Anda di halaman 1dari 8

DEMOKRASI INDONESIA

1. Pengertian demokrasi dan pendidikan demokrasi

Demokrasi merupakan suatu terminologi yang sarat dengan makna dan tafsir. Satu hal
yang pasti adalah, bahwa pengertiannya berkaitan erat dengan sistem sosial yang
mendukungnya. Dengan demikian akan ternyata bahwa, di samping mengandung unsur-unsur
yang bersifat universal (universal common denominator), demokrasi juga memuat unsur-unsur
kontekstual.
Pengertian pendidikan demokrasi amat berkaitan dengan substansi dari demokrasi itu
sendiri. Makna ”demokrasi” mesti disandingkan dengan prinsip dan tujuan dari pendidikan itu
sendiri.
Demokrasi merupakan suatu terminologi yang sarat dengan makna dan tafsir. Satu hal
yang pasti adalah, bahwa pengertiannya berkaitan erat (linkage) dengan sistem sosial yang
mendukungnya. Dengan demikian akan ternyata bahwa, di samping mengandung unsur-unsur
yang bersifat universal (universal common denominator), demokrasi juga memuat unsur-unsur
kontekstual (cultural relativisme) seperti yang pada masa lalu di Indonesia dikenal sebagai
Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila. (Muladi, 2004; 94).
Dalam banyak literatur dijelaskan bahwa pengertian dasar dari demokrasi berasal dari
istilah Yunani “demokratia” yang mana “demos” (rakyat) dan “kratos” (pemerintahan) sehingga
secara utuh bermakna pemerintahan oleh rakyat (government ruled by the people), yang menunjuk
pada bentuk-bentuk pemerintahan rakyat yang bersifat partisipatori baik langsung maupun
atas dasar perwakilan.
Menurut Jean Jacques Rousseau, pemerintah tidak mempunyai dasar kontraktuil.
Hanya organisasi politiklah yang dibentuk dengan kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan
organisasi itu dibentuk dan ditentukan oleh yang berdaulat dan merupakan wakil-wakilnya
(gecommiteerde). Yang berdaulatan adalah rakyat seluruhnya melalui kemauan umumnya,
kemauan umum inilah yang mutlak berdaulatan. Pemikiran Rousseau tersebut berangkat dari
suatu anggapan bahwa manusia dilahirkan bebas dan merdeka (men are borned free and equal),
yaitu suatu anggapan bahwa manusia dilahirkan suci dan diber kesempatan untuk
mengembangkan kepribadiannya dengan menggunakan kebebasannya tersebut.
Miftah Thoha menyatakan, hampir semua negara menyatakan dirinya demokratis.
Setiap orang tak terkecuali senantiasa menyatakan bahwa dirinya demokratis dan semua pihak
yang mengendalikan pemerintah juga menyatakan pihaknya sangat demokratis. Kenyataan
tersebut menjadi salah satu daya dorong munculnya euforia demokrasi di hampir semua
negara, dan bangsa bahkan individu-individu sekalipun. (Miftah Thoha, 2003; 93). Sri
Soemantri menyatakan bahwa sekarang ini tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak
berasaskan demokrasi. Meskipun arti yang diberikan kepada demokrasi tersebut tidak sama,
namun setiap negara akan selalu mengatakan bawah negaranya berdasarkan pada azas-azas
demokrasi. (Sri Soemantri , 1992; 42).
Menurut Sri Soemantri selama ini demokrasi diklasifikasi menjadi dua pengertian, yaitu;
materiil dan formiil. Secara materiil, demokrasi diartikan sebagai ideologi, pandangan hidup.
Dalam pengertian formiil, yaitu demokrasi dimaknai kedalam praktiknya. Secara materiil
demokrasi terbagi tiga kategori, yaitu pertama, didasarkan pada kemerdekaan, kedua,
didasarkan pada kemajuan di bidang ekonomi, dan, ketiga, didasarkan pada gabungan dari
yang pertama dan kedua secara simultan. Dalam arti formiil berwujud pada sistem
ketatanegaraan yang dianut masing-masing negara yang tidak selalu sama yakni ada sistem
pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan presidensil, sistem diktatorial, sistem
pemerintahan campuran, adanya negara kesatuan dan negara federal, adanya republik dan
negara kerajaan dan lain-lain sebagainya. (Sri Soemantri, 1981; 25).
Moh. Mahfud MD berpandangan bahwa sulit untuk mendefinisikan demokrasi, karena
di samping kata demokrasi dapat meliputi multi aspek, baik aspek pemerintahan, politik,
kemerdekaan, kesamaan, keadilan, sosial, ekonomi, budaya maupun hukum, juga disebabkan
pengertian demokrasi tersebut telah dan akan mengalami perkembangan. Oleh karena itu Moh.
Mahfud MD memandang demokrasi sebagai ambiguitas. Ambiguitas tersebut terletak pada
apakah demokrasi itu baik ataukah tidak dan bagaimana mengimplementasikan demokrasi.
( Moh. Mahfud MD , 1999; 48).
Dari segi pertumbuhan demokrasi Bagir Manan berpendapat bahwa demokrasi
merupakan suatu fenomena yang tumbuh, bukan suatu penciptaan. Oleh karena, itu praktik di
setiap negara tidak selalu sama. Walaupun demikian sebuah negara dapat dikatakan
demokrasi paling tidak memenuhi unsur-unsur yaitu: (Bagir Manan dan Kuntana Magnar,
1996; 58).

