Dokumen - Tips 250378403 Laporan Kasus Plasenta Previa
Dokumen - Tips 250378403 Laporan Kasus Plasenta Previa
PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di
negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian di Negara tersebut disebabkan oleh hal yang
berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1999 WHO (World Health Organization)
memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin.
Dimana 15% dari seluruh wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan
dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya dan janin yang dilahirkannya.
(Saifuddin dkk, 2002).
Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai
keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia
masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di
Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500 – 20.000 kematian ibu
tiap tahunnya yang terjadi setiap 26 – 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 – 10% disebabkan
oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena
plasenta previa atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang
panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin (Manuaba, 1998).
Plasenta previa sendiri merupakan komplikasi yang terjadi pada kira-kira 1 dari 200
kehamilan dan merupakan salah satu penyebab utama perdarahan pervaginam pada trimester
ke 2 dan ke 3 (Getahun D, 2006).
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak terlampau
sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira
dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh persalinan. Di Negara-negara berkembang berkisar
antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa
antara 4781 persalinan (Saifuddin dkk, 2002).
Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa
disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas yang tinggi
endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus belum siap menerima
implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua, riwayat plasenta previa.
Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada
ibu maupun pada janinnya (Manuaba, 1998).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Menurut de Snoo, berdasarkan keadaan pada saat pembukaan 4 -5 cm :
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis : bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh
plasenta, dibagi 2 :
2.1 Plasenta previa lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostea bagian belakang.
2.2 Plasenta previa lateralis anterior : bila sebagian menutupi ostea bagian depan.
2.3 Plasenta previa marginalis : bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang
ditutupi plasenta (Hanafiah, 2004).
2.2 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan pada usia
diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden plasenta
previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu
kurang dari 1%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas
tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasnografi dalam obstetrik yang menungkinkan
deteksi lebih dini insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Chalik, 2009).
3
5. Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun, hanya 1
dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang berusia lebih
dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta previa.
6. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
7. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
8. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
9. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit permukaan
bagi penempelan plasenta.
10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa
jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).
2.4 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui secara
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah
rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi
di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya
plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan
mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(Chalik, 2009).
4
2.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat
laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan
yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang
terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk
lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30
minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan
lebih mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica urinaria dan rektum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
5
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek
oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam
kala 3 karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri
lepas karena segmen bawah rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik (Chalik, 2009).
6
4. Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak.
Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai dari forniks
posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari
kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, jari di masukkan hati-hati kedalam OUI
untuk meraba adanya jaringan plasenta (Hanafiah, 2004).
2.7 Penatalaksanaan
Perawatan konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan syarat
denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan :
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia
kehamilan < 34 minggu
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah
baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasehat :
- Istirahat,
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu
7
Perawatan aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan > 500 cc
dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila :
- Perdarahan aktif
- Perkiraan berat bayi > 2000 gram
- Gawat janin
- Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram
(Doddy, A. K., et al. 2008.)
Pada plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan mendekati ostium
uteri internum ataupun yang menutupi ostium uteri internum pada umur kehamilan 18-24
minggu, evaluasi kembali diperlukan untuk mengetahui lokasi plasenta pada trimester ke 3.
Plasenta yang menutupi OUI lebih dari 15 mm sangat besar kemungkinannya untuk
megalami plasenta previa pada kehamilan aterm. Ketika pinggir plasenta berada diantara 20
mm dari OUI dan menutupi sampai 20 mm dari OUI pada umur kehamilan 26 minggu, USG
sebaiknya diulangi dengan rutin bergantung pada umur kehamilan, jarak dari OUI, dan gejala
klinis seperti perdarahan, karena perubahan posisi pada plasenta sangat memungkinkan.
Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih pada OUI kapanpun pada trimester ke 3 sangat
besar kemugkinan untuk dilakukan seksio sesarea. Jarak antara OUI dan pinggir plasenta
pada USG transvaginal setelah umur kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk
menentukan persiapan rute kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI,
maka dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi.
Jarak pinggir plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan tindakan
seksio sangat tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih memungkinkan bergantung pada
keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0 mm atau lebih pada usia kehamilan lebih
dari 35 minggu merupakan indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea (Oppenheimer L,
2007b)
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post partum,
malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan disseminated intravascular
coagulation (DIC) (Gibbs, RS., et. al, 2008).
8
2.9 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG,
disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah
sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang
pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang
diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat
sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa.
Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih
belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena
intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari
sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000
persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%.
Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum
terbukti (Chalik, 2009).
Butler dan kawan-kawan (2001) mendapatkan bahwa wanita dengan plasenta previa
memeiliki kadar serum alpha-fetoprotein yang dapat meningkatkan resiko perdarahan pada
trimeseter tiga dan kelahiran preterm (Cunningham FG et al. 2003).
