Anda di halaman 1dari 8

ETIKA BISNIS DAN BUDAYA

PERUSAHAAN DALAM KASUS


PELANGGARAN ETIKA BISNIS DI PT
FREEPORT DI PAPUA

OLEH :
M. Bilal (17101022)

MATA KULIAH:
Etika Profesi

S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI
FAKULTAS TEKNIK TELEKOMUNIKASI DAN ELEKTRO
INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM
JL. DI. PANJAITAN 128 PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika profesi pada dasarnya Secara umum, pengertian etika profesi adalah
suatu sikap etis yang dimiliki seorang profesional sebagai bagian integral dari sikap
hidup dalam mengembang tugasnya serta menerapkan norma-norma etis umum pada
bidang-bidang khusus (profesi) dalam kehidupan manusia.

Etika profesi atau kode etik profesi sangat berhubungan dengan bidang pekerjaan
tertentu yang berhubungan langsung dengan masyarakat atau konsumen. Konsep etika
tersebut harus disepakati bersama oleh pihak-pihak yang berada di lingkup kerja
tertentu, misalnya; dokter, jurnalistik dan pers, guru, engineering (rekayasa), ilmuwan,
dan profesi lainnya.

Kode etik profesi ini berperan sebagai sistem norma, nilai, dan aturan profesional
secara tertulis yang dengan tegas menyatakan apa yang benar/ baik, dan apa yang
tidak benar/ tidak baik bagi seorang profesional. Dengan kata lain, kode etik profesi
dibuat agar seorang profesional bertindak sesuai dengan aturan dan menghindari
tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik profesi.

Ada sinyal kuat bahwa memang telah terjadi distorsi etika dan pelanggaran
kemanusiaan yang hebat di Papua. Martabat manusia yang seharusnya dijunjung
tinggi, peradaban, kebudayaan, sampai mata rantai penghidupan jelas-jelas dilanggar.
Ketika sistematika kehidupan yang sangat drastis tersebut sudah tidak bisa lagi
ditahan, ledakan kemarahan komunitas itu terjadi (Hutchins, M.J., et.al., 2007).

Itu adalah fakta keteledoran pemerintah yang sangat berat karena selama ini bersikap
underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan mendapatkan kesejahteraan dengan
intensifikasi industrialisasi nyata-nyata gagal. Ironisnya, Freeport sebagai representasi
hegemoni peradaban industrialisasi modern yang terkenal dengan implementasi
konsep menghargai heterogenitas dan diversitas (Velasquez, M.G., 2006),
ruparupanya, hanya jargon belaka. Dua kali pekerja Freeport melakukan aksi mogok
kerja sejak Juli untuk menuntut hak normatifnya soal diskriminasi gaji, namun dua
kali pula harus beradu otot.

• PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-


McMoRan Copper & Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan
eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di
daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami
memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh
penjuru dunia.
• PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu
perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi
kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang.

B. Rumusan Masalah

1. Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) disebabkan


perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional
Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan
gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang
sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5– USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara
lain mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih
menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja,
entah apa dasar pertimbangannya.
2. Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak
seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat
Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan
alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya
reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh
turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi
dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport.
3. Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer
penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari
berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan
Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan,
nasional, bahkan global.
4. Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis
berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian
dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu
keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain.
Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik,
sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji
yang layak.
5. Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti
tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang
sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI,
privilege berlebihan, ternyata sia-sia.
6. Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati
bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba.
Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara. Padahal,
tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara.
Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika,
bukan Indonesia.
7. Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan
tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon
uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami
pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak
listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai
induknya.
8. Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit
memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja
lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI
memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan
bisa diketahui oleh pihak imigrasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Etika Bisnis Menurut Para Ahli

Beberapa ahli pernah menjelaskan mengenai arti etika bisnis, diantaranya adalah:

1. Velasques
Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar
dan yang salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan
dalam kebijakan, industri dan prilaku.

2. Steade et al
Etika Bisnis merupakan standar etika yangberkaitan dengan tujuan dan cara
membuat keputusan bisnis.

3. Hill dan Jones


Etika Bisnis merupakan suatuajaran untuk membedakan antara salah dan
benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika
mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan
masalah moral yang kompleks.

4. Sim
Etika Bisnis karakter dalam penyampaian integritas moral dan nilai-nilai yang
konsisten dalam pelayanan kepada masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan
kepemimpinan yang efektif dalam organisasi.

B. Kasus PT. Freeport Indonesia

Kasus PT. Freeport Indonesia yang di tinjau dari berbagai teori etika bisnis:

1. Teori etika utilitarianisme


Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut
bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Berdasarkan
teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena
keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar,
melainkan untuk Negara Amerika.

2. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan
yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau
perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan
dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu
hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

C. Pengembangan Budaya PT Freeport Indonesia

Dalam bidang budaya, PTFI berkomitmen untuk melakukan promosi


kebudayaan lokal agar ciri khas dan khazanah budaya suku asli tetap terpelihara
seiring dengan pembangunan yang berlangsung. Promosi yang dilakukan ini meliputi
promosi ke dalam dan promosi ke luar. Promosi ke dalam diperlukan agar masyarakat
lokal tetap memahami budayanya meskipun hidup dan tinggal dan bersinggungan
dengan berbagai macam budaya dari luar. Sedangkan promosi ke luar bertujuan agar
masyarakat luas dapat mengenal corak kebudayaan lokal dari Kabupaten Mimika.

Dukungan terhadap pengembangan di bidang agama menjadi penting karena


kehidupan masyarakat kabupaten Mimika disatukan oleh ikatan keagamaan. Oleh
karena itu, PTFI dan LPMAK juga turut melakukan dukungan program
pengembangan masyarakat melalui jalur agama.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT


Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar kepada
para pekerja dianggap tidak layak dan juga telah melanggar UU Nomor 11/1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU
Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun
mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Selain
bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).

B. Saran

Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini menteri ESDM, melakukan


renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua
,tetapi masyarakat papua khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari
kekayaan alam yang ada di papua. Justru Amerika lah yang mendapat untung dari
kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau tidak dapat di negosiasi ulang dan hak
para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah menasionalisasi PT FI supaya
masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat menikmati SDA yang ada di bumi
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Daniels, John D., Lee H. Radebaugh, and Daniel P. Sullivan. International Business:
Environments and Operations. 15th edition., global edition. Boston; Harlow: Pearson,
2015.
[2] Detik. “Gubernur Papua Ancam Usir Freeport Jika Tak Bangun Smelter di Papua,” Detik
online. Homepage Online. Available from
http://news.detik.com/berita/2818429/gubernur-papua-ancam-usir-freeportjika-tak-
bangun-smelter-di-papua?n991104466: Internet; Accessed 1 Maret 2016.
[3] Dkn. “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No.5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,” Dkn online. Homepage Online. Available from
http://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/UndangUndang-RI-nomor-5-Tahun-1960-
tentang-Pokok-Pokok-DasarAgraria.pdf: Internet;
[4] Esdm. “KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
NOMOR 1614 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMROSESAN
PERMOHONAN KONTRAK KARYA DAN PERJANJIAN KARYA
PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA DALAM RANGKA
PENANAMAN MODAL ASING,” Esdm online. Homepage Online. Available from
http://www.esdm.go.id/prokum/uu/2009/UU%204%202009.pdf: Internet; Accessed 3
Maret 2016.
[5] Esdm. “PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN
2003 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL ,” Esdm online. Homepage Online. Available from
http://www.esdm.go.id/prokum/pp/2003/pp_45_2003.pdf: Internet; Accessed 10 Maret
2016.
[6] Esdm. “UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009
TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA,” Esdm online.
Homepage Online. Available from http://www.esdm.go.id/prokum/uu/2009/UU
%204%202009.pdf: Internet; Accessed 3 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai