Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PENYAKIT DIABETES MELITUS

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek profesi ners

departemen keperawatan medikal bedah

Di Susun Oleh

ERNA YASIN

2007.1490.1294

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan
absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2019), atau Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari
insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2018).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Menurut PERKENI, 2011 seseorang dapat
didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik seperti poliuria,
polidipsi dan polifagia disertai dengan kadar gula darah sewaktu ³ 200 mg/dl
dan gula darah puasa ³ 126 mg/dl (Soelistijo et al., 2015). Terdapat 4 klasifikasi
diabetes mellitus berdasarkan patofisiologi yang mendasari, yaitu diabetes tipe
1, tipe 2, tipe lain dan diabetes melitus gestasional.
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk, 2017)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.

B. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkunganFaktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik

C. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. ambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)

D. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2019)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI).
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I.
Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI).
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan
kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih
dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan:
Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang terjadi pada wanita
hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

E. Patogenesis
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel
yang memproduksi insulin beta pankreas. Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau
antibodi sel anti islet dalam darah (Soelistijo et al., 2015). Kerusakan pankreas
menyebabkan penurunan sekresi insulin sehingga regulasi glukosa terganggu.
Selain hilangnya sekresi insulin, kerusakan akibat autoimun ini mengakibatkan
abnormalitas sel sel alpha pankreas dimana terjadi sekresi glukagon yang
berlebihan. Kedua hal ini menyebabkan kondisi hiperglikemia yang
berkepanjangan dan mulai terjadi gangguan metabolik (Suyono, 2016).
Pada diabetes melitus tipe 2, disebabkan oleh kekurangan insulin
namun tidak terjadi defisiensi absolut seperti diabetes mellitus tipe 1. Pada DM
tipe 2 terjadi defisiensi insulin relatif. Tubuh tidak mampu memproduksi insulin
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel
beta atau defisiensi insulin perifer (Soelistijo et al., 2015). Defisiensi insulin
relatif terjadi melalui dia mekanisme yaitu, gangguan sekresi insulin akibat
disfungsi sel beta pankreas dan gangguan kerja insulin pada tingkat sel akibat
kerusakan reseptor insulin (resistensi insulin) (Suyono, 2016). Beberapa
kondisimenjadi faktor risiko terjadinya DM tipe 2 seperti stress, gaya hidup
yang menetap, asupan gula yang berlebih, merokok, obesitas, konsumsi
alcohol, penuaan serta genetik berkontribusi dalam pathogenesis DM tipe 2.

F. Patofisiolog
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).

Skema patofisiologi DM tipe I dan DM tipe II

Diabetes Melitus

DM tipe I DM tipe II

Reaksi autoimun Usia, genetik, dll

Sel beta pancreas hancur Jumlah sel pankreas menurun

Definisi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis meningkat


meningkat

Fleksibelitas darah
menurun Pembatasan Penurunan BB
diet

Pelepasan O2
Intake tidak adekuat

Hipoksis perifer
Poliuri
Nyeri
Diabetes Melitus

G. Phatway

Kelainan genetik Gaya hidup stress Malnutrisi Obesitas Infeksi

Penyampaian Meningkatkan beban Penurunan Peningkatan Merusak


kelainan pancreas metabolic pancreas produk insulin kebutuhan insulin pancreas

Penurunan insulin (berakibat penyakit DM

Ketidakstabilan kadar
Penurunan fasilitas glukoasa dalam sel
gula darah

hipoglikemia Glukosa menumpuk di Sel tidak memperoleh nutrisi


darah

Starvasi seluler
Peningkatan kekanan osmolalitas plasma

Kelebihan ambang glukosa pada ginjal Pembongkaran glikogen, asam Pembongkaran protein dan
lemak, keton untuk energy asam amino

Diuresis osmotic
Penurunan Penumpukan Penurunan Penurunan
masa otot benda keton anti bodi perbaikan
Poliuria jaringan

