Anda di halaman 1dari 7

Analisis Dampak COVID-19 Terhadap Nilai Tukar Rupiah/Dollar

Abstrak
Kasus Covid-19 muncul pertama kali di Wuhan Cina pada akhir tahun 2019 dan
menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Wabah ini menyebabkan
kekhawatiran baik di kalangan masyarakat, pemerintah, maupun dunia usaha.
Respon masyarakat dan pemerintah dalam melakukan upaya-upaya pencegahan
yaitu social distancing dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) di berbagai daerah di Indonesia menimbulkan roda perputaran ekonomi
melambat. Penyebaran wabah Covid-19 yang sangat cepat di Indonesia
memberikan pengaruh yang besar pada sektor ekonomi khususnya pasar keuangan
di Indonesia. Ketidakpastian pasar keuangan yang tinggi tercermin dari volatilitas
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Beberapa faktor eksternal ekonomi
lainnya yang juga memberi dampak terhadap IHSG yaitu nilai tukar rupiah dan
indeks saham luar negeri. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh covid-
19, nilai tukar rupiah, indeks komposit Shanghai atau SSE (SSEC), indeks
komposit New York atau NYSE (NYA) terhadap pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Pengumpulan data sekunder penelitian diperoleh dari data
harian periode Maret – November 2020. Metode analisis data yang digunakan
adalah statistik deskriptif, analisis regresi linier berganda, uji asumsi klasik dan uji
hipotesis menggunakan Uji F dan Uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah kasus covid-19 di Indonesia, nilai tukar rupiah, indeks komposit Shanghai
atau SSE (SSEC), indeks komposit New York atau NYSE (NYA) baik secara
simultan maupun parsial mempunyai pengaruh terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan Indonesia (IHSG).

Pendahuluan
Kasus Covid-19 muncul pertama kali di Wuhan, Cina, pada akhir tahun
2019. Penyebaran pandemi virus ini begitu cepat dari manusia ke manusia, dari
satu Negara ke Negara lain, sehingga menyebar ke seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Masuknya kasus wabah covid-19 ke Indonesia, diberitakan pada 2
Maret 2020. Penyebaran wabah Covid-19 yang sangat cepat di Indonesia mampu
memberikan pengaruh yang besar bagi ekonomi Indonesia. Wabah Covid-19 ini
memberikan kekhawatiran dan menimbulkan kepanikan baik di kalangan
masyarakat, pemerintah, maupun dunia usaha. Respon masyarakat dan pemerintah
yang melakukan upayaupaya pencegahan, diantaranya yaitu social distancing,
penutupan beberapa sekolah, work from home khususnya bagi pekerja sektor
formal, penundaan dan pembatalan berbagai kegiatan pemerintah dan swasta,
pemberhentian beberapa transportasi umum, pemberlakuan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah di Indonesia, dan larangan mudik,
yang menimbulkan roda perputaran ekonomi melambat.
Per 8 Mei 2020, jumlah kasus tertular di AS, Spanyol, Italia, Ingris,
Rusia, Perancis, Jerman, Brazil, Turki dan Iran telah melampaui Cina sebagai
episentrum awal. Sementara dalam jumlah kematian, ada enam negara yang
melebihi Cina, yaitu: AS, Italia, Spanyol, Perancis, Inggris, Jerman, Iran dan
Belgia. Sementara jumlah korban di Belanda dan Kanada juga mulai mendekati
Cina (Worldometter, 8 April 2020). Untuk mencegah, atau setidaknya menekan,
laju penularan sejumlah negara utama terdampak telah melakukan upaya
lockdown, karantina wilayah, hingga pembatasan sosial skala besar. (PSBB).
Sejumlah penerbangan dihentikan pada banyak negara. Tranportasi darat dan
laut juga dibatasi. Sejumlah industry berhenti berproduksi.
Pergarakan manusia juga dicegah antar negara, antar provisi, antar wilayah
kabupaten dan kota terdampak. Kondisi ini membuat aktivitas ekonomi ikut
terdampak. IMF dan Bank dunia memprediksi pandemic Covid-19 telah memicu
resesi ekonomi global. Sejumlah kalangan pakar memperkirakan dampaknya
setara atau lebih buruk dari kondisi great depression pada periode 1920-1930
(BBC, 16 April 2020). BI dan Menteri Keuangan RI ikut berpandangan
bahwa masa depan ekonomi Indonesia juga suram. Setidaknya sampai awal
tahun 2021. Perttumbuhan ekonomi tertekan sampai minus pada tahun 2020 ini
(Sri Mulyani, 2020).
Fundamental ekonomi suatu negara sangat penting untuk menjaga
kestabilan perekonomian negara tersebut. Ibrahim, Direktur PT TRFX Garuda,
menuturkan bahwa kepanikan pasar diduga merupakan indikator utama
pelemahan nilai tukar rupiah. Perry sebagai Direktur Bank Indonesia menyatakan
kondisi depresiasi nilai tukar di Indonesia dialami negara lain bahkan pasar global
secara keseluruhan dan penyebabnya tidak jauh-jauh dari sentimen penyebaran
virus corona sehingga investor mengalami ketidakpastian sangat tinggi yang
mempengaruhi rupiah (Kencana, 2020). Mengamati pergerakan nilai tukar rupiah
yang mengalami fluktuasi sampai pada 17 April 2020, banyak asumsi dan
pemikiran dari berbagai pihak yang mengatasnamakan organisasi maupun
individu membuka perdebatan menarik, apakah pengaruh sentimen masyarakat
saat ini mempengaruhi pergerakan perekonomian secara signifikan, khususnya
dilihat pada nilai tukar rupiah.
Kurs rupiah masih cenderung stabil beberapa hari setelah pengumuman
pandemi, namun pada pertengahan Maret mulai terjadi lonjakan kurs hingga
puncaknya 23 Maret 2020 kurs jual rupiah mencapai Rp16.691,04. Pada hari-hari
berikutnya kurs rupiah mengalami penguatan kembali, namun kembali mengalami
penurunan mencapai Rp16.824,71. Kurs jual rupiah hingga Mei bernilai
Rp15.580,52 terhadap dolar AS. Meskipun mengalami fluktuasi, nilai tukar rupiah
masih jauh dari posisi stabil seperti pada sebelum pandemi covid-19 yaitu senilai
Rp13.947,91 per 17 Februari 2020.

