Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN MANAJEMEN

KONSEP KINERJA DAN INDICATOR

OLEH KELOMPOK 3 KELAS B 10.B:

1. DEWA AYU SETIA DEWI (173222796)


2. I WAYAN ROSDIANA (173222801)
3. NI MADE SUMARINI (173222814)
4. SRI WAHYUNI (173222827)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen :
“Konsep Kinerja dan Indicator”tepat waktu dan sesuai dengan harapan.Makalah ini dapat
diselesaikan tepat waktu berkat bantuan semua pihak.

Penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan dalam menuangkan pemikiran ke


dalam makalah ini. Untuk itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan guna penyempurnaan
Makalah ini. Besar harapan penulis semoga makalah ini dapat menajadi pedoman dalam
memberi asuhan keperawatan sehingga tercipta suatu asuhan keperawatan yang holistic dan
menjadikan pasien sebagai fokus asuhan keperawatan.

Denpasar, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
1.4 Manfaat.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
TINJUAN PUSTAKA...............................................................................................................3
2.1 Definisi Kinerja...........................................................................................................3
2.2 Komponen Utama kinerja............................................................................................4
2.3 Faktor – factor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja..................................................5
2.4 Pengertian Indicator.....................................................................................................9
2.5 Karakteristik Indicator...............................................................................................10
2.6 Klasifikasi indicator...................................................................................................11
2.7 Proses Dalam Menentukan Key Performance Indicator (KPI).................................12
2.8 Pengumpulan Data Indikator Kinerja........................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................15
1.1 Simpulan....................................................................................................................15
1.2 Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era globalisasi ini perkembangan industry dan perekonomian dunia harus
diimbangi oleh kinerja karyawan yang baik sehingga terciptanya dan tercapainya target
target yang hendak dicapai

Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan
ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah menilai kinerja pegawai.
Penilaian kinerja dikatakan penting mengingat melalui penilaian kinerja dapat diketahui
seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam
menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi
secara keseluruhan. Selain itu, hasil penilaian kinerja pegawai akan memberikan
informasi penting dalam proses pengembangan pegawai.

Namun demikian, sering terjadi, penilaian dilakukan tidak tepat. Ketidaktepatan ini
dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan
penilaian kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang
diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan,
ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi
dalam pengelolaan kinerja.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian kinerja?
1.2.2 Apa komponen utama kinerja ?
1.2.3 Apa factor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja ?
1.2.4 Apa pengertian indicator ?
1.2.5 Apa karakteristik indicator ?
1.2.6 Apa klasifikasi indicator : input, proses, output?
1.2.7 Bagaimana proses dalam menentukan key performance indicator (KPI) ?
1.2.8 Apa fungsi indicator dalam kontek mutu kinerja?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian kinerja.
1.3.2 Untuk mengetahui komponen utama kinerja.
1.3.3 Untuk mengetahuifactor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja.
1.3.4 Untuk mengetahui pengertian indicator.
1.3.5 Untuk mengetahui karakteristik indicator.
1.3.6 Untuk mengetahui klasifikasi indicator: input, proses, output.
1.3.7 Untuk mengetahui proses dalam menentukan key performance indicator (KPI).
1.3.8 Untuk mengetahui fungsi indicator dalam kontek mutu kinerja.

1.4 Manfaat
Makalah ini mempunyai manfaat khususnya bagi pembaca atau mahasiswa jurusan
keperawatan agar mengetaui dan dapat memahami tentang konsep kinerja dan indikator.

2
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kinerja


Pada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar
memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian
yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Agar terdapat kejelasan mengenai kinerja, akan disampaikan beberapa pengertian
mengenai kinerja.
Menurut Bernardin and Russel (1998: 239), kinerja dapat didefinisikan sebagai
berikut:
“Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or
activity during a time period“. Berdasarkan pendapat Bernardin and Russel, kinerja
cenderung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan
dalam kurun waktu tertentu.

Sementara itu menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94):


“Performance is what the person or system does”. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et
al (Williams, 2002: 94) sebagai berikut: “A performance consists of a performer engaging in
behavior in a situation to achieve results”. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja
dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat
dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Pendapat yang lebih komprehensif disampaikan oleh Brumbrach (Armstrong, 1998:


16) sebagai berikut:
Performance means behaviours and results. Behaviours emanate from the performer and
transform performance from abstraction to action. Not just the instruments for results,
behaviours are also outcomes in their own right – the product of mental and physical effort
applied to tasks – and can be judged apart from results.

