Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

PEMBAHASANAN

Setelah melakukan asuhan kebidanan komperhensif pada Ny. T di desa

Lokojoyo Wilayah Kerja Puskesmas Banyuputih Kabupaten Batang, ada beberapa

hal yang perlu diuraikan pada bab pembahasan ini. Penulis akan membahas

penatalaksanaan Asuhan Kebidanan dari kasus Ny. T untuk menganalisa tentang

asuhan kebidanan pada Ny. T.

A. Masa Kehamilan

Berdasarkan hasil pengkajian pertama pada Ny. T pada tanggal 1 Desember

2020 pukul 13.00 WIB, ditegakkan diagnosa Ny. T 25 tahun G2P1A0 hamil 32

minggu, janin tunggal hidup intra uterin, puka, preskep U, dengan memiliki

masalah Anemia ringan, ditemukan adanya protein urine yang positif 1, dan ibu

cemas dalam menghadapi proses persalinan. Menurut Kristiyanasari, 2018,hh. 67-

68 bahaya yang dapat ditimbulkan dengan ibu hamil yang mengalami anemia

apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan risiko morbiditas

maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkaan bayi BBLR dan

prematur juga lebih besar. Anak yang dikandung ibu yang mengalami anemia juga

akan mengalami penurunan kecerdasan intelenjensi setelah melahirkan “IQ anak

dapat turun 6 sampai 9 poin”. Pada kasus yang dialami oleh Ny. T dapat di

evaluasi bahwa penulis memberikan asuhan tentang anemia pada kehamilan dan

tablet Fe. Hal ini sesuai dengan kasus pada Ny. T dengan anemia ringan yaitu
dengan kadar Hemoglobin 10 gr %, sehingga penulis memberikan asuhan yaitu

dengan rajin minum tablet tambah darah secara rutin, makan-makanan yang

bergizi, minum air putih yang cukup dan istirahat yang cukup untuk mencegah

terjadinya anemia berat dan komplikasi pada kehamilan.

Setelah dilakukan asuhan tersebut, dilakukan pemeriksaan ulang pada usia

kehamilan 35 minggu didapatkan bahwa Ny. T sudah tidak mengalami anemia

pada tanggal 23 Desember 2020. Hal ini sesuai dengan Standar Kompetensi

Bidan dalam Permenkes RI Nomor 28 tahun 2017 bahwa bidan berkompeten

untuk mengenal tanda dan gejala anemia berat dan ringan, hyperemesis

gravidarum, kehamilan ektopik terganggu, abortus iminens, mola hidatidosa,

kehamilan ganda dan kelainan letak, serta pre-eklamsia.

Pada Ny.T ditemukan hasil protein urine yang postif 1 yang menandakan yaitu

adanya protein dalam urine pada usia kehamilan 31 minggu. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Nur Masruroh dan Adreas Putra Ragil Sentosa, 2020 yang

dilakukan di RSU Prima Husada Sidoardjo dengan 30 responden dan hasil

penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara protein urine dengan kejadian

hipertensi pada ibu hamil Trimester III, penyebab hasil protein urine yang positif

pada ibu hamil bisa disebabkan karena komsumsi protein dalam jumlah yang

berlebih, kondisi demam yang tinggi, melakukan aktivitas fisik yang berat atau

disebabkan juga akibat adanya gangguan ginjal dan infeksi saluran kemih, untuk

Ny T sendiri protein urine yang positif disebabkan karena komsumsi protein

dalam jumlah berlebih, hal ini dapat dibuktikan dengan Ny. T sering minum teh

hangat minimal dalam satu hari dua kali dan mengomsumsi makan-makanan yang
manis-manis. Dalam hal ini penulis memberikan asuhan tentang protein urine

pada kehamilan dan menyarankan ibu agar mengurangi makan-makanan yang

mengandung banyak protein.

