Anda di halaman 1dari 15

KESEHATAN MENTAL

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (social being) yang


membutuhkan ikatan (bonding) atau hubungan intim dengan orang-orang di dalam
masyarakat. Menurut Gordon dalam Simanjuntak (2019) ikatan itu sangat penting
bagi manusia sebab menjadikan seseorang tahan terhadap stres atau ketegangan
hidup. Realita menunjukkan masyarakat masa kini makin diperhadapkan dengan
situasi yang tidak kondusif untuk menikmati bonding itu, sebab kecenderungan
kehidupan manusia yang mengglobal makin impersonal. Perubahan dan akselerasi
sosial yang sangat cepat dari masyarakat agraris ke masyarakat industri dan
informasi menjadi salah satu penyumbang masalah. Era globalisasi cenderung
mempunyai karakter sosial yang tidak memberikan kebutuhan individu. Khususnya
bagi mereka yang masih membutuhkan pola komunikasi relasi tradisional. Misalnya,
masih membutuhkan waktu percakapan langsung, ngobrol atau gotong royong.
Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut bisa menjadi sumber stres. Tekanan
hidup dan isolasi sosial akibat perubahan tersebut turut menimbulkan gangguan
jiwa.

Tahun 2001 WHO mencatat jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 450
juta penduduk dunia. Dalam studi yang dilaporkan tahun 2004 di 14 negara
menunjukkan gejala gangguan jiwa rata-rata dialami 10 persen penduduk yang
disurvey. Jika penduduk dunia berjumlah 7 milyar, berarti ada sekitar 700 juta jiwa
yang bermasalah dengan kesehatan mentalnya. Prevalensi tertinggi ditemukan di
Amerika Serikat yakni 26,4 persen dan paling rendah di Nigeria 4,7 persen. Di
Indonesia, jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 11,6 persen dari 238 juta
orang. Dengan kata lain sebanyak 26.180.000 orang penduduk Indonesia menderita
gangguan jiwa baik ringan hingga berat. Di Jakarta angkanya mencapai 14,1 persen
dari jumlah penduduk. Jumlah itu diatas angka nasional sebesar 11,6
persen.Menurut data WHO lagi, seperti yang dikutip Maramis, separuh dari
penduduk Indonesia yang mengidap gangguan jiwa adalah penderita depresi.
Khusus di kota besar faktor penyebab meningkatnya gangguan jiwa adalah stres di
tempat kerja, kemacetan di jalan, persaingan, kegagalan, dan kurang kasih sayang
1
dari orang tua. Penyebab utama gangguan jiwa tersebut ialah frustasi yang dipicu
oleh berbagai aspek. Yang paling berbahaya itu jika dibiarkan terus menerus tanpa
adanya pengobatan karena bisa menyebabkan stres berkelanjutan yang berujung
pada sakit jiwa berat. Akibat lainnya semakin sering terjadi bunuh diri, tawuran, dan
penyalahgunaan narkoba. Isu masalah keluarga dan anak-anak makin kompleks.
Soal perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan sebagainya meningkat.
Jumlah rakyat miskin dan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan yang
mencapai 70 juta jiwa menimbulkan banyak konsekuensi, termasuk kerawanan
sosial dan gangguan jiwa

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa depresi dan


kecemasan merupakan gangguan umum yang prevalensinya paling tinggi. Lebih
dari 200 juta orang di seluruh dunia (3,6% dari populasi) menderita kecemasan.
Sementara itu jumlah penderita depresi sebanyak 322 juta orang diseluruh dunia
(4,4% dari populasi) dan hampir separuhnya berasal dari wilayah Asia Tenggara dan
Pasifik Barat. Depresi merupakan kontributor utama kematian akibat bunuh diri,
yang mendekati 800.000 kejadian bunuh diri setiap tahunnya

