Anda di halaman 1dari 7

Bahan Ajar Penerapan Perhitungan pajak Wajib Pajak Badan

Kompetensi Dasar :
3.7 Menerapkan perhitungan kewajiban perpajakan wajib pajak badan
4.7 Melakukan klasifikasi data dalam penghitungan kewajiban wajib pajak badan

Tujuan Pembelajaran :
1. Pengetahuan
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, peserta didik mampu:
a. Menjelaskan ketentuan tariff dan fasilitas PPh badan dengan benar dan percaya diri
b. Menganalisis formula perhitungan untuk PPh badan dengan benar dan jujur
c. Menyebutkan berbagai macam formula dalam perhitungan PPh badan dengan benar dan
percaya diri
2. Keterampilan
a. Melakukan perhitungan untuk menentukan PPh badan dengan benar, teliti dan jujur

Pendahuluan

Kewajiban untuk menghitung sendiri, menyetor dan melaporkan PPh terutang merupakan
implementasi dari sistem self assessment yang dianut di  Indonesia. Tidak terkecuali untuk
Wajib Pajak Badan. Pajak penghasilan badan dikenakan atas penghasilan kena pajak setelah
dilakukan koreksi fiskal. PPh Terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak penghasilan
dengan jumlah penghasilan kena pajak.
Untuk mendorong berkembangnya usaha kecil dan menengah, struktur tarif khususnya terkait
PPh Badan dirubah menjadi lebih sederhana. Dengan mengedepankan prinsip keadilan dan
peningkatan daya saing, pemerintah memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif.
Selain orang pribadi, subjek pajak lain yang memiliki kewajiban membayar pajak adalah
badan. Menurut ketentuan perpajakan, yang dimaksud dengan badan adalah sekumpulan
orang atau modal yang menjadi suatu kesatuan, dengan tujuan untuk melakukan usaha
ataupun tidak melakukan usaha.

Bentuk-bentuk badan antara lain adalah perseroan komanditer, perseroan terbatas, badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, firma, koperasi, kongsi, dana pensiun,
yayasan, lembaga, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan bentuk lainnya.
Tidak hanya itu, badan juga dapat berbentuk perkumpulan seperti asosiasi, perhimpunan, dan
ikatan.
Cara Menghitung PPh Badan

Sebagai subjek pajak dalam negeri, badan memiliki kewajiban untuk membayar pajak sejak
saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Kewajiban tersebut akan berakhir ketika
badan dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.
Untuk menghitung pajak yang dikenakan pada badan atas penghasilan yang didapatkan,
berikut mekanisme yang umum digunakan.
o Penghitungan Penghasilan Kena Pajak  
Untuk mendapatkan nominal penghasilan kena pajak badan, kurangi penghasilan neto
fiskal dengan kompensasi kerugian fiskal. Apa itu penghasila neto fiskal?
Penghasilan neto fiskal adalah penghasilan neto yang diterima oleh wajib pajak dalam
negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati penyesuaian fiskal
yang berdasarkan ketentuan perpajakan.
Sementara itu, kompensasi neto fiskal adalah kerugian yang dialami badan. Apabila
menggunakan pembukuan, kerugian tersebut dapat dikompensasi selama lima tahun
secara berturut-turut.
Nah, hasil dari pengurangan penghasilan neto fiskal dan kompensasi kerugian fiskal
tersebut adalah besaran penghasilan kena pajak yang dimaksud.
o Penghitungan PPh Terutang
Ketentuan Tarif dan Fasilitas PPh Badan
a. Pasal 17 ayat 1 huruf b
Pada dasarnya tarif PPh Badan menganut tarif tunggal  yaitu sebesar 28%. Tarif ini
berlaku pada tahun 2009 kemudian diturunkan menjadi 25% pada tahun 2010. Tarif
PPh Badan sebesar 25% efektif berlaku untuk tahun 2010 dan seterusnya. Tarif ini
diterapkan kepada Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