Defisit Nutrisi Asidosis


Resiko
Defisit volume cairan Gangguan
infeksi
integritas
Pola nafas kulit/jaringa
tidak efektif n

Intoleransi
aktifitas
H. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus)
digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2017)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah
a. Hipoglikemia / Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan.
Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma
hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui
sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan
merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik
biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila
kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan
darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1. Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2. Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5
menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W
bergantung pada tingkat hipoglikemia
3. Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin
dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
4. Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi
pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab
kegagalan ketiga organ ini.
b. Sindrom Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HHNC/HONK)
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan
sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati
350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada
umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1,
elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium
bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema

IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam menggantikan air


yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan
Jam kedua dan 20-30 mEq/liter K+
jam berikutnya

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl


0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi
hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan
ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh
karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin
regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam
dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja
akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari
ekstraseluler keintraseluler.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner,vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta men
d. unjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.Rentan infeksi,
seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Untuk Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah ,
menurut Sujono & Sukarmin (2010) :

1. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM >
140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl
disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prondial < 140 mg/dl digunakan untuk skrining
bukan diagnostik.
3. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½
jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
5. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang
mempengaruhi absorbsi glukosa.
6. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan
menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang
berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2
jam dianggap sebagai hasil positif.
7. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3
bulan.
8. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa.
9. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat
digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian
diabetes

J. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1. Memperbaiki kesehatan umum penderita
2. Mengarahkan pada berat badan normal
3. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1. Jumlah sesuai kebutuhan
2. Jadwal diet ketat
3. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
a. jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
b. jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c. jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan
normal) dengan rumus :
a. Kurus (underweight) BBR < 90 %
b. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
c. Gemuk (overweight) BBR > 110%
d. Obesitas apabila BBR > 120%
e. Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
f. Obesitas sedang BBR 130% - 140%
g. Obesitas berat BBR 140% - 200%
h. Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah :
a. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
b. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah :
1. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
d. Obat
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada
pasien yang berat badannya sedikit lebih.
b. Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
i. Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
• Menghambat absorpsi karbohidrat
• Menghambat glukoneogenesis di hati
• Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
ii. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
• Biguanida pada tingkat pascareseptor:
mempunyai efek intraselluler
2. Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
3. DM kehamilan
4. DM dan gangguan faal hati yang berat
5. DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6. DM dan TBC paru akut
7. DM dan koma lain pada DM
8. DM operasi
9. DM patah tulang
10. DM dan underweight
11. DM dan penyakit Graves
b. Beberapa cara pemberian insulin
1. Suntikan insulin subkutan
2. Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain :
c. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari
donor hidup saudara kembar identik
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
DIABETES MELITUS

A. Pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi perjalanan penyakit yang dialami pasien saat ini, berapa lama
penyakit sudah dialami, gejala yang dialami selama menderita penyakit
saat ini dan perawatan yang sudah dijalani untuk mengobati penyakit saat
ini. Disamping itu apakah saat ini pasien memiliki pola hidup yang tidak
sehat seperti minum kopi, merokok, alkohol, sering konsumsi makanan
manis, dan keseharian dengan beban psikis
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi status kesehatan anggota keluarga yang lain, apakah ada
keluarga yang mengalami sakit serupa yaitu diabetes mellitus dengan
pasien saat ini, atau penyakit keturunan lainnya
5. Riwayat penyakit dahulu
Klien biasanya ada riwayat penyakit dahulu dan ada riwayat penyakit
menular seperti TBC, hepatitis, mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
gestasional, riwayat ISK berulang, penggunaan obat seperti (steroid,
tiazid, dilantin,penoborbital), riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat
berlebihan. Dan Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien
6. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
7. Riwayat lingkungan hidup
Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perjalanan penyakit yang
sebelumnya pernah dialami oleh pasien, sehingga dapat dijadikan acuan
dalam analisis sakit yang saat ini pasien alami dan dalam penentuan
pengobatan selanjutnya. Data yang dapat dikaji berupa penyakit yang
pernah diderita, riwayat alergi, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di Panti,
riwayat pemakaian obat. Apakah sewaktu sehat pasien memiliki kebiasaan
yang buruk misalnya merokok, minum kopi, alcohol, sering makan-
makanan yang manis atau makanan dengan kolesterol tinggi.
8. Riwayat psikologi
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit klien
9. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
10. Irkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
11. Integritas Ego
Stress, ansietas
12. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria) diare
13. Makanan / cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretic
14. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan
15. Nyeri/ kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang/berat)
16. Pernafasan
Batuk dengan/ tanpa sputum atau terganggu adanya infeksi atau tidak
17. Keamanan
Kulit kering, gatal dan ulkus kulit