Menurut catatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia (2018), prevalensi gangguan emosional pada
penduduk berusia 15 tahun ke atas meningkat dari 6% di tahun 2013 menjadi 9,8%
di tahun 2018. Prevalensi penderita depresi di tahun 2018 sebesar 6,1%. Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi bunuh diri pada
penduduk berusia 15 tahun ke atas (N=722.329) sebesar 0,8% pada perempuan
dan 0,65 pada laki-laki. Sementara itu prevalensi gangguan jiwa berat, skizofrenia
meningkat dari 1,7% di tahun 2013 menjadi 7% di tahun 2018. Melalui pemantauan
Aplikasi Keluarga Sehat pada tahun 2015, sebanyak 15,8% keluarga mempunyai
penderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan bahwa depresi dan kecemasan mengakibatkan kerugian ekonomi
global sebesar 1 triliyun USD setiap tahunnya akibat hilangnya produktivitas sumber
daya manusia.

Persoalan kesehatan jiwa pada level individual dan keluarga yang paling sering
dijumpai adalah bunuh diri dan kekerasan domestik. Pada tahun 1990-2016, jumlah
kematian akibat bunuh diri sebesar 8.580 jiwa. Jumlah kematian akibat bunuh diri di
2
Indonesia, diprediksi merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia
penyebab bunuh diri antara lain yaitu kesepian, perundungan dan kekerasan
seksual. Fakta ini sesuai dengan temuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang
menunjukkan bahwa banyak kanak-kanak dan orang muda melakukan tindakan
bunuh diri sebagai akibat kekerasan fisik, kekerasan seksual dan perundungan off-
line maupun on-line. Sementara itu efek media atau yang dikenal dengan Werther
effect juga diduga memperparah peningkatan angka bunuh diri. (Kresna, 2019)

Gangguan jiwa tidak pandang usia, status sosial dan agama. Menurut Direktur
Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan, Irmansyah, 90% penderita gangguan jiwa
tidak berobat ke psikiater (Kompas, 2011). Hal ini bisa dimaklumi mengingat ada
kendala masyarakat mengakses ke profesional bidang kesehatan jiwa, yaitu:

1. Penduduk kurang mendapatkan informasi yang cukup tentang


kesehatan jiwa. Sebagian masyarakat terutama di pedesaan masih
banyak memilih ke dukun atau ke orang pintar sebab mereka masih
berpandangan bahwa penyakit jiwa disebabkan gangguan roh jahat

2. Hambatan dalam doktrin. Masih ada ajaran doktrin tertentu, yang


mengajarkan bahwa hanya dengan doa bisa menyembuhkan gangguan
jiwa berat seperti skizofrenia. Akibatnya mereka merasa cukup mencari
bantuan ulama tertentu, minta didoakan (saja)

3. Minimnya tenaga psikiater. Hingga saat ini jumlah psikiater di seluruh


Indonesia hanya 600 orang, itupun sebagian besar terkonsentrasi di
Jakarta dan kota besar. Sebagian kabupaten masih belum memiliki
psikiater yang memadai. Demikian juga minimnya Rumah Sakit Jiwa
milik Pemerintah yang mampu diakses secara ekonomi oleh masyarakat
pedesaan

4. Mahalnya biaya ke dokter dan membeli obat. Umumnya Rumah Sakit


khususnya swasta mematok biaya yang mahal sehingga sulit terjangkau
rakyat yang berpenghasilan pas-pasan

5. Adanya perasaan malu dan aib. Sebagian masyarakat merasa malu jika
ada anggota keluarganya sakit jiwa. Mereka lebih memilih
menyembunyikan pasien di rumah dengan cara di pasung atau dikurung
3
Undang-Undang Republik Indonesia No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa menyatakan bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi yang menunjukkan seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi di komunitasnya. Oleh
karena itu upaya kesehatan jiwa di Indonesia mencakup setiap kegiatan untuk
mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga dan
masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat.