1. Ada kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota perkumpulan.


2. Ada kebebasan menyatakan pendapat;
3. Ada hak untuk memberikan suara dalam pemungutan suara;
4. Ada kesempatan untuk dipilih atau menduduki berbagai jabatan pemerintah atau
negara;
5. Ada hak bagi para aktivis politik berkampanye untuk memperoleh dukungan atau
suara;
6. Terdapat berbagai sumber informasi.
7. Ada pemilihan yang bebas dan jujur;
8. Semua lembaga yang bertugas merumuskan kebijakan pemerintah, harus tergantung
pada keinginan rakyat.

2. Sejarah Pertumbuhan Demokrasi

Sejarah pertumbuhan demokrasi berkaitan dengan bagaimana penerapan demokrasi


dalam penyelenggaraan negara yang banyak mendapat perhatian secara keilmuan dan
dijadikan acuan dalam perkembangan masa-masa berikutnya.
Dari aspek kesejarahan, timbulnya konsep demokrasi dan pemerintahan yang
demokrasi, melalui proses yang amat panjang. Dimulai dari perdebatan antar kalangan filsuf
Yunan kuno terus dilanjutkan oleh para sarjana yang lahir pada abad-abad berikutnya seperti
Socrates, Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Polybius, dan Cicero.
Menurut Eep Saefulloh Fatah, konsep demokrasi mula-mula berasal dari Eropa, yaitu
dari negara kota Yunani dan Athena (450 SM dan 350 SM). Konsep tersebut terus berkembang,
sekaligus menjadi pilihan yang cukup menjanjikan bagi banyak negara. Khususnya setelah
Perang Dunia II. Hal ini juga terjadi pada negara-negara baru di Asia, seperti, Malaysia, India,
Pakistan, juga Indonesia yang kesemuanya masuk dalam kelompok demokrasi konstitusional.
Lain halnya dengan Korea Utara, RRC, dan negara-negara yang berlandaskan ideologi komunis
yang digolongkan ke dalam demokrasi komunis. (Eep Saefulloh Fatah, 2000; 5-6).
Dari pandangan Eep Saefulloh Fatah tampak jelas bahwa tumbuh dan berkembangnya
demokrasi tidak mengenal ideologi. Dengan kata lain, bagaimanapun ideologi suatu negara,
demokrasi dapat tumbuh dan berkembang. Tentang demokrasi komunis ini.
Ditinjuan dari awal perkembang demokrasi, Zainal Abidin Ahmad memiliki pandangan
yang berbeda dengan pendapat Eep Saefulloh Fatah. Zainal Abidin Ahmad berpendapat bahwa
esensi dan semangat demokrasi yang berkembang dan dikenal sekarang bukan semata-mata
hanya andil dari pemikir dan praktik Yunani Kuno, tetapi jauh sebelumnya di zaman nabi
Muhammad dan para Khulafaer Rasyidien telah mempraktekkan esensi pemerintah demokrasi
dalam bentuk musyawarah. (Zainal Abidin Ahmad, 1977; 11)

