumah tangga petani konvensional masih dalam

keadaan miskin.

83
3. Padi Organik dengan metode SRI lebih hemat air dan adaptif terhadap

kekeringan sehingga memungkinkan dikembangkan dalam kondisi minim air.

Lahan sawah yang dipupuk organik pada kasus SRI lebih tahan menyimpan

air sehingga tidak cepat pecah atau mengering dibandingkan dengan yang

menggunakan pupuk anorganik. Penilaian beras organik bagi konsumen

sebagai barang mewah. Ini berkaitan dengan harga dan pendapatan. Semakin

tinggi pendapatan maka semakin banyak mengkonsumsi beras organik,

namun dilapang harga padi organik rendah sedangkan harga beras organik

dikonsumen tinggi. Hal ini dikarenakan pemasaran mengenai beras organik

belum ada sehingga petani menjual hasil padi organik dengan harga padi

(GKP) konvensional.

7.2.Saran

Saran yang dapat direkomendasikan berdasarkan uraian hasil dan

pembahasan penelitian yang telah dilakukan, meliputi:

1. Perlu insentif dalam perluasan SRI, karena dilihat dari luas lahan yang

berpengaruh nyata dalam analisis Cobb-Douglas menunjukan bahwa secara

ekonomi terjadi increasing return to scale sedangkan secara lingkungan jika

lahan semakin luas maka sulit terkontaminasi bahan pencemar yang

mempengaruhi produksi usahatani padi. Ini berpengaruh dalam percepatan

proses sertifikasi SRI di kabupaten Cianjur, yang salah satu syaratnya harus

memiliki lahan SRI kurang lebih 25 hektar. Sertifikasi merupakan suatu

upaya untuk melancarkan proses pemasaran padi organik yang memiliki

rendemen dan kualitas tinggi sehingga harga padi organik dapat lebih tinggi

dari pada padi biasa. Selain itu karena secara statistik produksi padi SRI tidak

84
berbeda nyata dengan produksi padi konvensional maka perlu ada bantuan

pemerintah untuk tercapainya signifikasi secara statistik dari kedua metode

tersebut.

2. Diharapkan kepada pemerintah kabupaten Cianjur untuk memberikan bantuan

berupa mesin secara merata ke setiap desa maupun kecamatan agar dapat

membantu meminimumkan biaya tenaga kerja dalam budidaya SRI karena

menurut ukuran garis kemiskinan, kesejahteraan petani dapat dicapai pada

saat petani menggunakan metode SRI sebagai proses budidayanya. Selain itu,

kelembagaan GPO dan Gapoktan memperhatikan penyesuaian bokhasi

kepada petani.

3. Secara kelembagaan, bagi penyebaran dan pengembangan padi organik

diperlukan jejaring kelembagaan pendukung yang jelas dan terakses, sehingga

para petani memungkinkan menepi ke jejaring tersebut. Jejaring yang

dimaksud meliputi jejaring informasi dan inovasi, jejaring sosial, jejaring

pasar, jejaring distribusi, jejaring sarana produksi, dan jejaring advokasi.

Jejaring penting untuk mengontrol agar mekanisme berjalan adil bagi semua

pelaku, baik ke petani.

85
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010-Jabar. www.bps.go.id/


hasil SP 2010/jabar/3203.pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2011.
Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan Pertanian. 2006. Pupuk Organik Dan
Pupuk Hayati. Agro Inovasi, Jakarta.
Doll, J.P.& F. Orazem. 1984. Production Economics: Theory with Applications.
John Wiley & Sons, Canada.
Engelmen, Outlaw dan Gardner. 1997. Bencana Kelangkaan Air di Perkotaan.
http://artikel-media.blogspot.com/2010/03/bencana-kelangkaan-air-di-
perkotaan.html. Diakses tanggal 1 Desember 2010.
Gujarati, D. N. 1978. Basic Econometrics Fourth Edition. Mc Graw Hill Book
Company, Singapore.
Integrated Microhydro Development and Application Program. 2009. Data Curah
Hujan Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2008. http://www.mirohydro
developmen /jabar.co.id. Diakses tanggal 9 Mei 2011.
Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press,
Bogor.
Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid Satu. Binarupa Aksara,
Jakarta.
Murdiyarso, D. Tanpa Tahun. Strategi Nasional Antisipasi dampak Perubahan
Iklim. www.perpustakaanmenlh.or.id. Diakses tanggal 3 Januari 2011.
Mutakin, Jenal. 2009. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI
(System of Rice Intensification). www. Garutkab .go.id/ download_files/
article/ ARTIKEL SRI.pdf. Diakses 5 Oktober 2010.
Pemkab Cianjur. 2009. Sekilas Cianjur. www.cianjur.go.id/content/isilin. Diakses
tanggal 13 Oktober 2010.
Perdana, Andi. 2010. Menuju Pertanian Organik. http://id.shvoong.com/exact-
sciences/1631931-arti-pertanian-organik/. Diakses tanggal 12 Desember
2010.
PSDAP. 2011. Potensi Air Permukaan Kabupaten Cianjur.www.psdapcianjur.
Diakses tanggal 9 Mei 2011.
Santoso,Urip. 2010. Dampak Penerapan Metode SRI. www.riau mandiri. Net
/rm/index.menuju-pertanian-organik&catid=61:opini&Itemid=71. Diakses
tanggal 1 Desember 2010.
Setiajie, Iwan dan Sumedi. 2008. Gagasan dan Implementasi System Rice of
Intensification (SRI) dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis.
http://tatiek.lecture.ub.ac.id/files/2009/08/sri-2.pdf diakses tanggal 13
Oktober 2010.

86
Setiawan, Iwan. 2009. Membudidayakan Padi Organik. www. diperta. prov.go.id
Pedoman % 20 Pertanian % 20 Organik. pdf. Diakses tanggal 12 Desember
2010.
Soeharjo, A dan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor:
Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi, Soeharjo A, Dillon John, Hardaker J.B. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi. Rajawali Persada Press, Jakarta.
_________. 1995. Analisis Usahatani Ed ke-3. UI Press, Jakarta.
_________. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian (Teori dan Aplikasi). Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Soemarno, Hasanuddin A, Suyamto. 2008. Sistem Produksi Padi Berciri Ekologis
dan Berkelanjutan. Di dalam Inovasi Teknologi Tanaman Pangan.
Prosiding Simposium V Tanaman Pangan; Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, Badan dan Pengembangan Pertanian.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyaratan dan
Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta.
Tempo. 1997. Wawancara Sajogyo: Ukuran Garis Kemiskinan Yang Telah
Dipakai 20 Tahun Harus Direvisi. www.tempo.co.id/ang/min/02/ekbis1/html.
Diakses tanggal 23 Mei 2011.
Tjakrawirawiralaksana dan Soeriatmaja. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Uphoff, N, K.S.Yang, P.Gypmantasiri, K.Prinz, dan H.Kabir. 2002. The system
of rice intensification (SRI) and its relevance for food security and natural
resource management in Southeast Asia. klaus.prinz@gmx.net Advisor,
Metta Development Foundation, Yangoon, Myanmar h-kabir3@yahoo.com.
13 p. Diakses tanggal 12 Desember 2010.
Utomo, Muhajir dan Nazaruddin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah
Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.

87
LAMPIRAN

88
Lampiran 1. Karateristik Responden Petani Padi Organik Metode SRI di
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Periode Tahun 2010/2011
Status Luas KP
Pendidikan Umur Tanggungan
No Nama Kepemilikan Lahan SRI PB
(Tahun) (Tahun) (jiwa)
Lahan (Ha) (kali)
1 Usman 16 63 5 Pemilik 0,25 8 6
2 Ujun 6 46 2 Penggarap 0,5 1 5
3 Endang 12 41 4 Pemilik 0,14 3 3
4 Memen 6 36 3 Pemilik 0,0882 3 3
5 Asep 9 39 4 Pemilik 0,112 5 3
6 Eka 6 42 4 Pemilik 0,21 2 1
7 Aso 6 40 4 Penggarap 0,112 1 2
8 Suntan 12 72 4 Pemilik 0,5 4 8
9 Ishak 9 68 7 Pemilik 1 4 1,5
10 Surya 6 54 4 Penggarap 0,021 2 1
11 Ade 9 49 5 Pemilik 0,14 1 0,8
12 Julaeha 6 53 6 Pemilik 0,098 1 1
13 Idik 16 60 4 Penggarap 0,168 2 1
14 Azan 6 57 5 Penggarap 0,5 3 3
15 Yayat 6 54 6 Penggarap 0,1 3 3
16 Udan 12 40 3 Pemilik 0,15 2 3
17 Atep 6 37 3 Pemilik 0,1 3 2
18 Nono 6 65 3 Pemilik 0,2 3 3
19 Edi 16 43 2 Pemilik 1 4 3
20 Adam 12 50 3 Pemilik 0,25 4 3
21 Acep 16 60 3 Penggarap 1 4 3
22 Saepul 12 55 2 Penggarap 0,25 4 3
23 Baskar 12 50 3 Penggarap 0,25 4 3
24 Sukardi 12 45 4 Penggarap 0,25 4 3
25 Oamay 12 51 2 Pemilik 0,5 4 3
26 Umar 12 66 4 Penggarap 0,25 4 3
27 Adung 16 45 2 Pemilik 0,5 4 3
28 Jamil 12 70 3 Penggarap 0,25 4 3
29 Dede R 6 35 6 Pemilik 0,147 1 2
30 Eni 6 52 3 Penggarap 0,14 2 1

Keterangan : KP SRI = Keikutsertaan Pelatihan SRI (kali)

PB = Pengalaman Bertani (Tahun)

89
Lampiran 2. Karateristik Responden Petani Padi Metode Konvensional di
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Periode Tahun 2010/ 2011
Status Luas KP
Pendidikan Umur Tanggungan
No Nama Kepemilikan Lahan SRI PB
(Tahun) (Tahun) (jiwa)
Lahan (Ha) (kali)
1 Karna 6 50 5 Pemilik 0,25 1 33
2 Omay 6 60 3 Penggarap 0,55 0 15
3 Herman 6 35 2 Penggarap 0,21 0 15
4 Pranata 9 32 2 Pemilik 0,112 0 2
5 Sodikin 6 77 4 Penggarap 0,42 0 16
6 Dodo 6 28 1 Penggarap 0,21 0 15
7 Dede 6 51 3 Penggarap 0,42 0 25
8 Enceng 6 50 6 Pemilik 0,3 1 32
9 Uer 6 35 4 Penggarap 0,15 0 15
10 Acer 6 31 2 Penggarap 0,5 0 11
11 Eli 3 35 2 Penggarap 0,3 0 3
12 Jafar 6 50 3 Penggarap 0,25 0 15
13 Lilih 6 45 3 Penggarap 0,38 1 25
14 Soleh 6 42 3 Penggarap 0,5 0 15
15 Basuni 12 51 4 Penggarap 0,25 0 35
16 Aan 6 60 5 Penggarap 0,25 0 15
17 Usi 6 59 4 Penggarap 0,25 0 15
18 Usep 6 47 2 Penggarap 0,25 0 15
19 Badri 6 42 2 Penggarap 0,38 0 15
20 Enyang 12 35 2 Pemilik 0,25 1 25
21 Irod 6 63 5 Penggarap 0,38 0 11
22 Jejen 6 69 4 Pemilik 0,25 1 23
23 Ali 6 42 4 Pemilik 0,25 0 11
24 Imam 6 43 3 Penggarap 0,25 0 11
25 Nurdin 6 55 2 Penggarap 0,25 1 13
26 Tatang 12 47 2 Penggarap 0,38 1 11
27 Ridwan 6 57 4 Penggarap 0,25 0 15
28 Dadang 12 42 4 Penggarap 2 0 15
29 Lukma 6 50 3 Penggarap 0,38 0 15
30 Apud 12 39 2 Penggarap 0,25 0 15

Keterangan : KP SRI = Keikutsertaan Pelatihan SRI (kali)

PB = Pengalaman Bertani (Tahun)

90
Lampiran 3. Proses Seleksi Benih dengan Air Garam

Tujuan Perlakuan
Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk memperoleh benih yang baik dan
memisahkan dari benih hampa serta kotoran benih. Kegiatan ini dilakukan untuk
menguji benih yang akan disemai baik benih yang berasal dari toko (berlabel)
ataupun benih buatan sendiri. Ini tetap dilakukan untuk mengantisipasi agar
semua benih yang disemai mempunyai daya kecambah yang baik.

