Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN KANKER SERVIK DI BADAN LAYANAN

UMUM RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO


KOTA MAKASSAR TAHUN 2001 – 2004

MOH JOEHARNO

ABSTRAK
Penanggulangan kanker masih merupakan masalah yang cukup berat. Penderita biasa
datang dalam keadaan stadium lanjut. Ketidaktahuan kaum wanita terhadap penanggulangan
kanker servik tentunya berhubungan dengan keterlambatan untuk memeriksakan kesehatan
dirinya terutama kesehatan reproduksi. Penyebab langsung kanker leher rahim belum diketahui
secara pasti, tetapi ada bukti kuat bahwa kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor
ekstrinsik yang pada kesempatan ini peneliti meneliti beberapa faktor risiko peyebab terjadinya
kanker servik yaitu umur, umur perkawinan dan paritas.
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan Case
Control Study yang bertujuan untuk menganalisis besar risiko faktor umur, umur perkawinan
dan paritas terhadap kejadian kanker servik. Sampel penelitian terdiri atas kasus dan kontrol
dengan besar sampel ditentukan berdasarkan tabel Lemeshow. et.al sehingga diperoleh jumlah
sampel sebanyak 136 dengan perbandingan 1 kasus dan 1 kontrol. Pengumpulan data dengan
melaksanakan penlusuran terhadap status rekam medis pasien Badan Layanan Umum (BLU)
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2001 – 2004 dengan menggunakan
bantuan ceklist variabel penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan
komputer. Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi analisis bivariat dan tabel
silang analisis univariat disertai penjelasan. Analisis data dengan menggunakan uji statistik
Odds Ratio (OR) dengan memperhatikan nilai derajat kepercayaan.
Hasil penelitian diperoleh bahwa umur bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian
kanker servik dengan nilai OR = 2,063 dan nilai lower dan upper limit tidak mencakup 1
sehingga Ho diterima, umur perkawinan merupakan faktor risiko terhadap kejadian kanker
servik dengan besar risiko 2,545 kali untuk mengalami kanker servik pada perempuan yang
melaksanakan perkawinan pada usia ≤ 20 tahun dibandingkan dengan perempuan yang
melaksanakan perkawinan > 20 tahun, dan paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian
kanker servik dengan besar risiko 4,556 kali untuk terkena kanker servik pada perempuan
dengan paritas lebih dari 3 dibandingkan dengan perempuan dengan paritas ≤ 3..
Saran-saran yang diajukan pada penelitian mencakup perlunya peningkatan pengetahuan
dan pemahaman terhadap kanker servik terutama dengan melaksanakan penyuluhan tentang
kanker servik yang dimulai sejak dini yaitu pada perempuan di usia remaja, perlunya pemberian
aktivitas tambahan kepada kaum remaja dala upaya penundaan usia perkawinan sehingga dapat
mencegah terjadinya kanker servik, dan perlunya penanganan yang lebih lanjut terhadap
kejadian kanker servik dengan melaksanakan penyebaran informasi kepada ibu rumah tangga
dimana informasi tersebut merupakan upaya untuk merendahkan angka kehamilan sehingga
salah satu faktor risiko kanker servik yaitu paritas dapat diatasi.

Kata Kunci : Kanker Serviks, Umur, Umur Perkawinan, Paritas

PENDAHULUAN

Terjadinya transisi demografi yang ditandai dengan perubahan struktur kependudukan


yang juga dibarengi dengan transisi epidemiologi dimana terjadinya perubahan pola penyakit
sehingga upaya penciptaan keadaan sehat dari individu, keluarga dan masyarakat melalui
pemberantasan penyakit tidak hanya mencakup penyakit menular saja namun juga harus disertai
dengan pemberantasan penyakit tidak menular yang semakin menunjukkan peningkatan kasus
kejadiannya pada masyarakat. Terjadinya perubahan gaya hidup sebagai dampak dari transisi
demografi merupakan tantangan terhadap upaya pemberantasan penyakit menular dan penyakit
tidak menular.
Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim
(uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker leher rahim merupakan kanker kedua
terbanyak ditemukan pada wanita di dunia. Kurang lebih 500.000 kasus baru kanker leher rahim
terjadi tiap tahun dan tiga perempatnya terjadi di negara berkembang (Hilman dalam www.
Pikiran rakyat.com, 2002).
Menurut Siregar (2002), Kanker leher rahim merupakan kanker terbanyak diderita oleh
wanita dan merupakan penyebab kematian tertinggi akibat kanker pada wanita. Kanker servik
uteri atau leher rahim ini menduduki peringkat utama pada kasus kanker yang menyerang wanita
di Indonesia. Data Departemen Kesehatan menunjukkan hingga kini jumlah penderitanya
mencapai 50 per 100.000 penduduk (www.suara merdeka.com, 2001).
Menurut Mamiek dan Wibowo (2000), penyebab langsung kanker leher rahim belum
diketahui secara pasti, tetapi ada bukti kuat bahwa kejadiannya berhubungan erat dengan
sejumlah faktor ekstrinsik, seperti perilaku seks yang salah (berganti-ganti pasangan), higiene
personal yang kurang, suami yang tidak dikhitan, jumlah anak lebih dari dua, dan lain-lain.
Kanker jenis ini jarang ditemukan pada perawan (virgo). Insiden yang lebih tinggi terjadi pada
mereka yang telah kawin.
Data kunjungan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo yang tergabung dalam rekam
medik menujukkan bahwa jumlah penderita kanker servik yang datang berobat cenderung
meningkat dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2001 terdapat 50 kasus, tahun 2002 sebanyak
116 kasus, tahun 2003 sebanyak 131 kasus dan tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 117
kasus (Laporan Rekam Medis Badan Layanan Umum (BLU) RS Dr Wahidin Sudirohusodo
Tahun 2006).
Hal ini memberikan indikasi bahwa penaggulangan terhadap kejadian kanker servik di
Kota Makassar masih relatif kurang yang dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
perhatian terhadap penanggulangan penyakit ini masih relatif rendah. Salah satu aspek yang
mendukung upaya penanggulangan kanker servik adalah pelaksanaan penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian kanker servik sehingga dengan hasil penelitian yang
diperoleh dapat dijadikan acuan dalam penyusunan rencana program penanggulangan kanker
servik.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik
dengan pendekatan Case Control Study. Dimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan
metode retrospektif.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kanker servik menurut laporan
rekam medik BLU Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 2001 – 2004 yang
berjumlah 414 kasus.
Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili populasi terdiri atas
sampel kasus dan kontrol yang dibedakan berdasarkan status pendidikan. Penentuan besar
sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tabel Lemeshow et.al.dengan
perkiraan OR = 2,00 dalam jarak 50 % dengan derajat kepercayaan 95 %. Perkiraan besar
sampel 0,50 dan didapatkan jumlah sampel 68 dengan perbandingan sampel kasus dan kontrol 1
: 1 sehingga jumlah keseluruhan 136 sampel. Sampel diambil dengan teknik purpossive
sampling berdasarkan kriteria.
Analisa data penelitian dibedakan atas dua yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum variabel yang diteliti. Dengan
cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam penelitian sehingga akan terlihat
gambaran distribusi frekuensi dalam bentuk tabel. Analisa bivariat dilakukan untuk melihat
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Karena rancangan penelitian adalah studi
kasus dan kontrol maka dilakukan perhitungan Odds Ratio (OR). Apabila nilai lower limit dan
upper limit mencakup nilai 1 maka hubungan yang ditimbulkan tidak bermakna sehingga Ho
diterima dan Ha ditolak.