KONSEP DASAR KESEHATAN MENTAL

Kesehatan mental merujuk pada kesehatan seluruh aspek perkembangan


seseorang baik fisik maupun psikis. Kesehatan mental juga meliputi upaya-upaya
dalam mengatasi stres, ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri, bagaimana
berhubungan dengan orang lain serta berkaitan dengan pengambilan keputusan.
Kesehatan mental tiap individu berbeda dan mengalami dinamisasi dalam
perkembangannya karena pada hakikatnya manusia dihadapkan pada kondisi
dimana ia harus menyelesaikan dengan beragam alternatif pemecahannya.
Adakalanya, tidak sedikit orang yang pada waktu tertentu mengalami masalah-
masalah kesehatan mental dalam kehidupannya. Istilah lain dalam mengungkapkan
kesehatan mental adalah mental health, mental hygiene dan psiko hygiene.
Meskipun berbeda, istilah tersebut sama-sama merujuk pada definisi kesehatan
mental

Menurut Daradjat, kesehatan mental merupakan keharmonisan dalam


kehidupan yang terwujud antara fungsi-fungsi jiwa, kemampuan menghadapi
problematika yang dihadapi serta mampu merasakan kebahagiaan dan kemampuan
dirinya secara positif. Selanjutnya ia menekankan bahwa kesehatan mental adalah
kondisi dimana individu terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan
dari gejala penyakit jiwa (psychose)
4
Permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-
prinsip yang terdapat lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi dan
agama. Kesehatan mental adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip,
peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani.
(Witherington)

Kesehatan mental merujuk kepada terwujudnya keserasian yang sesungguh-


sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara
manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berlandaskan keimanan dan
ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia dunia
akhirat. (Hasneli, 2014)

WHO (World Health Organization) mendefinisikan kesehatan mental sebagai


kondisi kesejahteraan individu yang menyadari potensinya sendiri, dapat mengatasi
tekanan kehidupan yang normal dan dapat bekerja secara produktif dan berbuah
serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya

Kesehatan mental adalah fondasi dasar yang penting untuk kesejahteraan dan
fungsi efektif untuk individu dan masyarakat. Setiap orang rentan mengalami
gangguan mental, tetapi berbeda satu orang dengan orang lainnya. Stres
merupakan peristiwa kehidupan sebagai penyebab terganggunya keseimbangan
psikologis seseorang dan dapat memicu berkembangnya gangguan mental.
Seseorang akan mengalami gangguan mental jika gabungan antara faktor rentan
yang dibawa dengan tekanan (stressor) melebihi batas normal. Seseorang yang
memiliki keturunan (bawaan) dari riwayat orang tua depresi dan mengalami tekanan
(stressor) akan lebih mungkin berkembang menjadi depresi daripada orang yang
tidak mengalami tekanan. Kondisi yang membuat seseorang rentan yakni: keturunan
(genetik), tubuh (biologis), fungsi tubuh (fisiologis), pikiran (kognitif) dan yang
berhubungan dengan kepribadian. Kerentanan juga dapat berupa kondisi seperti
status sosial ekonomi rendah (miskin) atau memiliki orang tua dengan depresi.

Menurut WHO (World Health Organization), karakteristik mental yang sehat, yaitu:

1. Mampu belajar sesuatu dari pengalaman

2. Mampu beradaptasi

5
3. Lebih senang memberi daripada menerima

4. Lebih cenderung membantu daripada dibantu

5. Memiliki rasa kasih sayang

6. Memperoleh kesenangan dari segala hasil usahanya

7. Menerima kekecewaan dengan menjadikan kegagalan sebagai pengalaman

8. Selalu berpikir positif (positive thinking)

Menurut Sikun dalam Fakhriyani (2019), ciri kejiwaan yang sehat yakni:

1. Memiliki perasaan aman, yang terbebas dari cemas

2. Memiliki harga diri yang mantap

3. Spontanitas dalam kehidupan dengan memiliki emosi yang hangat dan


terbuka

4. Memiliki keinginan-keinginan duniawi yang wajar sekaligus seimbang dalam


artian mampu memuaskannya secara positif dan wajar pula

5. Mampu belajar mengalah dan merendahkan diri sederajat dengan orang lain

6. Tahu diri, yakni mampu menilai kekuatan dan kekurangan dirinya baik dari
segi fisik maupun psikis secara tepat dan obyektif

7. Mampu memandang fakta sebagai realitas dengan memperlakukannya


sebagaimana mestinya (tidak berkhayak)