9
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. H
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Dusun Jenngo Timur, Kec. Gunung Sari
3.2 Anamnesis
Kronologis :
10
Teraba bokong di fundus, punggung kanan, kepala belum masuk PAP, DJJ (+)
140x/m
- VT : tidak dilakukan
A : G3P2A002 UK 37 mgg T/H/IU Preskep K/U ibu dan janin baik dengan plasenta
previa marginalis
P : - Infus RL 20 tpm
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Sosial :
Suami pasien merupakan seorang perokok aktif, suami pasien dapat mengabiskan ± 6
batang perhari
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Laki-laki/14 tahun/ Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
2. Laki-laki/8 tahun/Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan
3. Ini
11
Riwayat Kontrasepsi :
Suntik 3 bulan
- BPD : 38W5D
- AC : 35W3D
- FL : 34W0D
- EFW : 2933 gr
- Saran : SC Elektif
BMI : 21
13
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (15.13 08/10/2014)
- Hb : 10.9 g/dl
- RBC : 3.51 x 106/µL
- HCT : 32.5 %
- WBC : 11.05 x 103/µL
- PLT : 198 x 103/µL
- HbsAg : (-)
- MCV : 92.6 fL
- MCH : 31.1 pg
- MCHC : 33.5 g/dL
- Aterm
- TBJ : 2832
3.6 DIAGNOSIS
G3P2A0H2 A/T/H/IU preskep dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa
marginalis
3.7 TINDAKAN
- Observasi kesejahteraan ibu dan janin
- Observasi Perdarahan Per Vaginam
- Rencana SC Elektif 10/10/2014
- KIE keluarga pasien
- Mempersiapkan SC : Pasang DC, Tes sensitifitas Ampisilin, Injeksi Ampisilin 2 gr IV
14
Penemuan intraoperasi :
- Temuan intra operasi : Plasenta berimplantasi di SBR depan meluas sampai pinggir
OUI
3.9 PLASENTA
Lahir : Manual pada pukul 09.15 (10/10/2014), lengkap, perdarahan ±200cc.
15
3.11 KONDISI 1 HARI POST PARTUM (11/10/2014)
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 72 x/menit
Frekuensi napas : 18 x/menit
Suhu : 36,7ºC
Kontraksi uterus : Baik
TFU : 2 jari di bawah umbilikus
Lochia rubra : (+)
Urine Output : 200cc/jam
16
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT P
17
Keadaan umum : Baik
en rujukan Puskesmas Penimbung G3P2A0H2 - Obser
Kesadaran : E4V5M6
gan G3P2A0H2 T/H/IU 37 minggu A/T/H/IU keseja
Tanda Vital
sentasi Kepala dengan Plasenta preskep dengan janin
Tekanan darah : 120/80 mmHg
via Marginalis. Pasien mengeluh Antepartum - Obser
Frekuensi nadi : 72 x/menit
uar darah dari jalan lahir sejak pukul Bleeding e.c Per Va
Frekuensi napas : 18 x/menit
00 WITA (07/10/2014), berwarna plasenta previa - Renca
o
Suhu : 36,7 C
ah segar, tidak bergumpal, lendir (-), marginalis 10/10/
Pemeriksaan Fisik Umum
pa disertai nyeri. Darah merembes - KIE k
Mata : anemis -/-, ikterus -/-
s menerus sampai menghabiskan ± 2 - Memp
Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (- ),
mbalut. Pasien mengaku masih (pada
gallop (-)
asakan gerakan janinnya. Pada pagi dioper
Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
nya, karena perdarahan sudah tidak DC,
Abdomen : bekas luka operasi (-), striae
adi, pasien tidak memeriksakan diri Ampis
gravidarum (+)
Pelayanan Kesehatan terdekat karena Ampis
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+/+)
nunggu jadwal posyandu yang akan
dakan pada keesokan harinya.
