MANAJEMEN KEUANGAN
Oleh:
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya kami mampu menyelesaikan paper tentang “Merger dan Akuisisi &
Restrukturisasi, Reorganisasi dan Likuidasi” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dengan adanya tugas pembuatan paper ini, kami berharap mampu memahami lebih dalam
lagi mengenai materi tersebut yang nantinya akan menjadi bekal kami saat terjun ke dunia
kerja. Semoga paper ini juga mampu menambah pengetahuan para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
iii
15.1 Merger dan Akuisisi
Pengertian Merger dan Akuisisi
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang
me-merger mengambil/membeli semua aset dan liabilitas perusahaan yang di-merger dengan
begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang
di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau
saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598). Definisi merger
yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam
hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan
pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah
merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo,
2001, p.640). Sedangkan akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan
dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada.
(Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598).
Pembagian akuisisi tersebut berbeda menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002.
Menurut mereka hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :
a. Merger atau konsolidasi
Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding
firm tetap berdiri dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan
kewajiban milik target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian
dari bidding firm. Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan
baru. Kedua perusahaan sama-sama menghilangkan keberadaan perusahaan secara
hukum dan menjadi bagian dari perusahaan baru itu, dan antara perusahaan yang di-
merger atau yang me-merger tidak dibedakan.
b. Acquisition of stock
Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan,
dapat dengan cara membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition
of stock dapat dilakukan dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan
terhadap perusahaan lain, dan pada beberapa kasus, penawaran diberikan langsung
kepada pemilik perusahaan yang menjual. Hal ini dapat disesuaikan dengan
melakukan tender offer. Tender offer adalah penawaran kepada publik untuk membeli
saham target firm, diajukan dari sebuah perusahaan langsung kepada pemilik
perusahaan lain.
c. Acquisition of assets
Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua
asetnya. Pada jenis ini, dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak
terdapat halangan dari pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat pada
acquisition of stock (p.817-818).
Sedangkan berdasarkan jenis perusahaan yang bergabung, merger atau akuisisi dapat
dibedakan :
a. Horizontal merger terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang
industri yang sama bergabung.
b. Vertical merger terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan supplier atau
customernya.
c. Congeneric merger terjadi ketika perusahaan dalam industri yang sama tetapi tidak
dalam garis bisnis yang sama dengan supplier atau customernya. Keuntungannya
adalah perusahaan dapat menggunakan penjualan dan distribusi yang sama.
d. Conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang tidak berhubungan bisnis
melakukan merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi resiko. (Gitman, 2003,
p.717).
Kelebihan Merger
Kekurangan Merger
Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada
persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan,sedangkan untuk
mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama. (Harianto dan Sudomo, 2001,
p.642)
Kelebihan Akuisisi
a. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang
saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm,
mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.
b. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung
dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer
sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.
c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan,
akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak
bersahabat (hostile takeover).
d. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan
mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada
halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi
(Harianto dan Sudomo, 2001, p.643-644).
Kekurangan Akuisisi
Misalkan PT A dapat membeli PT B dengan harga seperti saat ini dengan cara
menukar saham, dan diharapkan tidak terjadi sinergi. Bagaimana pengaruh merger dan
akuisisi terhadap kinerja perusahaan dilihar dari EPS, harga saham, PER, jumlah lembar
saham, laba setelah pajak dan nilai equity setelah akuisisi? Apa kesimpulan yang dapat
diperoleh?
Dengan demikian bisa dihitung EPS, harga saham, dan PER. Hasilnya disajikan dalam tabel
berikut ini:
Kita lihat bahwa harga saham PT A setelah akusisi tetap Rp 20.000, tapi EPS
dilaporkan lebih tinggi. Bila kita keliru memperhatikan jumlah EPS sebagai ukuran
keberhasilan akuisisi adalah kita akan mengatakan bahwa akuisisi adalah tidak baik bagi
pemegang saham PT A. Padahal sebenarnya kemakmuran pemegang saham PT A tidak
berubah. Hal ini yang disebut sebagai bootstrap effect.
1. Sell-off
Korporasi yang mempunyai unit kegiatan yang sangat beraneka ragam, mungkin
suatu ketika merasa bahwa diantara unit-unit tersebut ada yang tidak bekerja secara
ekonomis. Penyebabnya dapat beraneka ragam. Salah satunya adalah barangkali
tingkat kegiatannya terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapai economies of scale.
Penyebab lainnya mungkin karena bukan berada pada bisnis utama, korporasi
kemudian kurang memperhatikan unit tersebut.
2. Going Private
Beberapa perusahaan berpendapat bahwa go public dinilai membebani perusahaan
dan direksi. Mereka berpendapat bahwa biaya untuk listing di suatu bursa dirasa
terlalu berat. Keharusan memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan badan pengawas
pasar modal dirasa merepotkan dan memberatkan. Direksi kemudian cenderung
sangat memperhatikan kinerja keuangan triwulan depan, semester depan, atau paling
tahun depan, agar harga saham tidak turun. Dengan demikian perhatian akan laba
jangka panjang terabaikan.