8. Toleransi terhadap ketegangan atau stres, artinya tidak panik saat


menghadapi masalah sehingga tetap positif antara fisik, psikis dan sosial

9. Memiliki integritas dan kemantapan dalam kepribadiannya

10. Mempunyai tujuan hidup yang adekuat (positif dan konstruktif)

11. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman

6
12. Mampu menyesuaikan diri dalam batas-batas tertentu sesuai dengan norma-
norma kelompok serta tidak melanggar aturan-aturan yang telah disepakati
bersama atau aturan yang ditentukan dalam kelompok

13. Memiliki kemampuan untuk tidak terikat penuh oleh kelompok, artinya
memiliki pendirian sendiri sehingga mampu menilai baik-buruk maupun
benar-salah mengenai kelompoknya

Menurut Malony dalam Simanjuntak (2019) individu yang sehat mental memiliki
karakteristik:

1. Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. Ia memiliki kesadaran diri yang baik
artinya ia mengetahui dan menerima kelebihan dan kekurangannya

2. Mampu mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Ia memiliki cita-cita hidup


dan ia merasa dirinya bertumbuh ke arah yang dia cita-citakan

3. Pribadi yang memiliki integritas. Ia hidup sesuai apa yang ia katakan dengan
perbuatannya. Ia memiliki satu keseimbangan antara kekuatan m otivasi dan
falsafah hidup pribadi

4. Memiliki otonomi pribadi artinya mampu menerima penolakan dari luar serta
seorang yang memiliki komitmen hidup

5. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita, termasuk melihat realita


sebagaimana adanya. Ia tidak menyangkal hal-hal buruk yang terjadi di masa
lalunya dan masa kini

6. Memiliki penguasaan terhadap situasi, termasuk mempunyai kontrol diri di


dalam mengasihi orang lain, di dalam pekerjaan termasuk dalam bersahabat
dengan orang lain

Istilah kesehatan mental sebelumnya digunakan untuk menggambarkan


seseorang yang tidak memiliki gangguan mental, dimana gangguan mental sendiri
merujuk pada bentuk kegagalan dalam mengembangkan sumber daya psikologis
dan sosial, mengarah pada maladaptive, dan masalah perilaku. Hingga kemudian
Keyes memperkenalkan konsep kesehatan mental positif. Kesehatan mental positif
didefinisikan sebagai gejala hedonia (perasaan positif individu terhadap

7
kehidupannya) dan keberfungsian yang positif, yang dioperasionalisasikan dengan
pengukuran kesejahteraan subjektif, yaitu persepsi dan evaluasi individu mengenai
kehidupan dan kualitas keberfungsian mereka dalam kehidupan. Individu yang sehat
mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri,
menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain
serta memiliki sikap hidup yang bahagia. Menjaga kesehatan mental atau
kesejahteraan mental sejatinya melibatkan usaha-usaha yang berkaitan dengan tiga
aspek berikut: (1) menjadi pribadi yang bahagia, yaitu p ribadi yang memahami
makna dalam hidupnya; (2) menjadi pribadi yang menjaga diri dalam emosi yang
positif dan (3) menjadi pribadi yang terus mengasah sisi spiritualnya.

TUJUAN DAN FUNGSI KESEHATAN MENTAL BAGI KEHIDUPAN INDIVIDU

Berikut akan dipaparkan mengenai tujuan dan fungsi kesehatan mental bagi
kehidupan individu

1. Tujuan Kesehatan Mental

a. Mengusahakan agar manusia memiliki kemampuan yang sehat

b. Mengusahakan pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab gangguan


mental dan penyakit mental

c. Mengusahakan pencegahan dan berkembangnya bermacam-macam


gangguan mental dan penyakit mental

d. Mengurangi atau mengadakan penyembuhan terhadap gangguan dan


penyakit mental

2. Fungsi Kesehatan Mental

Kesehatan mental berfungsi dalam memelihara dan mengembangkan kondisi


mental individu agar sehat serta terhindar dari mental illness (sakit mental).

a. Prevention (Pencegahan)

