Perkembangan zaman membuat sebuah inovasi baru bermunculan di dunia kita ini, mulai dari aspek budaya, pendidikan, pemerintahan dan kuliner. Salah satu inovasi baru yang muncul di era saat ini yaitu penggunaan edible film terhadap makanan, atau yang biasa kita lihat dengan mata kita yaitu kemasan makanan yang dapat dikonsumsi. Pengemasan terhadap suatu produk kebanyakan pada saat ini berasal dari bahan polimer petrokimia atau yang dikenal dengan istilah plastik, akan tetapi banyak ilmuwan pada saat ini sedang mengembangkan sebuah penerapan di dalam kemasan produk menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan dapat dikonsumsi. Biokomposit gelatin-kitosan merupakan sebuah bahan yang memiliki potensial sebagai pengemas biodegradable, edible film, biomaterial di bidang kesehatan, dan bidang kuliner. Bahan Komposit Gelatin pertama kali ditemukan pada tahun 1682, penemuan ini kemudian berkembang berbagai keperluan baik produk pangan maupun non pangan, keuntungan menggunakan bahan kitosan dan gelatin ini semnejak digunkaan sebagai penrapan dalam edible film sebagai lapisan yang baik terhadap makanan, meningkatkan kualitas, memiliki ketahanan umur suatu produk, memiliki sifat mekanik yang baik terhadap penghalang gas dan aroma yang baik.
Pertama Kali Edible Film di Indonesia.
Pada tahun 1999, seorang guru besar dari Universitas Padjadjaran melakukan sebuah penelitian terhadap pengemabangan edible film, beliau bernama Prof. Dr. Ir. Imas Siti Setiasih, SU.,Guru Besar Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Unpad. Beliau melakukan penelitian selama tempo waktu hampir 15 tahun, beliau melakukan penelitian bersama teman-temanya saat mengambil program Doktor di Institut Pertanian Bogor, hingga hasil penelitian edible film tersebut menghantarkan gelar profesor. Prof. Imas mengembangkan edible film, suatu lapisan tipis yang berfungsi sebagai pelindung produk pangan dan terbuat dari bahan-bahan pangan alami. Di Dalam penelitianya Prof. Imas melakukan uji pelapisan edible film terhadap buah salak dan mangga arumanis yang sudah diolah minimal, stroberi, duren, duku, hingga sosis. Selain berfungsi sebagai pelindung dari udara luar dan penguat daya tahan, edible film juga dapat membuat aroma suatu produk pangan menjadi tidak tercium. Beliau merupakan seorang peneliti pertama kali di Indonesia terhadap pengembangan edible food, beliau berpendapat bahwasanya di Indonesia produk ini masih jarang digunakan. Hal ini jelas berbanding terbalik dengan di mancanegara, dimana sejak 1995 lalu edible film sudah mulai digunakan pada berbagai produk pangan. Tentunya ini menjadi sebuah prospek dari edible film di Indonesia, baik untuk digunakan, maupun dilakukan dalam penelitian dari aspek kuliner atau perubahan sosial.