b. Pemeriksaan Fisik
pemeriksaan fisik menurut Wijaya. (2013) berupa B1-B8 Yaitu:
1. B1 (Breathing )
B1 (Breathing): Yang dialami pasien dm pada saluran pernafasan
terkadang pada inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada retraksi alat bantu
nafas, terkadang ada yang membutuhkan alat bantu nafas oksigen pada
palpasi didapatkan data RR :kurang lebih 22 x/menit, vokal premitus antara
kanan dan kiri sama, susunan ruas tulang belakang normal. Pada
auskultasi tidak ditemukan suara nafas tambahan, suara nafas vesikuler,
mungkin terjadi pernafasann cepat dalam, frekuensi meningkat, nafas
berbau aseton.
2. B2 (Blood )
B2 (Blood) : Pada inspeksi penyembuhan luka yang lama. Pada palpasi
ictus cordis tidak teraba, nadi 84 x/menit, irama reguler,CRT dapat kembali
kurang dari 3 detik, pulsasi kuat lokasi radialis. Pada perkusi suara
dullnes/redup/pekak, bisa terjadi nyeri dada. Pada auskultasi bunyi jantung
normal dan mungkin tidak ada suara tambahan seperti gallop rhytme
ataupun murmur. (Wijaya, 2013)
3. B3 (Brain)
B3 ( Brain) : Kesadaran bisa baik atau menurun, pasien bisa pusing,
merasa kesemutan, mungkin tidak disorientasi, serng mengantuk, tidak
ada gangguan memori.
4. B4 (Bladder)
B4 (Bladder) : Pada inspeksi didapatkan bentuk kelamin normal,
kebersihan alat kelamin bersih, frekuensi berkemih normal atau tidak, bau,
warna, jumlah, dan tempat yang digunakan. Pasien menggunakan
terkadang terasang kateter dikarenakan adanya masalah ada saluran
kencing, seeperti poliuria, anuria, oliguria.
5. B5 (Bowel)
B5 (Bowel) : pada isnpeksi keadaan mulut mungkin kotor, mukosa bibir
kering atau lembab, lodak mungkin kotor, kebiasaan menggosok gigi
sebelum dan saat MRS, tenggorokan ada atau tidak ada kesu;itan
menelan, bisa terjadi mual, muntah, penurunan BB, polifagia, polidipsi.
Pada palpasi adakah nyeri abdomen, pada erkusi didaatkan bunti
thympani, pada auskultasi terdengar peristaltik usus. Kebiasaan BAB di
rumah dan saat MRS, bagaimana konsistensi, warna, bau, dan tempat
yang digunakan.
6. B6 (Bone)
B6 (Bone) : Pada inspeksi kulit tampak kotor, adakah luka, kulit atau
membran mukosa mungkin kering, ada edema, lokasi ukuran. Pada
palpasi kelembaanp kulit mungkin lembab, akral hangat, turgor kulit
hangat. Kekuatan otot dapat menurun, pergerakan sendi dan tungkai bisa
mengalami pada penurunan.ada perkusi adakah fraktur, dislokasi.
7. B7 (Pengindraan)
B7 ( Pengindraan) :Penglihatan kabur/ ganda, lensa mata keruh,
ketajaman mulai menurun. Hidung ketajaman penciuman normal, secret (-
/+). Telinga bentuknya normal, ketajaman pendengaran normal.
8. B8 (Endokrin )
B8 (Endokrin) : Adakah gangren, lokasi gangren, kedalaman, bentuk, ada
us, bau, terjadi polidisi, polifpagia, poliuria, terkadang terjadi penurunan
atau peningkatan pada BB.
B. Mengidentifikasi Tanda Gejala
1. Mengantuk
2. Pusing Cepat lelah dan lemah tiap waktu
3. Kehilangan berat badan yaqng tidak jelas penyebabnya
4. Sering kesemutan/ mati rasa pada ujung saraf di telapak tangan dan kaki
5. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
6. Apabila terluka atau tergores maupun korengan akan lambat
penyembuhannya
7. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
8. Mengeluh lapar yang berlebihan atau makan banyak (polyphagia)
9. Adanya peningkatan kadar gula dalam tubuh (bisa mencapai 160-180 mg/dl),
sehingga air seni penderita mengandung gula
10. Jumlah urin yang dikeluarkan lebih banyak (polyuria)
11. Sering merasa haus
12. Frekuensi urin meningkat/ kencing terus menerus (glysuria