Bahan dan alat yang diperlukan

o Garam dapur
o Telur ayam mentah
o Air
o Ember
o Wajan Penyaring

Cara perlakuan
o Siapkan ember, kemudian isi dengan air secukupnya untuk kebutuhan
benih yang akan diseleksi.
o Larutkan garam kedalam air secukupnya hingga pekat, kepekatan larutan
air garam indikatornya adalah dengan memasukan telur mentah, bila telur
masih tenggelam, maka tambahkan lagi dengan garam tersebut sampai
telur mengambang, setelah itu maka seleksi benih dapat dilakukan.
o Benih secukupnya dimasukan kedalam larutan garam dalam ember. Aduk
perlahan sampai mendapatkan benih yang tenggelam dan benih yang
terapung. Benih yang tenggelam adalah benih yang baik untuk disemai
sedangkan benih yang terapung adalah benih yang tidak dapat digunakan.

Setelah diperoleh benih yang baik segera cuci benih tersebut dengan air
bersih, selanjutnya benih siap direndam untuk merangsang perkecambahan
sebelum disebar.

91
Lampiran 4. Regression Analysis SRI dan Konvensional

Regression Analysis SRI: Produksi versus Benih; Bokhasi; ...

The regression equation is


Produksi = 5,03 + 0,173 Benih + 0,286 Bokhasi + 0,0006 TKDK
+ 0,268 Tingkat Pendidikan Petani + 0,362 Pengalaman Bertani
+ 0,500 Luas Lahan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 5,0290 0,7484 6,72 0,000
Benih 0,1735 0,1073 1,62 0,120 1,5
Bokhasi 0,28590 0,07999 3,57 0,002 1,6
TKDK 0,00056 0,07114 0,01 0,994 1,3
Tingkat Pendidikan Petani 0,2679 0,2226 1,20 0,241 1,5
Pengalaman Bertani 0,3619 0,1601 2,26 0,034 1,6
Luas Lahan 0,5004 0,1259 3,97 0,001 2,2

S = 0,383268 R-Sq = 87,8% R-Sq(adj) = 84,6%

PRESS = 6,54686 R-Sq(pred) = 76,30%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 6 24,2403 4,0400 27,50 0,000
Residual Error 23 3,3786 0,1469
Total 29 27,6188

Source DF Seq SS
Benih 1 9,9756
Bokhasi 1 9,0352
TKDK 1 0,0208
Tingkat Pendidikan Petani 1 1,2450
Pengalaman Bertani 1 1,6430
Luas Lahan 1 2,3207

Unusual Observations

Obs Benih Produksi Fit SE Fit Residual St Resid


3 1,90 6,5511 7,4140 0,2331 -0,8629 -2,84R
6 0,41 5,7038 6,5770 0,1882 -0,8732 -2,62R

R denotes an observation with a large standardized residual.

92
Residual Plots for Produksi
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
99
0,5
90
0,0

Residual
Percent

50
-0,5
10

1 -1,0
-1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 5 6 7 8 9
Residual Fitted Value

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data


16
0,5

12
Frequency

0,0

Residual
8
-0,5
4

0 -1,0
-0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Residual Observation Order

Regression Analysis Konvensional: Produksi versus Benih; Pupuk; ...

The regression equation is


Produksi = 5,77 + 0,382 Benih + 0,201 Pupuk + 0,131 TKDK
+ 0,419 Tingkat pendidikan Petani - 0,068 Pengalaman Bertani
+ 0,798 Luas Lahan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 5,7664 0,8948 6,44 0,000
Benih 0,3824 0,1481 2,58 0,017 1,8
Pupuk 0,2014 0,2454 0,82 0,420 1,4
TKDK 0,13080 0,06719 1,95 0,064 1,6
Tingkat pendidikan Petani 0,4191 0,2557 1,64 0,115 1,2
Pengalaman Bertani -0,0678 0,1371 -0,49 0,626 1,2
Luas Lahan 0,7985 0,2090 3,82 0,001 2,0

S = 0,391175 R-Sq = 75,3% R-Sq(adj) = 68,8%

PRESS = 7,03642 R-Sq(pred) = 50,59%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 6 10,7216 1,7869 11,68 0,000
Residual Error 23 3,5194 0,1530
Total 29 14,2411

Source DF Seq SS
Benih 1 7,7119
Pupuk 1 0,0597
TKDK 1 0,0024
Tingkat pendidikan Petani 1 0,6767
Pengalaman Bertani 1 0,0381
Luas Lahan 1 2,2327

93
Unusual Observations

Obs Benih Produksi Fit SE Fit Residual St Resid


7 3,00 6,6846 7,3709 0,2265 -0,6863 -2,15R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Residual Plots for Produksi


Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
99 0,6

90 0,3

Residual
Percent

50 0,0

-0,3
10
-0,6
1
-1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 6 7 8 9
Residual Fitted Value

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data


0,6
10,0
0,3
Frequency

7,5
Residual

0,0
5,0
-0,3
2,5
-0,6
0,0
-0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Residual Observation Order

94
Lampiran 5. Uji Heteroskdasitas Metode SRI dan Konvensional Menggunakan
Eviews 6
Penerapan MetodeSRI
Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 949.6434 Prob. F(25,4) 0.0000


Obs*R-squared 29.99495 Prob. Chi-Square(25) 0.2245
Scaled explained SS 15.79261 Prob. Chi-Square(25) 0.9209

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 05/06/11 Time: 15:55
Sample: 1 30
Included observations: 30
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Collinear test regressors dropped from specification

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.66E+13 1.66E+13 2.208373 0.0918


TKDK -1.24E+11 5.95E+11 -0.207471 0.8458
TKDK^2 5.90E+09 1.72E+10 0.343248 0.7487
TKDK*PENGALAMAN -1.82E+11 1.10E+11 -1.654948 0.1733
TKDK*PENDIDIKAN -4.43E+10 9.60E+09 -4.613024 0.0099
TKDK*LUAS 3.37E+12 2.31E+12 1.455088 0.2193
TKDK*BOKHASI 2.54E+08 6.30E+08 0.402991 0.7076
TKDK*BENIH 2.65E+10 3.96E+10 0.669195 0.5400
PENGALAMAN -8.94E+12 4.04E+12 -2.215449 0.0911
PENGALAMAN^2 3.35E+12 3.68E+11 9.102091 0.0008
PENGALAMAN*PENDIDIKAN 7.31E+11 9.16E+11 0.797256 0.4699
PENGALAMAN*LUAS -3.78E+13 2.98E+13 -1.269668 0.2730
PENGALAMAN*BOKHASI 5.82E+09 3.73E+09 1.559313 0.1939
PENGALAMAN*BENIH -6.75E+11 1.36E+12 -0.496804 0.6454
PENDIDIKAN -6.17E+12 4.10E+12 -1.504287 0.2069
PENDIDIKAN^2 5.12E+11 3.93E+11 1.302866 0.2626
PENDIDIKAN*LUAS -1.43E+13 8.99E+12 -1.593037 0.1864
PENDIDIKAN*BOKHASI -1.67E+09 3.37E+09 -0.494987 0.6466
PENDIDIKAN*BENIH 7.29E+09 5.93E+11 0.012279 0.9908
LUAS -1.54E+13 2.06E+13 -0.749057 0.4955
LUAS^2 2.92E+14 2.30E+14 1.269157 0.2732
LUAS*BOKHASI -5.08E+10 7.01E+09 -7.236868 0.0019
LUAS*BENIH 3.56E+12 1.67E+12 2.126830 0.1006
BOKHASI -3.57E+09 4.16E+10 -0.085840 0.9357
BOKHASI^2 -1808769. 525560.8 -3.441598 0.0263
BOKHASI*BENIH 5.95E+08 1.19E+09 0.501222 0.6425

R-squared 0.999832 Mean dependent var 1.59E+12


Adjusted R-squared 0.998779 S.D. dependent var 2.17E+12
S.E. of regression 7.58E+10 Akaike info criterion 52.65872
Sum squared resid 2.30E+22 Schwarz criterion 53.87309
Log likelihood -763.8808 Hannan-Quinn criter. 53.04721
F-statistic 949.6434 Durbin-Watson stat 1.999054
Prob(F-statistic) 0.000002

95
Penerapan Metode Konvensional
Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 364.5381 Prob. F(26,3) 0.0002


Obs*R-squared 29.99051 Prob. Chi-Square(26) 0.2680
Scaled explained SS 17.85782 Prob. Chi-Square(26) 0.8809

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 05/06/11 Time: 15:59
Sample: 1 30
Included observations: 30
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Collinear test regressors dropped from specification

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.52E+14 3.21E+13 26.57265 0.0001


TKDK -6.42E+11 6.11E+10 -10.50431 0.0018
TKDK^2 -3.63E+09 4.12E+08 -8.810139 0.0031
TKDK*PUPUK -1.13E+11 5.91E+09 -19.10546 0.0003
TKDK*PENGALAMAN 9.14E+10 1.49E+09 61.49847 0.0000
TKDK*PENDIDIKAN -4.61E+11 4.46E+10 -10.32971 0.0019
TKDK*LUAS 1.82E+13 6.77E+11 26.82685 0.0001
TKDK*BENIH -8.59E+10 5.10E+09 -16.84182 0.0005
PUPUK -6.68E+12 9.55E+11 -6.997431 0.0060
PUPUK^2 1.74E+11 3.46E+10 5.021342 0.0152
PUPUK*PENGALAMAN 2.55E+11 7.88E+09 32.33970 0.0001
PUPUK*PENDIDIKAN 2.80E+11 4.75E+10 5.885417 0.0098
PUPUK*LUAS -6.56E+13 2.87E+12 -22.88340 0.0002
PUPUK*BENIH 1.05E+12 3.56E+10 29.55264 0.0001
PENGALAMAN -1.48E+13 7.62E+11 -19.39750 0.0003
PENGALAMAN^2 -1.07E+11 5.21E+09 -20.52792 0.0003
PENGALAMAN*PENDIDIKAN -1.35E+11 1.20E+10 -11.22665 0.0015
PENGALAMAN*LUAS 8.80E+13 3.22E+12 27.35638 0.0001
PENGALAMAN*BENIH -6.53E+11 2.49E+10 -26.23016 0.0001
PENDIDIKAN -1.47E+14 4.00E+12 -36.72653 0.0000
PENDIDIKAN^2 7.89E+12 1.21E+11 65.44277 0.0000
PENDIDIKAN*LUAS 3.14E+14 4.02E+13 7.803683 0.0044
PENDIDIKAN*BENIH -3.62E+12 4.00E+11 -9.054433 0.0028
LUAS -2.21E+15 1.87E+14 -11.77375 0.0013
LUAS^2 -7.46E+14 1.43E+14 -5.209471 0.0137
LUAS*BENIH 6.69E+11 1.17E+12 0.570498 0.6083
BENIH 1.84E+13 1.93E+12 9.531303 0.0024

R-squared 0.999684 Mean dependent var 6.50E+12


Adjusted R-squared 0.996941 S.D. dependent var 9.41E+12
S.E. of regression 5.20E+11 Akaike info criterion 56.29051
Sum squared resid 8.12E+23 Schwarz criterion 57.55158
Log likelihood -817.3576 Hannan-Quinn criter. 56.69394
F-statistic 364.5381 Durbin-Watson stat 2.000000
Prob(F-statistic) 0.000204

96
Lampiran 6. Uji Nilai Tengah Produksi Metode SRI dan Konvensional

Penerapan SRI
dan Konvensional N Mean Std Deviasion Std Error Mean

Produksi 1 30 7,0690 0, 97590 0,17817


2
30 7,3395 0,70076 0,12794

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


t-test for Equality of Means
Variances

95% Confidence Interval of the


Difference

Std. Error
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper
Difference

Produksi Equal variances assumed 1,753 0,191 -1,233 58 0,222 -0,27051 0,21935 -0,70959 0,16857

Equal variances not -1,233 52,625 0,223 -0,27051 0,21935 -0,71054 0,16953
assumed
97

95
97
Lampiran 7. Uji Nilai Tengah Penerimaan Metode SRI dan Konvensional

Group Statistics

Metode N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Penerimaan SRI 30 4553888.77 6431885.510 1174296.260

Konvensional 30 3739758.70 4484303.596 818718.078

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the


Difference

Std. Error
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

Penerimaan Equal variances assumed 2.584 .113 .569 58 .572 814130.067 1431527.505 -2051383.570 3679643.703

Equal variances not .569 51.805 .572 814130.067 1431527.505 -2058697.804 3686957.937
assumed

96
98
Lampiran 8. Perhitungan Pupuk dan Benih Metode Sistem of Rice Intensification
(SRI)
Benih (Rp) Bokhasi (Rp)
No MOL Pestisida
Membeli Produksi
Responden (Rp) Tunai Diperhitungakan Nabati (Rp)
Benih Sendiri
1 0 15.225 80.000 6.000.000 0 20.000
2 8.700 0 200.000 0 1.000.000 0
3 0 40.200 40.000 0 1.000.000 120.000
4 13.000 0 68.000 0 330.000 160.000
5 0 315.000 40.000 0 1.000 40.000
6 8.250 0 40.000 0 500.000 20.000
7 0 3.300 40.000 0 200.000 40.000
8 0 22.750 850.000 0 8.000.000 40.000
9 97.500 0 68.000 3.000.000 0 40.000
10 2.750 0 40.000 0 50.000 20.000
11 0 5.500 40.000 0 200.000 40.000
12 0 9.000 680.000 0 1.000.000 40.000
13 0 6.600 850.000 0 1.000.000 80.000
14 0 19.500 17.000 0 300.000 40.000
15 0 32.500 17.000 0 200.000 40.000
16 0 90.000 510.000 0 1.000.000 40.000
17 0 1.950 68.000 0 500.000 40.000
18 0 32.500 85.000 0 500000 40.000
19 0 45.500 170.000 0 1.000.000 40.000
20 0 11.375 42.500 0 250.000 40.000
21 35.000 0 170.000 0 1.000.000 40.000
22 0 11.375 42.500 0 250.000 40.000
23 0 11.375 42.500 0 250.000 40.000
24 0 11.375 42.500 0 250.000 40.000
25 0 22.750 85.000 0 500.000 80.000
26 0 8.750 42.500 0 250.000 40.000
27 0 17.500 85.000 0 500.000 40.000
28 11.375 0 42.500 0 250.000 40.000
29 0 6.500 42.500 0 200.000 40.000
30 0 6.500 100.000 0 200.000 120.000
Rata-rata 5.885,83 24.900,8 154.683 300.000 689.366,67 48.666,67
Total 30.786,67

99
Lampiran 9. Produksi GKP, Produktivitas GKP dan Penerimaan Usahatani Padi
Metode SRI dan Konvensional di Kabupaten Cianjur Musim Tanam
I Periode Tahun 2010/2011
Usaha Tani Padi Metode SRI Usaha Tani Padi Konvensional
Produksi
No Produksi Harga Produktivitas
Produktivitas Penerimaan GKP yang Harga GKP Penerimaan
GKP yang GKP GKP
GKP (kg/ha) (Rp) dijual (Rp/kg) (Rp)
dijual (kg) (Rp/kg) (kg/ha)
(kg)
1 3.000 12.000 3.655,98 10.967.940 0 0 3.655,98 0
2 1.500 3.000 3.655,98 5.483.970 300 545,45 3.655,98 1.096.794
3 1.500 10.714,28 3.655,98 5.483.970 0 0 3.655,98 0
4 550 6.235,82 3.655,98 2.010.789 0 0 3.655,98 0
5 0 0 3.655,98 0 200 476,19 3.655,98 731.196
6 0 0 3.655,98 0 600 2.857,14 3.655,98 2.193.588
7 290 2.589,28 3.655,98 1.060.234,2 500 1.190,47 3.655,98 1.827.990
8 7.700 15.400 3.655,98 28.151.046 1.800 6.000 3.655,98 6.580.764
9 6.500 6.500 3.655,98 23.763.870 0 0 3.655,98 0
10 0 0 3.655,98 0 1.500 3.000 3.655,98 5.483.970
11 490 3.500 3.655,98 1.791.430,2 500 1.666,67 3.655,98 1.827.990
12 600 6.122,44 3.655,98 2.193.588 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
13 700 4.166,67 3.655,98 2.559.186 1.207 3.176,31 3.655,98 4.412.767,86
14 798 1.596 3.655,98 2.917.472,04 1.750 3.500 3.655,98 6.397.965
15 700 7.000 3.655,98 2.559.186 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
16 400 2.666,67 3.655,98 1.462.392 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
17 400 4.000 3.655,98 1.462.392 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
18 500 2.500 3.655,98 1.827.990 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
19 2.500 2.500 3.655,98 9.139.950 1.207 3.176,31 3.655,98 4.412.767,86
20 625 2.500 3.655,98 2.284.987,5 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
21 2.500 2.500 3.655,98 9.139.950 1.207 3.176,31 3.655,98 4.412.767,86
22 625 2.500 3.655,98 2.284.987,5 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
23 625 2.500 3.655,98 2.284.987,5 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
24 625 2.500 3.655,98 2.284.987,5 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
25 1.250 5.000 3.655,98 4.569.975 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
26 625 2.500 3.655,98 2.284.987,5 1.207 3.176,31 3.655,98 4.412.767,86
27 1.250 2.500 3.655,98 4.569.975 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
28 625 2.500 3.655,98 2.284.987,5 7.000 3.500 3.655,98 25.591.860
29 245 1.750 3.655,98 895.715,1 1.207 3.176,31 3.655,98 4.412.767,86
30 245 1.750 3.655,98 895.715,1 875 3.500 3.655,98 3.198.982,5
Rata-
Rata
1.245,6 3.966,37 3.655,98 4.553.888,69 1.022,8 2.687,25 3.655,98 3.739.458,21

100
Lampiran 10. Struktur Biaya Padi Metode SRI Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode Tahun 2010/2011
Biaya Tunai
Biaya diperhitungkan
Biaya Tetap Biaya variabel
Total Biaya
No Sewa Penyusutan Pestisida
Pajak Irigasi Benih Kompos TKLK Benih Kompos TKDK MOL (Rp)
Lahan alat Nabati
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
1 200.000 200.000 0 0 0 6.000.000 845.000 15.225 0 420.000 80.000 20.000 7.780.225
2 200.000 0 0 300.000 8.700 0 375.000 0 1.000.000 370.000 200.000 0 2.453.700
3 300.000 36.659,8 0 120.000 0 0 574.000 40.200 1.000.000 20.000 40.000 120.000 2250.859,8
4 87.743,5 43.871,8 0 120.000 13.000 0 60.000 0 330.000 895.000 68.000 160.000 1.777.615,28
5 128.000 47.527,7 0 0 0 0 500.000 315.000 100.000 815.000 40.000 40.000 1.985.527,74

6 109.679 25.591,9 0 0 8.250 0 100.000 0 500.000 20.000 40.000 20.000 823.521,26


7 47.527,7 0 0 0 0 0 0 3.300 200.000 100.000 40.000 40.000 430.827,74
8 320.000 0 0 0 0 0 350.000 22.750 8.000.000 725.000 850.000 40.000 10.307.750
9 731.196 127.959 0 770.000 97.500 3.000.000 1.205.000 0 0 100.000 68.000 40.000 6.139.655,3
10 0 0 50.000 0 2.750 0 0 0 50.000 20.000 40.000 20.000 182.750
11 350.000 0 0 120.000 0 0 574.000 5.500 200.000 20.000 40.000 40.000 1.349.500
12 116.991 0 0 120.000 0 0 0 9.000 1.000.000 920.000 680.000 40.000 2.885.991,36