HT : -
P:-
ayat ANC : >4x di Posyandu
ayat USG : 3x di SpOG STATUS OBSTETRI
ayat KB : Suntikan 3 bulan L1 : kepala
cana KB : IUD L2 : punggung di sebelah kanan
wayat Obstetri : L3 : bokong
Laki-laki/14 tahun/ L4 : 5/5
Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan TFU : 30 cm
Laki-laki/8 TBJ : 2790 gram
tahun/Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan HIS : (-)
Ini DJJ : 12-11-12 (140) x/menit
Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-)
Vagina: rugae (+), erosi (-)
OUE: perdarahan aktif (-)
Porsio: ukuran normal, licin, warna
kemerahan, permukaan erosi (-), massa (-),
18
cavum douglas menonjol (-)
VT : Tidak dilakukan
Temuan intra -
operasi : 2.800
Plasenta 49 cm
berimplantasi di (+),
SBR depan anom
meluas sampai -
pinggir OUI manu
SC se
19
en mengeluh kedua kaki tidak dapat KU : Baik 2 jam post SC -
erakkan TD : 110/70 mmHg keada
Nadi : 88 x/menit -
RR : 20 x/menit perda
o
Suhu : 36,9 C perva
TFU : 2 jari di bawah umbilikus
-
Kontaksi uterus : Baik
Lochea rubra : (+) -
UO : 200cc/jam 1gr/6
-
mefe
ri pada luka operasi KU : Baik 1 hari post SC -
Kesadaran : E4V5M6 vital
TD : 120/80 mmHg -
Nadi : 72 x/menit mob
RR : 18 x/menit minu
Suhu : 36,7oC -
TFU : 2 jari di bawah umbilikus terat
Kontraksi uterus : Baik -
Lochea rubra : (+) DC
UO : 200cc/jam -
Bayi Rawat Gabung lanju
Keadaan umum : Baik
HR : 120x/menit
RR : 38xmenit
T : 36,6oC
KU : Baik 2 hari post SC -
Kesadaran : E4V5M6 vital
TD : 110/70 mmHg -
Nadi : 76 x/menit perd
RR : 18 x/menit perv
Suhu : 36,6oC -
mob
20
TFU : 3 jari di bawah umbilikus minu
Kontraksi uterus : baik -
Lochea rubra : (+) terat
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita usia 31 tahun
yang kemudian didiagnosa dengan G3P2A0H2 aterm, tunggal, hidup, intrauterine,
dengan Antepartum Bleeding e.c Plasenta Previa Marginalis. Selanjutnya yang akan
dibahas pada kasus ini yaitu :
21
hari dikarenakan tidak dilakukannya USG pada trimester pertama sehingga bisa
memberikan pemahaman pada pasien mengenai pentingnya pemeriksaan tersebut.
Diagnosa aterm yang dicantumkan disini diperoleh dari pemeriksaan USG
teraakhir kali (09/10/2014) di RSUP NTB didapatkan bahwa plasenta sudah mencapai
grade III, dimana plasenta grade III merupakan salah satu tanda telah cukupnya umur
kehamilan.
Pemeriksaan tinggi fundus uteri 30 cm dengan taksiran berat janin 2790 gram
dengan menggunakan Formula Johnson. Janin tunggal hidup dinilai dari pemeriksaan
Leopold yang memberi kesan adanya satu janin dengan letak membujur dimana
teraba bokong di bagian fundus, punggung di sebelah kanan dan ekstremitas di
sebelah kiri, serta kepala berada di bagian bawah ini dipertegas dengan hasil
pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh
perdarahan pada umur kehamilan > 22 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber
dari kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala
klinis yang dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala
solusio plasenta. Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan
dengan warna darah merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa
sebab, jumlah perdarahan sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum
masuk pintu atas panggul, dan kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini
dipertegas dengan hasil pemeriksaan USG ditemukan adanya implantasi plasenta pada
Segmen Bawah Rahim bagian depan, meluas sampai pada pinggir ostium uteri
internum. Perdarahan yang terjadi pada pasien ini dikatakan tidak aktif karena pada
pemeriksaan inspekulo di rumah sakit, tidak didapatkan adanya darah yang keluar dari
ostium uteri internum. Sehingga, pasien ini di diagnosa dengan perdarahan
antepartum e.c plasenta previa marginalis.
22
Keadaan bayi juga baik dan telah di rawat gabung dengan ibuya. Sebelum pulang
pasien di edukasi untuk selalu memberikan ASI eksklusif pada bayinya, makan
makanan yang bergizi, dan istirahat yang cukup.
Pada pasien ini yang menjadi masalah adalah ketidaktahuan pasien mengenai
tanda bahaya yang timbul pada diri pasien yaitu pada saat keluar darah, walaupun
pada pagi harinya sudah berhenti, seharusnya pasien segera memeriksakan diri ke
petugas kesehatan terdekat, tetapi pasien tidak memeriksakan diri dengan alasan
perdarahan yang terjadi pada malam harinya sudah tidak ada lagi pada pagi harinya.
23
BAB V
KESIMPULAN
24
DAFTAR REFERENSI
Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin, AB,
Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503
Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of America: The
McGraw-Hill Companies inc.
Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU
Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram : Mataram
Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott
Williams & Wilkins.
Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott Williams
& Wilkins. New York
Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E,
Elsevier Saunders, United States.
Hanafiah, TM. 2004. Plasenta Previa. USU Digital Library. Available at :
http://www.usu.ac.id/ (Accessed : December 01 2014).
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.
Oppenheimer, L et. al, 2007a. Diagnosis and Management of Placenta Previa. Society of
Obstetricians and Gynaecologists. Canada.
25
Oppenheimer L, 2007b. Diagnosis and Management of Placenta Previa. SOGC Clinical
Practice Guideline. J Obstet Gynaecol Can 2007;29(3):261-266.
Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. JHPIEGO. Jakarta.
26