Brumbrach, selain menekankan hasil, juga menambahkan perilaku sebagai bagian dari
kinerja. Menurut Brumbach, perilaku penting karena akan berpengaruh terhadap hasil kerja
seorang pegawai.

3
  Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu,  kinerja diartikan sebagai :
”Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”

Sedangkan menurut Nawawi. H. Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah:


”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non
fisik/non mental.” 

Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses,
atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks
penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja
yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang
dipimpinnya.

2.2 Komponen Utama kinerja


Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu:

1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk


mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2. Produktitifitas yaitu kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan
atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Dari berbagai pengertian tersebut di atas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang
dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (outcome). Bila
disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atau jabatan adalah suatu
proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja). Penggunaan indicator kunci
untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan
dalam kegiatan atau tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat
kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktivitas hasil, maka hasil kinerja
sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.

4
2.3 Faktor – factor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998: 16-17)
adalah sebagai berikut:
a. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi,
komitmen, dll.
b. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan
kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua
kelompok kerja.
c. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan
dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
d. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja yang
ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
e. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan
dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.

Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius
dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
optimal.

 Sistem Pengukuran Kinerja


                            
Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran
kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan,
kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan
daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhana terdapat tiga kreteria untuk
mengukur kinerja, pertama; kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua,
kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan, dan ketiga, ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
a. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara
standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan

5
yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui
analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian.
b. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja
dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
c. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian.
Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda
dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
d. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
e. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah
dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.

Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem
pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
a. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran kinerja
dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya
menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika
organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka
pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai seberapa jauh pegawai
melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
b. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur
dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
c. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja
yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja
adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika
nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen
tersebut reliabel.
d. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini menjadi suatu
perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliabel, akan
tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman
menggunakannya.
e. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran kinerja
yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami
6
apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai kinerja tersebut.
Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen
kinerja.

Dari pendapat Cascio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus
didisain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Cascio dan Noe et
al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat jenis dan
fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen
yang sama untuk menilai seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.

 Penilaian Kerja

Setiap organisasi pada dasarnya telah mengidentifikasi bahwa perencanaan prestasi


dan terciptanya suatu prestasi organisasi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan prestasi
individual para pegawai. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa prestasi kerja organisasi
merupakan hasil dari kerjasama antara pegawai yang bersangkutan dengan organisasi dimana
pegawai tersebut bekerja. Untuk mencapai prestasi kerja yang diinginkan, maka tujuan yang
diinginkan, standar kerja yang dinginkan, sumber daya pendukung, pengarahan, dan
dukungan dari manajer lini pegawai yang bersangkutan menjadi sangat vital. Selain itu sisi
motivasi menjadi aspek yang terlibat dalam peningkatan prestasi kerja. Hal ini sesuai dengan
pendapat Torington dan Hall (1995: 316) yang menyatakan bahwa “Prestasi kerja dilihat
sebagai hasil interaksi antara kemampuan individual dan motivasi”.
Mondy & Noe (1990: 382) mendefinisikan penilaian prestasi kerja sebagai: “Suatu
sistem yang bersifat formal yang dilakukan secara periodik untuk mereview dan
mengevaluasi kinerja pegawai”.
Sedangkan Irawan (1997: 188) berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja adalah
”Suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja pegawai dengan serangkaian
tolok ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta
dilakukan secara berkala”.
 Sementara itu Levinson seperti dikutip oleh Marwansyah dan Mukaram (1999: 103)
mengatakan bahwa “Penilaian unjuk kerja adalah uraian sistematik tentang
kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah
kelompok”.

7
Adapun sasaran proses penilaian dikemukakan oleh Alewine (1992: 244) sebagai
berikut: ”Sasaran proses penilaian prestasi kerja adalah untuk membuat karyawan
memandang diri mereka sendiri seperti apa adanya, mengenali kebutuhan perbaikan kinerja
kerja, dan untuk berperan serta dalam membuat rencana perbaikan kinerja”. Sedangkan
tujuan umum penilaian kinerja adalah mengevaluasi dan memberikan umpan balik
konstruktif kepada para pegawai yang pada akhirnya mencapai efektivitas organisasi.
Sementara itu, menurut Cummings dan Schwab (1973: 4), penilaian kinerja pegawai pada
umumnya memiliki dua fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi summative atau evaluative. Fungsi ini biasanya berhubungan dengan rencana