13 124.303 0 0 0 0 0 75.000 6.600 1.000.000 1.050.000 850.000 80.000 3.185.903,32

14 150.000 2.500 150.000 0 0 0 425.000 19.500 300.000 300.000 17.000 40.000 1.404.000
15 15.000 0 365.598 0 0 0 450.000 32.500 200.000 450.000 17.000 40.000 1.570.098
16 20.000 0 0 0 0 0 75.000 90.000 1.000.000 300.000 510.000 40.000 2.035.000
17 25.000 0 0 0 0 0 425.000 1.950 500.000 450.000 68.000 40.000 1.509.950
18 100.000 0 0 0 0 0 0 32.500 500.000 700.000 85.000 40.000 1.457.500

99
101
19 250.000 0 0 0 0 0 450.000 45.500 1.000.000 100.000 170.000 40.000 2.055.500
20 100.000 0 0 0 0 0 225.000 11.375 250.000 300.000 42.500 40.000 968.875
21 250.000 0 0 0 35.000 0 450.000 0 1.000.000 100.000 170.000 40.000 2.045.000
22 100.000 0 0 0 0 0 825.000 11.375 250.000 495.000 42.500 40.000 1.763.875
23 100.000 0 0 0 0 0 825.000 11.375 250.000 495.000 42.500 40.000 1.763.875
24 100.000 0 0 0 0 0 250.000 11.375 250.000 350.000 42.500 40.000 1.043.875
25 150.000 0 0 0 0 0 350.000 22.750 500.000 770.000 85.000 80.000 1.957.750
26 100.000 0 0 0 0 0 825.000 8.750 250.000 495.000 42.500 40.000 1.761.250
27 150.000 0 0 0 0 0 350.000 17.500 500.000 650.000 85.000 40.000 1.792.500
28 100.000 0 0 0 11.375 0 450.000 0 250.000 350.000 42.500 40.000 1.243.875
29 36.559,8 0 0 0 0 0 975.000 6.500 200.000 20.000 42.500 40.000 1.320.559,8
30 36.559,8 0 0 0 0 0 950.000 6.500 200.000 15.000 100.000 120.000 1.428.059,8

149.952 18.853,26 16.137,02 51.666,67 5.885,833 300.000 431.933,3 24.900,8 692.666,7 393.833 154.683 48.666,67
Rata 2.289.178,97
-rata 236.608,98 737.819,1667
1.314.750,83
974.428,1467

100
102
Lampiran 11. Struktur Biaya Padi Metode Konvensional Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode Tahun 2010/2011
Biaya Tunai
Biaya Diperhitungkan
Biaya Tetap Biaya variabel
Total Biaya
No Penyusutan
Pajak Irigasi Sewa Lahan Benih Pupuk Pestisida TKLK Benih TKDK (Rp)
alat
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
(Rp)
1 78.750 0 0 0 0 347.000 0 0 585.000 1.075.000 2.085.750
2 0 0 1.000.000 0 0 127.500 0 40.000 65.000 20.000 1.252.500
3 109.679,4 54.839,7 0 180.000 75.000 232.000 110.000 300.000 0 140.000 1.201.519,1
4 54.839,7 54.839,7 0 0 25.000 127.500 96.500 40.000 0 580.000 978.679,4
5 219.358,8 54.839,7 0 360.000 75.000 232.000 119.500 540.000 0 15.000 1.615.698,5
6 109.679,4 54.839,7 0 0 75.000 232.000 91.500 300.000 0 140.000 1.003.019,1
7 109.679,4 73.119,6 0 0 900.000 464.000 46.500 540.000 0 20.000 2.153.299
8 72.000 0 0 0 0 457.500 13.500 0 140.000 1.575.000 2.258.000
9 20.000 0 0 0 0 232.000 13.500 250.000 24.000 525.000 1.064.500
10 40.000 0 1.096.794 0 0 322.000 18.500 0 150.000 1.525.000 3.152.294
11 0 0 0 0 0 417.000 41.500 0 65.000 1.575.000 2.098.500
12 100.000 0 0 0 84.500 232.000 13.500 0 0 1.575.000 2.005.000
13 120.000 0 0 0 182.000 232.000 13.500 575.000 0 700.000 1.822.500
14 150.000 0 0 0 130.000 464.000 46.500 0 0 1.400.000 2.190.500
15 100.000 0 0 0 0 322.000 18.500 0 84.500 1.575.000 2.100.000
16 100.000 0 0 187.500 84.500 232.000 13.500 325.000 0 150.000 1.092.500
17 100.000 0 0 0 65.000 322.000 18.500 325.000 0 150.000 980.500
18 100.000 0 0 0 65.000 232.000 13.500 325.000 0 150.000 885.500

101
103
19 120.000 0 0 0 182.000 322.000 18.500 575.000 0 175.000 1.392.500
20 100.000 0 0 187.500 0 417.000 41.500 0 84.500 1.500.000 2.330.500
21 120.000 0 0 0 182.000 322.000 18.500 575.000 0 700.000 1.917.500
22 100.000 0 0 0 65.000 417.000 41.500 325.000 0 300.000 1.248.500
23 100.000 0 0 0 84.500 417.000 41.500 325.000 0 300.000 1.268.000
24 100.000 0 0 0 0 417.000 41.500 325.000 84.500 300.000 1.268.000
25 100.000 0 0 0 84.500 322.000 18.500 325.000 0 300.000 1.150.000
26 120.000 0 0 0 182.000 417.000 41.500 250.000 0 975.000 1.985.500
27 100.000 0 0 187.500 65.000 232.000 13.500 0 0 1.650.000 2.248.000
28 400.000 0 0 0 390.000 232.000 13.500 1.150.000 0 15.000 2.200.500
29 120.000 0 0 0 0 232.000 13.500 500.000 182.000 850.000 1.897.500
30 100.000 0 0 187.500 84.500 232.000 13.500 0 0 1.525.000 2.142.500
105.466,2 69.893,13 9.749,28 43.000 102.683 306.850 3.3516,67 263.666,7 48.816,66667 716.000,00
Rata-
rata 228.108,6367 706.716,6667 1.699.641,97
764.816,67
934.825,304