Kesehatan mental berfungsi untuk mencegah terjadinya kesulitan


atau gangguan mental sehingga terhindar dari penyakit mental. Fungsi
ini menerapkan prinsip-prinsip yang berupaya agar tercapai mental

8
yang sehat, misalnya dengan memelihara kesehatan fisik serta
pemenuhan atas kebutuhan psikologis. Cara yang dapat dilakukan
adalah dengan menjaga kesehatan fisik (physical health) serta
pemenuhan kebutuhan psikologis seperti memperoleh kasih sayang,
rasa aman, penghargaan diri, aktualisasi diri sebagaimana mestinya
sehingga individu mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya

b. Amelioration (kuratif/ korektif/ perbaikan)

Fungsi ini merupakan upaya perbaikan diri dalam meningkatkan


kemampuan untuk menyesuaikan diri, selanjutnya perilaku individu dan
mekanisme pertahanan diri dapat terkontrol dengan baik

Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam perkembangan


psikisnya yang tampak melalui perilakunya, misalnya tantrum, perilaku
ngempol (mengemut jempol), perilaku agresif dan perilaku lainnya
yang membutuhkan perbaikan, maka perilaku tersebut penting
menggunakan fungsi amelioratif dalam kesehatan mental

c. Preservation/ development (pengembangan)/ Improvement


(meningkatkan)

Kesehatan mental penting untuk dikembangkan, namun tidak


setiap orang dapat mencapai mental yang sehat dengan mudah. Ada
orang dengan kondisi mental yang sehat dan perlu pencegahan
terhadap gangguan-gangguan mental, namun beberapa diantaranya
mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya sehingga
masing-masing individu berbeda dalam penerapan fungsi kesehatan
mentalnya baik preventif, amelioratif maupun preservatif

Kondisi kesehatan mental yang sulit dicapai, akan berkembang


pribadi yang memiliki mental yang sakit (mental illness), dengan
beberapa ciri yaitu:

1) Merasa tidak bahagia dalam kehidupan dan hubungan sosial

2) Merasa dalam keadaan tidak aman, dicekam dengan rasa takut


dan khawatir yang mendalam

9
3) Tidak percaya akan kemampuan diri

4) Tidak memiliki kematangan emosional

5) Kepribadian yang kurang mantap

6) Mengalami gangguan dalam sistem syarafnya

7) Tidak dapat memahami kondisi dirinya sendiri

Lebih lanjut mental illness ditandai dengan :

1) Anxiety (kecemasan/ kegelisahan) dalam kehidupan individu

2) Mudah tersinggung/ marah

3) Agresif dan destruktif (merusak)

4) Pemarah yang berlebih

5) Tidak mampu menghadapi kenyataan secara realistik

6) Memiliki gejala psikosomatis (sakit fisik yang diakibatkan oleh


gangguan psikis, misalnya karena stres)

7) Tidak beriman kepada Allah S.W.T, Tuhan semesta alam

PRINSIP-PRINSIP KESEHATAN MENTAL

Prinsip-prinsip kesehatan mental merujuk pada hakikat kesehatan mental serta


kriterianya, yaitu kondisi yang dapat membentuk hubungan antara kesehatan
mental, kepribadian dengan aspek-aspek lainnya yang beragam.

1. Prinsip Berdasarkan Hakikat Manusia sebagai Organisme

a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung pada kondisi


jasmani yang baik dan integritas organisme

b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri maka


perilaku individu harus sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia
yang memiliki moral, intelektual, agama, emosional dan sosial

10
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai melalui integritas
dan kontrol diri, baik dalam cara berpikir, berimajinasi, memuaskan
keinginan, mengekspresikan perasaan serta bertingkah laku

d. Dalam mencapai dan memelihara kesehatan mental dan penyesuaian


diri, diperlukan pengetahuan serta pemahaman diri yang luas
mengenai diri sendiri (self insight)

e. Kesehatan memerlukan konsep diri (pengetahuan dan sikap terhadap


kondisi fisik dan psikis diri sendiri) secara sehat yang meliputi
penerimaan diri serta penghargaan terhadap status diri sendiri secara
realistik dan wajar