Contoh penghitungan:
Jumlah Peredaran Bruto Tahun 2015 Rp 54.000.000.000,-
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tahun 2015 Rp 4.000.000.000,-
PPh Badan Terutang = 25% x Rp 4.000.000.000,- = Rp Rp 1.000.000.000,-
  
  b. Pasal 17 ayat 2b
Tarif ini diterapkan pada wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan
terbuka  yang memperoleh pengurangan tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif
normal. Untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif ini Wajib Pajak harus
memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang
disetor dicatat untuk diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
b. Saham sebagaimana dimaksud point a harus dimiliki oleh paling sedikit oleh 300
(tiga ratus) Pihak.
c. Masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud dalam point b hanya boleh
memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang
ditempatkan dan disetor penuh
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c harus
dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
kalender dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. 

Contoh penghitungan:
Pada tahun 2015 saham PT. Y Tbk. yang disetor dicatat untuk diperdagangkan
dibursa efek di Indonesia sebesar 60%. Saham yang disetor dicatat untuk
diperdagangkan dibursa efek di Indonesia tersebut dimiliki oleh 400 pihak.
Diantara 400 pihak, Masing-masing pihak persentase kepemilikannya tidak
melebihi 5%, Kondisi tersebut terjadi selama 190 (seratus delapan puluh dua)
hari dalam 1 (satu) tahunpajak. 
PT. Y Tbk memenuhi syarat, sehingga PT. Y Tbk memperoleh fasilitas
penurunan tarif.
Jumlah PKP dalam tahun pajak 2015 Rp 1, 25 Miliar
PPh yang terutang = (25% - 5%) x Rp1,25 Miliar = Rp 250 Juta

c. Tarif PPh Wajib Pajak Tertentu


Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat
fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat
(2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran
bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah).
Ketentuan-ketentuan Pasal 31 E UU No. 36 tahun 2008 sebagai
berikut :  
a. Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang- Undang Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self
assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan, sehingga Wajib Pajak badan dalam negeri
tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas
tersebut.
b. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak luar negeri, sehingga tidak
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
c. Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah) adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri untuk dapat
memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
d. Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan merupakan semua penghasilan yang
diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha,
setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan
tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:
1. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
2. penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
3. penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

e. Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pilihan,
sehingga bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki akumulasi
peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak Penghasilan
yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam
negeri tersebut wajib mengikuti ketentuan pengurangan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
f. Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan ini berlaku untuk penghitungan Pajak
Penghasilan Terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari
penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final.
g. Untuk menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan, Wajib
Pajak badan dalam negeri yang telah memenuhi persyaratan fasilitas
pengurangan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan wajib menggunakan tarif
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-
Undang Pajak Penghasilan.

Ketentuan perhitungan pasal 31 E


a. Peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000,00
PPh terutang = 50% x 25% x Seluruh PKP
b. Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000,00 sampai dengan Rp
50.000.000.000 PPh terutang:

PKP dari bagian bruto yang memperoleh fasilitas:

Rp 4,8 Miliar          x PKP

Peredaran Bruto

PKP dari bagian bruto yang tidak memperoleh fasilitas :

Keseluruhan PKP – PKP yang memperoleh fasilitas


Contoh perhitungan PPh badan :
Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi tentang bagaimana Cara dan
Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Diatas Rp.4.800.000.000,00 
sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 apabila :
Peredaran Bruto PadaTahun Pajak sebelumnya  jumlahnya sampai dengan
Rp. 4.800.000.000,00.
Peredaran Bruto PadaTahun Pajak sebelumnya  jumlahnya lebih dari Rp. 4.800.000.000,00.

Cara dan Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Diatas
Rp.4.800.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 Untuk Tahun Pajak 2017 terdiri
dari : 
Cara dan Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Diatas
Rp.4.800.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 Untuk Tahun Pajak 2017
apabila Peredaran Bruto PadaTahun Pajak 2016 jumlahnya sampai dengan Rp.
4.800.000.000,00 :
CV.Manis Makmur adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang
Penjualan Alat dan Mesin Pertanian.
Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp 4.750.000.000,00 .

Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2017 sebesar Rp 5.455.532.000,00 


dengan perincian sebagai berikut :
Penjualan Kotor bulan Januari 2017 adalah sebesar 435.652.000.
Penjualan Kotor bulan Pebruari 2017 adalah sebesar 468.560.000.
Penjualan Kotor bulan Maret 2017 adalah sebesar 449.870.000.
Penjualan Kotor bulan April 2017 adalah sebesar 435.800.000.
Penjualan Kotor bulan Mei 2017 adalah sebesar 475.600.000.
Penjualan Kotor bulan Juni 2017 adalah sebesar 468.750.000.
Penjualan Kotor bulan Juli 2017 adalah sebesar 495.000.000.
Penjualan Kotor bulan Agustus 2017 adalah sebesar 436.520.000.
Penjualan Kotor bulan September 2017 adalah sebesar 435.200.000.
Penjualan Kotor bulan Oktober 2017 adalah sebesar 463.500.000.
Penjualan Kotor bulan Nopember 2017 adalah sebesar 412.560.000.
Penjualan Kotor bulan Desember 2017 adalah sebesar 478.520.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang :
Karena Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp
4.750.000.000.000,00 atau tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh
Badan untuk tahun pajak 2017 adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak
Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Meskipun Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2017 sebesar Rp
5.455.532.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, akan tetapi Perhitungan PPh Badan
dihitung dengan cara Peredaran Usaha Bruto setiap bulan dikenai tarif sebesar 1 % (satu
persen). Hal ini terjadi karena Peredaran Bruto pada Tahun Pajak sebelumnya (Tahun 2013)
tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 atau hanya sebesar  Rp 4.750.000.000,00 .
Sehingga Pajak Penghasilan yang harus disetor CV.Manis Makmur untuk Tahun Pajak 2017
sebagai berikut :
Bulan Peredaran Bruto Tarif Pajak PPh Pasal 4 ayat 2
Januari 435.652.000 1% 4.356.520
Pebruari 468.560.000 1% 4.685.600
Maret 449.870.000 1% 4.498.700
April 435.800.000 1% 4.358.000
Mei 475.600.000 1% 4.756.000
Juni 468.750.000 1% 4.687.500
Juli 495.000.000 1% 4.950.000
Agustus 436.520.000 1% 4.365.200
September 435.200.000 1% 4.352.000
Oktober 463.500.000 1% 4.635.000
Nopember 412.560.000 1% 4.125.600
Desember 478.520.000 1% 4.785.200
Jumlah 5.455.532.000 54.555.320

PPh Pasal  4 ayat 2 (berdasarkan PP 46 Tahun 2013) disetorkan setiap bulan paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-420.

Cara dan Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Diatas
Rp.4.800.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 Untuk Tahun Pajak 2017
apabila Peredaran Bruto PadaTahun Pajak 2016 jumlahnya lebih dari Rp.
4.800.000.000,00 :
PT Asia Baja Perkasa adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang
Penjualan Besi dan Baja.
Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp
6.245.753.000,00 .
Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2017 sebesar Rp 7.256.458.000,00 
dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.765.459.000,00

Penghitungan Pajak Penghasilan terutang :


Karena Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp
6.245.753.000,00 . atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan adalah
berdasarkan Pasal 17dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
Karena Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2017 sebesar Rp
7.256.458.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan dihitung
dengan cara Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif Pajak penghasilan dengan mendapatkan
fasilitas pengurangan 50 % dan yang tidak mendapatkan pengurangan 50 % yang dihitung
dari Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.765.459.000,00 
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak :
Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
4.800.000.000   x 765.459.000 =  506.335.625
7.256.458.000
Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :
765.459.000 - 506.335.625 =  259.123.375

Pajak Penghasilan yang terutang :


Pajak Penghasilan yang mendapat fasilitas :
25 % x 50 %   x 506.335.625 =  63.291.875
Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas :
25%  x 259.123.375 =  64.780.750.

Total PPh Badan Terutang :


63.291.875 + 64.780.750  = 128.072.625

Sumber : Buku perpajakan kelas XI cetakan Airlangga

      

Anda mungkin juga menyukai