3. Leverage buy-out
Untuk membeli kembali saham-saham yang semula dimiliki oleh para anggota
masyarakat, para direksi yang memutuskan akan go private mungkin terpaksa
menggunakan bantuan dana pihak ketiga. Apabila cara ini ditempuh, maka dilakukan
apa yang disebut dengan leverage buy-out. Ini berarti bahwa saham-saham tersebut
dibeli dengan uang pinjaman. Pinjaman tersebut dijamin oleh aktiva dan arus kas
perusahaan, sehingga setelah leverage buy-out, perusahaan akan mempunyai hutang
yang sangat besar.
1. Extension
Melalui perpanjangan, kreditor bersedia memperpanjang masa jatuh tempo
hutangnya. Sebagai contoh, hutang yang pada mulanya jatuh tempo dalam lima tahun,
sekarang diperpanjang menjadi sepuluh tahun.
2. Komposisi (Composition)
Komposisi dilakukan melalui perubahan nilai hutang lama. Sebagai contoh, hutang
lama sebesar Rp 100 diturunkan nilainya menjadi Rp 60. Meskipun nilai hutang turun,
kreditor masih bisa menerimanya karena nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai hutang jika perusahaan dilikuidasi.
3. Going Private
Perusahaan menarik diri untuk tidak terdaftar lagi di Pasar Modal, hal ini bisa
dilakukan dengan membeli saham-saham yang sudah dipublish (bisa dibeli oleh
direksi atau dengan teman-temannya).
4. Leverage buy out
Perusahaan menarik diri untuk tidak terdaftar lagi di Pasar Modal (going private) yang
dilakukan dengan menggunakan dana pihak ketiga.
Reorganisasi
Dalam situasi ekonomi dan bisnis yang tidak menggembirakan, perusahaan sering terpaksa
harus bertahan dengan apa yang telah ada, atau “memperkecil diri”, agar tidak mengalami
kesulitan makin parah. Reorganisasi dalam aspek financial dilakukan untuk memperkecil
beban financial yang tetap sifatnya. Dengan demikian asumsinya adalah bahwa perusahaan
masih mempunyai kemampuan operasional yang baik. Ini berarti bahwa kegiatan operasi
masih mampu menutup biaya-biaya operasi. Dalam melakukan reorganisasi financial, ada
beberapa langkah yang harus ditempuh yaitu menaksir nilai perusahaan, menentukan struktur
modal yang baru.
Likuidasi
Likuidasi ditempuh apabila para kreditur berpendapat bahwa prospek perusahaan tidak lagi
menguntungkan. Kalaupun ditambah modal, atau merubah kredit menjadi penyertaan, tidak
terlihat membaiknya kondisi perusahaan. Dalam keadaan seperti ini para kreditur mungkin
lebih menyukai untuk meminta perusahaan dilikuidir.
Likuidasi sendiri bisa dilihat dari pendekatan aliran kas dan pendekatan stock. Dengan
pendekatan stock, perusahaan bisa dinyatakan likuidasi jika total kewajiban lebih besar dari
total aktiva. Jika perusahaan mempunyai hutang Rp 1 milyar, sedangkan total asetnya hanya
Rp 500 juta, maka persuahaan tersebut sudah bisa dinyatakan likuidasi/bangkrut. Dengan
pendekatan aliran kas, perusahaan akan bangkrut jika tidak bisa menghasilkan aliran kas yang
cukup. Dari sudut pandang stock, perusahaan bisa dinyatakan likuidasi/bangkrut meskipun
mungkin masih menghasilkan aliran kas yang cukup, atau mempunyai prospek yang baik di
masa mendatang.
Ada dua alasan secara teoritis yang mendorong perusahaan menggunakan jalur formal, yaitu
permasalahan Common Pool, dan Hold Out.
1. Common Pool
Misalkan suatu perusahaan mempunyai nilai hutang nominal sebesar total Rp 20
milyar, yang berasal dari 10 kreditor dengan besar masing-masing adalah sama (Rp
2milyar). Nilai pasar perusahaan tersebut jika bertahan adalah Rp 15milyar. Jika
dilikuidasi, asset perusahaan bisa dijual menghasilkan kas sebesar Rp 10milyar.
Misalkan kondisi perusahaan memburuk sehingga tidak bisa membayar salah satu
hutangnya, maka kreditor tersebut bisa menuntut agar perusahaan dibangkrutkan.
2. Hold-Out
Misalkan pada contoh di atas perusahaan berhasil meyakinkan kreditor agar dilakukan
restrukturisasi. Hutang yang lama (yang besarnya Rp 2 milyar untuk setiap kreditor),
diganti dengan hutang baru yang nilainya lebih rendah, missal Rp 1,4 milyar untuk
setiap kreditor. Jika kreditor menyetujui usulan tersebut, total hutang menjadi Rp
14milyar. Karena nilai perusahaan jika jalan terus adalah Rp 15 milyar, maka
pemegang saham memperoleh sisa sebesar Rp 1 milyar. Perusahaan dengan demikian
tidak perlu dilikuidasi, tetapi masih bisa berjalan terus. Kreditor secara keseluruhan
juga diuntungkan (dibandingkan jika bangkrut), karena nilai Rp 14milyar lebih besar
dibandingkan dengan Rp 10milyar (jika dibangkrutkan dan dilikuidasi).
DAFTAR PUSTAKA
Merger dan Akuisisi : Pengertian, jenis, Alasan, Kelebihan dan Kekurangan Merger
dan Akuisisi (jurnal-sdm.blogspot.com)
https://pajaksolusi.blogspot.com/2013/06/restrukturisasi-reorganisasi-dan.html