f. Untuk mencapai kesehatan mental dan penyesuaian diri maka


pemahaman diri (self insight) dan penerimaan diri (self acceptance),
hendaknya disertai dengan upaya-upaya perbaikan diri (self
improvement) serta perwujudan diri

g. Kesehatan mental dan penyesuaian diri yang baik dalam mencapai


kestabilan dapat dilakukan dengan mengembangkan moral yang luhur
dari dalam diri sendiri, misalnya dengan mengembangkan sikap adil,
hati-hati, keteguhan hati, semangat, integritas pribadi, rendah hati,
kejujuran, dan segala bentuk sikap positif yang dapat dikembangkan
berkenaan dengan pengembangan moral masing-masing individu

h. Pencapaian dan pemeliharaan kesehatan mental dan penyesuaian diri


bergantung pada penanaman dan pengembangan kebiasaan yang
baik (good habits)

i. Kestabilan mental dan penyesuaian diri menuntut adanya kemampuan


melakukan perubahan sesuai dengan keadaan (kondisi lingkungan dan
kepribadian)

j. Kesehatan mental dan penyesuaian diri memerlukan usaha yang terus


menerus untuk mencapai kematangan berpikir, mengambil keputusan,
mengekspresikan emosi dan melakukan tindakan

11
k. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai dengan belajar
mengatasi konflik dan frustasi serta ketegangan-ketegangan secara
efektif

2. Prinsip Berdasarkan Hubungan Manusia dengan Lingkungannya

a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung pada hubungan


antar pribadi yang harmonis, terutama dalam kehidupan keluarga

b. Penyesuaian diri yang baik serta ketenangan batin bergantung pada


kepuasan dalam bertindak, misalnya dalam bekerja

c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dicapai dengan sikap yang


realistik, termasuk penerimaan terhadap kenyataan secara sehat dan
objektif

3. Prinsip Berdasarkan Hubungan Manusia dengan Tuhan

a. Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan kesadaran terhadap


dzat yang lebih luhur daripada dirinya sendiri tempat ia bergantung,
yakni Allah S.W.T

b. Kesehatan mental dan ketenangan batin (equanimity) dicapai dengan


kegiatan yang tetap dan teratur dalam hubungan manusia dengan
Tuhan, misalnya melalui shalat dan bedoa

Adapun paradigma yang digunakan dalam mempelajari kesehatan mental yang


diyakini sebagai tinjauan multifaktorial, antara lain:

1. Pendekatan Biologis

Dengan mempelajari fungsi otak, kelenjar endokrin, dan fungsi sensoris,


pendekatan tersebut meyakini bahwa kesehatan mental individu sangat
dipengaruhi oleh faktor genetik dan kondisi ibu saat hamil serta faktor
eksternal terkait: gizi, radiasi, usia, komplikasi penyakit

2. Pendekatan Psikologis

12
Pendekatan tersebut meyakini bahwa faktor psikologis berpengaruh besar
pada kondisi mental seseorang, dimana dalam pendekatan psikologis
memiliki 3 pandangan yang besar yang membahas mengenai hal tersebut,
yaitu:

a. Psikoanalisa

Pendekatan yang meyakini bahwa interaksi individu pada awal


kehidupannya serta konflik intrapsikis yang terjadi akan mempengaruhi
perkembangan kesehatan mental seseorang. Faktor Epigenetik
mempelajari kematangan psikologis seseorang yang berkembang
seiring pertumbuhan fisik dalam tahap-tahap perkembangan individu,
juga merupakan faktor penentu kesehatan mental individu

b. Behavioristik

Pendekatan yang meyakini proses pembelajaran dan proses belajar


sosial akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Kesalahan individu
dalam proses pembelajaran dan belajar sosial akan mengakibatkan
gangguan mental

c. Humanistik

Perilaku individu dipengaruhi oleh hirarki kebutuhan yang dimiliki.


Selain itu, individu diyakini memiliki kemampuan memahami potensi
dirinya dan berkembang untuk mencapai aktualisasi diri.