HASIL

1. Analisis Univariat
a. Kelompok Umur
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan pengolahan data penelitian, distribusi
responden berdasarkan umur dikelompokkan pada tabel berikut.

Tabel 6.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Badan Layanan Umum (BLU)
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Kelompok Umur
(n) (%)
21 - 25 th 1 0,7
26 - 30 th 7 5,1
31 - 35 th 10 7,4
36 - 40 th 20 14,7
41 - 45 th 35 25,7
46 - 50 th 30 22,1
51 - 55 th 18 13,2
56 - 60 th 6 4,4
>= 61 th 9 6,6
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.1 menunjukkan bahwa responden terbanyak berada pada kelompok


umur 41 – 45 tahun sebanyak 35 (25,7%) dan terendah pada kelompok umur 21 – 25
tahun sebanyak 1 (0,7%).

b. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan yang telah ditamatkan oleh responden penelitian ditampilkan
pada tabel berikut.
Tabel 6.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan Di Badan Layanan Umum (BLU)
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Jenjang Pendidikan
(n) (%)
SD 36 26,5
SMP 24 17,6
SMA 38 27,9
Diploma 20 14,7
Strata 1 18 13,2
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.2 menunjukkan bahwa jenjang pendidikan yang telah ditamatkan


responden, tertinggi sampai jenjang SMA sebanyak 38 responden (27,9%) dan terendah
dengan jenjang pendidikan Stara 1 sebanyak 18 responden (13,2%).

c. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang ditekuni oleh responden dari hasil pengumpulan data
penelitian ditunjukkan pada tabel berikut

Tabel 6.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Badan Layanan Umum (BLU)
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Jenis Pekerjaan
(n) (%)
PNS 39 28,7
Tani 4 2,9
Wiraswasta 13 9,6
P. Swasta 7 5,1
URT 73 53,7
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.3 menunjukkan bahwa angka tertinggi ditunjukkan pada ibu yang tidak
bekerja diluar rumah (URT) sebanyak 73 responden (53,7%) sedangkan jenis pekerjaan
yang banyak digeluti responden penelitian adalah sebagai pegawai Negeri Sipil (PNS)
sebanyak 39 responden (28,7%) dan terendah pada responden yang bekerja sebagai
petani sebanyak 4 responden (2,9%).

d. Lama Perkawinan
Hasil pengumupulan data menunjukkan, responden dengan lama perkawinan
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 6.4
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Perkawinan Di Badan Layanan Umum (BLU)
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Lama Perkawinan
(n) (%)
<= 10 th 19 14,0
11 - 20 th 52 38,2
21 - 30 th 45 33,1
> 30 th 20 14,7
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki lama
perkawinan 11 – 20 tahun sebanyak 52 (38,2%) sedangkan yang terendah adalah mereka
yang memiliki lama perkawinan ≤ 10 tahun sebanyak 19 responden (14,0%).

e. Umur Perkawinan
Umur perkawinan menunjukkan waktu responden melaksanakan akad nikah
dimana dari hasil pengumpulan data penelitian disajikan pada tabel berikut.

Tabel 6.5
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Perkawinan Di Badan Layanan Umum (BLU)
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Umur Perkawinan
(n) (%)
≤ 20 th 40 29,4
21 - 30 th 82 60,3
> 30 th 14 10,3
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden melaksanakan


perkawinan pada umur antara 21 – 30 tahun sebanyak 82 (60,3%) sedangkan terendah
adalah pada umur > 30 tahun sebanyak 14 (10,3%).

f. Jumlah Kelahiran Anak


Jumlah anak yang telah dilahirkan oleh responden penelitian disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 6.6
Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kelahiran Anak Di Badan Layanan Umum
(BLU) Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Jumlah Kelahiran
(n) (%)
< 4 anak 78 57,4
4 - 7 anak 48 35,3
> 7 anak 10 7,4
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki anak < 4
orang sebanyak 78 sampel (57,4%) sedangkan terendah adalah yang memiliki anak > 7
orang sebanyak 10 responden (7,4%).

g. Risiko Umur
Responden dengan pengelompokkan umur yang berisiko terhadap kejadian
kanker servik disajikan pada tabel berikut.
Tabel 6.7
Distribusi Responden Berdasarkan Risiko Umur Di Badan Layanan Umum (BLU)
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Risiko Umur
(n) (%)
Risiko Tinggi 118 86,8
Risiko Rendah 18 13,2
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki umur yang
berisiko tinggi terhadap kejadian kanker servik yaitu umur ≥ 30 tahun sebanyak 118
responden(86,8 %).

h. Risiko Umur Perkawinan


Responden yang dibedakan berdasarkan risiko umur perkawinan disajikan pada
tabel berikut.