3. Teori, konsepsi, dan ciri demokrasi

Teori dan konsepsi demokrasi lebih mengarah kepada penelusuran teori dan konpsepsi
demokrasi dalam kedudukannya sebagai sebuah corak pemerintahan. Pandangan ahli dan
kesepahaman tentang demokrasi menjadi acuan dari materi ini.
Menurut Mohammad Hatta demokrasi tidak saja mendidik orang bertanggungjawab
mengenai keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menanamkan perhatian
terhadap usaha-usaha publik. Setiap orang harus bersedia mencurahkan perhatian dan
tenaganya untuk membela kepentingan umum tanpa mengharapkan imbalan jasa. Kewajiban
membela kepentingan bersama, keselamatan dan kesejahteraan umum di dalam lingkungan
hidup yang besar dan kecil.
Sebagai perbandingan, menurut Juan J. Linz dan Alfred Stepan bahwa sejak 1974
terdapat 39 negara demokrasi (27,5 persen) dan semua negara, hingga 1995 dari 191 negara ada
117 menyatakan diri mereka sebagai negara demokrasi (51,3 persen), meskipun hanya 76 yaitu
39,8 persen yang memenuhi kriteria. Demokratisasi telah menyapu seluruh dunia dari Eropa
Selatan hingga Amerika Latin, negara-negara komunis dan sebagian besar Uni Soviet, serta
negara-negara Asia. Hal ini telah mengakibatkan semakin meningkatnya tekanan dari kalangan
elit, rakyat, dan masyarakat internasional untuk berlangsungnya transisi dari rezim non
demokratis menuju rezim demokratis. Jika semua negara, kelompok bahkan individu sekalipun
menganggap semua adalah demokratis atau berazaskan pada demokrasi, maka demokrasi itu
sendiri disamping universal sebagai milik semua bangsa, semua negara, semua kelompok, dan
individu, juga dapat ditafsirkan subjektif dan terbatas serta tergantung pada sejarah, nilai-nilai
budaya, ideologi, tujuan dan kepentingan yang melatarbelakanginya. (Bhenyamin Hoessein,
2000)
Menurut Magnis-Suseno (2000) ada beberapa ciri demokrasi yang beliau kumpulkan
dari beberapa pendapat para ahli antara lain:
a. ketaatan pada hukum
b. mayority rules
c. minority rights
d. pemilu
e. lembaga perwakilan

4. Bentuk dan Perkembangan Demokrasi Sejak Indonesia Merdeka.

Dari segi perkembangannya, demokrasi di Indonesia berdasarkan UUD yang berlaku


dikategorikan Miriam Budiadjo menjadi tiga masa; (Miriam Budiadjo, 1998; 16);

a. Masa Republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan


peranan parlemen serta partai-partai dan yang karena itu dapat dinamakan
demokrasi parlementer;
b. Masa Republik Indonesia II, yaitu Demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek
telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formil merupakan
landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat;
c. Masa Republik Indonesia III, yaitu masa demokrasi Pancasila yang merupakan
demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensiil.

Afan Gaffar menghubungkan demokrasi dan periodesasi sejarah politik Indonesia,


menurut Afan Gaffar, demokrasi dapat dibagi dalam beberapa bentuk pemerintahan yang
pernah berlaku, yaitu periode pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, pemerintahan
demokrasi parlementer (representative democracy), pemerintahan demokrasi terpimpin
(guided democracy), dan pemerintahan orde baru (Pancasila democracy). (Afan Gaffar, 2002;
10)

Dari periodesasi tersebut, Afan Gaffar menjelaskan karakter utama masing-masing


tipe demokrasi, yakni:

1. Demokrasi pemerintahan Masa Revolusi (1945-1949)

Pada periode ini sesungguhnya implementasi demokrasi baru terbatas pada interaksi
politik di parlemen dan pers berfungsi sebagai pendukung revolusi kemerdekaan.
Elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi dan
kondisi yang tidak memungkinkan. Sebab pemerintah harus memusatkan energinya
untuk bersama-sama dengan rakyat mempertahankan kemerdekaan dan menjaga
kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap terwujud

2. Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena
hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya pada
kehidupan politik di Indonesia yang ditandai dengan karakter utama:

a. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi
dalam proses politik yang berjalan;
b. Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisasi pada umumnya sangat tinggi;
c. Kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya
untuk berkembang secara maksimal. Hal itu dibuktikan dengan sistem banyak partai
(multy party sistem) sehingga pada saat itu ada sekitar 40 partai yang terbentuk;
d. Pemilu tahun 1955 dilaksanakan dengan prinsip demokrasi;
e. Hak-hak dasar masyarakat umum terlindungi.