102
104
Lampiran 12. Rincian Tenaga Kerja Metode SRI di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
Pengolahan Tanah Pembibitan Pemeliharaan Panen Pasca Panen
Jumlah Jumlah
No TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK
HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah
1. 0 0 30 750.000 10 245.000 0 0 0 0 2 70.000 0 0 1 25.000 7 175.000 0 0 420.000 845.000
2 0 0 7 175.000 7 195.000 0 0 0 0 7 175.000 0 0 1 25.000 7 175.000 0 0 370.000 375.000
3 0 0 10 320.000 3 60.000 3 54.000 0 0 2 40.000 0 0 1 20.000 0 0 7 140.000 20.000 574.000
4 15 495.000 0 0 4 100.000 3 60.000 1 25.000 0 0 1 25.000 0 0 10 250.000 0 0 895.000 60.000
5 0 0 20 500.000 18 490.000 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 0 0 10 250.000 0 0 815.000 500.000
6 10 370.000 0 0 10 245.000 0 0 3 75.000 4 100.000 0 0 1 25.000 0 0 7 175.000 20.000 100.000
7 10 370.000 0 0 10 245.000 0 0 7 175.000 0 0 2 50.000 0 0 7,5 187.500 0 0 100.000 0
8 14 350.000 0 0 8 200.000 0 0 7 175.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 10 300.000 725.000 350.000
9 0 0 7 945.000 4 100.000 3 60.000 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 0 0 5 125.000 100.000 1.205.000
10 7 175.000 0 0 10 250.000 0 0 2 50.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 20.000 0
11 0 0 14 350.000 0 0 7 175.000 0 0 3 75.000 1 20.000 2 50.000 0 0 10 250.000 20.000 574.000
12 14 470.000 0 0 10 250.000 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 0 0 5 125.000 0 0 920.000 0
13 21 525.000 0 0 4 100.000 3 75.000 3 75.000 0 0 2 50.000 0 0 10 300.000 0 0 1.050.000 75.000
14 0 0 14 350.000 4 100.000 3 75.000 2 50.000 0 0 1 25.000 0 0 5 125.000 0 0 300.000 425.000
15 0 0 15 375.000 4 100.000 3 75.000 2 50.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 450.000 450.000
16 14 350.000 0 0 4 100.000 3 75.000 2 50.000 0 0 3 75.000 0 0 15 375.000 0 0 300.000 75.000
17 14 350.000 7 175.000 4 100.000 3 75.000 1 25.000 1 25.000 1 25.000 1 25.000 5 125.000 5 125.000 450.000 425.000
18 14 350.000 0 0 2 50.000 0 0 2 50.000 0 0 2 50.000 0 0 10 200.000 0 0 700.000 0
19 0 0 7 175.000 4 100.000 3 75.000 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 0 0 5 125.000 100.000 450.000
20 0 0 6 150.000 2 50.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 10 250.000 0 0 300.000 225.000
21 0 0 7 175.000 4 100.000 3 75.000 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 0 0 5 125.000 100.000 450.000
22 0 0 30 750.000 10 245.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 10 250.000 0 0 495.000 825.000
23 0 0 30 750.000 10 245.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 10 250.000 0 0 495.000 825.000
24 0 0 7 175.000 4 100.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 10 250.000 0 0 350.000 250.000
25 14 350.000 0 0 10 245.000 0 0 7 175.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 10 300.000 770.000 350.000
26 0 0 30 750.000 10 245.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 10 250.000 0 0 495.000 825.000
27 15 375.000 0 0 4 100.000 0 0 7 175.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 10 300.000 650.000 350.000
28 0 0 15 375.000 4 100.000 0 0 0 0 2 50.000 0 0 1 25.000 10 250.000 0 0 350.000 450.000
29 1 20.000 15 375.000 0 0 7 175.000 0 0 3 75.000 0 0 2 50.000 0 0 10 300.000 20.000 975.000
30 0 0 14 350.000 0 0 7 175.000 1 15.000 3 75.000 0 0 2 50.000 0 0 10 300.000 15.000 950.000
Total Rata-Rata 39.3833,3 431.933,33
Keterangan: 1 hari = 5 Jam/HOK

103
105
Lampiran 13. Rincian Tenaga Kerja Metode Konvensional di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
Pengolahan Tanah Pembibitan Pemeliharaan Panen Pasca Panen
Jumlah Jumlah
No TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK
HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah
1. 15 375.000 0 0 15 375.000 0 0 1 25.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 1.075.000 0
2 1 14 350.000 0 7 0 2 0 2 0 10 40.000
15.000 0 175.000 0 50.000 0 50.000 0 250.000 15.000
3 0 0 10 200.000 0 0 5 100.000 1 20.000 0 0 1 20.000 0 0 5 100.000 0 0 140.000 300.000
4 7 140.000 0 0 15 300.000 2 40.000 1 20.000 0 0 1 20.000 0 0 5 100.000 0 0 580.000 40.000
5 0 0 10 200.000 0 0 10 200.000 1 15.000 1 20.000 0 0 1 20.000 0 0 5 100.000 15.000 540.000
6 0 0 10 200.000 0 0 5 100.000 1 20.000 0 0 1 20.000 0 0 5 100.000 0 0 140.000 300.000
7 0 0 10 200.000 0 0 10 200.000 0 0 1 20.000 1 20.000 1 20.000 0 0 5 100.000 20.000 540.000
8 25 625.000 0 0 25 625.000 0 0 1 25.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 1.575.000 0
9 7 175.000 7 175.000 7 175.000 2 50.000 1 25.000 1 25.000 1 25.000 0 0 5 125.000 0 0 525.000 250.000
10 30 750.000 0 0 15 375.000 0 0 4 100.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 1.525.000 0
11 25 625.000 0 0 25 625.000 0 0 1 25.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 1.575.000 0
12 25 625.000 0 0 25 625.000 0 0 1 25.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 1.575.000 0
13 28 700.000 0 0 0 0 10 250.000 0 0 1 25.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 700.000 575.000
14 30 750.000 0 0 15 375.000 0 0 4 100.000 0 0 2 50.000 0 0 5 125.000 0 0 1.400.000 0
15 25 625.000 0 0 25 625.000 0 0 1 25.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 1.575.000 0
16 0 0 10 200.000 0 0 5 125.000 1 25.000 0 0 1 25.000 0 0 5 100.000 0 0 150.000 325.000
17 0 0 10 200.000 0 0 5 125.000 1 25.000 0 0 1 25.000 0 0 5 100.000 0 0 150.000 325.000
18 0 0 10 200.000 0 0 5 125.000 1 25.000 0 0 1 25.000 0 0 5 100.000 0 0 150.000 325.000
19 7 175.000 0 0 0 0 10 250.000 0 0 1 25.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 175.000 575.000
20 25 625.000 0 0 25 625.000 0 0 4 100.000 0 0 2 25.000 0 0 5 125.000 0 0 1.500.000 0
21 28 700.000 0 0 0 0 10 250.000 0 0 1 25.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 700.000 575.000
22 0 0 10 200.000 0 0 5 125.000 1 25.000 0 0 1 25.000 0 0 10 250.000 0 0 300.000 325.000
23 0 0 10 200.000 0 0 5 125.000 1 25.000 0 0 1 25.000 0 0 10 250.000 0 0 300.000 325.000
24 0 0 10 200.000 0 0 5 125.000 1 25.000 0 0 1 25.000 0 0 10 250.000 0 0 300.000 325.000
25 0 0 10 200.000 0 0 5 125.000 1 25.000 0 0 1 25.000 0 0 10 250.000 0 0 300.000 325.000
26 28 700.000 0 0 0 0 10 250.000 4 100.000 0 0 2 50.000 0 0 5 125.000 0 0 975.000 250.000
27 25 625.000 0 0 25 625.000 0 0 4 100.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 0 0 1.650.000 0
28 0 0 15 375.000 0 0 15 375.000 1 15.000 4 100.000 0 0 2 50.000 0 0 10 250.000 15.000 1.150.000
29 28 700.000 0 0 0 0 10 250.000 4 100.000 0 0 2 50.000 0 0 0 0 10 250.000 850.000 500.000
30 25 625.000 0 0 25 625.000 0 0 4 100.000 0 0 2 50.000 0 0 5 125.000 0 0 1.525.000 0
Total Rata-Rata 716.000 263.666,7