Permasalahan
Apakah efek sentimen masyarakat selama pandemi covid-19 mampu menggiring
nilai tukar rupiah pada situasi pandemi covid-19 saat ini dan seberapa signifikan
pengaruhnya jika sentimen mampu menggiring posisi kurs rupiah terhadap USD.
Lebih jauh lagi, peneliti menganalisis secara kualitatif berdasar pada opini
masyarakat untuk memroyeksikan kondisi perekonomian Indonesia pasca
pandemi covid-19. Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan gambaran
kepada khususnya pemerintah untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang tepat
dalam rangka menjaga sentimen di masyarakat.

Pembahasan
Pandemi Covid-19 Global
Wabah Covid-19 bermulai dari Wuhan, Cina. Pada 31 Desember 2019,
WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui
etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari
2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya
tersebut sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada
tanggal 30 Januari 2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health Emergency of
International Concern (KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlah kasus COVID-
19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara. (CDC,
2020). Sampai dengan tanggal 8 Mei 2020, Worldometer melaporkan total
kasus konfirmasi lebih 4,09 juta kasus dan 276 ribu kematian (CFR 6,9%)
dimana kasus dilaporkan di 212 negara/wilayah. Episentrum utama dunia AS,
Spanyol, Italia,
Perancis, Jerman, Inggris, Iran, Turki, Cina, Rusia, Brazil, dan Belgia.
Diantara kasus tersebut, sudah ada ribuan petugas kesehatan yang
dilaporkan terinfeksi dan meninggal. Per 30 April, Pandemi Covid-19
kembali menunjukkan peredaan dalam pertumbuhan kematian. Sementara
dalam pertumbuhan kasus kembali meningkat.
Jumlah negara terdampak juga bertambah daro 210 menjadi 2012
negara. Sumber-sumber informasi yang dihimpun Worldometer sampai Jumat
(1/5) pagi melaporkan secara global terakumulai 3.303.850 kasus dan 233.813
kematian. Jumlah kasus harian bertambah 81.678 ke 85.2721 kasus. Jadi dalam
kasus Covid-19 ada pertumbuhan 3.594 kasus baru per hari. Sementara angka
kematian harian kembali turun dari 6.593 ke 5.793 orang. Tingkat penurunan
kematian sekitar 800 orang per hari. Statistik Worldometer menunjukkan
peningkatan kasus signifikans terjadi di AS, Inggris, Rusia, Jepang, Chili,
Ceko, Ghana, Portugal, Peru, Perancis, Qatar, Maldiva, Kazakhstan, Belgia,
Belanda, Panama, Afganistan, Swedia, Indonesia, Ukraina dan Dominika.
Sementara penurunan kasus terjadi signifikans di Spanyol, Belarus,
Bamglades, Brazil, Turki, Italia, Polandia, Tanzania, Mexico, Singapura,
Ekuador, Jerman, Nigeria, Rumania, Bosnia, Iran, Kolombia, Finlandia, Oman,
Afsel, Arhentina, Aljazair dan Malaysia.

Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)


Nilai tukar mata uang suatu negara merupakan salah satu faktor pengukur
yang mampu menggambarkan kondisi perekonomian suatu negara. Menurut
Sukirno (2016), kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga
atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain.
Nilai tukar mata uang asing didefinisikan sebagai nilai satu mata uang negara
dengan mata uang negara lainnya (Umar & Sun, 2016). Kurs valuta asing dapat
juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu
banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing.
Kurs dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mana salah satu faktornya yaitu
sentimen investor khususnya, dan sentimen masyarakat pada umumnya.
Issam dan Victor Murende (1997) menghasilkan bahwa antara terdapat
hubungan positip dan searah nilai tukar dan harga saham di pasar keuangan India,
Korea, Pakistan, dan penelitian yang dilakukan Türsoy & Günsel (2008)
bahwa pada pasar saham Istambul periode Februari 2001 sampai
September 2005 dinyatakan bahwa terdapat hubungan positip antara nilai tukar
dan pasar saham industri makanan . Begitu juga menunjukkan persamaan
penelitian yang dilakukan pada negara maju seperti yang dilakukan pada
saham saham Amerika menunjukkan bahwa nilai tukar berpengaruh positif
terhadap harga saham (Shuming,2018), demikian juga di pasar saham
Australia menunjukkan pengaruh positip (Khoo,1994) begitu juga pada
pasar Selandia Baru menunjukkan bahwa salah satu faktor makro yang
membentuk harga saham adalah nilai tukar dan pengaruhnya positif (Gan et
al.,2006).
Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian teori APT yaitu bahwa
faktor makroekonomi dapat mempengaruhi perkembangan harga saham.
Kondisi ini menandakan, para investor selalu lebih menyukai kekayaan
yang lebih daripada kurang dengan kepastian. Kepastian dalam makro ekonomi
merupakan pertimbangan yang digunakan oleh para investor untuk melakukan
tindakan ekonomi.

Kesimpulan
Pelemahan nilai kurs rupiah merupakan salah satu kondisi yang mampu
menggambarkan keadaan perekonomian Indonesia. Berdasarkan hasil analisis
kuantitatif yang telah dilakukan, pelemahan rupiah yang tajam dan fluktuasi nilai
rupiah setelah pengumuman pandemi covid-19 digiring oleh sentimen negatif
masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kecemasan masyarakat melihat
banyaknya korban meninggal dunia, narasi berlebihan yang dipublikasi oleh
media masa, dan kabar negatif lainnya mampu menggiring kecemasan yang
berlebihan pada masyarakat dan berdampak tidak hanyak pada perekonomian
Indonesia namun juga kesehatan jasmani dan rohani masyarakat. Segala bentuk
narasi yang bersifat negatif perlu ditindaklanjuti untuk dihilangkan, sehingga
terbentuk sentimen positif di masyarakat.
Analisis data kualitatif berdasarkan Miles, Huberman, dan Saldana (2014)
menunjukkan bahwa optimisme masyarakat ke depan dapat membangkitkan
kembali gairah perekonomian Indonesia di segala sektor. Mengutip IDXChannel
(2020), sektor bisnis yang terdampak parah selama pandemi covid-19 yaitu hotel
dan pariwisata, penerbangan, Meeting, Incentives, Conferences, Exhibitions
(MICE), bar dan resto, bioskop dan konser, olahraga, mal dan ritel, consumer
electronic, dan otomotif. Berdasarkan analisis kualitatif tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa perekonomian Indonesia akan dapat kembali pulih secara
bertahap setelah pandemi covid-19 dapat ditangani dan masyarakat dapat kembali
beraktivitas.

Saran
Diharapkan pemerintah dapat terus menggiatkan kebijakan-kebijakan yang
mengarahkan pada pembentukan sentimen positif di masyarakat. Pemerintah
bersama masyarakat dapat terus bekerja sama untuk pemulihan perekonomian
masyarakat pasca pandemi covid-19. Pola pikir yang positif dan tidak
berlebihannya pemikiran masyarakat pasca pandemi juga diharapkan dapat
mengarahkan investor untuk berinvestasi kembali sehingga kondisi perekonomian
dan nilai tukar secara bertahap akan membaik. Tidak hanya sikap dan reaksi
positif setelah kondisi pulih, namun wujud nyata dari upaya masyarakat yang turut
serta membangun perekonomian Indonesia sangat diharapkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan sikap positif untuk terciptanya
situasi yang lebih baik, tidak hanya saling menyalahkan tetapi harus bergotong
royong untuk membangun kembali kondisi bangsa. Asumsi, laporan, dan ajakan
positif dapat menciptakan reaksi baik yang diwujudkan dengan pola pikir yang
positif pula. Hal ini dapat menarik minat investor untuk tidak ragu dan percaya
dengan kondisi perekonomian Indonesia di masa yang akan datang.

Daftar Pustaka
Halisa, N. N., & Annisa, S. (2020). Pengaruh Covid-19, Nilai Tukar Rupiah dan
Indeks Harga Saham Gabungan Asing Terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan Indonesia (IHSG). Jurnal Manajemen dan Organisasi, 11(3),
170-178.

Junaedi, D., & Salistia, F. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Pasar
Modal di Indonesia. Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis
Syariah, 2(2), 109-131.

Lestari, M. I., & Anggraeni, D. (2021). Analisis Dampak Sentimen Masyarakat


Selama Pandemi Covid-19 Terhadap Kurs Rupiah (Studi Kasus Pandemi
Covid-19 di Indonesia). Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 9(1).

Shiyammurti, N. R. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Di Pt. Bursa Efek


Indonesia (Bei). Journal of Accounting Taxing and Auditing (JATA), 1(1).

Anda mungkin juga menyukai