C. Diagnosa yang Muncul


1. Ketidakstabilan kadar gula darah b/d kadar glukosa dalam darah/urin rendah
d.d mengantuk, pusing, haus dan mengeluh lapar
2. Intoleransi aktifitas b/d frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi
istirahat d.d mudah lelah dan merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
4. Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh d.d penurunan anti
bodi
5. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan dan / lapisan kulit d.d kulit
kering
D. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. SDKI = D.0027 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI = Manajemen Hiperglikemia (1.03115)
3x24 jam diharapkan kadar glukosa darah
Ketidakstabilan Observasi :
pasien meningkat dengan kriteria hasil:
kadar gula darah 1. Monitor TTV
Kestabilan Kadar Glukosa Darah: 2. Identifikasi kemungkinan penyebab
b/d kadar glukosa
L.03022. hiperglikemia
dalam darah/urin 3. Identifikasi situasi yang menyebabkan
rendah d.d kebutuhan insulin
No Indikator 1 2 3 4 5 4. Monitor kadar gula darah
mengantuk, 5. Mitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
1 Kesadaran 1 2 3 4 5 Poliuria, polidipsia, polifagia, kelemahan,
pusing, haus dan
malaise, pandangan kabur dan sakit
mengeluh lapar Keterangan penilaian : kepala )
6. Monitor intake output
1. Menurun 7. Monitor keton urin
2. Cukup Menurun Terapeutik :
3. Sedang
1. Berikan asupan cairan oral
4. Cukup Meningkat 2. Konsultasi dengan tim mmedis jika ada
5. Meningkat tanda gejala dan tetap memburuk
Edukasi :
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Anjurkan menghindari olahraga saat
1 Mengantuk 1 2 3 4 5 kadar glukosa darah lebih dari 250mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
2 Pusing secara mandiri
1 2 3 4 5
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
3 Lelah/lesu 1 2 3 4 5 4. Anjurkan pengelolaan diabetes
( penggunaan insulin, obat oral, monitor
4 Keluhan 1 2 3 4 5 asupan cairan penggantian karbohidrat
dan bantuan professional kesehatan )
lapar
Kolaborasi :
5 gemetar 1 2 3 4 5 1. Kolaborasi pemberian insulin
2. Kolaborasi pemberian cairan
6 Berkeringat 1 2 3 4 5 Kolaborasi pemberian kalium

7 Mulut 1 2 3 4 5
kering

8 Rasa haus 1 2 3 4 5

Keterangan penilaian :

1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

No Indikator 1 2 3 4 5

1 Kadar 1 2 3 4 5
glukosa
dalam
darah

2 Kadar 1 2 3 4 5
glukosa
dalam
urine

Keterangan penilaian :

