Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan atas status gizi buruk, kurang, baik, dan

lebih. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk

menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur

proses-proses kehidupan dalam tubuh. Saat ini kata gizi mempunyai pengertian lebih

luas di samping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang,

karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan

produktivitas kerja. Negara Indonesia yang sekarang sedang membangun, faktor gizi

di samping faktor-faktor lain dianggap penting untuk memacu pembangunan,

khususnya yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia berkualitas

(Almatsier, 2011).

Gizi salah (malnutrisi) diukur berdasarkan anak yang berkembang dengan

kemiskinan, yang merupakan indikator penting untuk memonitoring kesehatan dan

status gizi di masyarakat. Tahun 2013, 17% atau 98 juta anak di bawah lima tahun di

negara berkembang mengalami kurang gizi (berat badan rendah menurut umur

berdasarkan standar WHO). Prevalensi tertinggi berada di wilayah Asia Selatan

1
sebesar 30%, diikuti Afrika Barat 21%, Osceania dan Afrika Timur 19%, Asia

Tenggara dan Afrika Tengah 16%, dan Afrika Selatan 12% (WHO, 2014).

Data dari seluruh dunia menurut World Health Organitation (WHO, 2014)

terdapat proporsi anak dibawah lima tahun dengan keadaan kurang gizi mengalami

penurunan angka persentase 10% yang terjadi antara tahun 1990 sampai 2013, yaitu

dari 25% menjadi 15%. Di Afrika, terdapat penurunan yang relatif kecil, yaitu dari

23% pada tahun 1990 menjadi 17% pada tahun 2013. Pada periode yang sama, di

Asia terjadi penurunan dari 32% menjadi 18%, dan di Amerika Latin dan Caribbean

turun dari 8% menjadi 3%. Ini berarti angka proporsi di Asia dan Amerika Latin juga

Caribbean sudah hampir mendekati angka yang ditargetkan oleh Millenium

Development Goals (MDG’s), sementara di Afrika hanya turun sedikit saja,

pencapaiannya hanya setengah dari angka target penurunan.

Menurut data WHO (2014) negara di regional Asia Selatan yang memiliki

angka tertingi kejadian kurang gizi yaitu India 43,5% (2006), disusul negara-negara

seperti Bangladesh 36,8% (2011), Afghanistan 32,9% (2011), Pakistan 31,6% (2013).

Untuk negara-negara di Afrika dengan proporsi tinggi di antaranya adalah Niger

37,9% (2012), Nigeria 31% (2013), Chad 30,3% (2010).

Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia di

bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

khususnya Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol

2
diantaranya karena keadaan gizi yang kurang baik. Kondisi gizi anak-anak Indonesia

rata-rata lebih buruk dibandingkan gizi anak-anak di dunia dan bahkan juga dari

anak-anak Afrika (Anonim, 2006). Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan

bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk akibat penyakit

penyerta dimana didapatkan 19% infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) pneumonia,

19% diare, 7% campak, 5% malaria dan 32% penyebab lain. Sementara masalah gizi

di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 % kematian anak (WHO, 2011).

Gizi kurang merupakan salah satu permasalahan gizi di Indonesia yang

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena jumlah asupan pangan

yang kurang bermutu, faktor lingkungan, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, dan

adanya faktor infeksi (penyakit). Permasalahan ini masih menunjukkan angka yang

cukup tinggi, berdasarkan laporan prevalensi gizi kurang dari Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJM) di bidang kesehatan tahun 2015-2019, yang

menetapkan salah satu sasaran pembangunan yang akan dicapai adalah menurunkan

prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita dapat mencapai target

pada tahun 2019 menjadi 17 % (Renstra Kemenkes, 2015-2019).

Penyebab langsung kurang gizi yaitu asupan makanan tidak seimbang dan

penyakit infeksi. Sedangkan untuk penyebab tidak langsung diantaranya tidak cukup

persediaan pangan, pola asuh anak tidak memadai, sanitasi/pelayanan kesehatan dasar

tidak memadai. Hal ini disebabkan kemiskinan, pendapatan, kurang pendidikan,

3
pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan akar masalah penyebab kurang gizi adalah

krisis ekonomi, politik dan sosial (UNICEF, 1998 dalam Baliwati 2010).