3. Demokrasi Terpimpim (1959-1965)

a. Mengaburnya sistem kepartaian;


b. Peranan DPR-GR sebagai lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi
sedemikian lemah;
c. Basic human right sangat lemah, dimana Soekarno dengan mudah menyingkirkan
lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijaksanaannya atau yang
mempunyai keberanian untuk menentangnya;
d. Masa puncak dari semangat anti kebebasan pers, dibuktikan dengan pemberangusan
harian Abdi dari Masyumi dan harian Pedoman dari PSIN;
e. Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan pemerintah pusat
dan daerah.

4. Demokrasi Pancasila (1966 - pemerintahan Soeharto (orde baru))

Dalam periode ini sejumlah karakteristik utama yakni:


a. Rotasi kekuasaan eksekutif tidak pernah ada kecuali di tingkat daerah;
b. Rekrutmen politik tertutup;
c. Pemilu masih jauh dari semangat demokrasi;
d. Basic human right sangat lemah.

Moh. Mahfud. MD mengklasifikasi demokrasi ke dalam tiga periode perkembangan


politik di Indonesia; (1) periode 1945-1959 adalah demokrasi liberal, periode 1959-1966 adalah
demokrasi terpimpin dan (3) periode 1966-sekarang adalah demokrasi pancasila. Lebih jauh,
Moh. Mahfud, MD menguraikan sebagai berikut; (Moh. Mahfud MD, 1999- 159)

a. Periode 1949-1959 Demokrasi liberal, indikatornya sebagai berikut:


1) Patai-partai politik sangat dominan yang menentukan arah perjalanan negara melalui
badan perwakilan;
2) Eksekutif berada pada kondisi yang lemah, sering jatuh bangun karena mosi partai;
3) Kebebasan pers relatif lebih baik, bahkan pada periode ini peraturan sensor dan
pembredelan yang diberlakukan sejak zaman Belanda dicabut.

b. Periode 1959-1966 Demokrasi Terpimpin, indikatornya sebagai berikut:


1) Partai-partai sangat lemah; kekuatan politik ditandai dengan tarik menarik antara
Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI;
2) Eksekutif yang dipimpin oleh Presiden sangat kuat, apalagi Presiden merangkap
sebagai Ketua DPA yang dalam praktik menjadi pembuat dan selektor produk legislatif;
3) Kebebasan pers sangat terkekang, pada zaman ini terjadi tindakan anti pers yang
jumlahnya sangat spektakuler.

c. Periode 1966-sekarang (semasa pemerintahan Soeharto) indikatornya sebagai berikut:


1) Partai politik hidup lemah, terkontrol secara ketat oleh eksekutif, lembaga perwakilan
penuh dengan tangan-tangan eksekutif;
2) Eksekutif sangat kuat dan intervensionis serta menentukan spektrum politik nasional;
3) Kebebasan pers relatif terkekang dengan adanya lembaga SIT yang kemudian diganti
dengan SIUPP.

Dalam kurun waktu 1945-1949 yang lebih menonjolkan pelaksanaan kemerdekaan


dan persamaan terutama dalam bidang politik. Lebih-lebih setelah terjadi perubahan
terhadap sistem pemerintahan yang berlaku yaitu dari menteri-menteri yang semula
bertanggung jawab kepada Presiden menjadi bertanggung jawab kepada Komite Nasional
Indonesia Pusat yang sebelumnya telah diberi kekuasaan legislatif.
Dalam kurun waktu berlakunya UUDS 1950 yang ditandai dengan pemilu yang
pertama tahun 1955 dengan sistem banyak partai dengan sistem pemilu yang proporsional
membawa akibat terpecah-pecahnya masyarakat Indonesia dalam berbagai macam
kelompok politik, masing-masing dengan asas yang berbeda. Tetapi dalam kurun waktu
kedua berlakunya UUD 1945 yaitu sejak dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk sekian kalinya
Demokrasi Pancasila tidak dilaksanakan. Bahkan secara jelas yang dilaksanakan adalah
demokrasi terpimpin, suatu demokrasi dimana seluruh kekuasaan dalam negara terpusat
pada diri Presiden RI. Kenyataan ini berlangsung terus sampai dikeluarkannya Surat
Perintah Sebelas Maret 1966 yang merupakan permulaan keberadaan Orde Baru.