pengambilan keputusan yang bersifat administratif. Sebagai contoh, hasil dari penilaian
ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan gaji pegawai yang
dinilai, memberikan penghargaan atau hukuman, promosi, dan mutasi pegawai. Dalam
fungsi ini manajer berperan sebagai hakim yang siap memberikan vonis.
b. Fungsi formative. Fungsi formative berkaitan dengan rencana untuk meningkatkan
keterampilan pegawai dan memfasilitasi keinginan pegawai untuk meningkatkan
kemampuan mereka. Salah satu maksudnya adalah untuk mengidentifikasi pelatihan
yang dibutuhkan pegawai. Manajer berperan sebagai konsultan yang siap untuk
memberikan pengarahan dan pembinaan untuk kemajuan pegawai.

Sedangkan Stewart dan Stewart (1977: 5) menyatakan bahwa penilaian kinerja


pegawai dimaksudkan untuk:

a. Memberikan feedback bagi pegawai. Agar efektif, maka masukan yang diberikan


kepada pegawai harus jelas (tepat sasaran), deskriptif (menggambarkan contoh-contoh
pekerjaan yang benar), objektif (memberikan masukan yang positif dan negatif), dan
konstruktif (memberikan saran perbaikan).
b. Management by Objective. Manajer menentukan target dan tujuan yang harus dicapai
oleh setiap bawahan. Target dan tujuan tersebut harus disetujui oleh kedua belah pihak,
dan evaluasi dilaksanakan berdasarkan pada hal-hal yang sudah disetujui bersama.
c. Salary review. Hasil dari penilaian digunakan untuk menentukan apakah seseorang
akan mendapatkan kenaikan atau penurunan gaji.
d. Career counselling. Dalam pelaksanaan penilaian, manajer mempunyai kesempatan
untuk melihat kemungkinan perjalanan karier pegawai, salah satunya bisa melalui
pengiriman pegawai kedalam program diklat.
8
e. Succession planning. Penilaian pegawai dapat membantu manajer dalam membuat
daftar pegawai yang memiliki keterampilan dan kemampuan tertentu, sehingga jika ada
posisi yang kosong, manajer bisa dengan cepat menunjuk seseorang.
f. Mempertahankan keadilan. Adalah suatu hal yang wajar jika seseorang lebih menyukai
seseorang dibanding orang lain. Penilaian pegawai dapat mengurangi terjadinya hal
tersebut misalnya dengan melibatkan atasan dari atasan langsung kita untuk ikut secara
acak dalam proses penilaian.
g. Penggantian pemimpin. Sistem penilaian pegawai dapat mengurangi beban pekerjaan
manajer baru yang tidak tahu menahu kondisi dan kompetensi pegawainya. Data yang
ada dalam dokumen penilaian dapat digunakan sebagai informasi yang penting untuk
mengetahui kompetensi dan mengenal bawahan lebih cepat dan mungkin akurat.

Dari uraian sebelumnya, terlihat bahwa penilian kinerja memberikan banyak tujuan.
Tujuan penilian kinerja ini pada akhirnya akan memberikan manfaat, tidak hanya untuk
pegawai yang bersangkutan, akan tetapi juga untuk organisasi. Perlu diingat bahwa penilaian
kinerja tidak dimaksudkan untuk memberikan hukuman jika pegawai tidak dapat memenuhi
capaian kinerja yang ditentukan.
Oleh karena itu, salah satu aspek penting dalam penilaian kinerja adalah adanya
apresiasi yang proporsional dan program pengembangan SDM yang tepat. Apresiasi
diberikan kepada prg yang mampi mencapai atau melebihi tingkat kinerja yang diharapkan.
Sedangkan program pengembangan pegawai diberikan kepada pegawai yang
memerlkukan treatment tertentu untuk meningkatkan kinerjanya.

