Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

JIWA PADA PASIEN DENGAN MASALAH


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI

OLEH :

NI KOMANG AYU WIDYASARI


NIM : 209012578
KELAS : B12.A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

A. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-
betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Direja, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera
seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia, 2011).

2. Rentang Respon

Adaptif Mal Adaptif

Pikiran logis Kadang-kadang Waham


Persepsi akurat proses pikir Halusinasi
Emosi konsisten terganggu Kerusakan proses
dengan pengalaman Ilusi emosi
Perilaku cocok Emosi berlebihan Perilaku tidak
Hubungan sosial Perilaku yang tidak terorganisasi
harmonis biasa Isolasi sosial
Menarik diri

Keterangan:
a. Respon adaptif
1) Pikiran logis yaitu pandangan yang mengarah pada kenyataan

2
2) Persepsi akurat yaitu pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten adalah pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon psikososial
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi
(objek nyata) karena rangsangan panca indera
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa yaitu sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain
c. Respon maladaptif
1) Waham adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir yaitu suatu yang tidak teratur
5) Isolasi social yaitu kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.

3. Etiologi
Faktor penyebab halusinasi (Yosep, 2009) yaitu:
1) Predisposisi
a) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres.
b) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang

3
dapat bersifat halusiogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetytranferase
(DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan
dopamin.
d) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak tanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini.

2) Faktor Presipitasi
a) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 dalam Iyus Yoseph (2009)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan
seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima simensi yaitu :
(1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
(2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hinnga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
(3)Dimensi Intelektual

4
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namu merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua prilaku klien.
(4)Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga
diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karna itu,
aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
(5)Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk mengucilkan dirinya. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia
sering tidur larut malam dan bangun saat siang. Saat terbangun terasa hampa
dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memakai takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.

4. Tanda dan gejala


Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurt Direja, 2011 sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.

5
b. Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang
tidak jelas.
Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kortoon,
melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penghidungan
Data Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, menutup
hidung.
Data Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi Pengecapan
Data Objektif : Sering meludah, muntah.
Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Data Objektif :Menggaruk- garuk permukaan kulit.
Data Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa tersengat
listrik.

5. Jenis-jenis
Menurut Kusumawati & Hartono (2011) membagi halusinasi menjadi 10 jenis,
antara lain sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran (auditory-hearing voices or sounds)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang
tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat
yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditunjukkan pada penderita sehingga tidak
jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut. Suara tersebut
dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat bahkan mungkin datang dari tiap bagian
tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat
pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang menakutkan dan
kadang-kadang mendesak atau memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh
atau merusak.
b. Halusinasi Penglihatan (visual-seeing persons or thinks)

6
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering
muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat
gambaran-gambaran yang mengerikan.
c. Halusinasi Penciuman (olfaktory-smelling odors)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan
tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan
sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi Pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman
penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari
halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi Raba (taktile-feeling bodily sensation)
Merasa diraba , disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak di bawah
kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f. Halusinasi kinestetik
Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruangan, atau anggota badannya
bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “phantomlimb”).
g. Halusinasi visceral
Perasaan tertentu timbul di dalam tubuhnya.
h. Halusinasi hipnagogik :
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum tertidur persepsi
sensorik berkerja salah.
i. Halusinasi hipnopompik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum terbangun sama
sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam
impian yang normal.
j. Halusinasi histerik
Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.

6. Fase-fase halusinasi
Halusinasi berkembang menjadi empat fase, yaitu sebagai berikut (Yoseph, 2011) :
a. Fase pertama : Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi . pada fase ini klien merasa
banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain
bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih,

7
masalah di kampus, PHK di tempat kerja penyakit, utang, nilai di kampus, drop
out dan sebagainya. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap
lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
b. Fase kedua : Comforting
Disebut juga fase comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap ini
masuk dalam golongan nonpsikotik. Pasien mengalami emosi yang berlanjut
seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan
mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan
bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia control bila kecemasannya
diatur, dalam tahp ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya.
c. Fase ketiga : Condemning
Disebut denga fase condemming atau anisietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Pengalaman sensori klien menjadi
sering datang dan mengalami bias. Klien mulai tidak mampu lagi mengontrolnya
dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan
klien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
d. Fase keempat : Controlling
Adalah fase controling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Klien mencoba melawan suara-
suara atau sensory abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila
halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan Psychotic.
e. Fase kelima : Conquering
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai
merasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi
dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
a. Penatalaksanaan Medis