5. Kaitan Demokrasi dengan bentuk pemerintahan

Demokrasi menjadi pilihan utama dalam penyelenggaraan negara dalam negara-negara


modern dewasa ini. Hampir semua negara mengklaim sebagai sebuah negara demokrasi.
Namun bila ditelusuri lebih jauh, demokrasi amat berkaitan dengan sistem pemerintahan yang
dianut, apakah sistem parlementer atau sistem presidensial.
Demokrasi dan negara demokrasi merupakan dua hal yang saling berbeda dan
berkaitan. Tentang negara demokrasi Deliar Noer menjelaskan bahwa negara demokrasi adalah
negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat atau jika ditinjau dari
sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau
atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat. (Deliar Noer, 1993; 89).
Secara teoritis, kedaulatan rakyat sebagai asas dan ajaran sudah cukup tua usianya,
mulai dari era filsuf Buchanian, Althusius, sampai berkembangnya hukum alam yang dimotori
oleh filsuf terkemuka seperti, JJ Rousseau telah mengembangkan teori “Volonie General”
(kemauan rakyat) sebagai kekuasaan tertinggi. Tentang konsep “kemauan rakyat” Soehino
berpendapat; (Soehino, 1993; 83).

1. Adanya hak dari rakyat untuk menggantikan atau menggeser penguasa. Ini
berhubungan dengan boleh tidaknya rakyat itu berevolusi terhadap penguasa;
2. Adanya faham bahwa yang berkuasa itu rakyat, atau paham kedaulatan rakyat di sini
bukan sebagai penjumlahan dari pada individu-individu, melainkan rakyat sebagai
suatu Gemeinschaft, yang sifatnya abstrak. (Sri Soemantri, op-cit).

Sri Soemantri1 menilai bahwa kadaulatan rakyat yang dianut oleh bangsa Indonesia
adalah berdasarkan Pancasila. Perjuangan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat di Indonesia,
masih memerlukan waktu, upaya, dan pikiran yang tidak sedikit. Tentang konsep “kemauan
rakyat” Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa demokrasi merupakan suatu pemerintahan
yang menempatkan rakyat sebagai unsur utama dalam negara sehingga baik dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan pemerintahan, rakyat seharusnya selalu
berperan aktif dan penentu yang utama. Oleh karena itu paham kedaulatan rakyat merupakan
sendi yang fundamental dalam negara demokrasi. Begitu pula halnya di Republik Indonesia
kadaulatan rakyat diatur di dalam UUD 1945. Kedaulatan rakyat yang terkandung dalam UUD
1945 adalah kombinasi antara yang berkembang di Barat dan tradisi budaya Indonesia di masa
lalu dan demokrasi politik (barat) dan demokrasi ekonomi (sosialis).

6. Esensi Demokrasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Perkembangan otonomi daerah di Indonesia selain mengandung arti ”perundangan”


(regeling) juga mengandung arti ”pemerintahan” (bestuur). Oleh karena itu dalam membahas

Sri Soemantri, Bunga Rampai...Op-cit , hlm.21.