1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

2. SDKI : D.0056 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI = Rehabilitasi Jantung (1.02081)

Intoleransi aktifitas 3x24 jam diharapkan aktivitas pasien Observasi


b/d frekuensi meningkat dengan kriteria hasil:
1. Monitor tingkat toleransi aktifitas
Toleransi Aktivitas: L.05047. 2. Periksa kontraindikasi latihan ( takikardi
jantung
120x/menit, TDS>180 mmhg, TDD>
meningkat >20% No Indikator 1 2 3 4 5 110mmhg, hipotensi ortostatik >20 mmhg,
dari kondisi angina, dispnea, gambaran EKG iskemia
1 Frekuensi 1 2 3 4 5 dd)
istirahat d.d 3. Lakukan skrining ansietas dan depresi
nadi
mudah lelah dan jika perlu
Terapeutik :
merasa tidak
nyaman setelah 2 Kemudahan 1 2 3 4 5 1. Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 1
dalam (Ipatient)
beraktifitas
2. Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 2
melakukan
( Otpatient)
aktivitas 3. Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 3
sehari-hari (Maintenance)
4. Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 4
3 Kecepatan 1 2 3 4 5 ( Long term)
berjalan Edukasi :

4 Jarak 1 2 3 4 5 1. Jelaskan rangkaian fase-fase rehabilitasi


jantung
berjalan
2. Anjurkan menjalani latihan sesuai
toleransi
5 Toleransi 1 2 3 4 5 3. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
dalam modifikasi faktor resiko ( latihan, diet,
menaiki berhenti merokok dan menurunkan berat
tangga badan dll)
4. Anjurkan pasien dan keluarga mematuhi
Keterangan penilaian : jadwal control kesehatan
Observasi :
1. Menurun Kolaborasi dengan dokter
2. Cukup Menurun
3. Sedang
4. Cukup Meningkat
5. Meningkat

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Keluhan 1 2 3 4 5
kelelahan

2 Dispnea 1 2 3 4 5
saat
aktivitas

3 Dispnea 1 2 3 4 5
setelah
aktivitas

4 Perasaan 1 2 3 4 5
lemah

5 sianosis 1 2 3 4 5

Keterangan penilaian :

1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Frekuensi 1 2 3 4 5
napas

2 Tekanan 1 2 3 4 5
darah

Keterangan penilaian :

1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

3. SDKI = D.0019. Setelah dilakukan tindakan keperawatan SLKI= Manajemen Nutrisi : I.03119
Defisit Nutrisi 3x24 jam diharapkan asupan nutrisi Observasi
berhubungan pasien membaik dengan kriteria hasil:
1. Monitor TTV
dengan Status Nutrisi: L.03030. 2. Lakukan penimbangan BB
ketidakmampuan 3. Identitikasi adanya alergi atau
No Indikator 1 2 3 4 5 intoleransi makanan yang dimiliki
mengabsorbsi pasien
nutrisi 1 Porsi makan 1 2 3 4 5 4. Monitor kalori dan asupan makanan
yang 5. Monitor kecenderuangan terjadinya
penurunan dan kenaikan berat badan
dihabiskan Terapeutik
2 Pengetahuan 1 2 3 4 5 1. Tentukan apa yang menjadi preferensi
tentang makanan bagi pasien
pilihan 2. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
makanan yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi
yang sehat
3. Berikan obat-obatan sebelum makan
( misalnya penghilang rasa sakit dan
3 Pengetahuan 1 2 3 4 5 antiemetic, jika perlu
tentang Edukasi
pilihan
minuman 1. Anjurkan pasien terkait dengan
kebutuhan diet untuk kondisi sakit
yang sehat
Kolaborasi
4 Pengetahuan 1 2 3 4 5 1. Berkolaborasi dengan ahli gizi
tentang
standar
asupan
nutrisi yang
tepat

Keterangan penilaian :

1. Menurun
2. Cukup Menurun
3. Sedang
4. Cukup Meningkat
5. Meningkat

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Perasaan 1 2 3 4 5
cepat
kenyang

2 Nyeri 1 2 3 4 5
abdomen

Keterangan penilaian :

1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

No Indikator 1 2 3 4 5

1 Berat 1 2 3 4 5
badan

2 Indeks 1 2 3 4 5
massa
tubuh
(IMT)

3 Frekuensi 1 2 3 4 5
makan
Keterangan penilaian :

1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

4. SDKI = D.0142 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI = Pencegahan infeksi ( 1.14539)
3x24 jam diharapkan tingkat infeksi pasien
Resiko infeksi b/d Observasi
menurun dengan kriteria hasil:
ketidakadekuatan 1. Monitor TTV
Tingkat Infeksi: L.14137. 2. Monitor tanda gejala infeksi local dan
pertahanan tubuh
sistemik
d.d penurunan anti No Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik :
bodi
1 Kebersihan 1 2 3 4 5 1. Batasi jumlah pengunjung
badan 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
Keterangan penilaian : 4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi infeksi
1. Menurun Edukasi :
2. Cukup Menurun
3. Sedang 1. Jelaskan tanda gejala infeksi
4. Cukup Meningkat 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
5. Meningkat benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
No Indikator 1 2 3 4 5 6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
1 Demam 1 2 3 4 5
Kolaborasi pemberian obat dan imunisasi
2 Kemerahan 1 2 3 4 5

3 Nyeri 1 2 3 4 5

4 Bengkak 1 2 3 4 5

5 Cairan 1 2 3 4 5
berbau
busuk

Keterangan penilaian :

1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

No Indikator 1 2 3 4 5

1 Kadar sel 1 2 3 4 5
darah putih
2 Kultur 1 2 3 4 5
darah

3 Kultur 1 2 3 4 5
urine

4 Kultur area 1 2 3 4 5
luka

Keterangan penilaian :

1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

5. SDKI = D.0129 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI = Perawatan Integritas Kulit (1.11353)
3x24 jam diharapkan keutuhan kulit pasien
Gangguan Observasi :
meningkat dengan kriteria hasil:
integritas kulit b/d 1. Monitor TTV
Intergritas Kulit dan Jaringan: L.14125. 2. Identifikasi penyebab gangguan integritas
kerusakan jaringan
kulit ( misalnya. Perubahan sirkulasi,
dan / lapisan kulit No Indikator 1 2 3 4 5 perubahan status nutrisi, penurunan
d.d kulit kering kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
1 Elastis 1 2 3 4 5 penurunan mobilitas)
Terapeutik :

1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


2 Hidrasi 1 2 3 4 5 2. Bersihkan perineal dengan air hangat
3. Gunakan produk berbahan petroleum atau
3 Perfusi 1 2 3 4 5 minyak pada kulit kering
4. Hindari produk berbahan dasar alcohol
jaringan
pada kulit kering
Edukasi :
Keterangan penilaian :
1. Anjurkan menggunakan pelembab ( lation
1. Menurun dan serum )
2. Cukup Menurun 2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Sedang 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Cukup Meningkat 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
5. Meningkat sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
No Indikator 1 2 3 4 5 6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
1 Kerusakan 1 2 3 4 5 Kolaborasi :
jaringan
Kolaborasi dengan tenaga medis
2 Kerusakan 1 2 3 4 5
lapisan
kulit

3 Nyeri 1 2 3 4 5

4 Perdarah 1 2 3 4 5

5 Kemerahan 1 2 3 4 5
6 Jaringan 1 2 3 4 5
parut

Keterangan penilaian :

1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

No Indikator 1 2 3 4 5

1 Suhu kulit 1 2 3 4 5

2 tekstur 1 2 3 4 5

Keterangan penilaian :

1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2016. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2018. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Rab, T. 2018. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-201 6. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai