Anda di halaman 1dari 29

RUANG

KONSELING
DARI KESEHATAN MENTAL MENUJU KEBERMAKNAAN HIDUP BAHAGIA

KONTRIBUTOR :
TONO SUMHARTONO S.Psi
TRI TRIPALUPI ANINGTYAS S.Psi
DEVY SOFYANTI HERMAN S.Psi

EDITOR : ALDY SEFTA ROLISTIAN


ILUSATOR : BIMA ARYA SIDIQ
Apa itu kesehatan mental?
Orang yang sehat atau normal adalah orang yang tidak memiliki atau
setidaknya, hanya sedikit memiliki gejala (masih dianggap dalam batas yang
wajar) yang ditunjukkan oleh mereka yang abnormal.
Cara pandang ini merupakan cara pandang yang bertitik tolak pada orang
yang sakit atau abnormal. Cara pandang ini sangat dipengaruhi oleh aliran
psikoanalisa (mazhab I) yang ilmunya memang berdasarkan pengalaman
dan observasi terhadap pasien-pasien yang mengalami gangguan mental.
Psikoanalisa melihat, pasien yang mengalami gangguan mental biasanya
menggunakan salah satu atau beberapa bentuk mekanisme bela ego yang
eksesif dan yang sifatnya merugikan (seperti represi, denial, proyeksi, rekasi
formasi dan sebagainya).
Pada orang normal, mekanisme bela ego ini juga ditemukan, namun
frekuensi dan intensitasnya tidak sebanyak pada mereka yang mengalami
gangguan mental. Aliran behaviorisme (mazhab II) yang bercorak lebih
mekanistik dan kuantitatif, juga relative memiliki cara pandang yang sama
terhadap sehat dan sakit.
Behaviorisme
melihat individu
yang sehat bila
masih menjalankan
fungsi sehari-hari
dengan baik atau
dengan kata lain,
kalau perilakunya
masih sesuai
dengan realita.
Adapun individu
dikatakan abnormal
bila perilakunya
tidak lagi sesuai
dengan stimulus
yang dihadapi,
yang muncul dalam bentuk perilaku tidak adaptif.
Mazhab III yaitu aliran humanistik, timbul kesadaran bahwa pengertian
berdasarkan cara pandang tradisional tersebut memiliki keterbatasan.
Fenomena-fenomena yang terjadi dalam perilaku individu memberikan
gambaran yang semakin jelas dan tajam mengenai keterbatasan cara
pandang tradisional tersebut.
Muncul pertanyaan “Apakah orang cukup terhindar dari psikosis, neurosis,
ataupun gangguan kepribadian jika mau dianggap sebagai sehat?” Padahal
dalam kenyataan, banyak orang yang relatif tidak memiliki gangguan
neurosis apalagi psikosis maupun gangguan kepribadian, merasa ada
sesuatu yang kurang dalam hidup mereka. Mereka tetap saja merasa tidak
bahagia dan tidak merasa hidup sepenuhnya.
Muncul juga pertanyaan seputar eksistensi hidup “Mengapa saya ada?
Mengapa saya harus hidup? Mengapa saya harus mengerjakan apa yang
saya kerjakan sekarang? Apa arti dari seluruh kegiatan yang saya jalani saat
ini? Adakah sesuatu yang kekal yang dapat saya lakukan karena suatu saat
saya pasti akan mati?”
Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat orang menjadi resah, gelisah dan
cemas, menunggu untuk mendapatkan jawabannya. Fromm menyebut jenis
gangguan yang dialami oleh individu semacam ini sebagai gangguan
neurosis eksistensial, gejalanya mirip neurosis, tetapi penyebabnya lebih
berkaitan dengan masalah/pertanyaan yang berkaitan dengan eksistensi
hidup.
Mereka jelas-jelas tidak bisa di golongkan pada kelompok gangguan mental
tradisional karena sumber gangguannya berbeda, meskipun gejalanya
hampir mirip. Biasanya yang mengalami gangguan ini adalah kelompok
individu paruh baya yang memang telah menjalani separo kehidupannya
dengan berhasil menurut ukuran umumnya.
Namun disisi lain, juga ditemukan adanya individu yang kelihatan benar-
benar bahagia dan sejahtera. Kebahagian mereka relative tidak tergantung
pada situasi sekitar merka. Mereka seolah mampu menciptakan dan
menemukan kebahagiaan meskipun berada didalam penderitaan. Mereka
tampil dengan penuh percaya diri, percaya kepada orang lain, memiliki
pandangan yang optimis terhadap kehidpan dan produktif. Mereka inilah
yang kemudian menjadi subjek penelitian Maslow yang dikenal dengan
orang-orang yang sudah sampai pada tahap aktualisasi diri.
Lalu munculkah paradigm baru dalam memahami kesehatan mental. Cara
pandang tradisional mengenai kesehatan mental mengalami perluasan.
◦ Dahulu orang yang sehat atau normal adalah orang yang tidak
menunjukkan sakit.
◦ Dan saat ini orang yang betul betul sehat atau normal adalah orang yang
mampu mengembangkan seluruh potensinya dan mampu merealisasikan
nilai-nilai hidupnya.

Pertanyaan Kepribadian sehat? Pengertian kepribadian dapat


didefinisikan sebagai bentuk bawaan atau karakteristika dari pkiran, emosi
dan prilaku individu yang
menjadi ciri khas dari individu
tersebut dalam berinteraksi
pada diri (self) dan lingkungan
sosial. Ketika kita
menjelaskan tentang
kepribadian individu kita akan
berbicara tentang tarait dari
kepribadian itu sendiri seperti
keajegan kontinuitas,
ekstrovert dan introvert atau
campuran. Dalam psikologi
kepribadian ada metode ajeg
untuk menjelaskan tentang sifat kepribadian itu sendiri.
Kepribadian Sehat Menurut TeoriTeori Psikologi: Suatu Perbandingan
Tokoh psikologi terkemuka seperti Carl Jung, Alfred Adler, Gordon Allport,
dan Carl Rogers tergolong deretan tokoh-tokoh yang pertama kali
mengecam cara-cara tradisional dalam membantu memecahkan masalah
kejiwaan, pelopor munculnya aliran mahzab ketiga (humanistic).
Namun aliran Psikologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tersebut
ternyata juga mengungkapkan persamaan maupun perbedaan mengenai
apa yang dimaksud dengan manusia yang sehat secara psikologi/mental.
Psikoanalisnya C.G Jung manusia yang sehat diistilahkan “individuasi”,
manusia yang matang karena sudah melewati jalan berliku, panjang, dan
penuh kesukaran untuk menyadari dirinya yang sejati manusia yang mampu
membawa ketidaksadarannya kedalam kesadaran, mampu menyadari
keberadaan dialektika dalam kepribadiannya, antara persona dengan
anima/animusnya/arketipenya, antara ego dengan shadownya dan
mengintegrasikan semuanya kedalam diri yang sebenarnya.
Psikoanalisa Sigmund Freud :
menekankan kodrat kesehatan mental
manusia pada dinamika dorongan
ketidaksadarannya. Freud
menganggap manusia yang sehat
adalah manusia yang berhasil
mengakomodasi dorongan-dorongan
ketidaksarannya (yang bekerja
dengan prinsip kenikmatan) ke dalam
realita yang bisa diterima secara
sosial. Orang yang sehat adalah orang
yang mampu memuaskan kebutuhan
akan kenikmatannya tanpa harus
bertolak belakang dengan norma-
norma sosial yang berlaku di
masyarakat.
◦ Freud : menekankan pentingnya masa lalu individu dalam menentukan
perilaku dikemudian hari (Determinisme).
◦ Sebagian besar teori dalam psikologi
menyebutkan persamaan ciri untuk individu
yang sehat secara mental, yaitu individu
tersebut hidup disaat ini, bukan di masa lalu;
hidupnya digerakkan oleh tujuan, memiliki
persepsi yang objektif, memiliki tanggung
jawab terhadap orang lain serta melihat
kesempatan dalam hidup sebagai
tantangan, bukan ancaman. Hidup saat ini
Orang yang sehat memfokuskan
energy maupun perhatiannya
pada kehidupan saat ini, tidak
dipusingkan dengan masa lalu,
mampu membebaskan diri dari
pengalaman masa lampaunya,
terutama pengalaman traumatis
dan tidak menyenangkan, tidak
dikhawatirkan oleh masa
depannya, karena masa depan
belum terjadi dan tidak pasti
sifatnya. Energinya betul-betul
dikerahkan untuk menjalankan
aktivitas disaat sekarang ini.
Teori Gestalt (Perls) : individu
yang sehat sebagai individu
yang hidup disini dan sekarang
ini (here and now). Sebaliknya
individu mengalami gangguan
karena mereka masih hidup dimasa lalu sehingga tindakan dan perilakunya
banyan ditentukan oleh masa lalu yang belum selesai dan mengganggunya
mengambil keputusan dan perilaku yang wajar disaat sekarang.
Jung : individu yang sehat adalah individu yang tidak lagi terikat dengan
defense mechanismnya, ia mampu mencari cara-cara kreatif untuk
mengatasi persoalan yang dialaminya. Sebaliknya individu yang tidak sehat
biasanya terperangkap dalam mekanisme bela ego yang digunakan secara
eksesif (Sama dari waktu ke waktu ataupun pada masalah yang berbeda).
Teori Transasksional : menyatakan pentingnya bagian ego dewasa yang
bekerja berdasarkan prinsip realita, untuk menguji bagian ego kanak-kanak
yang bersifat emosional serta bagian ego orang tua yang berisi pedoman
tingkah laku dimasa lalu.Hidupnya digerakkan oleh tujuan.
Individu yang sehat mentalnya memiliki nilai-nilai hidup yang dipandang
penting dan nilai tersebut diupayakan dan diperjuangkan terus menerus.
Antara individu satu dengan yang lainnya mungkin nilai yang dianggap
penting bisa berbeda-beda, yang penting bukanlah isi nilai itu sendiri, tetapi
bagaimana nilai tersebut memberikan makna, arah, serta tujuan bagi
kehidupan si individu.
Pentingnya tujuan hidup bagi kesehatan mental juga menarik minat pada
bidang industry. Karyawan yang bahagia, produktif dan kreatif biasanya
memaknai pekerjaannya secara positif dan bahkan menjadikan pekerjaan
sebagai salah satu arti hidup yang penting bagi dirinya, sehingga dia mampu
menjalankan tugas-tugas pekerjaannya dengan penuh cinta.
Teori yang menunjukkan pentingnya tujuan serta arti hidup yaitu aliran
humanistic.
Viktor Frankl, logoterapi : kesehatan mental ditentukan oleh cara
pandangnya terhadap kehidupan, termasuk didalamnya bagaimana sudut
pandangnya terhadap kebahagiaan dan penderitaan dalam kehidupan itu
sendiri.
Fromm : tujuan hidup berakar pada kebutuhan eksistensial manusia yang
memang harus dipenuhi (Relatedness-rootedness, transendensi, unity,
identitas, frame of orientatin, frame of devotion, stimulationexcitation,
efektifitas)Empat kebutuhan yang mencerminkan secara sangat jelas dua
kebutuhan rangkap manusia
untuk menjadi bagian dari sesuatu dan untuk mandiri :
1. Relatedness-rootedness yaitu kebutuhan untuk bergabung dengan
keberadaan orang lainayang dicintai, menjadi bagian dari sesuatu, memiliki
dan dimiliki.
2. Transendensi : kebutuhan untuk melampaui alam binatang, untuk
berpindah dari ciptaan menjadi pencipta. Kebutuhan untuk mencipta ini
menghalangi timbulnya kebutuhan untuk merusak.
3. Unity : kebutuhan untuk memperbaiki keterbelahan eksistensial antara
alam hewani dan non hewani. Hanya usaha untuk menjadi manusia
seutuhnya dengan cara berbagi dalam cinta dan pekerjaan dengan manusia
lannya, dapat membawa kepada kesatuan.
4. Identitas yaitu kebutuhan untuk emngembangkan perasaan individualitas.
Tujuan ini dapat dicapai melalui identifikasi dengan orang lain (mis. Budak
dengan tuan, warga dengan Negara, pekerjaan dengan majikan)Dua
kebutuhan yang meliputi kebutuhan untuk memberi makna ada dunia tempat
kita hidup, untuk memiliki kegunaan atau tujuan dan untuk menggunakan
ciri-ciri unik kita.
1. A frame of orientation : kebutuhan untuk menjadikan dunia bermakna.
2. Frame of devotion : kebutuhan akan sasaran, arah dan kegunaan.
3. Stimulation-excitation : kebutuhan untuk menggunakan system syaraf,
untuk menggunakan kapasitas otak.
4. Efektivitas : kebutuhan untuk menyadari eksistensinya, untuk melawan
perasaan tidak berdaya dan menggunakan kompetensinya. Menurut
Fromm, individu menjadi sehat kalau hidupnya diarahkan untuk memenuhi
semua kebutuhan eksistensial tersebut diatas, yang biasanya dikenal
melalui bagaimana individu tersebut memaknai tujuan hidupnya.
Fromm menggambarkan individu yang sehat memiliki ciri :
utama adanya produktivitas. Produktivitas sekaligus bisa digunakan sebagai
tolok ukur yang lebih mudah untuk melihat sehat tidaknya
seseorang.Persepsi yang objektif
◦ Persepsi : bagaimana individu memaknai kejadian yang terjadi
disekelilingnya.
◦ Dipengaruhi oleh dua hal : situasi atau kejadian yang menjadi bahan
persepsi dan pengalaman individu dimasa lalu yang menjadikan situasi atau
kejadian tersebut bermakna.
◦ Persepsi individu tidak pernah sama dengan realita objektif yang
sesungguhnya. Persepsi selalu berjarak dengan realita objektif dan tidak
pernah menjadi objektif. Yang bisa dilakukan oleh individu adalah
bagaimana mengusahakan persepsinya sedekat mungkin dengan realita
objektif yang ada.
◦ Individu yang sehat adalah individu yang mampu menangkap realita secara
jernih. Kejadian dan situasi secara kurang lebih dipersepsi tepat mendekati
kenyataan yang sesungguhnya. Sebaliknya individu menjadi sakit dan
terganggu bila persepsinya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Allport,
menggunakan istilah self objectification bagi individu yang dewasa dan
matang dalam menyikapi realita kehidupan, dimana ia mampu
menempatkan dirinya dengan kejadian-kejadian yang dialaminya terdapat
dua komponen dalam self objectification : insight dan
humor.
Insight yaitu kemampuan individu untuk memahami dirinya dalam kaitannya
dengan kejadian yang dialami.
Humor yaitu kemamuan untuk mempertahankan hubungan positif antara diri
sendiri dengan objek atau peristiwa yang disenangi maupun yang dialami
serta menyadari adanya ketidak selarasan yang terjadi.Memiliki tanggung
jawab terhadap orang lain.
Individu yang sehat adalah individu yang berhasil mengembangkan
cintanya, bukan lagi diarahkan ke dalam diri sendiri, tetapi bisa diperluas
pada orang-orang lain. Individu yang sehat melihat pertumbuhan dan
perkembangan orang lain menjadi sama pentingnya dengan pertumbuhan
dan perkembangan diri sendiri.
Tokoh Fromm dan Maslow.
Fromm mengatakan cinta yang memiliki sebenarnya bukanlah cinta tetapi
wujud dari sikap egois manusia yang mementingkan diri sendiri. Cinta
seperti itu pada akhirnya mematikan subjek yang dicintai karena tidak
memungkinkan subjek yang dicintai untuk berkembang sesuai dengan
keunikannya. Sebaliknya, cinta yang menjadi memungkinkan si pecinta
mengerti dan memahami kebutuhan subjek yang dicintai serta menyediakan
diri menjadi sarana untuk berkembang. CINTA YANG MENJADI
MEMUNGKINKAN KEDUA INDIVIDU : SI PECINTA MAUPUN YANG
DICINTAI UNTUK BERKEMBANG SEPENUH-PENUHNYA DAN SALING
MENYEMPURNAKAN SATU SAMA LAIN.
Maslow : menempatkan tanggung jawab pada orang lain secara jelas
melalui hierarki kebutuhan, terutama kebutuhan untuk mencintai dan dicintai
serta kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan. Kesempatan hidup
sebagai tantangan, bukan ancama.
Individu yang mampu melihat kehidupan serta kesempatannya yang
diberikan oleh kehidupan sebagai suatu tantangan daripada suatu ancaman,
akan lebih mampu melihat kehidupan ini secara positif, dinamis, penuh
warna, dan gembira. Sebaliknya, individu yang melihat kehidupan dan
kesempatan yang ada lebih sebagai ancaman terhadap eksistensinya, akan
mengalami lebih banyak tekanan, kecemasan, kekhawatiran dan
ketidakmampuan untuk bergembira dalam hidup.
Allport, Rogers, Maslow dan Frankl
menunjukkan kebutuhan individu untuk
selalu berada pada taraf ketegangan
yang optimal supaya bisa merasa
bersemangat, gembira dan melihat
dinamika kehidupan ini.
Menurut Maslow pertumbuhan adalah
mekarnya bakat, kapasitas,
kreativitas, kebijaksanaan, karakter
secara terus menerus : pemuasan
secara progresif atas kebutuhan-
kebutuhan psikologis yang semakin
meningkat.
Allport : memahami manusia yang dewasa harus juga memahami dan
mengerti tujuan serta aspirasi yang dimilikinya. Motif-motif individu yang
dewasa tidaklah berakar pada masalalu tetapi terutama didasarkan pada
masa depan pribadi yang dewasa adalah pribadi yang bisa merencakan dan
mengharapkan. Dia bukan hanya terikat secara sempit pada kegiatan yang
berkaitan erat dengan kebutuhan dan kewajiban hidupnya secara langsung,
tetapi bsia memperluas dengan berbagai macam kegiatan serta
menikmatinya. Ini diistilahkan dengan perluasan diri (extension of self).
Fokus utama dari psikologi pertumbuhan adalah mempelajari kodrat
manusia dari sisi yang sehat, bukan yang sakit. Tujuannya adalah membuka
potensi manusia agar dapat mengaktualisasi diri dan bakat-bakatnya supaya
menjadi pribadi yang utuh dan sehat. Berikut ini adalah model-model
kepribadian sehat menurut beberapa ahli yang dikutip dari buku Duane
Schultz (1991):
Model Allport : Pribadi yang sehat adalah pribadi yang matang, yaitu pribadi
yang tidak dikontrol oleh trauma dan konflik masa lalu. Pribadi ini didorong
ke depan oleh suatu visi dan visi itu mempersatukan kepribadiaannya serta
membawanya melewati tantangan demi tantangan yang terus berubah.
Kebahagiaan bukan merupakan tujuan utama. Kebahagiaan hanyalah
merupakan hasil sampingan dari proses mencapai tujuan. Pribadi ini akan
terus berusaha mencari motif-motif dan tujuan baru begitu tujuan lamanya
tercapai. Kriteria kepribadian yang matang adalah: perluasan perasaan diri,
hubungan yang hangat dengan orang lain, keamanan emosional, persepsi
yang realistik, serta memiliki keterampilan dan kemampuan untuk
melaksanakan tugas.
Model Rogers : Menurut Rogers pribadi yang
sehat adalah pribadi yang mampu berfungsi
sepenuhnya. Mereka mampu mengalami
secara mendalam keseluruhan emosi,
kebahagiaan atau kesedihan, gembira atau
putus asa. Ciri-ciri dari pribadi sehat ini adalah
memiliki perasaan yang kuat, dapat memilih
bertindak bebas, kreatif dan spontan. Memiliki
keberanian untuk menjadi ”ada” yaitu menjadi
diri sendiri tanpa bersembunyi dibalik topeng
atau berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan
dirinya.
Model Fromm: Pribadi yang sehat adalah pribadi yang produktif yaitu pribadi
yang dapat menggunakan secara penuh potensi dirinya. Ada empat segi
tambahan dari kepribadian sehat yaitu cinta, pikiran, kebahagiaan, dan
suara hati yang produktif. Cinta yang produktif adalah cinta yang
memperhatikan serta membantu pertumbuhan dan perkembangan orang
lain. Pikiran yang produktif adalah pikiran yang berfokus pada gejala-gejala
dan mempelajarinya secara keseluruhan, bukan hanya dalam potongan-
potongan. Suara hati yang produktif adalah suara hati yang memimpin dan
mengatur dirinya sendiri.
Model Maslow: Sejak lahir manusia didorong untuk memenuhi
kebutuhannya yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman,
kebutuhan untuk memiliki dan kebutuhan cinta serta penghargaan.
Kebutuhan itu harus dipenuhi sebelum muncul kebutuhan aktualisasi diri.
Dan pribadi yang sehat adalah pribadi yang mengaktualisasi diri yaitu pribadi
yang dapat menggunakan bakat, kualitas, dan kapasitas dirinya secara
penuh. Ada sejumlah sifat orang yang mengaktualisasi diri antara lain: dapat
mengamati realitas secara efisien, menerima orang lain dan diri sendiri,
spontan, sederhana, wajar, membutuhkan privasi dan independensi serta
memiliki perhatian terhadap masalah-masalah di luar diri mereka. Para
pengaktualisai diri memiliki komitmen tinggi terhadap pekerjaan dan
memikul tugas tanggungjawab atas pekerjaan itu secara kreatif.
Model Jung: pribadi yang sehat adalah pribadi yang terindividuasi, yaitu
pribadi yang menjadi dirinya sendiri. Mereka mampu mengungkapkan
dirinya secara utuh.. Ciri-ciri orang serupa itu adalah adanya penerimaan
dan toleransi terhadap kodrat manusia, dapat menerima apa yang tidak
diketahui dan misterius, serta memiliki kepribadian universal.
Model Frankl: Pribadi yang sehat adalah pribadi yang mengatasi diri, yaitu
memberikan diri sepenuhnya pada suatu tujuan atau seseorang dan terus
menerus mencari bukan diri kita tetapi arti hidup kita. Dalam bukunya ”man’s
search for meaning” Frank menyatakan bahwa dorongan fundamental yang
ada dalam diri manusia adalah kemauan akan arti. Tanpa memperoleh arti
dari kehidupan, tidak ada alasan untuk meneruskan hidup. Sedang arti hidup
itu bersifat unik dan khas bagi tiap individu. Sifat-sifat pribadi yang mengatasi
diri antara lain: memiliki orientasi ke depan, memiliki komitmen terhadap
pekerjaan, mampu memberi dan menerima cinta, bebas memilih langkah
tindakan mereka sendiri dan bertanggung jawab terhadap pilihan tersebut.
Model Perls: Pribadi yang sehat adalah pribadi yang berpijak dengan aman
pada momen kehidupan sekarang. Mereka dikatakan sebagai orang ‘disini
dan sekarang’. Mereka bukan tawanan dari trauma masa lalu atau khayalan
masa depan. Ciri-ciri mereka antara lain: Memiliki kesadaran penuh dan
penerimaan penuh terhadap siapa dan apa mereka, dapat mengungkapkan
perasaan secara terbuka, bersedia memikul tanggungjawab atas
kehidupannya sendiri, serta tidak dapat diatur dari luar
Berdasarkan model-model kepribadian sehat menurut ahli-ahli dapat
disimpulkan bahwa. pribadi yang sehat adalah pribadi yang tidak pernah
berhenti tumbuh. Setiap hari manusia menjalani pengalaman-pengalaman
baru dan akibatnya mereka berubah. Orang yang memiliki kesempatan
cukup besar mencapai kesehatan psikologis adalah orang-orang yang
cukup bebas dan aman dengan dirinya sendiri untuk mengadakan
percobaan-percobaan dengan petunjuk berbeda untuk melihat petunjuk
mana yang berlaku dalam kehidupan mereka. Model manakah yang paling
pas dengan anda.

KESEHATAN MENTAL

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (social being) yang


membutuhkan ikatan (bonding) atau hubungan intim dengan orang-orang di
dalam masyarakat. Menurut Gordon dalam Simanjuntak (2019) ikatan itu
sangat penting bagi manusia sebab menjadikan seseorang tahan terhadap
stres atau ketegangan hidup. Realita menunjukkan masyarakat masa kini
makin diperhadapkan dengan situasi yang tidak kondusif untuk menikmati
bonding itu, sebab kecenderungan kehidupan manusia yang mengglobal
makin impersonal. Perubahan dan akselerasi sosial yang sangat cepat dari
masyarakat agraris ke masyarakat industri dan informasi menjadi salah satu
penyumbang masalah. Era globalisasi cenderung mempunyai karakter
sosial yang tidak memberikan kebutuhan individu. Khususnya bagi mereka
yang masih membutuhkan pola komunikasi relasi tradisional. Misalnya,
masih membutuhkan waktu percakapan langsung, ngobrol atau gotong
royong. Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut bisa menjadi sumber
stres. Tekanan hidup dan isolasi sosial akibat perubahan tersebut turut
menimbulkan gangguan jiwa.
Tahun 2001
WHO mencatat
jumlah penderita
gangguan jiwa
mencapai 450
juta penduduk
dunia. Dalam
studi yang
dilaporkan tahun 2004 di 14 negara menunjukkan gejala gangguan jiwa rata-
rata dialami 10 persen penduduk yang disurvey. Jika penduduk dunia
berjumlah 7 milyar, berarti ada sekitar 700 juta jiwa yang bermasalah dengan
kesehatan mentalnya. Prevalensi tertinggi ditemukan di Amerika Serikat
yakni 26,4 persen dan paling rendah di Nigeria 4,7 persen. Di Indonesia,
jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 11,6 persen dari 238 juta orang.
Dengan kata lain sebanyak 26.180.000 orang penduduk Indonesia
menderita gangguan jiwa baik ringan hingga berat. Di Jakarta angkanya
mencapai 14,1 persen dari jumlah penduduk. Jumlah itu diatas angka
nasional sebesar 11,6 persen.Menurut data WHO lagi, seperti yang dikutip
Maramis, separuh dari penduduk Indonesia yang mengidap gangguan jiwa
adalah penderita depresi. Khusus di kota besar faktor penyebab
meningkatnya gangguan jiwa adalah stres di tempat kerja, kemacetan di
jalan, persaingan, kegagalan, dan kurang kasih sayang dari orang tua.
Penyebab utama gangguan jiwa tersebut ialah frustasi yang dipicu oleh
berbagai aspek. Yang paling berbahaya itu jika dibiarkan terus menerus
tanpa adanya pengobatan karena bisa menyebabkan stres berkelanjutan
yang berujung pada sakit jiwa berat. Akibat lainnya semakin sering terjadi
bunuh diri, tawuran, dan penyalahgunaan narkoba. Isu masalah keluarga
dan anak-anak makin kompleks. Soal perceraian, kekerasan dalam rumah
tangga, dan sebagainya meningkat. Jumlah rakyat miskin dan mereka yang
hidup di bawah garis kemiskinan yang mencapai 70 juta jiwa menimbulkan
banyak konsekuensi, termasuk kerawanan sosial dan gangguan jiwa
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa depresi dan
kecemasan merupakan gangguan umum yang prevalensinya paling tinggi.
Lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia (3,6% dari populasi) menderita
kecemasan. Sementara itu jumlah penderita depresi sebanyak 322 juta
orang diseluruh dunia (4,4% dari populasi) dan hampir separuhnya berasal
dari wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Depresi merupakan
kontributor utama kematian akibat bunuh diri, yang mendekati 800.000
kejadian bunuh diri setiap tahunnya
Menurut catatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (2018), prevalensi gangguan emosional pada
penduduk berusia 15 tahun ke atas meningkat dari 6% di tahun 2013
menjadi 9,8% di tahun 2018. Prevalensi penderita depresi di tahun 2018
sebesar 6,1%. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa
prevalensi bunuh diri pada penduduk berusia 15 tahun ke atas (N=722.329)
sebesar 0,8% pada perempuan dan 0,65 pada laki-laki. Sementara itu
prevalensi gangguan jiwa berat, skizofrenia meningkat dari 1,7% di tahun
2013 menjadi 7% di tahun 2018. Melalui pemantauan Aplikasi Keluarga
Sehat pada tahun 2015, sebanyak 15,8% keluarga mempunyai penderita
gangguan jiwa berat. Hasil penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan bahwa depresi dan kecemasan mengakibatkan kerugian
ekonomi global sebesar 1 triliyun USD setiap tahunnya akibat hilangnya
produktivitas sumber daya manusia.
Persoalan kesehatan jiwa pada level individual dan keluarga yang paling
sering dijumpai adalah bunuh diri dan kekerasan domestik. Pada tahun
1990-2016, jumlah kematian akibat bunuh diri sebesar 8.580 jiwa. Jumlah
kematian akibat bunuh diri di Indonesia, diprediksi merupakan yang tertinggi
di Asia Tenggara. Di Indonesia penyebab bunuh diri antara lain yaitu
kesepian, perundungan dan kekerasan seksual. Fakta ini sesuai dengan
temuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menunjukkan bahwa banyak
kanak-kanak dan orang muda melakukan tindakan bunuh diri sebagai akibat
kekerasan fisik, kekerasan seksual dan perundungan off-line maupun on-
line. Sementara itu efek media atau yang dikenal dengan Werther effect juga
diduga memperparah peningkatan angka bunuh diri. (Kresna, 2019)
Gangguan jiwa tidak pandang usia, status sosial dan agama. Menurut
Direktur Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan, Irmansyah, 90% penderita
gangguan jiwa tidak berobat ke psikiater (Kompas, 2011). Hal ini bisa
dimaklumi mengingat ada kendala masyarakat mengakses ke profesional
bidang kesehatan jiwa, yaitu:
1. Penduduk kurang mendapatkan informasi yang cukup tentang
kesehatan jiwa. Sebagian masyarakat terutama di pedesaan masih
banyak memilih ke dukun atau ke orang pintar sebab mereka masih
berpandangan bahwa penyakit jiwa disebabkan gangguan roh jahat
2. Hambatan dalam doktrin. Masih ada ajaran doktrin tertentu, yang
mengajarkan bahwa hanya dengan doa bisa menyembuhkan gangguan
jiwa berat seperti skizofrenia. Akibatnya mereka merasa cukup mencari
bantuan ulama tertentu, minta didoakan (saja)
3. Minimnya tenaga psikiater. Hingga saat ini jumlah psikiater di seluruh
Indonesia hanya 600 orang, itupun sebagian besar terkonsentrasi di
Jakarta dan kota besar. Sebagian kabupaten masih belum memiliki
psikiater yang memadai. Demikian juga minimnya Rumah Sakit Jiwa
milik Pemerintah yang mampu diakses secara ekonomi oleh
masyarakat pedesaan
4. Mahalnya biaya ke dokter dan membeli obat. Umumnya Rumah Sakit
khususnya swasta mematok biaya yang mahal sehingga sulit
terjangkau rakyat yang berpenghasilan pas-pasan
5. Adanya perasaan malu dan aib. Sebagian masyarakat merasa malu jika
ada anggota keluarganya sakit jiwa. Mereka lebih memilih
menyembunyikan pasien di rumah dengan cara di pasung atau dikurung

Undang-Undang Republik Indonesia No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan


Jiwa menyatakan bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi yang menunjukkan
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
di komunitasnya. Oleh karena itu upaya kesehatan jiwa di Indonesia
mencakup setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang
optimal bagi setiap individu, keluarga dan masyarakat dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan atau masyarakat.
KONSEP DASAR KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental merujuk pada kesehatan seluruh aspek perkembangan
seseorang baik fisik maupun psikis. Kesehatan mental juga meliputi upaya-
upaya dalam mengatasi stres, ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri,
bagaimana berhubungan dengan orang lain serta berkaitan dengan
pengambilan keputusan. Kesehatan mental tiap individu berbeda dan
mengalami dinamisasi dalam perkembangannya karena pada hakikatnya
manusia dihadapkan pada kondisi dimana ia harus menyelesaikan dengan
beragam alternatif pemecahannya. Adakalanya, tidak sedikit orang yang
pada waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental dalam
kehidupannya. Istilah lain dalam mengungkapkan kesehatan mental adalah
mental health, mental hygiene dan psiko hygiene. Meskipun berbeda, istilah
tersebut sama-sama merujuk pada definisi kesehatan mental
Menurut Daradjat, kesehatan mental merupakan keharmonisan dalam
kehidupan yang terwujud antara fungsi-fungsi jiwa, kemampuan
menghadapi problematika yang dihadapi serta mampu merasakan
kebahagiaan dan kemampuan dirinya secara positif. Selanjutnya ia
menekankan bahwa kesehatan mental adalah kondisi dimana individu
terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala penyakit
jiwa (psychose)
Permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-
prinsip yang terdapat lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi,
sosiologi dan agama. Kesehatan mental adalah ilmu yang meliputi sistem
tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk
mempertinggi kesehatan rohani. (Witherington)
Kesehatan mental merujuk kepada terwujudnya keserasian yang
sesungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai
hidup yang bermakna dan bahagia dunia akhirat. (Hasneli, 2014)
WHO (World Health Organization) mendefinisikan kesehatan mental
sebagai kondisi kesejahteraan individu yang menyadari potensinya sendiri,
dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal dan dapat bekerja secara
produktif dan berbuah serta mampu memberikan kontribusi kepada
komunitasnya
Kesehatan mental adalah
fondasi dasar yang penting
untuk kesejahteraan dan
fungsi efektif untuk individu
dan masyarakat. Setiap
orang rentan mengalami
gangguan mental, tetapi
berbeda satu orang dengan
orang lainnya. Stres
merupakan peristiwa
kehidupan sebagai
penyebab terganggunya
keseimbangan psikologis seseorang dan dapat memicu berkembangnya
gangguan mental. Seseorang akan mengalami gangguan mental jika
gabungan antara faktor rentan yang dibawa dengan tekanan (stressor)
melebihi batas normal. Seseorang yang memiliki keturunan (bawaan) dari
riwayat orang tua depresi dan mengalami tekanan (stressor) akan lebih
mungkin berkembang menjadi depresi daripada orang yang tidak mengalami
tekanan. Kondisi yang
membuat seseorang rentan
yakni: keturunan (genetik),
tubuh (biologis), fungsi tubuh
(fisiologis), pikiran (kognitif)
dan yang berhubungan
dengan kepribadian.
Kerentanan juga dapat
berupa kondisi seperti status
sosial ekonomi rendah
(miskin) atau memiliki orang
tua dengan depresi.
Menurut WHO (World Health Organization), karakteristik mental yang sehat,
yaitu:
1. Mampu belajar sesuatu dari pengalaman
2. Mampu beradaptasi
3. Lebih senang memberi daripada menerima
4. Lebih cenderung membantu daripada dibantu
5. Memiliki rasa kasih sayang
6. Memperoleh kesenangan dari segala hasil usahanya
7. Menerima kekecewaan dengan menjadikan kegagalan sebagai
pengalaman
8. Selalu berpikir positif (positive thinking)

Menurut Sikun dalam Fakhriyani (2019), ciri kejiwaan yang sehat yakni:
1. Memiliki perasaan aman, yang terbebas dari cemas
2. Memiliki harga diri yang mantap
3. Spontanitas dalam kehidupan dengan memiliki emosi yang hangat
dan terbuka
4. Memiliki keinginan-keinginan duniawi yang wajar sekaligus seimbang
dalam artian mampu memuaskannya secara positif dan wajar pula
5. Mampu belajar mengalah dan merendahkan diri sederajat dengan
orang lain
6. Tahu diri, yakni mampu menilai kekuatan dan kekurangan dirinya baik
dari segi fisik maupun psikis secara tepat dan obyektif
7. Mampu memandang fakta sebagai realitas dengan
memperlakukannya sebagaimana mestinya (tidak berkhayak)
8. Toleransi terhadap ketegangan atau stres, artinya tidak panik saat
menghadapi masalah sehingga tetap positif antara fisik, psikis dan
sosial
9. Memiliki integritas dan kemantapan dalam kepribadiannya
10. Mempunyai tujuan hidup yang adekuat (positif dan konstruktif)
11. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman
12. Mampu menyesuaikan diri dalam batas-batas tertentu sesuai dengan
norma-norma kelompok serta tidak melanggar aturan-aturan yang
telah disepakati bersama atau aturan yang ditentukan dalam
kelompok
13. Memiliki kemampuan untuk tidak terikat penuh oleh kelompok, artinya
memiliki pendirian sendiri sehingga mampu menilai baik-buruk
maupun benar-salah mengenai kelompoknya
Menurut Malony dalam Simanjuntak (2019) individu yang sehat mental
memiliki karakteristik:
1. Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. Ia memiliki kesadaran
diri yang baik artinya ia mengetahui dan menerima kelebihan dan
kekurangannya
2. Mampu mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Ia memiliki
cita-cita hidup dan ia merasa dirinya bertumbuh ke arah yang dia
cita-citakan
3. Pribadi yang memiliki integritas. Ia hidup sesuai apa yang ia
katakan dengan perbuatannya. Ia memiliki satu keseimbangan
antara kekuatan m otivasi dan falsafah hidup pribadi
4. Memiliki otonomi pribadi artinya mampu menerima penolakan
dari luar serta seorang yang memiliki komitmen hidup
5. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita, termasuk melihat
realita sebagaimana adanya. Ia tidak menyangkal hal-hal buruk
yang terjadi di masa lalunya dan masa kini
6. Memiliki penguasaan terhadap situasi, termasuk mempunyai
kontrol diri di dalam mengasihi orang lain, di dalam pekerjaan
termasuk dalam bersahabat dengan orang lain
Istilah kesehatan mental sebelumnya digunakan untuk menggambarkan
seseorang yang tidak memiliki gangguan mental, dimana gangguan mental
sendiri merujuk pada bentuk kegagalan dalam mengembangkan sumber
daya psikologis dan sosial, mengarah pada maladaptive, dan masalah
perilaku. Hingga kemudian Keyes memperkenalkan konsep kesehatan
mental positif. Kesehatan mental positif didefinisikan sebagai gejala hedonia
(perasaan positif individu terhadap kehidupannya) dan keberfungsian yang
positif, yang dioperasionalisasikan dengan pengukuran kesejahteraan
subjektif, yaitu persepsi dan evaluasi individu mengenai kehidupan dan
kualitas keberfungsian mereka dalam kehidupan. Individu yang sehat
mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri,
menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan
orang lain serta memiliki sikap hidup yang bahagia. Menjaga kesehatan
mental atau kesejahteraan mental sejatinya melibatkan usaha-usaha yang
berkaitan dengan tiga aspek berikut: (1) menjadi pribadi yang bahagia, yaitu
p ribadi yang memahami makna dalam hidupnya; (2) menjadi pribadi yang
menjaga diri dalam emosi yang positif dan (3) menjadi pribadi yang terus
mengasah sisi spiritualnya.

TUJUAN DAN FUNGSI KESEHATAN MENTAL BAGI KEHIDUPAN


INDIVIDU
Berikut akan dipaparkan mengenai tujuan dan fungsi kesehatan mental bagi
kehidupan individu
1. Tujuan Kesehatan Mental
a. Mengusahakan agar manusia memiliki kemampuan yang sehat
b. Mengusahakan pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab
gangguan mental dan penyakit mental
c. Mengusahakan pencegahan dan berkembangnya bermacam-
macam gangguan mental dan penyakit mental
d. Mengurangi atau mengadakan penyembuhan terhadap gangguan
dan penyakit mental

2. Fungsi Kesehatan Mental


Kesehatan mental berfungsi dalam memelihara dan mengembangkan
kondisi mental individu agar sehat serta terhindar dari mental illness (sakit
mental).
a. Prevention (Pencegahan)
Kesehatan mental berfungsi untuk mencegah terjadinya kesulitan atau
gangguan mental sehingga terhindar dari penyakit mental. Fungsi ini
menerapkan prinsip-prinsip yang berupaya agar tercapai mental yang sehat,
misalnya dengan memelihara kesehatan fisik serta pemenuhan atas
kebutuhan psikologis. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga
kesehatan fisik (physical health) serta pemenuhan kebutuhan psikologis
seperti memperoleh kasih sayang, rasa aman, penghargaan diri, aktualisasi
diri sebagaimana mestinya sehingga individu mampu memaksimalkan
potensi yang dimilikinya
b. Amelioration (kuratif/ korektif/ perbaikan)
Fungsi ini merupakan upaya perbaikan diri dalam meningkatkan
kemampuan untuk menyesuaikan diri, selanjutnya perilaku individu dan
mekanisme pertahanan diri dapat terkontrol dengan baik
Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam perkembangan psikisnya yang
tampak melalui perilakunya, misalnya tantrum, perilaku ngempol (mengemut
jempol), perilaku agresif dan perilaku lainnya yang membutuhkan perbaikan,
maka perilaku tersebut penting menggunakan fungsi amelioratif dalam
kesehatan mental
c. Preservation/development (pengembangan)/ Improvement
(meningkatkan)
Kesehatan mental penting untuk dikembangkan, namun tidak setiap orang
dapat mencapai mental yang sehat dengan mudah. Ada orang dengan
kondisi mental yang sehat dan perlu pencegahan terhadap gangguan-
gangguan mental, namun beberapa diantaranya mengalami hambatan
dalam perkembangan mentalnya sehingga masing-masing individu berbeda
dalam penerapan fungsi kesehatan mentalnya baik preventif, amelioratif
maupun preservatif
Kondisi kesehatan mental yang sulit dicapai, akan berkembang pribadi yang
memiliki mental yang sakit (mental illness), dengan beberapa ciri yaitu:
1) Merasa tidak bahagia dalam kehidupan dan hubungan sosial
2) Merasa dalam keadaan tidak aman, dicekam dengan rasa takut
dan khawatir yang mendalam
3) Tidak percaya akan kemampuan diri
4) Tidak memiliki kematangan emosional
5) Kepribadian yang kurang mantap
6) Mengalami gangguan dalam sistem syarafnya
7) Tidak dapat memahami kondisi dirinya sendiri
Lebih lanjut mental illness ditandai dengan :
1) Anxiety (kecemasan/ kegelisahan) dalam kehidupan individu
2) Mudah tersinggung/ marah
3) Agresif dan destruktif (merusak)
4) Pemarah yang berlebih
5) Tidak mampu menghadapi kenyataan secara realistik
6) Memiliki gejala psikosomatis (sakit fisik yang diakibatkan oleh
gangguan psikis, misalnya karena stres)
7) Tidak beriman kepada Allah S.W.T, Tuhan semesta alam

PRINSIP-PRINSIP KESEHATAN MENTAL

Prinsip-prinsip kesehatan mental merujuk pada hakikat kesehatan mental


serta kriterianya, yaitu kondisi yang dapat membentuk hubungan antara
kesehatan mental, kepribadian dengan aspek-aspek lainnya yang beragam.
1. Prinsip Berdasarkan Hakikat Manusia sebagai Organisme
a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung pada kondisi
jasmani yang baik dan integritas organisme
b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri maka
perilaku individu harus sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia
yang memiliki moral, intelektual, agama, emosional dan sosial
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai melalui
integritas dan kontrol diri, baik dalam cara berpikir, berimajinasi,
memuaskan keinginan, mengekspresikan perasaan serta
bertingkah laku
d. Dalam mencapai dan memelihara kesehatan mental dan
penyesuaian diri, diperlukan pengetahuan serta pemahaman diri
yang luas mengenai diri sendiri (self insight)
e. Kesehatan memerlukan konsep diri (pengetahuan dan sikap
terhadap kondisi fisik dan psikis diri sendiri) secara sehat yang
meliputi penerimaan diri serta penghargaan terhadap status diri
sendiri secara realistik dan wajar
f. Untuk mencapai kesehatan mental dan penyesuaian diri maka
pemahaman diri (self insight) dan penerimaan diri (self
acceptance), hendaknya disertai dengan upaya-upaya perbaikan
diri (self improvement) serta perwujudan diri
g. Kesehatan mental dan penyesuaian diri yang baik dalam mencapai
kestabilan dapat dilakukan dengan mengembangkan moral yang
luhur dari dalam diri sendiri, misalnya dengan mengembangkan
sikap adil, hati-hati, keteguhan hati, semangat, integritas pribadi,
rendah hati, kejujuran, dan segala bentuk sikap positif yang dapat
dikembangkan berkenaan dengan pengembangan moral masing-
masing individu
h. Pencapaian dan pemeliharaan kesehatan mental dan penyesuaian
diri bergantung pada penanaman dan pengembangan kebiasaan
yang baik (good habits)
i. Kestabilan mental dan penyesuaian diri menuntut adanya
kemampuan melakukan perubahan sesuai dengan keadaan
(kondisi lingkungan dan kepribadian)
j. Kesehatan mental dan penyesuaian diri memerlukan usaha yang
terus menerus untuk mencapai kematangan berpikir, mengambil
keputusan, mengekspresikan emosi dan melakukan tindakan
k. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai dengan
belajar mengatasi konflik dan frustasi serta ketegangan-
ketegangan secara efektif
2. Prinsip Berdasarkan Hubungan Manusia dengan Lingkungannya
a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung pada
hubungan antar pribadi yang harmonis, terutama dalam kehidupan
keluarga
b. Penyesuaian diri yang baik serta ketenangan batin bergantung
pada kepuasan dalam bertindak, misalnya dalam bekerja
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dicapai dengan sikap yang
realistik, termasuk penerimaan terhadap kenyataan secara sehat
dan objektif

3. Prinsip Berdasarkan Hubungan Manusia dengan Tuhan


a. Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan kesadaran
terhadap dzat yang lebih luhur daripada dirinya sendiri tempat ia
bergantung, yakni Allah S.W.T
b. Kesehatan mental dan ketenangan batin (equanimity) dicapai
dengan kegiatan yang tetap dan teratur dalam hubungan manusia
dengan Tuhan, misalnya melalui shalat dan bedoa

Adapun paradigma yang digunakan dalam mempelajari kesehatan mental


yang diyakini sebagai tinjauan multifaktorial, antara lain:
1. Pendekatan Biologis
Dengan mempelajari
fungsi otak, kelenjar
endokrin, dan fungsi
sensoris, pendekatan
tersebut meyakini bahwa
kesehatan mental
individu sangat
dipengaruhi oleh faktor
genetik dan kondisi ibu
saat hamil serta faktor
eksternal terkait: gizi,
radiasi, usia, komplikasi
penyakit
2. Pendekatan
Psikologis
Pendekatan tersebut
meyakini bahwa faktor
psikologis berpengaruh
besar pada kondisi
mental seseorang,
dimana dalam
pendekatan psikologis
memiliki 3 pandangan
yang besar yang
membahas mengenai
hal tersebut, yaitu:
a. Psikoanalisa
Pendekatan yang
meyakini bahwa interaksi individu pada awal kehidupannya serta konflik
intrapsikis yang terjadi akan mempengaruhi perkembangan kesehatan
mental seseorang. Faktor Epigenetik mempelajari kematangan psikologis
seseorang yang berkembang seiring pertumbuhan fisik dalam tahap-tahap
perkembangan individu, juga merupakan faktor penentu kesehatan mental
individu
b. Behavioristik
Pendekatan yang meyakini proses pembelajaran dan proses belajar sosial
akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Kesalahan individu dalam
proses pembelajaran dan belajar sosial akan mengakibatkan gangguan
mental
c. Humanistik
Perilaku individu dipengaruhi oleh hirarki kebutuhan yang dimiliki. Selain itu,
individu diyakini memiliki kemampuan memahami potensi dirinya dan
berkembang untuk mencapai aktualisasi diri.
3. Pendekatan Sosio-Kultural
Memiliki beberapa pendekatan, yaitu Stratifikasi Sosial yang membahas
faktor sosial ekonomi dan seleksi sosial; Interaksi Sosial yang membahas
fungsi dalam suatu hubungan interpersonal (Teori Psikodinamik, Teori
rendahnya interaksi sosial: isolasi, kesepian); Teori Keluarga yang
mempelajari pengaruh pola asuh, interaksi antar anggota keluarga, dan
fungsi keluarga terhadap kesehatan mental individu; Perubahan Sosial,
yang mengaitkan perubahan jangka panjang migrasi dan industrialisasi serta
kondisi krisis dengan kondisi mental individu. Sosial-Budaya yang
mempelajari pengaruh agama dan budaya pada kondisi mental seseorang;
Stressor Sosial, yang mempelajari pengaruh berbagai situasi sosial yang
berdampak psikologis (misal: perkawinan, meninggal, kriminalitas, resesi)
terhadap kondisi mental individu

4. Pendekatan Lingkungan
Pendekatan ini memiliki dua dimensi:
a. Dimensi lingkungan fisik, yang terkait dengan: ruang, waktu dan
sarana (gizi) yang menyertai
b. Dimensi lingkungan kimiawi dan biologis, yang terkait dengan
polusi, radiasi, virus dan bakteri, populasi makhluk hidup lain

SEJARAH PENDEKATAN TERHADAP GANGGUAN KEJIWAAN

Pada awalnya, kesehatan mental hanya terbatas pada individu yang


mempunyai gangguan kejiwaan dan tidak diperuntukkan bagi setiap individu
pada umumnya. Namun pandangan tersebut bergeser sehingga kesehatan
mental tidak terbatas pada individu yang memiliki gangguan kejiwaan tetapi
juga diperuntukkan bagi individu yang mentalnya sehat yakni bagaimana
individu tersebut mampu mengeksplor dirinya sendiri berkaitan dengan
bagaimana ia berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Pertama, pendekatan Spiritual. Barlow dan Duran dalam bukunya “Abnormal
Psychology” menulis, sejak zaman purba sampai abad ke-19 penyakit
mental dipandang terutama sebagai masalah moral dan spiritual. Mereka
dianggap kerasukan roh karena itu pendekatannya lebih rohani, misalnya
dengan exocirsm dan ritual-ritual agama untuk mengusir roh-roh jahat
tersebut
Kedua, pendekatan biologis, Pada abad ke-19 muncullah pendapat yang
menganggap penyakit jiwa lebih disebabkan faktor biologis (fisik).
Pandangan ini dipelopori oleh Dr. John Grey, psikiater Amerika (1854).
Dibawah kepemimpinannya rumah sakit lebih berkembang dan pendekatan
terhadap pasien lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu
adalah penyakit mental disebabkan kurangnya insulin dalam tubuh sehingga
dikembangkan terapi injeksi insulin. Juga mulai ada upaya bedah otak, dan
diyakini bahwa gangguan jiwa disebabkan adanya kelainan pada otak
pasien
Ketiga, pendekatan psikologis. Pada awal abad ke-20 mulai berkembang
pendekatan psikologis yang beranggapan gangguan jiwa datang karena
pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berelasi dengan lingkungan dan
disebabkan hambatan pertumbuhan dalam sepanjang kehidupan individu.
Ini dimulai dengan hadirnya teori psikoanalisis dari Freud (1856-1939) dan
behavioral model dari John Watson, Ivan Pavlov dan B.F Skinner. Sehingga
muncullah terapi-terapi baru seperti psikoanalisa, behavior therapy,
cognitive therapy, dan lain-lain
Keempat, pendekatan integratif, yang mengembangkan pendekatan
“biopsychosocial” yang melihat bahwa kesehatan dan penyakit dihasilkan
dari pelbagai aspek yang berkaitan yakni aspek biologis, psikologis dan
sosial. Juga ada upaya mengintegrasikan teologi dengan aspek-aspek tadi,
misalnya pendekatan Clinical Pastoral Education. Di Amerika kemudian
berkembang rumah sakit (pusat kesehatan mental) yang dikelola secara
interdisiplin oleh profesional dari berbagai bidang, yaitu psikiater, dokter,
pekerja sosial, perawat, psikiater, konselor.
Referensi :
Fakhriyani, Diana Vidya. 2019. Kesehatan Mental. Pamekasan: Duta Media
Publishing
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Riset Kesehatan Dasar
2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Simanjuntak, Julianto. 2019. Merawat Kesehatan Mental Keluarga.
Tanggerang: Yayasan Pelikan
Undang-Undang Republik Indonesia No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa.
Psikologi Pertumbuhan, model-model kepribadian sehat, Duane Schultz,
Kanisius:1991

Anda mungkin juga menyukai