8
1) Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya
diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
a) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut
biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi
biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5
mg atau 3x5 mg.
b) Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya
diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi
sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep,
2011).
2) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang
pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi
kejang listrik 4-5 joule/detik.
3) Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama
(Maramis, 2005).

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi yaitu
( Keliat, 2010):
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus
dalam kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus
yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini
merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang
menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya

9
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan
halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.

2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori


Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi
reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan
secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta
menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik,
seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai
sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai
stimulus.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Dalam keperawatan, pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif
secara sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan keperawatan bagi
individu, keluarga dan komunitas (Damaiyanti, 2012).
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medik
1) Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai
berikut :
a) Data Objektif
Ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi
atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

10
b) Data Subjektif
Ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini
diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang
langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang di
ambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.
2) Menurut Damaiyanti, (2012) adapun format atau data fokus pada pengkajian klien
dengan gangguan pesepsi sensori : halusinasi :
a) Jenis halusinasi
b) Isi halusinasi
c) Waktu halusinasi
d) Frekuensi halusinasi
e) Situasi halusinasi
f) Respon klien

Pohon Masalah
Pohon masalah adalah tehnik atau diagram untuk mengidentifikasi masalah

dalam situasi tergantung dengan mengedepankan hubungan sebab akibat (Fitria,

2011).

Risiko tinggi
Akibat perilaku kekerasan

Masalah
Perubahan persepsi Defisit Perawatan
sensori : halusinasi Diri
Utama

Kerusakan interaksi
Penyebab sosial

Harga diri rendah


kronis

11
Keterangan :

: Masalah Utama (core problem)

: hubungan sebab akibat

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan dari pohon masalah diatas dapat ditegakkan diagnosa keperawatan


sesuai prioritas masalah pada klien dengan halusinasi menurut Fitria, (2011 ) yaitu :
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan.
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
c. Kerusakan interaksi sosial.
d. Harga diri rendah kronis
e. Defisit perawatan diri

Prioritas Diagnosa:
a. Resiko tinggi melakukan kekerasan.
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
c. Kerusakan interaksi sosial.
d. Harga diri rendah kronis
e. Defisit perawatan diri

12
3. Rencana Keperawatan
Hari/Tgl/ Diagnosa Perencanaan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Jam Keperawatan
Gangguan persepsi TUM : Setelah diberikan asuhan 1. Sapa klien dengan nama Hubungan saling percaya
sensori : Klien dapat mengontrol keperawatan selama 15 baik verbal maupun non merupakan dasar untuk
Halusinasi halusinasi yang dialaminya. menit dengan 1 kali verbal kelancaran hubungan
TUK 1 : pertemuan pasien 2. Perkenalkan diri dengan interaksi selanjutnya
Pasien dapat membina diharapkan: sopan
hubungan saling percaya Kriteria Evaluasi : 3. Tanyakan nama lengkap
1. Ekspresi wajah klien dan nama panggilan
bersahabat yang disukai klien
2. Menunjukan rasa senang 4. Jelaskan tujuan pertemuan
3. Ada kontak mata 5. Jujur dan menepati janji
4. Mau berjabat tangan, 6. Tunjukan sikap empati dan
mau menyebut nama, menerima klien apa adanya
mau menjawab salam 7. Berikan perhatian kepada
5. Mau duduk klien
berdampingan dengan
perawat
6. Mau mengutarakan
masalah yang dihadapi.
TUK 2 : Setelah diberikan asuhan 1. Adakah kontak sering dan 1. Kontak sering tapi