Tabel 6.8
Distribusi Sampel Berdasarkan Risiko Umur Perkawinan Di Badan Layanan Umum
(BLU) Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Risiko Umur Perkawinan
(n) (%)
Risiko Tinggi 40 29,4
Risiko Rendah 96 70,6
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder
Tabel 6.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden melaksanakan ikatan
perkawinan pada umur dengan risiko rendah terhadap kejadian kanker servik yaitu > 20
tahun sebanyak 96 responden (70,6%).

i. Risiko Paritas
Responden yang dibedakan berdasarkan paritas yang berisiko terhadap kejadian
kanker servik disajikan pada tabel berikut.
Tabel 6.9
Distribusi Sampel Berdasarkan Risiko Paritas Di Badan Layanan Umum (BLU) Rumah
Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Jumlah Persen
Risiko Paritas
(n) (%)
Risiko Tinggi 58 42,6
Risiko Rendah 78 57,4
Total 136 100,0
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.9 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel memiliki paritas dengan
risiko rendah terhadap kejadian kanker servik yaitu ≤ 3 anak sebanyak 78 sampel
(57,4%).

2. Analisis Bivariat
a. Hubungan Umur Terhadap Kejadian Kanker Servik
Pengaruh umur terhadap kejadian kanker servik dari hasil penelitian disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 6.10
Hubungan Umur terhadap Kejadian Kanker Servik Di BLU Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Status
Jumlah Persen
Risiko Umur Kasus Kontrol OR IC
(n) (%)
n % n %
Risiko Tinggi 63 53,4 55 46,6 118 100
Risiko Rendah 5 27,8 13 72,2 18 100 2,979 0,998 - 8,884
Total 68 50,0 68 50 136 100
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.10 menunjukkan bahwa responden dengan umur yang berisiko tinggi
terhadap kanker servik sebagian besar terdistribusi pada penderita kanker servik (kasus)
sebanyak 63 (53,4%) sedangkan responden dengan umur berisiko rendah sebagian besar
terdistribusi pada bukan penderita kanker servik (kontrol) sebanyak 13 (72,2%).
Hasil uji statistik dengan Odds Ratio (OR) diperoleh nilai = 2,979 yang berarti
bahwa umur > 35 tahun berisiko 3 kali mengalami kanker servik. Jika ditinjau dari nilai
confidence interval (CI) diperoleh nilai lower limit = 0,998 dan nilai upper limit = 8,884
yang menunjukkan bahwa nilai upper dan lower limit mencakup 1 sehingga hubungan
yang ditimbulkan dikatakan tidak bermakna dengan interpretasi bahwa umur > 35 tahun
bukan merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian kanker servik, Ho
diterima.

b. Hubungan Umur Perkawinan Terhadap Kejadian Kanker Servik


Pengaruh umur perkawinan terhadap kejadian kanker servik dari data penelitian
disajikan pada tabel berikut.

Tabel 6.11
Hubungan Umur Perkawinan terhadap Kejadian Kanker Servik Di BLURumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Status
Risiko Umur Jumlah Persen
Kasus Kontrol OR CI
Perkawinan (n) (%)
n % n %
Risiko Tinggi 28 70,0 12 30,0 40 100
Risiko Rendah 40 41,7 56 58,3 96 100 3,267 1,485-7,188
Total 68 50 68 50 136 100
Sumber : Data Sekunder
Tabel 6.11 menunjukkan bahwa responden yang melaksanakan perkawinan pada
umur berisiko tinggi sebagian besar terdistribusi pada penderita kanker servik (kasus)
sebanyak 24 (70,0%) sedangkan responden yang melaksanakan perkawinan pada umur
yang berisiko rendah sebagian besar terdistribusi pada kontrol (bukan penderita kanker
servik) sebanyak 56 (58,3%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 3,267 yang berarti bahwa perempuan yang
melaksanakan perkawinan pada umur ≤ 20 tahun berisiko 3,3 kali terhadap kejadian
kanker servik. Jika dengan memperhitungkan nilai confidence interval (CI) diperoleh
nilai lower limit = 1,485 dan nilai upper limit = 7,188 yang tidak mencakup 1 sehingga
hubungan yang ditimbulkan dikatakan bermakna dengan interpretasi bahwa umur
perkawinan ≤ 20 tahun merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian kanker
servik, Ho ditolak.

c. Hubungan Paritas Terhadap Kejadian Kanker Servik


Pengaruh paritas terhadap kejadian kanker servik dari pengumpulan data
penelitian disajikan pada tabel berikut
Tabel 6.12
Hubungan Paritas terhadap Kejadian Kanker Servik Di BLU Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Tahun 2001 – 2004

Status
Jumlah Persen
Risiko Paritas Kasus Kontrol OR CI
(n) (%)
n % n %
Risiko Tinggi 41 70,7 17 29,3 58 100
Risiko Rendah 27 34,6 51 65,4 78 100 4,556 2,189 - 9,481
Total 68 50,0 68 50,0 136 100
Sumber : Data Sekunder