desentralisasi berarti secara tidak langsung membahas pula mengenai otonomi. Hal ini
dikarenakan kedua hal tersebut merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan, apalagi
dalam kerangka NKRI.
Sesungguhnya logika demokrasi dari pemberian otonomi dari pusat kepada daerah: (1)
memberikan kerangka untuk memperluas partisipasi politik rakyat daerah, yang
memungkinkan rakyat daerah memiliki akses yang lebih efektif kepada pemerintah, dan (2)
memberikan jaminan kebebasan bergerak bagi elemen-elemen daerah, baik formal maupun
informal, untuk mendayagunakan sumber-sumber yang ada di daerahnya dalam rangka
memenuhi kepentingan regional dan negara yang seluas-luasnya.
Oleh karena itu keperluan otonomi di tingkat lokal pada hakekatnya adalah untuk
memperkecil intervensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam negara kesatuan (unitarisme)
otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government) sedangkan pemerintah
hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat. Berbeda hanya dengan otonomi daerah di
negara federal, dimana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara bagian. Dalam
tataran ini, Pilkada langsung menjadi bagian terpenting yang sangat mendasar.
Indonesia dengan wilayahnya yang cukup luas dan jumlah penduduknya yang
banyak serta dengan tingkat heterogenitas yang begitu kompleks, tentu tidak mungkin
pemerintah pusat dapat secara efektif menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan tanpa
melibatkan perangkat daerah dan menyerahan beberapa kewenangan kepada daerah
otonom. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dimaksud salah satunya
diperlukan desentralisasi di samping dekonsentrasi.
Tercapainya iklim pemerintahan di daerah yang mampu mencerminkan dan
mengemban aspirasi masyarakat daerah, adalah satu syarat penting bagi stabilitas
pemerintahan di daerah khususnya, bahkan bagi pemerintahan nasional umumnya sedangkan
stabilitas ini merupakan syarat utama bagi keberhasilan pembangunan. Dua segi utama yang
senantiasa menonjol dalam hal pemerintahan di daerah pada negara-negara kesatuan yang
demokratis konstitusional, yaitu: Pertama, dari segi pembinaan pemerintahan di daerah dalam
hubungannya dengan gagasan pendemokrasian pemerintahan di daerah-daerah. Kedua. dari
segi pembinaan pemerirtahan di daerah, dalam hubungannya dengan pembangunan di daerah
dalam rangka pembangunan nasional.
Bagir Manan berpendapat, hasrat untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada daerah-daerah dan berbagai kesatuan masyarakat hukum untuk berkembang secara
mandiri, maka dalam perumahan NKRI merdeka, perlu dibangun sendi penyelenggaraan
pemerintahan baru yang lebih sesuai yaitu, desentralisasi yang berinti pokok atau
bertumpu pada otonomi.
Pada tingkat daerah, menurut Andi Pangerang, pemerintahan di daerah akan
terdapat pola atau kaidah antara lain:

1. Wakil-wakil rakyat sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi di


daerah;
2. Hirarki peraturan perundang-undangan di daerah;
3. Hubungan kewenangan yang jelas antara DPRD dengan Kepala Daerah;
4. Sistem atau mekanisme pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang demokratis;
5. Ada unsur-unsur pembantu dalam penyelanggaraan pemerintahan di daerah;
6. Struktur kekuasaan dan organisasi pemerintahan daerah dan wilayah.

7. Implementasi Pendidikan Demokrasi pada PTU


Pendidikan demokrasi pada perguruan tinggi diwujudkan dalam bentuk kesadaran
mahasiswa dalam berbangsa, bernegara dan bemasyarakat. Salah satu bentuk dari
implementasi ini diwujudkan dalam peningkatan kesadaran mahasiswa terhadap kecintaan
tanah air dan mempertajam daya kritis mahasiswa. Dalam kaitan dengan sistem demokrasi,
Bagir Manan berpendapat bahwa setiap kekuasaan yang diemban harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat, hal itu tidak dikenal dalam sistem pemerintahan yang
otoriter atau diktator.
Dalam pemerintahan otoriter, peemerintah menganggap dirinya adalah sumber segala
tatanan yang berlaku, seperti ungkapan I `Etat cest moi (aku adalah negara), sehingga rakyat
menjadi imperior, sedangkan pemerintah mejadi superior. Akibatnya bukan pemerintah yang
tunduk pada rakyat tetapi sebaliknya rakyatlah yang tunduk kepada Pemerintah (penguasa).
(Bagir Manan , 2000; 250)
Kajian dan survey atas pelaksanaan demokrasi dalam suatu negara menjadi bahan yang
banyak mendapat perhatian dari kalangan akademisi dan kelompok masyarakat tertentu.
Dalam Freedom House Survey (1999) terhadap 23 negara Asia (1998-1999) misalnya,
menghasilkan tiga kategorisasi Negara yaitu; negara “bebas” (Jepang, Taiwan, Korea Selatan,
Filipina, Thailand, Papua Nugini, Mongolia dan India); kemudian “sebagian bebas”
(Bangladesh, Srilanka, Nepal, Pakistan, Singapura, Malaysia dan Indonesia; dan Tidak Bebas”
(Brunei, Kamboja, Cina (RRC), Laos, Bhutan, Vietnam, Korea Utara dan Myanmar). (Muladi,
Op-cit)

Anda mungkin juga menyukai