13
Klien mengenal keperawatan selama 15 singkat secara bertahap singkat selain
halusinasinya menit dengan 1 kali membina hubungan
pertemuan pasien saling percaya, juga
diharapkan: dapat memutuskan
Kriteria Evaluasi : halusinasi
1. Klien dapat 2. Observasi tingkah laku klien 2. Mengenal perilaku
menyebutkan waktu, terkait dengan halusinasinya; pada saat halusinasi
isi, frekuensi timbulnya bicara dan tertawa terhadap timbul memudahkan
halusinasi stimulus, memandang ke kiri perawat dalam
2. Klien dapat atau ke kanan atau ke dean melakukan intervensi
mengungkapkan peran seolah-olah ada teman bicara
terhadap halusinasi. 3. Bantu klien mengenal 3. Mengenal halusinasi
halusinasinya. memungkinkan klien
untuk menghindarkan
factor pencetus
timbulnya halusinasi
4. Diskusikan dengan klien 4. Dengan mengetahui
situasi yang menimbulkan waktu, isi, dan
atau tidak menimbulkan frekuensi munculnya
halusinasi , waktu dan halusinasi
frekuensi terjadinya mempermudah
halusinasi tindakan keperawatan

14
klien yang akan
dilakukan perawat.
5. Diskusikan dengan klien apa 5. Untuk
yang dirasakan jika terjadi mengidentifikasi
halusinasi, beri kesempatan pengaruh halusinasi
mengungkapkan perasaannya klien

TUK 3 : Klien dapat Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi bersama klien 1. Upaya untuk
mengontrol halusinasinya keperawatan selama 15 cara tindakan yang memutuskan
menit dengan 1 kali dilakukan jika terjadi halusinasi sehingga
pertemuan pasien halusinasi tidak berlanjut.
diharapkan : 2. Diskusikan manfaat cara 2. Reinforcement positif
Kriteria Hasil : yang akan dilakukan klien, akan meningkatkan
1. Klien dapat jika bermanfaat beri pujian. harga diri klien.
menyebutkan tindakan 3. Diskusikan cara baru untuk 3. Memberikan
yang biasa dilakukan memutus atau mengontrol alternative pilihan
untuk mengendalikan halusinansi : bagi klien mengontrol
halusinasinya. a. Katakan “ Saya tidak mau halusinasi
2. Klien dapat dengar kamu” ( pada saat
menyebutkan cara baru halusinasi terjadi )
3. Klien dapat memilih b. Menemui orang lain untuk
cara mengatasi bercakap-cakap atau

15
mengatakan halusinasi yang
terdengar
c. Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari agar halusinasi
halusinasi seperti yang tidak muncul
telah didiskusikan d. Minta keluarga/ teman/
dengan klien. perawat jika nampak bicara
sendiri.
e. Bantu klien memilih dan
melatih cara memutuskan
halusinasi secara bertahap.
TUK 4 : Klien dapat Setelah diberikan asuhan 1. Diskusikan dengan keluarga 1.
dukungan dari keluarga keperawatan selama 15 a. Gejala halusinasi yang pengetahuan keluarga
dalam mengontrol halusinasi menit dengan 1 kali dialami klien dan meningkatkan
pertemuan pasien b. Cara yang dapat kemampuan
diharapkan : dilakukan klien dan pengetahuan tentang
Kriterian Hasil : keluarga untuk memutus halusinasi
Keluarga dapat halusinasi
menyebutkan pengertian, c. Cara merawat anggota
tanda dan kegiatan untuk keluarga untuk memutus
mengendalikan halusinasi halusinasi di rumah, beri
kegiatan, jangan biarkan

16
sendiri, makan bersama,
berpergian bersama.
d. Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan
halusinasi terkontrol dan
risiko mencederai orang
lain.
TUK 5: Setelah diberikan asuhan 1. Diskusikan dengan klien 1. Dengan menyebutkan
Klien dapat memanfaatkan keperawatan selama 15 dan keluaraga tentang dosis, frekuensi dan
obat dengan benar menit dengan 1 kali dosis, frekuensi, manfaat manfaat obat.
pertemuan pasien obat
diharapkan: 2. Anjurkan klien minta 2. Diharapkan klien
Kriteria Evaluasi : sendiri obat pada perawat melaksanakan
1. Klien dapat dan merasakan program pengobatan.
menyebutkan manfaat, manfaatnya
dosis, dan efek 3. Anjurkan klien bicara
samping obat dengan dokter tentang 3. Menilai kemampuan
1. Klien dapat manfaat dan efek samping klien dalam
mendemonstrasikan obat yang dirasakan pengobatannya
penggunaan obat 4. Diskusikan akibat berhenti sendiri.
secara benar minum obat tanpa 4. Dengan mengetahui