Tabel 6.12 menunjukkan bahwa responden dengan paritas yang berisiko tinggi
sebagian besar terdistribusi pada sampel kasus (penderita kanker servik) sebanyak 41
(70,7%) sedangkan sampel dengan paritas dengan risiko rendah sebagian besar
terdistribusi pada sampel kontrol (bukan penderita) kanker servik sebanyak 51 sampel
(65,4%).
Hasil uji statistik dengan Odds Ratio diperoleh nilai OR = 4,556 yang berarti
bahwa paritas merupakan faktor risiko kejadian kanker servik dengan besar risiko 4,6
kali pada ibu dengan paritas > 3 untuk terkena kanker servik. Jika dengan
mempertimbangkan aspek confidence interval (CI) diperoleh nilai lower limit = 2,1889
dan nilai upper limit = 9,481 dimana nilai lower dan upper limit tidak mencakup 1
sehingga risiko yang ditimbulkan bermakna dengan interpretasi perempuan dengan
paritas > 3 memberikan risiko yang signifikan terhadap kejadian kanker servik, Ho
ditolak.

PEMBAHASAN

1. Risiko Umur
Sebagian besar responden berada pada kelompok umur 41 – 45 tahun (25,7%)
dimana pada umur ini merupakan masa yang memungkinkan seorang wanita terkena kanker
servik. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Amarwati (2001) bahwa
kanker servik banyak ditemukan pada wanita yang berusia 40 – 50 tahun mengingat
pertumbuhan sel kanker membutuhkan waktu sampai puluhan tahun.
Hasil penelitian ini jika dibedakan berdasarkan kasus dan kontrol menunjukkan
bahwa kelompok umur tertinggi pada penderita kanker servik adalah kelompok umur 41 –
45 tahun (33,8%) dan hal ini sangat simultan dengan pernyataan yang telah dikemukakan
oleh Armawati (2001) diatas. Hal ini memberikan interpretasi bahwa dalam rangka upaya
penanggulangan kematian dan kesakitan akibat kanker servik maka pada wanita umur > 35
tahun diharapkan untuk dapat melaksanakan pemeriksaan rutin terhadap kesehatannya
terutama pemeriksaan rutin tentang keberadaan gejala kanker servik sehingga jika penyakit
ini ditemukan dengan cepat dan pada stadium awal akan dapat dengan mudah ditanggulangi
dibandingkan jika ditemukan pada stadium lanjut.
Uji kesehatan umum dan deteksi dini kanker merupakan langkah yang baik untuk
mengetahui adanya penyakit kanker sedini mungkin. Hal yang penting adalah
memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada diri anda yang dianggap tidak normal.
Jangan tidak peduli dengan itu. Segera berkonsultasi dengan ahlinya jika menemukan
sesuatu yang mencurigakan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih terdapat sampel yang berumur
antara 21 – 25 tahun (0,7%) dan jika dibedakan berdasarkan kasus dan kontrol menunjukkan
bahwa angka itu bukan merupakan kasus atau penderita kanker servik. Umur penderita
kanker servik terendah berada pada kelompok umur 26 – 30 tahun (2,9%) dimana pada masa
ini merupakan umur perkawinan untuk kaum wanita, sedangkan kanker servik merupakan
penyakit yang tidak ditemukan pada perawan namun yang telah menikah atau pernah
melakukan hubungan seksual. Hal ini mengingat bahwa kejadian kanker servik disebabkan
karena terjadinya pertumbuhan yang abnormal pada daerah servik yang dapat dipicu oleh
salah satu diantaranya adalah proses hubungan seksual yang terjadi antara pasangan suami
isteri. Selain itu, menurut pendapat Tapan (2005) bahwa sperma yang pertama kali mengenai
leher rahim mempunyai pengaruh besar terhadap terjadinya keganasan pada daerah tersebut,
sehingga kanker servik hanya ditemukan pada mereka yang telah menikah dan pernah
melakukan hubungan seksual.
Hasil penelitian tentang faktor risiko umur menunjukkan bahwa sebagian besar
sampel berada pada umur yang berisiko tinggi terhadap kejadian kanker servik (86,8%)
sedangkan yang dengan risiko rendah hanya mencapai 13,2 %. Hal ini mengindikasikan
bahwa upaya penanggulangan kanker servik sudah seyogyanya dilakukan sejak dini
terutama dengan memberikan informasi awal kepada para remaja putri termasuk pasangan
usia subur terhadap bahaya terjadinya kanker servik.
Informasi yang dapat diberikan adalah dalam rangka penanggulangan dan
pencegahan kanker servik melalui pemeriksaan kesehatan secara rutin dan pelaksanaan tes
pap’s smear secara kontinyu sehingga jika terjadi perubahan abnormal pada daerah rahim
dapat diketehui dengan cepat dan upaya yang dilakukan tentunya akan maksimal dengan