Setelah diberikan asuhan tersebut, dilakukan pemeriksaan ulang pada usia

kehamilan 35 minggu dan didapatkan hasil yang negative yang dilakukan pada

tanggal 29 Desember 2020

Pada kasus Ny. T mengalami perubahan psikologis yaitu merasakan cemas

dalam menghadapi proses persalinan, hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Triatmi Andri Yanuarini, Dwi Estuning Rahayu & Hanna Salehtra

Hardiati, 2013 bahwa ibu hamil yang mempunyai pengalaman melahirkan

sebelumnya turut andil dalam mempengaruhi tingkat kecemasan seorang ibu

hamil dalam menghadapi persalinan. Pada kasus Ny. T dapat dievaluasi bahwa

penulis memberikan asuhan berupa dukungan emosional menghadapi persalinan

dan persiapan persalinan. Hal ini sesuai dengan Standar Kompetensi Bidan

berdasarkan Pemenkes RI Nomor 38 Tahun 2017 yaitu bidan memberikan asuhan

antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan

yang meliputih deteksi dini untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi

pada ibu hamil.

B. Masa Persalinan

Pada tanggal 1 febuari 2021 pukul 00.00 ibu mengatakan kenceng-kenceng dan

ibu mengeluarkan lendir beserta darah pada pukul 03.00. pada pukul 04.30 ibu

datang ke puskesmas dengan diagnose Ny.. T umur 25 tahun G2P1A0 hamil 40


minggu janin tunggal hidup intra uterin puki preskep sudah masuk PAP inpartu

kala 1 fase laten. Dengan ini penulis melakukan pendampingan, hasil pemeriksaan

dalam oleh bidan pembukaan 1 cm dan ketuban masih utuh His 2x 10’30” pada

pukul 04.30 ibu mengatakan mengeluarkan cairan ketuban sehingga dilakukan

pemeriksaan dalam oleh bidan dengan hasil pembukaan lengkap. Hal ini sesuai

dengan teori Sukarni, (2015 h. 2013) yaitu yang berlangsung pada multipara ±

8jam.

Pada Ny. T kala II berlangsung 1 jam 20 menit. Pada pukul 04.35 ibu

mulai dipimpin meneran dan pada pukul 06.00 ibu sudah mulai lemas dan tidak

kuat dalam meneran sehingga bidan memberikan cairan tambahan yaitu dilakukan

pemasangan infus oleh bidan yaitu cairan Ringer Lactat tanpa tambahan obat.

Pada pukul 06.50 ibu berhasil melahirkan bayinya dengan spontan, menangis

keras, bergerak aktif, warna kulit kemerahan, jenis kelamin laki-laki dengan BB

3200 dan PB 49 cm, LK 34 cm, dan LD 32 cm dan bayi dalam keadaan sehat. Hal

ini termasuk dalam kala II lama karena lebih dari 1 jam sesuai dengan teori

Sukarni, 2015, h.226 bahwa lama kala II yaitu 1 jam. Persalinan kala II sering

disebut dengan kala pengeluaran dimana dimulai dari pembukaan lengkap sampai

dengan lahirnya bayi, pada ibu hamil dengan primigravida biasanya lama kala II

1.5 sampai dengan 2 jam dan untuk ibu hamil dengan multigravida biasanya 30

menit sampai dengan 1 jam dan apabila lebih dari itu dikatakan abnormal atau

kala 2 lama. Pada kasus Ny. T termasuk dalam kala II lama karena bayi lahir

dalam 1 jam lebih 15 menit.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halimatussakdiyah, 2017

terkait lamanya kala I yaitu > 9 jam dan kala II > 100 menit kemungkinan

dipengaruhi oleh jarak kehamilan ibu antar anak 1 dan anak ke II > dari 3 tahun.

Hal ini akan menyebabkan lamanya waktu penipisan servik dan penurunan kepala

anak karena struktur tulang panggul yang rapat kembali. Pada kasus Ny. T

memilki jarak umur kehamilan antara anak 1 dengan II yaitu 3.5 tahun. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan Halimatussakdiyah, 2017. Sedangkan

faktor yang mempengaruhi proses persalinan menurut (Sukarni, 2015, h.186)

yaitu terdiri dari 5 faktor passenger, passage, power, position, psykologis respon.