2.4 Pengertian Indicator


Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:

1. Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi. Contoh:
berat badan bayi dan umurnya adalah indikator status nutrisi dari bayi tersebut
( Wilson & Sapanuchart, 1993).
2. Indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu
kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green,
1992).
3. Indikator adalah variable untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun
tidak langsung (WHO, 1981)

9
Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah pengukuran dan
perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan "indikator" sebagai alat
atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan. Indikator yang berfokus
pada hasil asuhan kepada pasen dan proses-proses kunci serta spesifik disebut indikator
klinis. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan
mengevaluasi kualitas asuhan pasen dan berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak
dipergunakan secara langsung untuk mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan
sebagai "bendera" yang menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan memerlukan
monitoring dan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan, mungkin tidak relevan mengukurnya
dengan ukuran kuantitatif untuk mengambil suatu keputusan. Sebagai contoh dalam
komunikasi: bagaimana kualitas komunikasi interpersonal antara perawat - pasen, maka
pengukurannya adalah melalui observasi langsung untuk mengetahui bagaimana kualitas
interaksinya. Monitoring dilakukan terhadap indikator kunci guna dapat mengetahui
penyimpangan atau prestasi yang dicapai. Dengan demikian setiap individu akan dapat
menilai tingkat prestasinya sendiri (self assesment).

2.5 Karakteristik Indicator


Indicator memiliki karakteristik sebagai berukut:

1. Sahih (Valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek
yang akan dinilai.
2. Dapat dipercaya (Reliable): mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang
berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3. Peka (Sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak.
4. Spesifik (Specific) memberikan gambaran prubahan ukuran yang jelas dan tidak
tumpang tindih.
5. Relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal contoh: pada unit
bedah indikator yang dibuat berhubungan dengan pre-operasi dan post-operasi.

10
2.6 Klasifikasi indicator

Sistem klasifikasi indicator didasarkan atas kerangka kerja yang logis dimana kontinuum
masukan (input) pada akhirnya mengarah pada luaran (outcomes).

1. Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan


aktivitas al: personel, alat/fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan.
2. Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
3. Indikator output : mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan, sikap,
dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga
disebut indicator effect.
4. Indikator outcome : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact)
suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan
masyarakat/penduduk.

Ilustrasi dari kontinuum indikator dengan contoh kegiatan imunisasi: Input meliputi
peralatannya, vaksin dan alat proteksi dan staf yang terlatih, proses adalah kegiatan dalam
melakukan aktifitas pemberian imunisasi, output meliputi cakupan pemberian meningkat
adalah (output), dan outcome adalah dampaknya sebagai efek output antara lain menurunnya
morbiditas dan mortalitas dari upaya pencegahan penyakit melalui immunisasi (outcome).

Pengukuran indicator kinerja

Untuk menilai keberhasilan suatu kegiatan pelayanan keperawatan/kebidanan


dipergunakan indikator kinerja klinis. Indikator adalah pengukuran kuantitatif, umumnya
pengukuran kuantitatif meliputi numerator dan denominator. Numerator adalah suatu data
pembilang dari suatu peristiwa (events) yang yang sudah diukur. Denominator data penyebut
adalah jumlah target sasaran atau jumlah seluruh pasen yang menjadi sasaran pemberian
asuhan/pelayanan. Contoh data denominator di puskesmas: populasi sasaran dalam satu
wilayah seperti: jumlah balita, bumil, bayi baru lahir. Indikator yang meliputi denominator
sangat berguna untuk memonitor perubahan dan membandingkan tingkat keberhasilan suatu
area dengan area lain pada suatuwilayah.

Cara pengukuran ini disebut dengan proprosi. Tetapi dalam kondisi tertentu indikator

11
tanpa denominator (hanya data pembilang) sangat berarti untuk kejadian jarang atau langka
tetapi penting misalnya kematian ibu. Indikator dapat dikategorikan serius dari peristiwa yang
diukur. Bila peristiwa tersebut dinilai sangat berbahaya atau berdampak luas, walaupun
frekuensinya rendah, maka diperlukan pengawasan atau monitoring yang lebih intens untuk
perbaikan yang lebih cepat

Indikator adalah suatu peristiwa (event) atau suatu kondisi. Untuk mengukur suatu
peristiwa yang terjadi, maka peristiwa tersebut dibandingkan dengan sejumlah peristiwa
yang universal.

Misalnya pemasangan infus (IV terapi) yang menimbulkan pleibitis adalah suatu
peristiwa (numerator) dan pemasangan infus merupakan kegiatan yang dilakukan pada
sejumlah pasen yang memerlukan tindakan pemasangan infus adalah peristiwa yang universal
(denominator). Indikator klinis yang dirumuskan dalam hal ini adalah tidak terjadi pleibitis
setelah 3x24 jam sejak pemasangan contoh dibawah ini dapat dihitung dalam proporsi
sebagai berikut:

Jumlah pasen dengan Intra Vena terapi terkena plebitis


_____________________________________________ X100 %

Jumlah semua pasen dengan IV terapi

Waktu yang dipergunakan dalam pengukuran indikator bisa harian, mingguan, bulanan,
besarnya masalah atau situasi. Indikator yang baik diperoleh dari standar tertulis, tanpa
standar yang tertulis, akan sangat sulit menyusun indikator yang relevan. Oleh karena itu
sebaiknya perangkat berupa standar tertulis perlu dipersiapkan organisasasi.