tingkat kesembuhan yang tinggi salah satu diantaranya adalah deteksi dini kanker servik.
Tabulasi silang menunjukkan bahwa sampel dengan umur berisiko tinggi sebagian
besar adalah kasus (penderita) kanker servik sebanyak 63 (53,4%) sedangkan sampel dengan
umur dengan risiko rendah sebagian besar terdistribusi pada sampel kontrol (bukan penderita
kanker servik) sebanyak 13 (72,2%). Hal ini mengindikasikan bahwa umur mempengaruhi
seorang perempuan terkena kanker servik sehingga diperlukan upaya penanggulangan yang
harus dimulai pada wanita dengan umur yang berisiko terhadap kejadian kanker servik yaitu
umur > 35 tahun dimana semakin tua umur seorang perempuan maka semakin tinggi pula
risiko mengalami kanker servik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,978 dimaksudkan bahwa umur
> 35 tahun berisiko 3 kali terkena kanker servik. Jika ditinjau dari nilai confidence interval
(CI) diperoleh nilai lower limit = 0,998 dan nilai upper limit = 8,884 dimana nilai lower dan
upper limit mencakup 1 sehingga hubungan yang ditimbulkan antara umur dengan kanker
servik dikatakan tidak bermakna sehingga umur > 35 tahun bukan merupakan faktor risiko
terhadap kejadian kanker servik.
Hubungan yang ditimbulkan tidak bermakna sehingga diinterpretasikan bahwa umur
> 35 tidak berisiko terkena kanker servik disebabkan karena jika diri wanita yang
besangkutan selalu memeriksakan kesehatan secara rutin pada intansi kesehatan terutama
melaksanakan pemeriksaan Pap’s Smear Test secara rutin maka upaya pencegahan dan
penanggulangan kanker servik dapat dilaksanakan dengan mudah dan tuntas. Selian itu,
aspek pengetahuan juga turut mempengaruhi dimana jika seorang wanita rutin
memeriksakan kesehatannya tentunya akan memperoleh informasi berbagai upaya
pencegahan terhadap kejadian kanker servik.
Tidak signifikannya risiko yang ditimbulkan umur terhadap kejadian kanker servik
secara uji statistik memberi interpretasi bahwa umur > 35 tahun tidak memberi peluang
untuk mengalami kanker servik. Aspek ini dapat berhubungan dengan aktivitas servik yang
kurang, dimana kejadian kanker servik disebabkan karena terjadinya pertumbuhan abnormal
pada daerah tersebut yang disebabkan karena adanya aktivitas yang berlebih atau karena
servik memperoleh suatu rangsangan yang melebihi dari kemampuan atau karena adanya
faktor lain. Namun jika hal ini tidak dialami oleh perempuan tentunya kemungkinan akan
terjadinya pertumbuhan sel yang abnormal tidak terjadi.
Aspek lain yang turut menjadi perhatian terhadap tidak dignifikannya faktor umur
terhadap kanker servik adalah pada peningkatan usia seseorang dalam hal ini seseorang
semakin tua, tentunya aktivitas yang dilakukan pun menunjukkan penurunan terutama yang
berhubungan dengan aktivitas fisik. Hal ini juga dapat mempengaruhi aktivitas seksual
dimana pada usia yang semakin tua, biasanya daya seksualitas dari perempuan menunjukkan
penurunan sehingga kehidupan seksualitas mengalami penurunan dan ditambah lagi dengan
penurunan kemampuan kerja yang menurun pula sehingga aktivitas seksual juga mengalami
penurunan dan dapat mencegah terjadinya kanker servik.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Sapriana (2003) tentang
Analisis Faktor Risiko Kanker Leher Rahim di Perjan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun
2000 – 2003 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar sampel penelitian berada pada
kelompok umur yang berisiko (umur > 30 tahun) sebanyak 111 sampel (81,6%) yang
diantaranya sebagian besar adalah penderita kanker servik (50,5%) sedangkan pada sampel
dengan umur tidak berisiko (18,4%) sebagian besar tidak menderita kanker servik (52,0%).
Hasil uji statistik Odds Ratio (OR) diperoleh nilai = 1,103 dimana umur ≥ 30 tahun berisiko
1,1 kali untuk menderata kanker servik. Jika dengan memperhitungkan nilai lower limit =
0,463 dan upper limit = 2,629 yang mencakup nilai 1 sehingga hubungannya yang
ditimbulkan tidak bermakna.
Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh
Sapriana (2003) menunjukkan perbedaan pada tingkat risiko yang ditimbulkan dan nilai
kemaknaan lebih rendah pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sapriana.

2. Risiko Umur Perkawinan


Umur melaksanakan perkawinan merupakan waktu dimana seorang perempuan
melaksanakan akad nikah. Umur melaksanakan perkawinan dalam penelitian ini diperoleh
dengan melalui perhitungan lama kawin dan tahun masuk ke rumah sakit dalam rangka
pemeriksaan kesehatan dan keadaan penyakit. Semakin cepat proses perkawinan yang
dilaksanakan dalam artian bahwa lama perkawinan semakin lama dengan umur yang masih
muda dan jika dibandingkan dengan mereka yang kawin lebih lama maka tentunya frekuensi
hubungan seksual lebih banyak dimana hal ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian kanker servik.
Umur perkawinan yang berisiko dalam penelitian ini adalah jika seorang wanita
melaksanakan perkawinan pada umur ≤ 20 tahun. Hal ini disebabkan karena semakin muda
umur melaksanakan perkawinan maka kemungkinan besar terkena kanker servik lebih cepat
dan mudah dibandingkan dengan mereka yang kawin pada usia yang sudah matang,
mengingat perkawinan pada umur yang lebih muda akan mempengaruhi frekuensi
hubungan seksual diantara suami isteri sehingga mempengaruhi konsistensi servik yang pada
akhirnya mempengaruhi terjadinya pertumbuhan abnormal pada bagian servik dengan kata
lain terjadinya kanker servik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sampel melaksanakan
perkawinan pada umur antara 21 – 30 tahun (60,3 %) disusul dengan kelompok umur < 21
tahun (29,4%) sedangkan yang melaksanakan perkawinan pada umur > 30 tahun hanya
mencapai 14 sampel (10,3%). Hal ini memberi indikasi bahwa sampel yang melaksanakan
perkawinan pada umur yang berisiko masih relatif tinggi sehingga diperlukan berbagai
upaya dalam rangka penundaan umur perkawinan dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan kejadian kanker servik.
Umur melaksanakan perkawinan dari hasil penelitian jika dibedakan berdasarkan
sampel menunjukkan bahwa sebagian besar sampel kasus (penderita kanker servik)
melaksanakan perkawinan pada umur antara 21 – 30 tahun (45,6%) disusul pada umur < 21
tahun (41,2 %) sedangkan pada umur > 30 tahun mencapai 9 sampel (13,2 %). Hal ini
memberikan gambaran bahwa penderita kanker servik masih banyak disebabkan oleh
perkawinan pada umur muda (kurang dari 21 tahun). Olehnya itu diperlukan imbauan dalam
rangka penundaan perkawinan bagi kaum remaja putri dimana hal ini biasanya berhubungan
dengan keadaan sosial budaya yakni kaum remaja putri biasanya lebih cepat kawin
dibandingkan dengan remaja laki-laki sehingga upaya penyebaran informasi tidak hanya
diberikan kepada kaum remaja putri saja namun juga kepada seluruh lapisan masyarakat
terutama orang tua remaja putri.
Selain itu, upaya penanggulangan perkawinan pada umur muda adalah dengan
memberikan keluasan dan aktivitas tambahan kepada kaum remaja putri sehingga dapat
menunda perkawinannya. Hal ini mengingat bahwa remaja putri yang memiliki aktivitas
kurang cenderung melaksanakan perkawinan yang cepat pada umur yang muda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sampel melaksanakan
perkawinan pada umur yang dengan risiko rendah terhadap kejadian kanker servik (73,5%).
Hal ini memberi interpretasi bahwa masih terdapat sampel yang melaksanakan perkawinan
pada umur perkawinan yang berisiko tinggi terhadap kejadian kanker servik (26,5%) dan
tentunya angka ini menjadi bahan pertimbangan dalam rangka pencegahan kejadian kanker
servik dan perwujudan masyarakat yang sehat.
Faktor risiko umur perkawinan dari hasil penelitian jika dibedakan berdasarkan status
sampel menunjukkan bahwa sampel yang melaksanakan perkawinan pada umur yang
berisiko tinggi sebagian besar terdistribusi pada sampel kasus (penderita kanker servik)
sebanyak 24 sampel (66,7%) sedangkan sampel yang melaksanakan perkawinan pada umur
dengan risiko rendah sebagian besar terdistribusi pada sampel kontrol (bukan penderita
kanker servik) sebanyak 56 (56,0%). Hasil ini memberi interpretasi bahwa umur
melaksanakan perkawinan mempengaruhi kejadian kanker servik dimana semakin muda
seorang perempuan melaksanakan maka akan meningkatkan pula risiko untuk mengalami
kanker servik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,545 yang berarti, umur
melaksanakan perkawinan ≤ 20 tahun berisiko 2,5 kali mengalami kanker servik. Jika
dengan meperhitungkan nilai confidence interval (CI) dengan nilai lower limit = 1,147 dan
nilai upper limit = 5,651 menunjukkan bahwa nilai lower dan upper limit tidak mencakup 1
sehingga hubungan yang ditimbulkan dikatakan bermakna dengan interpretasi bahwa
perempuan yang melaksanakan perkawinan pada umur ≤ 20 tahun meningkatkan risiko yang
signifikan untuk mengalami kanker servik, Ho ditolak.
Umur perkawinan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kejadian kanker
servik disebabkan karena pada usia perkawinan yang cepat tentunya akan mempercepat
pelaksanaan aktivitas seksual sedangkan kejadian kanker servik dipicu dengan kebiasaan
aktivitas seksual dimana tingginya aktivitas seksual meningkatkan risiko terhadap
terganggunya konsistensi servik yang memicu terjadinya pertumbuhan sel yang abnormal
berupa kanker. Selain itu, perkawinan yang dilaksanakan pada usia yang terlalu muda
(cepat), frekuensi aktivitas seksual cenderung lebih tinggi.
Hasil ini memberi interpretasi bahwa upaya penundaan umur perkawinan mutlak
dilakukan dimana hubungan yang ditimbulkan berdasarkan hasil uji statistik data penelitian
menunjukkan bahwa umur melaksanakan perkawinan memberi pengaruh yang signifikan
terhadap kejadian kanker servik. Signifikan dimaksudkan bahwa semakin muda umur
melaksanakan perkawinan maka semakin besar pula risiko yang ditimbulkan pada
perempuan untuk mengindap penyakit kanker servik.
Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Loon (1996) di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Surabaya menunjukkan bahwa penderita kanker servik yang masih dirawat di rumah sakit
adalah mereka yang melaksanakan perkawinan pada usia muda antara 15 – 19 tahun. Hal ini
memberi indikasi bahwa umur melaksanakan perkawinan mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap kejadian kanker servik.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Sapriana (2003) tentang
Analisis Faktor Risiko Kanker Servik di Perjan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2000 –
2003 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar sampel penelitian melaksanakan perkawinan
pada usia yang tidak berisiko (< 25 tahun) terhadap kanker servik (82,4%) yang diantaranya
sebagian besar adalah tidak mengalami kanker servik (57,1%) sedangkan pada sampel
dengan umur perkawinan yang berisiko (17,6%) sebagian besar adalah penderita kanker
servik (83,3%) dengan nilai OR = 6,667 yang berarti bahwa umur perkawinan > 25 tahun
berisiko 6,7 kali untuk menderita kanker servik. Jika dengan meperhitungkan nilai lower
limit = 2,139 dan upper limit = 20,780 yang tidak mencakup 1 sehingga hubungan yang
ditimbulkan dikatakan bermakna dengan interpretasi bahwa umur perkawinan merupakan
faktor risiko yang signifikan terhadap kanker servik.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dari hasil penelitian sebelumnya yang
dilaksanakan oleh Sapriana (2003). Perbedaan hasil penelitian terletak pada besarnya risiko
yang ditimbulkan dan tingkat kemaknaan lebih tinggi pada penelitian sebelumnya oleh
Sapriana (2003), hal ini disebabkan karena perbedaan kriteria penentuan umur perkawinan
yang berisiko dimana pada penelitian sebelumnya umur perkawinan yang berisiko dibatasi
pada umur < 25 tahun.