Dan tidak sesuai karena pada Ny. T kekuatan ibu yang lemah dan terpasang infus

sehingga menjadi salah satu penyebab kala II menjadi lama.

Tempat persalinan yang dipilih Ny. T yaitu puskesmas dikarenakan tempat

yang dekat dengan rumah dan Ny. T mempunyai kartu kesehatan atau BPJS, hal

ini sesuai dengan Undang-undang nomor 4 tahun 2019 pasal 59 ayat 2

pertolongan persalinan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada pukul 07.00 plasenta lahir spontan, selaput dan kotiledon lahir tidak

lengkap. Setelah plasenta lahir tidak lengkap bidan melakukan tindakan manual

plasenta untuk mengeluarkan sisa plasenta, dan pada pukul 07.10 kotiledon dan

selaput berhasil dikeluarkan, setelah dilakukan manual plasenta bidan melakukan

massage uterus dan uterus berkontraksi dengan keras, bidan melakukan

pengecekan robekan jalan lahir dan ditemukan ada laserasi jalan lahir derajat II

sehingga bidan melakukan penjahitan dengan teknik jelujur. Penulis melakukan

pemantauan persalinan Ny. T serta mencacat pemantauan tersebut dilembar


partograf sesuai dengan kompetensi bidan di Indonesia nomor 4 yaitu melakukan

pemantauan persalinan dengan menggunakan partograf.

C. NIFAS

Asuhan yang berikan pada Ny. T pada tanggal 1 febuari-15 maret 2021 dapat

dianalisis mengenai kasus yang ada berkaitan dengan teori . Ny. T pada nifas 2

jam mengatakan merasakan perutnya mulas. Keluhan tersebut merupakan hal

yang normal yang terjadi setelah persalinan. Penyebab mules yang dialami

merupakan kontraksi uterus untuk mencegah terjadinya perdarahan dan

pengembalian uterus seperti semula sebelum hamil. Hal ini sesuai dengan standar

14 (standar pelayanan masa nifas) yaitu penanganan pada dua jam pertama setelah

persalinan dimana bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap komplikasi

paling sedikit 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan.

. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 12.8 gr %.

Ny. T diberikan vitamin A (200.000) sebanyak 2 kapsul vitamin A pertama

diminum segera setelah melahirkan dan yang kedua diminum 24 jam setelah

pemberian vitamin A yang pertama. Hal ini sesuai dengan anjuran pemberian

vitamin A dosis tinggi diberikan pada ibu nifas setelah persalinan, pemberian

kapsul ke-2 dapat menambah kandungan vitamin A pada tubuh (Kemenkes RI,

2018, hh.139-140). Pada Ny T juga diberikan asam mefenamat, tablet tambah

darah, dan amoxilin untuk mengurangi rasa nyeri pada luka jalan lahir dan

mencegah anemia pada ibu nifas.


Pada kunjungan nifas yang pertama ibu sudah memberikan ASI pada bayinya

tetapi ibu mengeluh ASI yng keluar masih sedikit, menurut pendapat Purwanti

(2012,h.62) merupakan hal yang normal, dalam hal ini ibu merasa ASI belum

keluar lancar karena umunya ASI akan keluar pada hari ke 2-3 hari setelah

melahirkan. Untuk mengatasi keluhan tesebut penulis memberikan asuhan untuk

sering menyusui bayinya, dan makan-makanan bergizi serta tidak berpantang

makanan sesuai dengan pendapat Walyani & Purwoastuti (2015). Hal ini sesuai

dengan standar kompetensi Bidan bahwa bidan memberikan asuhan pada ibu nifas

dan menyusui yang bermutu tinggi dantanggap terhadap budaya setempat, bidan

memiliki pengetahuan indikator masalah-masalah laktasi.

Pada kunjungan nifas ke II dilakukan pada tanggal 7 febuari 2021 ibu

mengatakan ASI sudah keluar lancar pada hari ke-2, dan ibu mengatakan belum

bisa BAB dikarenakan ibu takut jahitannya lepas. Pada kasus yang terjadi pada Ny

T penulis memberikan asuhan yaitu makan-makanan yang bergizi, makanan-

makanan yang mengandung serat, dan minum air putih yang cukup, untuk

mencegah konstipasi atau BAB keras

Setelah diberikan asuhan dilakukan evaluasi pada tanggal 15 febuari 2021

bahwa Ny T sudah bisa BAB dengan lancar, dan luka jalan lahir sudah kering

sehingga ibu sudah bisa melakukan aktivitas seperti sebelum melahirkan. Hal ini

sesuai dengan standar kompetensi bidan yang menyatakan bahwa bidan

memberikan pelayanan selama nifas dengan penemuan dini penanganan atau

rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan

penjelasan tentang makanan yang bergizi, perawatan bayi baru lahir, dan KB.
Berdasarkan kasus pada Ny. T, akan memakai KB suntik 3 bulan. Hal ini

penulis memberikan asuhan sesuai dengan Standar Kompetensi Bidan yang ke-5

dalam permenkes RI nomor 28 tahun 2017 yang berbunyi bahwa bidan memiliki

ketrampilan dasar yaitu melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB

pascapersalinan.

Selama masa Nifas penulis memberikan asuhan sebanyak 4 kali, yaitu nifas

6-8 jam, nifas 6 hari, nifas hari ke-14, dan nifas hari ke-42 setelah persalinan.

Dimana menurut pendapat Nugroho dkk (2014,hh 217-218) bahwa pelayanan

kesehatan ibu nifas yang sesuai dengan standar sekurang-kurangnya 4 kali sesuai

jadwal yang dianjurkan.

D. BBL Dan Neonatus

Pada kunjungan yang pertama dilakukan pemeriksaan dengan hasil 3200 gram,

panjang badan 49 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 34 cm. hal ini sesuai

dengan Kristiyanasari, 2017,h.61 bahwa ciri-ciri bayi baru lahir yaitu 2500-4000

gram, panjang badan 48-50 cm, lingkar kepala 32-35 cm, lingkar dada 30-38 cm.

Pada bayi Ny. T dilakukan IMD kurang lebih 1 jam sesuai dengan teori Sukarni,

2015, h.237 IMD membantu stabilisasi pernafasan, mengendalikan suhu tuhuh

bayi lebih baik dari pada di dalam inkubator, menjaga bayi dari infeksi

nesokromial dan menguatkan ikatab batin anatara ibu dan bayi.

Setelah dilakukan IMD bayi dilakukan asuhan pemberian imunisasi vitamin K

oleh bidan secara IM untuk mencegah terjadinya perdarahan dan pemberian salep

mata tetrasilin 1 % pada bayi setelah lahir untuk mencegah penyakit mata karena
klamidia (penyakit menular). Pada 1 jam setelah diberikan pemberian vitamin K

diberikan imunisasi Hb 0 untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B yang

diberikan pada 1/3 atas bagian luar dengan dosis 0.05 mg secara IM. Imunisasi

hepatitis B sedini mungkin akan melundungi sekitar 75% bayi dari penularan

hepatitis B (Kemenkes RI, 2012).

Penulis melakukan kunjungan neonates senbanyak 3 kali, hal ini sesuai dengan

pendapat Yuliani, 2012, h.49 bahwa kunjungan Neonatus sebanyak 3 kali

kunjungan yaitu kunjungan 1 (KN 1) 6-8 jam, kunjungan 2 (2-6 hari), kunjungan

neonates 3 (KN 3) yaitu 7-28 hari. Hal ini juga sesuai dengan standar pelayanan

kebidanan bahwa dalam melakukan asuhan pada bayi baru lahir, standar 13 yaitu

asuhan perawatan bayi baru lahir bahwa bidan memeriksa dan menilai bayi baru

lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah asfiksia, dan melakukan

timdakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah hipotermi,

hipoglikemi, dan infeksi.

Anda mungkin juga menyukai