Keterangan: 1 hari = 5 Jam/HOK

104
106
Lampiran 14. Pendapatan Usahatani Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode
Tahun 2010/ 2011
Usahatani Metode SRI Usahatani Metode Konvensional
No Penerimaan Biaya Pendapatan Penerimaan Biaya Pendapatan
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 1.096.7940 7.780.225 3.187.715 0 2.085.750 -2.085.750
2 5.483.970 2.453.700 3.030.270 1.096.794 1.232.500 -135.706
3 5.483.970 2.250.859,8 3.233.110,2 0 1.201.519,1 -1201519,1
4 2.010.789 1.777.615,3 233.173,72 0 978.679,4 -978.679,4
5 0 1.985.527,7 -1.985.527,74 731.196 1.600.698,5 -869.502,5
6 0 823.521,26 -823.521,26 2.193.588 1.003.019,1 1.190.568,9
7 1.060.234,2 430.827,74 629.406,46 1.827.990 2.133.299 -305.309
8 28.151.046 10.307.750 17.843.296 6.580.764 2.258.000 4.322.764
9 23.763.870 6.139.655,3 17.624.214,7 0 1.064.500 -1.064.500
10 0 182.750 -182.750 5.483.970 3.152.294 2.331.676
11 1.791.430,2 1.329.500 461.930,2 1.827.990 2.098.500 -270.510
12 2.193.588 2.885.991,4 -692.403,36 3.198.982,5 2.005.000 1.193.982,5
13 2.559.186 3.185.903,3 -626.717,32 4.412.767,86 1.822.500 2.590.267,86
14 2.917.472,04 1.404.000 1.513.472,04 6.397.965 2.190.500 4.207.465
15 2.559.186 1.570.098 989.088 3.198.982,5 2.100.000 1.098.982,5
16 1.462.392 2.035.000 -572.608 3.198.982,5 1.092.500 2.106.482,5
17 1.462.392 1.509.950 -47.558 3.198.982,5 980.500 2.218.482,5
18 1.827.990 1.457.500 370.490 3.198.982,5 885.500 2.313.482,5
20 9.139.950 2.055.500 7.084.450 4.412.767,86 1.392.500 3.020.267,86
21 2.284.987,5 968.875 1.316.112,5 3.198.982,5 2.330.500 868.482,5
22 9.139.950 2.045.000 7.094.950 4.412.767,86 1.917.500 2.495.267,86
23 2.284.987,5 1.763.875 521.112,5 3.198.982,5 1.248.500 1.950.482,5
24 2.284.987,5 1.763.875 521.112,5 3.198.982,5 1.268.000 1.930.982,5
25 2.284.987,5 1.043.875 1241.112,5 3.198.982,5 1.268.000 1.930.982,5
26 4.569.975 195.7750 2.612.225 3.198.982,5 1.150.000 2.048.982,5
27 2.284.987,5 1.761.250 523.737,5 4.412.767,86 1.985.500 2.427.267,86
28 4.569.975 1.792.500 2.777.475 3.198.982,5 2.248.000 950.982,5
29 2.284.987,5 1.243.875 1.041.112,5 25.591.860 2.185.500 23.406.360
30 895.715,1 1.300.559,8 -404.844,7 4.412.767,86 1.897.500 2.515.267,86
Rata-Rata 2.264.709,72 Rata-Rata 2.039.816,24

107
Lampiran 15. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi SRI di Kabupaten Cianjur
Tahun 2011

Gambar 1. Benih Padi

Gambar 2. Bibit Padi SRI Satu Per Lubang Tanam

Gambar 3. Tempat Penampungan Bahan Organik

108
Gambar 4. Pupuk Organik Cair/MOL

Gambar 5. Tumpang Sari Tanaman Selain Tanaman Padi

109
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 22 Februari 1990 dari pasangan

Heru Ismoyo dan Yuyu Yulianingsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di

SD Negeri Ibu Dewi 2 Cianjur tahun 2001. Selanjutnya penulis meneruskan

pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Cianjur sampai tahun 2004. Pada

tahun 2007, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama

diterima di IPB melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis

memilih Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departemen Ekonomi Sumberdaya

dan Lingkungan sebagai program studi yang dijalankan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan.

Pada tahun 2008, penulis menjadi anggota Resources and Environmental

Economics Student Association (REESA) divisi Entrepreneurship (E-Ship). Dan

Pada tahun 2010 penulis menjadi bendahara Resources and Environmental

Economics Student Association (REESA) divisi Entrepreneurship (E-Ship) serta

menjadi anggota teater Fakultas Ekonomi dan Manajemen (COAST-FEM). Selain

itu, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian di lingkungan Institut

Pertanian Bogor (IPB).

Anda mungkin juga menyukai