Demokrasi merupakan suatu terminologi yang sarat dengan makna dan tafsir. Satu hal
yang pasti adalah, bahwa pengertiannya berkaitan erat dengan sistem sosial yang
mendukungnya. Dengan demikian akan ternyata bahwa, di samping mengandung unsur-unsur
yang bersifat universal (universal common denominator), demokrasi juga memuat unsur-unsur
kontekstual.
Pengertian pendidikan demokrasi amat berkaitan dengan substansi dari demokrasi itu
sendiri. Makna ”demokrasi” mesti disandingkan dengan prinsip dan tujuan dari pendidikan itu
sendiri.
Demokrasi merupakan suatu terminologi yang sarat dengan makna dan tafsir. Satu hal
yang pasti adalah, bahwa pengertiannya berkaitan erat (linkage) dengan sistem sosial yang
mendukungnya. Dengan demikian akan ternyata bahwa, di samping mengandung unsur-unsur
yang bersifat universal (universal common denominator), demokrasi juga memuat unsur-unsur
kontekstual (cultural relativisme) seperti yang pada masa lalu di Indonesia dikenal sebagai
Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila. (Muladi, 2004; 94).
Dalam banyak literatur dijelaskan bahwa pengertian dasar dari demokrasi berasal dari
istilah Yunani “demokratia” yang mana “demos” (rakyat) dan “kratos” (pemerintahan) sehingga
secara utuh bermakna pemerintahan oleh rakyat (government ruled by the people), yang menunjuk
pada bentuk-bentuk pemerintahan rakyat yang bersifat partisipatori baik langsung maupun
atas dasar perwakilan.
Menurut Jean Jacques Rousseau, pemerintah tidak mempunyai dasar kontraktuil.
Hanya organisasi politiklah yang dibentuk dengan kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan
organisasi itu dibentuk dan ditentukan oleh yang berdaulat dan merupakan wakil-wakilnya
(gecommiteerde). Yang berdaulatan adalah rakyat seluruhnya melalui kemauan umumnya,
kemauan umum inilah yang mutlak berdaulatan. Pemikiran Rousseau tersebut berangkat dari
suatu anggapan bahwa manusia dilahirkan bebas dan merdeka (men are borned free and equal),
yaitu suatu anggapan bahwa manusia dilahirkan suci dan diber kesempatan untuk
mengembangkan kepribadiannya dengan menggunakan kebebasannya tersebut.
Miftah Thoha menyatakan, hampir semua negara menyatakan dirinya demokratis.
Setiap orang tak terkecuali senantiasa menyatakan bahwa dirinya demokratis dan semua pihak
yang mengendalikan pemerintah juga menyatakan pihaknya sangat demokratis. Kenyataan
tersebut menjadi salah satu daya dorong munculnya euforia demokrasi di hampir semua
negara, dan bangsa bahkan individu-individu sekalipun. (Miftah Thoha, 2003; 93). Sri
Soemantri menyatakan bahwa sekarang ini tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak
berasaskan demokrasi. Meskipun arti yang diberikan kepada demokrasi tersebut tidak sama,
namun setiap negara akan selalu mengatakan bawah negaranya berdasarkan pada azas-azas
demokrasi. (Sri Soemantri , 1992; 42).
Menurut Sri Soemantri selama ini demokrasi diklasifikasi menjadi dua pengertian, yaitu;
materiil dan formiil. Secara materiil, demokrasi diartikan sebagai ideologi, pandangan hidup.
Dalam pengertian formiil, yaitu demokrasi dimaknai kedalam praktiknya. Secara materiil
demokrasi terbagi tiga kategori, yaitu pertama, didasarkan pada kemerdekaan, kedua,
didasarkan pada kemajuan di bidang ekonomi, dan, ketiga, didasarkan pada gabungan dari
yang pertama dan kedua secara simultan. Dalam arti formiil berwujud pada sistem
ketatanegaraan yang dianut masing-masing negara yang tidak selalu sama yakni ada sistem
pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan presidensil, sistem diktatorial, sistem
pemerintahan campuran, adanya negara kesatuan dan negara federal, adanya republik dan
negara kerajaan dan lain-lain sebagainya. (Sri Soemantri, 1981; 25).
Moh. Mahfud MD berpandangan bahwa sulit untuk mendefinisikan demokrasi, karena
di samping kata demokrasi dapat meliputi multi aspek, baik aspek pemerintahan, politik,
kemerdekaan, kesamaan, keadilan, sosial, ekonomi, budaya maupun hukum, juga disebabkan
pengertian demokrasi tersebut telah dan akan mengalami perkembangan. Oleh karena itu Moh.
Mahfud MD memandang demokrasi sebagai ambiguitas. Ambiguitas tersebut terletak pada
apakah demokrasi itu baik ataukah tidak dan bagaimana mengimplementasikan demokrasi.
( Moh. Mahfud MD , 1999; 48).