2.7 Proses Dalam Menentukan Key Performance Indicator (KPI)


Key Perfomance Indikator merupakan seperangkat ukuran yang focus terhadap aspek
kinerja organisasi yang paling kritis bagi kesuksesan organisasi saat ini maupun di masa yang

12
akan datang (Abdulah, 2014). Bauer (2004) dalam Journal of Competitiveness (2012)
menekankan bahwa salah satu kunci utama selama implementasi KPI adalah kemampuan
untuk membedakan ukuran-ukuran strategi yang lebih penting dari yang biasa. Pemilihan
ukuran KPI yang salah dapat merusak bahkan menenggelamkan kinerja manajemen.
Berdasarkan penelitian Ecerson dalam Journal of Competitiveness (2012) menjelaskan
karakteristik KPI yang baik yaitu:
 Sparse : Semakin sedikit KPI maka semakin baik.
 Drillable : Penggunaanya dapat menggali informasi secara terperinci.
 Simple : Pengguna memahami KPI tersebut
 Owned : KPI dimiliki oleh semua orang
 Referenced : Pengguna dapat melihat sumber dan konteks awalnya.
 Balanced : KPI mengandung baik ukuran financial dan non financial.
 Aligned : KPI tidak meruntuhkan satu sama lain.
 Validated : Para pekerja tidak dapat mengelak terhadapn KPI

Di samping itu, Hursman (2010) dalam Journal of Competitiveness (2012) mendefinisikan


lima kriteria untuk KPI yang efektif, yaitu SMART : Specific, Measurable, Attainable,
Relevant, Time Bound.

2.8 Pengumpulan Data Indikator Kinerja


Pengumpulan data indikator merupakan tulang punggung dari program pengukuran
kinerja. Hal tersebut hanya dapat dikembangkan melalui sistem manajemen informasi yang
t.epat; dimana pengumpulan data, pengorganisasian serta reaksi terhadap data kinerja
direncanakan dan diorganisir secara sistematik, sehingga dapat memberikan makna terhadap
perubahan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam suatu organisasi.

Ada enam sasaran kunci pengumpulan data kinerja:

a. Menata sistem informasi yang akurat yang mendasari keputusan mendatang,


b. Menghindari aspek hukum yang berkaitan dengan pengukuran dan hasil data yang
dikumpulkan,
c. Menemukan lingkungan tepat yang dapat memberikan peluang untuk melakukan
tindakan,
d. Menumbuhkan motivasi staf dan merencanakan peningkatan kinerja itu sendiri,

13
e. Mengumpukan data interval secara reguler terhadap proses-proses kritis, dalam upaya
mempertahankan kinerja yang sudah meningkat,
f. Mengumpulkan data obyektif dan subyektif.

Rancangan sistem pengumpulan data kinerja untuk mencapai sasaran harus


mempertimbangkan masalah atau isue yang ada. Siapa yang harus mengumpulkan data? Apa
tujuan pengumpulan data? Apa sumber datanya? Berapa banyak data harus dikumpulkan?
Apa alat yang akan digunakan? Penyimpangan apa yang terjadi?

Evaluasi data penyimpangan kinerja melalui indikator kinerja klinis adalah satu
bagian penting dari dalam peningkatan kinerja. Ada dua jenis penyimpangan; pertama
penyebab umum terjadinya penyimpangan, erat kaitannya dengan penyimpangan minor
yang terjadi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan tanpa memperdulikan sistem yang
sudah mapan. Penyebab penyimpangan kinerja staf juga bisa terjadi karena, sistem atau
prosedur yang tidak jelas, keterbatasan fasilitas. Oleh karena itu, keterbatasan sumber-sumber
untuk mendeteksi penyebab dalam setiap penyimpangan minor masih dapat ditoleransi.
Kedua penyebab khusus: terjadinya penyimpangan kinerja disebabkan karena, kesalahan
staf itu sendiri, kurang pengetahuan dan ketrampilan, kemampuan yang kurang dalam
pemeliharaan peralatan. Target suatu indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk
mengidentifikasi penyebab penyimpangan. Penyebab khusus terjadinya penyimpangan lebih
mudah dikoreksi dari pada penyebab umum. Sebagai contoh: keharusan mencuci tangan
secara rutin mungkin meningkat drastis, apabila staf menyadari dan menerima bahwa praktek
cuci tangan penting untuk meningkatkan mutu kinerja dan akan dimonitor atau dievaluasi.