Status gizi yang dipengaruhi oleh masukan zat gizi secara tidak langsung

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karakteristik keluarga.

Karakteristik keluarga khususnya ibu berhubungan dengan tumbuh kembang anak.

Ibu sebagai orang yang terdekat dengan lingkungan asuhan anak ikut berperan dalam

proses tumbuh kembang anak melalui zat gizi makanan yang diberikan. Karakteristik

ibu ikut menentukan keadaan gizi anak diantaranya adalah umur ibu, pendidikan

status pekerjaan ibu dan paritas ibu (Depkes, 2000).

Kekurangan nutrisi pada balita biasanya terjadi karena beberapa faktor, antara

lain kekurangan jumlah nutrisi yang dikonsumsi, akibat suatu penyakit sehingga

nutrisi yang dikonsumsi gagal diserap dan digunakan tubuh. Pola pengasuhan anak

yang kurang baik, dan kondisi lingkungan kesehatan yang tidak memadai (Asydhad,

dkk, 2006).Menurut Herman Sudiman (2004) dalam Zumroti (2010) asupan dan

keadaan gizi balita dipengaruhi oleh pola pengasuhan keluarga, karena pada balita

masih tergantung dalam mendapatkan makanan.

Kasus gizi kurang perlu menjadi perhatian khusus karena dapat menghambat

perkembangan fisik dan mental anak. Kasus gizi kurang berkaitan dengan

peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan motorik dan mental. Balita yang mengalami gizi kurang memiliki

4
risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas dan peningkatan

risiko penyakit degeneratif dimasa mendatang. Hal ini dikarenakan anak balita

dengan gizi kurang juga cenderung lebih rentan terhadap penyakit infeksi, begitu juga

anak yang mengalami infeksi rentan terhadap status gizi kurang (Balitbang, 2013).

Kondisi sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang

mempengaruhi status gizi. Bila kondisi sosial ekonomi baik maka status gizi

diharapkan semakin baik. Status gizi anak balita akan berkaitan erat dengan kondisi

sosial ekonomi keluarga (orang tua), antara lain pendidikan orang tua, pekerjaan

orang tua, jumlah anak orang tua, pengetahuan dan pola asuh ibu serta kondisi

ekonomi orang tua secara keseluruhan (Supariasa, 2012).

Pada masa sekarang ini jumlah wanita yang terlibat dalam kegiatan ekonomi

sebagai tenaga kerja aktif makin meningkat dan tersebar dalam semua sektor

pekerjaan. Diantaranya pertanian, industri, jasa dan lain-lain. Salah satu dampak

negatif yang dikhawatirkan timbul sebagai akibat dari keikutsertaan ibu-ibu pada

kegiatan diluar rumah adalah keterlantaran anak terutama anak balita, padahal masa

depan kesehatan anak dipengaruhi oleh pengasuhan dan keadaan gizi sejak usia bayi.

Usia bayi sampai anak berumur 5 tahun merupakan usia penting, karena pada umur

tersebut anak belum dapat melayani kebutuhan sendiri dan bergantung pada

pengasuhnya. (Kartika V, 2000)

5
Berdasarkan hasil penelitian Uswatun Hasanah (2013) pola asuh makan

merupakan faktor yang paling dominan terhadap status gizi balita dengan umur ibu

yang lebih muda dimana artinya ibu dengan asuh makan yang kurang baik

mempunyai kemungkinan 27 kali lebih besar untuk berstatus gizi kurang pada balita

nya dibanding dengan ibu yang melakukan asuh makan yang baik. Sedangkan ibu

yang memiliki status gizi balita yang baik umumnya ibu dengan tingkat pendidikan

lanjutan dan pengetahuan gizi yang baik.

Kabupaten Buleleng merupakan salah kabupaten yang ada di Provinsi Bali

yang memiliki beberapa kecamatan, salah satunya kecamatan Seririt.Sebagaimana

diketahui, Buleleng memiliki areal yang sangat luas. Untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat, sejauh ini Buleleng sudah memiliki 20 unit puskesmas,

74 unit puskesmas pembantu (pustu), 20puskesmas keliling (puling) dan satu unit

rumah sakit daerah yang sudah berstandar BLUD yaitu Rumah Sakit Umum

Singaraja. Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng memiliki 20 desa dan 1 Kelurahan.

Untuk kecamatan Seririt yang terdiri dari 21 Desa dan Kelurahan tersebut, telah

difasilitasi dengan minimal sebuah posyandu tiap desanya. Selain posyandu,

Kecamatan ini memiliki 3 buah Puskesmas yang terletak di Kelurahan Seririt, Desa

Banjar Asem dan Desa Ringdikit. Data Dinas Kesehatan Buleleng pada tahun 2019

didapatkan jumlah balita gizi buruk sebanyak 33 balita, tahun 2020 sebanyak 23.

6
Kecamatan Seririt merupakan kecamatan dengan presentase penduduk

sebagian besar bermata pencaharian petani / nelayan (45%), pedagang (35%), buruh

(20%), dan lain-lainnya. Daerah ini masih termasuk daerah dengan perekonomian

rata-rata rendah dikarenakan memiliki penghasilan dibawah UMR Bali perbulan.

Dengan penghasilan kepala rumah tangga yang cukup ataupun kurang dalam

memenuhi kehidupan sehari-hari mengharuskan ibu bekerja untuk menambah

pendapatan keluarga. Ibu yang berkerja, akan mempengaruhi pola asuh makan

terhadap balitanya. Karena karakteristik keluarga yang salah satunya pendapatan

keluarga dan pola asuh makan yang salah pada balita, hal ini akan mempunyai

hubungan dengan status gizi balita, yang biasa didapatkan status gizi balita kurang

yang akan berdampak dengan mudahnya balita tersebut terserang penyakit. Penyakit

infeksi akan mudah terjangkit pada balita dengan status gizi kurang.

Data Pemantauan Status Gizi Puskesmas Seririt III pada bulan Desember

2020, didapatkan balita dengan status berat badan kurang sebanyak 12 orang. Dan

pada bulan Januari 2021 menjadi 11 balita dengan status berat badan kurang.

Sedangkan pada bulan Februari 2021 juga kasus balita berat badan kurang terbanyak

di desa Bestala wilayah Puskesmas Seririt III sebanyak 4 orang. Sebagian besar

penduduk desa Bestala bermata pencaharian yaitu petani .

7
Berdasarkan data di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Dan Pola Asuh Balita Di Desa

Bestala Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng Tahun 2021.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian adalah :
1. Bagaimana karakteristik ibu balita untuk status gizi balita di Desa Bestala
Kecamatan Seririt?
2. Bagaimana Pola Asuh balita untuk status gizi balita di Desa Bestala Kecamatan
Seririt?
3. Bagaimana Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Dan Pola Asuh Balita Di
Desa Bestala Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng Tahun 2021.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Status Gizi Berdasarkan

Karakteristik Ibu Dan Pola Asuh Balita Di Desa Bestala Kecamatan Seririt

Kabupaten Buleleng Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui karakteristik ibu balita untuk status gizi balita di Desa Bestala
Kecamatan Seririt?
2. Untuk mengetahui Pola Asuh ibu balita untuk status gizi balita di Desa Bestala
Kecamatan Seririt?

8
4. Untuk mengetahui Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Dan Pola Asuh
Balita Di Desa Bestala Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng Tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam

memperkuat hasil-hasil studi yang berhubungan dengan Karakteristik Ibu Dan

Pola Asuh Balita dan informasi bagi pengembangan ilmu yang berkaitan dengan

promosi kesehatan.

2. Manfaat praktis :

a. Bagi Instansi Terkait

Memberikan informasi kepada pihak Puskesmas tentang keterkaitan antara

tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, umur, paritas dengan status gizi

balita sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan

program gizi di wilayah Puskesmas.

b. Bagi Masyarakat

Memberikan masukan kepada masyarakat khususnya ibu-ibu balita agar lebih

mengerti dan memperhatikan kecukupan gizi balita agar selalu dalam kondisi

status gizi baik dan terjaga kesehatannya

9
c. Bagi Peneliti

Sebagai latihan dalam memecahkan masalah-masalah gizi yang ada di masyarakat

dalam lingkup mikro dan hasil penelitian itu dapat digunakan sebagai masukan

untuk peneliti selanjutnya.

d. Bagi Responden

Penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk diadakan penelitian selanjutnya

tentang karakteristik ibu diwilayah yang lain.

10

Anda mungkin juga menyukai