Dari segi pertumbuhan demokrasi Bagir Manan berpendapat bahwa demokrasi
merupakan suatu fenomena yang tumbuh, bukan suatu penciptaan. Oleh karena, itu praktik di
setiap negara tidak selalu sama. Walaupun demikian sebuah negara dapat dikatakan
demokrasi paling tidak memenuhi unsur-unsur yaitu: (Bagir Manan dan Kuntana Magnar,
1996; 58).
Teori dan konsepsi demokrasi lebih mengarah kepada penelusuran teori dan konpsepsi
demokrasi dalam kedudukannya sebagai sebuah corak pemerintahan. Pandangan ahli dan
kesepahaman tentang demokrasi menjadi acuan dari materi ini.
Menurut Mohammad Hatta demokrasi tidak saja mendidik orang bertanggungjawab
mengenai keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menanamkan perhatian
terhadap usaha-usaha publik. Setiap orang harus bersedia mencurahkan perhatian dan
tenaganya untuk membela kepentingan umum tanpa mengharapkan imbalan jasa. Kewajiban
membela kepentingan bersama, keselamatan dan kesejahteraan umum di dalam lingkungan
hidup yang besar dan kecil.
Sebagai perbandingan, menurut Juan J. Linz dan Alfred Stepan bahwa sejak 1974
terdapat 39 negara demokrasi (27,5 persen) dan semua negara, hingga 1995 dari 191 negara ada
117 menyatakan diri mereka sebagai negara demokrasi (51,3 persen), meskipun hanya 76 yaitu
39,8 persen yang memenuhi kriteria. Demokratisasi telah menyapu seluruh dunia dari Eropa
Selatan hingga Amerika Latin, negara-negara komunis dan sebagian besar Uni Soviet, serta
negara-negara Asia. Hal ini telah mengakibatkan semakin meningkatnya tekanan dari kalangan
elit, rakyat, dan masyarakat internasional untuk berlangsungnya transisi dari rezim non
demokratis menuju rezim demokratis. Jika semua negara, kelompok bahkan individu sekalipun
menganggap semua adalah demokratis atau berazaskan pada demokrasi, maka demokrasi itu
sendiri disamping universal sebagai milik semua bangsa, semua negara, semua kelompok, dan
individu, juga dapat ditafsirkan subjektif dan terbatas serta tergantung pada sejarah, nilai-nilai
budaya, ideologi, tujuan dan kepentingan yang melatarbelakanginya. (Bhenyamin Hoessein,
2000)
Menurut Magnis-Suseno (2000) ada beberapa ciri demokrasi yang beliau kumpulkan
dari beberapa pendapat para ahli antara lain:
a. ketaatan pada hukum
b. mayority rules
c. minority rights
d. pemilu
e. lembaga perwakilan
Pada periode ini sesungguhnya implementasi demokrasi baru terbatas pada interaksi
politik di parlemen dan pers berfungsi sebagai pendukung revolusi kemerdekaan.
Elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi dan
kondisi yang tidak memungkinkan. Sebab pemerintah harus memusatkan energinya
untuk bersama-sama dengan rakyat mempertahankan kemerdekaan dan menjaga
kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap terwujud
2. Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena
hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya pada
kehidupan politik di Indonesia yang ditandai dengan karakter utama:
a. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi
dalam proses politik yang berjalan;
b. Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisasi pada umumnya sangat tinggi;
c. Kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya
untuk berkembang secara maksimal. Hal itu dibuktikan dengan sistem banyak partai
(multy party sistem) sehingga pada saat itu ada sekitar 40 partai yang terbentuk;
d. Pemilu tahun 1955 dilaksanakan dengan prinsip demokrasi;
e. Hak-hak dasar masyarakat umum terlindungi.
1. Adanya hak dari rakyat untuk menggantikan atau menggeser penguasa. Ini
berhubungan dengan boleh tidaknya rakyat itu berevolusi terhadap penguasa;
2. Adanya faham bahwa yang berkuasa itu rakyat, atau paham kedaulatan rakyat di sini
bukan sebagai penjumlahan dari pada individu-individu, melainkan rakyat sebagai
suatu Gemeinschaft, yang sifatnya abstrak. (Sri Soemantri, op-cit).
Sri Soemantri1 menilai bahwa kadaulatan rakyat yang dianut oleh bangsa Indonesia
adalah berdasarkan Pancasila. Perjuangan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat di Indonesia,
masih memerlukan waktu, upaya, dan pikiran yang tidak sedikit. Tentang konsep “kemauan
rakyat” Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa demokrasi merupakan suatu pemerintahan
yang menempatkan rakyat sebagai unsur utama dalam negara sehingga baik dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan pemerintahan, rakyat seharusnya selalu
berperan aktif dan penentu yang utama. Oleh karena itu paham kedaulatan rakyat merupakan
sendi yang fundamental dalam negara demokrasi. Begitu pula halnya di Republik Indonesia
kadaulatan rakyat diatur di dalam UUD 1945. Kedaulatan rakyat yang terkandung dalam UUD
1945 adalah kombinasi antara yang berkembang di Barat dan tradisi budaya Indonesia di masa
lalu dan demokrasi politik (barat) dan demokrasi ekonomi (sosialis).