Indikator diarahkan sebanyak mungkin pada tindakan. Pada banyak organisasi,


informasi yang diperoleh dari indikator akan memerlukan tindak lanjut melalui investigasi:
seperti kunjungan supervisi untuk mengumpulkan lebih banyak data kualitatatif, survey
khusus sebelum mengarah pada suatu pengambilan keputusan.

14
BAB III

PENUTUP

1.1 Simpulan
Penilaian kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan pegawai
dalam suatu organisasi. Pemahaman mengenai kinerja yang diharapkan menjadistarting
point dalam penilaian kinerja. Seluruh pegawai harus memahami konsep kinerja yang
diterapkan dan memahami apa yang diharapkan dari mereka.
Kemudian, selutuh pihak yang terkait dengan penilaian kinerja harus memahami
aspek-aspek yang akan dijadikan penilaian kinerja. Melalui pemahaman ini, kesalahpahaman
mengenai penilaian kinerja dapat diminimalisir.
Instrumen penilaian kinerja yang valid dan reliabel merupakan hal yang tidak kalah
pentingnya. Melalui instrumen ini, akan dapat terdeteksi, pegawai yang mempunyai kinerja
sesuai dengan yang diharapkan dan pegawai yang belum mampu mencapai kinerja yang
diharapkan. Kepentingan adanya instrumen yang valid dan reliabel akan sangat terasa
manakala hasil penilaian dikaitkan dengan apresiasi dan program pengembangan pegawai.
Selain hal-hal tersebut, hal terpenting dalam proses penilaian kinerja adalah kepedulian
pimpinan organisasi terhadap perlunya penilaian kinerja. Pimpinan organisasi yang
mempunyai komitmen tinggi terhadap penilaian kinerja akan selalu berusaha mencari cara-
cara terbaik dan tepat dalam melakukan penilaian kinerja serta melaksanakannya secara
konsisten.

1.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini semua pihak yang tidak menutup kemungkinan
masyarakat, mahasiswa pada khususnya, dan seluruh jajaran terkait, dapat memandang positif
serta memahami adanya informasi ini.
Sebagai mahasiswa diharapkan mengetahui beberapa informasi dan pengetahuan tentang
asuhan konsep disaster dan memahami ilmu yang tercantum didalamnya

15
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, M. and Baron, A. 1998. Performance Management – The New Realities. London:


Institute of Personnel and Development.
Bernardin, H.J. and Russel, J.E.A. 1998. Human Resource Management 2ndEdition – An
Experiental Approach. Singapore: McGraw-Hill.
Cascio, W. F. 2003. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits
6th  Edition. New York: McGraw-Hill.
Cummings, L.L. and Schwab, D.P. 1973. Performance in Organizations: Determinants and
Appraisal. Glenview, Illinois: Scott, Foresman and Company.
Irawan, P., dkk. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIA LAN Press.
Marwansyah dan Mukaram. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pusat
Penerbit Administrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung.
Mondy, R.W. and Noe, R.M. 1990. Human Resource Management 4th Edition. USA: Allyn
and Bacon.
Noe, R.A. et al. 2003. Human Resources Management: Gaining A Competitive Advantage
4th  Edition. New York: McGraw-Hill.
Stewart, V. and Stewart, A. 1977. Practical Performance Appraisal. England: Gower Press.
Williams, Richard, R. 2002. Managing Employee Performance: Design and Implementation
in Organizations. London: Thomson Learning.
Mangkunegara, Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Penerbit PT,
Remaja Rosdakarya, Bandung, Tahun 2000 Halaman 164.
Nawawi, H. Hadari, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, Tahun 1997, Halaman 89.
Gomes, Faustino Cardoso, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Andi Offset, Jakarta,
Tahun 2000, Halaman 162.
Mangkunegara, Anwar Prabu, Op-cit, Halaman 107.

16

Anda mungkin juga menyukai