17
2. Klien dapat informasi konsultasi efek samping obat
tentang efek samping 5. Bantu klien menggunakan klien akan tahu apa
obat obat dengan prinsip benar yang harus dilakukan
3. Klien dapat setelah minum obat
memahami akibat 5. Dengan mengetahui
berhenti minum obat prinsip penggunaan
Klien dapat menyebutkan obat, maka
prinsip 5 benar penggunaan kemandirian klien
obat untuk pengobatan
dapat ditingkatkan
secara bertahap.

18
4. Implementasi
SP PASIEN SP KELUARGA
SP1 : SP 1:
a. Bina hubungan saling percaya dengan a. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
mengungkapkan prinsip komunikasi pasien.
- Sapa klien dengan ramah b. Jelaskan tentang halusinasi :
- Perkenalkan diri dengan sopan - Pengertian halusinasi.
- Jelaskan tujuan pertemuan - Jenis halusinasi yang dialami pasien.
- Jujur dan menepati janji - Tanda dan gejala halusinasi.
b. Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, - Cara merawat pasien halusinasi (cara
waktu terjadinya, frekuensi, situasi berkomunikasi, pemberian obat &
pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi. pemberian aktivitas kepada pasien).
c. Latih mengontrol halusinasi dengan cara - Sumber-sumber pelayanan kesehatan
menghardik. yang bisa dijangkau.
Tahapan tindakannya meliputi : - Bermain peran cara merawat.
- Jelaskan cara menghardik halusinasi. - Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
- Peragakan cara menghardik keluarga untuk merawat pasien
- Minta pasien memperagakan ulang.
- Pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2: SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1).
b. Latih berbicara / bercakap dengan orang b. Latih keluarga merawat pasien.
lain saat halusinasi  muncul c. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien merawat pasien
SP 3: SP 3
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2). a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)
b. Latih kegiatan agar halusinasi tidak b. Latih keluarga merawat pasien.
muncul. c. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
Tahapannya : merawat pasien
- Jelaskan pentingnya aktivitas yang
teratur untuk mengatasi halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien.

19
- Latih pasien melakukan aktivitas.
- Susun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih (dari bangun pagi sampai tidur
malam)
a. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan penguatan terhadap perilaku
pasien yang (+)
SP 4: SP 4
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2 & 3) a. Evaluasi kemampuan keluarga.
b. Tanyakan program pengobatan. b.   Evaluasi kemampuan pasien.
c. Jelaskan pentingnya penggunaan obat c. RTL Keluarga:
pada gangguan jiwa - Follow Up
d. Jelaskan akibat bila tidak digunakan - Rujukan
sesuai program
e. Jelaskan akibat bila putus obat.
f. Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat.
g. Jelaskan pengobatan (5B).
h. Latih pasien minum obat
a. Masukkan dalam jadwal harian pasien

20
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau pormatif yang
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum
yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Menurut Damaiyanti (2012), evaluasi dilakukan sesuai TUK pada perubahan
persepsi sensori : halusinasi yaitu :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenali halusinasinya
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya
d. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mrngontrol halusinasi
e. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

21
DAFTAR PUSTAKA

Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika


Aditama
Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha Medika

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba
Medika.

Keliat, B. A., 2004, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.

Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Selemba
Medika

Maramis F. Willy., 2005, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya : Airlangga University Press. .

Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Tim Pengembangan MPKP RSJ Provinsi Bali. 2009. Pedoman Manajemen Asuhan
Keperawatan (7 Masalah Utama Keperawatan Jiwa). Bangli.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info
Medika.

Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Yosep, I., 2009, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama

22

Anda mungkin juga menyukai