3. Risiko Paritas
Paritas menunjukkan jumlah kelahiran yang telah dilaksanakan oleh seorang wanita
yang tidak memandang proses persalinan yang telah dilaluinya lengkap atau tidak lengkap
termasuk aborsi. Paritas ini dapat ditunjukkan dengan jumlah anak yang telah dilahirkan.
Pada kejadian kanker servik, paritas turut mempengaruhi kejadian kanker servik, dimana ibu
dengan jumlah kelahiran yang lebih sering lebih berisiko mengalami kanker servik
dibandingkan dengan perempuan dengan jumlah kehamilan yang jarang. Hal ini
berhubungan erat dengan pendapat Armawati (2002) bahwa semakin tinggi (sering)
frekuensi hubungan seksual maka kemungkinan mengalami kanker servik semakin tinggi
pula dan jika pada paritas yang sering, cenderung frekuensi hubunga seksual yang
dilaksanakan juga tinggi dibandingkan dengan paritas yang jarang sehingga hal ini dapat
merangsang sel rahim yang mempengaruhi terjadinya pertumbuhan sel abnormal berupa
kanker.
Paritas yang berisiko dalam penelitian ini adalah ibu yang telah melaksanakan proses
persalinan lebih dari 3 kali dalam artian jumlah anak yang pernah dilahirkan lebih dari 3
orang anak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sampel penelitian telah
mengalami proses persalinan kurang dari 4 kali (57,4%) yang merupakan bukan faktor risiko
terhadap kejadian kanker servik sedangkan sampel yang berisiko terhadap kanker servik
dibedakan menjadi masa persalinan antara 4 – 7 anak (35,3%) dan lebih dari 7 anak (7,4%).
Hasil ini menunjukkan bahwa masih terdapat jumlah sampel yang berisiko terhadap kejadian
kanker servik jika ditinjau dari masa persalinan yang telah dilewati (42,7%) dan angka ini
tidak jauh berbeda dengan sampel dengan jumlah kelahiran anak (paritas) yang tidak
berisiko terhadap kanker servik.
Hasil ini juga memberikan gambaran bahwa masih banyak masyarakat khususnya
kaum perempuan yang kurang memiliki informasi tentang dampak dari banyak anak.
Dampak yang biasa ditimbulkan dari banyak anak tidak hanya berupa dampak perekonomian
keluarga yang berdampak pada kesejahteraan anggota keluarga juga dapat berdampak pada
berbagai penyakit salah satu diantaranya adalah kanker servik.
Interpretasi lain yang dapat ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa biasanya banyak
anak berhubungan dengan umur melaksanakan perkawinan yang cepat (perkawinan usia
muda) dimana semakin cepat seorang perempuan melaksanakan perkawinan maka akan
mempengaruhi pula jumlah persalinan yang dihadapi. Selain itu, hasil ini juga memberi
indikasi bahwa masih banyak ibu yang kurang memiliki aktivitas tambahan dimana jika
seorang ibu yang memiliki aktivitas tambahan, kecenderungan yang terjadi adalah jarak
kehamilan semakin jauh dan jumlah persalinan yang dialami turut berkurang yang
kesemuanya merupakan bentuk upaya pencegahan terhadap kejadian kanker servik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel dengan paritas yang berisiko tinggi
sebagian besar terdistribusi pada sampel kasus (penderita kanker servik) (70,7%) sedangkan
sampel dengan paritas berisiko rendah sebagian besar terdistribusi pada sampel kontrol
(bukan penderita kanker servik) (65,4%). Hal ini memberi interpretasi bahwa paritas
mempengaruhi kejadian kanker servik dimana ibu dengan paritas yang berisiko tinggi
cenderung mengalami kanker servik dan begitupun sebaliknya jika ibu dengan paritas yang
tidak berisiko cenderung tercegah dari kemungkinan kanker servik.
Paritas mempengaruhi kejadian kanker servik berhubungan dengan konsistensi rahim
dimana pada ibu dengan paritas lebih dari 3 memiliki konsistensi rahim yang jauh lebih
mengalami perubahan dibandingkan dengan ibu dengan paritas kurang dari 3 yang
diakibatkan dari jumlah anak yang pernah dikandung dan dilahirkan.
Paritas dari penelitian ini seperti dijelaskan sebelumnya termasuk didalamnya adalah
abortus yang pernah dialami, dimana aborsi mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap
kejadian kanker servik. Hal ini disebabkan karena proses pelaksanaan aborsi biasanya
keluaran dari proses aborsi tidak dikeluarkan dengan bersih dan masih ada yang tersisa
dalam rahim yang nantinya memacu terjadinya pertumbuhan sel yang abnormal seperti
kanker dan biasanya pada ibu yang melaksanakan aborsi bukan pada instansi kesehatan
seperti dukun.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih terdapat ibu dengan paritas yang
berisiko rendah (paritas ≤ 3) namun mengalami kanker servik (34,6%), hal ini disebabkan
karena adanya faktor lain yang mendukung terjadinya kanker servik sebagai contoh adalah
frekuensi melaksanakan hubungan seksual dengan suami yang tidak secara spesifik diteliti
pada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi frekuensi melaksanakan
hubungan seksual maka akan mempengaruhi konsistensi pada organ servik yang mendorong
terjadinya pertumbuhan sel yang abnormal pada daerah ini (kanker).
Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 4,5556 yang berarti bahwa ibu
dengan paritas lebih dari 3 berisiko 4,6 kali untuk mengalami kanker servik. Jika dengan
memperhatikan nilai Confidence Interval (CI) diperoleh nilai Lower limit = 2,189 dan upper
limit = 9,481 dimana nilai lower dan upper limit tidak mencakup 1 sehingga hubungan yang
ditimbulkan bermakna. Hal ini diinterpretasikan bahwa paritas berhubungan dan
mempengaruhi secara signifikan terhadap kejadian kanker servik dimana semakin tinggi
proses kehamilan dan kelahiran yang dilaksanakan oleh perempuan maka akan
meningkatkan risiko terhadap kanker servik.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Sapriana (2003) tentang
Analisis Faktor Risiko Kanker Servik di Perjan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2000 –
2003 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar sampel penelitian dengan paritas yang tidak
berisiko (≤ 3) terhadap kanker servik (82,4%) yang diantaranya sebagian besar adalah
penderita kanker servik (54,5%) sedangkan pada sampel dengan paritas yang tidak berisiko
(17,6%) sebagian besar tidak menderita kanker servik (70,8%) dengan nilai OR = 2,905
yang berarti bahwa paritas > 3 kelahiran berisiko 2,9 kali untuk menderita kanker servik.
Jika dengan meperhitungkan nilai lower limit = 1,117 dan upper limit = 7,553 yang tidak
mencakup 1 sehingga hubungan yang ditimbulkan dikatakan bermakna dengan interpretasi
bahwa paritas > 3 merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kanker servik.
Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilaksanakan Sapriana (2003) menunjukkan perbedaan pada besarnya risiko yang
ditimbulkan dan nilai kemaknaan lebih rendah pada penelitian sebelumnya.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan data penelitian yang disajikan di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa umur bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian kanker servik
dengan nilai lower dan upper limit tidak mencakup 1 dimana umur lebih dari 30 tahun tidak
memberikan pengaruh terhadap kejadian kanker servik. Umur perkawinan merupakan faktor
risiko terhadap kejadian kanker servik dengan besar risiko 2,545 kali untuk mengalami kanker
servik pada perempuan yang melaksanakan perkawinan pada usia ≤ 20 tahun dibandingkan
dengan perkawinan pada usia > 20 tahun dengan hubungan yang ditimbulkan dikatakan
bermakna sehingga Ho ditolak. Paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian kanker servik
dengan besar risiko 4,556 kali untuk terkena kanker servik pada perempuan dengan paritas > 3
dibandingkan perempuan dengan paritas ≤ 3 dengan hubungan yang ditimbulkan bermakna
sehingga Ho ditolak.
Upaya penanggulangan kanker serviks sehingga perlu upaya peningkatan pengetahuan
dan pemahaman terhadap kanker servik terutama dengan melaksanakan penyuluhan tentang
kanker servik yang dimulai sejak dini yaitu pada perempuan di usia remaja, pemberian aktivitas
tambahan kepada kaum remaja dala upaya penundaan usia perkawinan sehingga dapat
mencegah terjadinya kanker servik, penanganan yang lebih lanjut terhadap kejadian kanker
servik dengan melaksanakan penyebaran informasi kepada ibu rumah tangga dimana informasi
tersebut merupakan upaya untuk merendahkan angka kehamilan sehingga salah satu faktor
risiko kanker servik yaitu paritas dapat diatasi dan penelitian lebih lanjut dari beberapa faktor
yang menjadi risiko terhadap kejadian kanker servik yang dapat digunakan sebagai bahan
informasi dalam rangka upaya penanggulangan dan pencegahan kematian dan kesakitan akibat
kanker servik.

KEPUSTAKAAN

Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 1, Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta, 1999.

Arna Glasier dan Alisa Gebbie, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.

Ayu Djembasari, Pengobatan Simultan Kanker Leher Rahim, April 2002, www.yahoo.com,
akses 20 Januari 2006.

Depkes RI, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi
Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, Jakarta, 2003.

Depkes RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 2003.

Dumasari Siregar, Deteksi Dini Kanker Leher Rahim, Desember 2002, www.infokes.com,
akses 20 Januari 2006.

Eko Budiarto, Metodologi Penelitian Kedokteran sebagai Pengantar, Jakarta, EGC, 2003.

Eko Budiarto dan Dewi Anggraeni, Pengantar Epidemiologi, Edisi II, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2003.

Erik Tapan, Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta, 2005.

Lemeshow,dkk, Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. University Press. Universitas


Gadjah Mada : Yogyakarta, 1995.

Maringan DL Tobing, Deteksi Dini Kanker Leher Rahim, Septermber 2002,


www.Pikiranrakyat.com, akses 20 Januari 2006.
Mamik dan Arief Wibowo, Kelangsungan Hidup Kanker Leher Rahim, 2000,
www.google.com, akses 20 Januari 2006.

M. N. Bustan, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2000.

Nina Hilman, Deteksi Dini Kanker Leher Rahim, www.Pikiranrakyat.com, 7 September 2002,
akses 20 Januari 2006.

Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Edisi II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, jakarta, 1998.

Sapriana, 2003, Analisis Faktor Risiko Kejadian Kanker Servik Di Perjan Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo Tahun 2000 – 2003, Skripsi Epidemiologi, Universitas
Hasanudiin, Makassar.

Sitti Amarwati Yulianto, Penderita Kanker Leher Rahim di Indonesia 50 / 10.000 Penduduk,
Agustus 2001, www.suaramerdeka.com, akses 20 Januari 2006.

Sugiyono, 2002, Statistika Untuk Penelitian, CV. Alvabeta, Bandung

Wim De Jong, Kanker, Apakah Itu ? Pengobatan, Harapan hidup dan Dukungan Keluarga,
Jakarta, Arcan, 2004.

Yohanes Riono, Kanker Leher Rahim, www.yahoo.com, Desember 1999, akses 20 Januari
2006.

Anda mungkin juga menyukai