3. Pendekatan Sosio-Kultural

Memiliki beberapa pendekatan, yaitu Stratifikasi Sosial yang membahas


faktor sosial ekonomi dan seleksi sosial; Interaksi Sosial yang membahas
fungsi dalam suatu hubungan interpersonal (Teori Psikodinamik, Teori
rendahnya interaksi sosial: isolasi, kesepian); Teori Keluarga yang
mempelajari pengaruh pola asuh, interaksi antar anggota keluarga, dan fungsi
keluarga terhadap kesehatan mental individu; Perubahan Sosial, yang
mengaitkan perubahan jangka panjang migrasi dan industrialisasi serta
kondisi krisis dengan kondisi mental individu. Sosial-Budaya yang
mempelajari pengaruh agama dan budaya pada kondisi mental seseorang;
13
Stressor Sosial, yang mempelajari pengaruh berbagai situasi sosial yang
berdampak psikologis (misal: perkawinan, meninggal, kriminalitas, resesi)
terhadap kondisi mental individu

4. Pendekatan Lingkungan

Pendekatan ini memiliki dua dimensi:

a. Dimensi lingkungan fisik, yang terkait dengan: ruang, waktu dan


sarana (gizi) yang menyertai

b. Dimensi lingkungan kimiawi dan biologis, yang terkait dengan polusi,


radiasi, virus dan bakteri, populasi makhluk hidup lain

SEJARAH PENDEKATAN TERHADAP GANGGUAN KEJIWAAN

Pada awalnya, kesehatan mental hanya terbatas pada individu yang


mempunyai gangguan kejiwaan dan tidak diperuntukkan bagi setiap individu pada
umumnya. Namun pandangan tersebut bergeser sehingga kesehatan mental tidak
terbatas pada individu yang memiliki gangguan kejiwaan tetapi juga diperuntukkan
bagi individu yang mentalnya sehat yakni bagaimana individu tersebut mampu
mengeksplor dirinya sendiri berkaitan dengan bagaimana ia berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya.

Pertama, pendekatan Spiritual. Barlow dan Duran dalam bukunya “Abnormal


Psychology” menulis, sejak zaman purba sampai abad ke-19 penyakit mental
dipandang terutama sebagai masalah moral dan spiritual. Mereka dianggap
kerasukan roh karena itu pendekatannya lebih rohani, misalnya dengan exocirsm
dan ritual-ritual agama untuk mengusir roh-roh jahat tersebut

Kedua, pendekatan biologis, Pada abad ke-19 muncullah pendapat yang


menganggap penyakit jiwa lebih disebabkan faktor biologis (fisik). Pandangan ini
dipelopori oleh Dr. John Grey, psikiater Amerika (1854). Dibawah kepemimpinannya
rumah sakit lebih berkembang dan pendekatan terhadap pasien lebih manusiawi.
Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan
kurangnya insulin dalam tubuh sehingga dikembangkan terapi injeksi insulin. Juga

14
mulai ada upaya bedah otak, dan diyakini bahwa gangguan jiwa disebabkan adanya
kelainan pada otak pasien

Ketiga, pendekatan psikologis. Pada awal abad ke-20 mulai berkembang


pendekatan psikologis yang beranggapan gangguan jiwa datang karena pengaruh
sosial, ketidakmampuan individu berelasi dengan lingkungan dan disebabkan
hambatan pertumbuhan dalam sepanjang kehidupan individu. Ini dimulai dengan
hadirnya teori psikoanalisis dari Freud (1856-1939) dan behavioral model dari John
Watson, Ivan Pavlov dan B.F Skinner. Sehingga muncullah terapi-terapi baru seperti
psikoanalisa, behavior therapy, cognitive therapy, dan lain-lain

Keempat, pendekatan integratif, yang mengembangkan pendekatan


“biopsychosocial” yang melihat bahwa kesehatan dan penyakit dihasilkan dari
pelbagai aspek yang berkaitan yakni aspek biologis, psikologis dan sosial. Juga ada
upaya mengintegrasikan teologi dengan aspek-aspek tadi, misalnya pendekatan
Clinical Pastoral Education. Di Amerika kemudian berkembang rumah sakit (pusat
kesehatan mental) yang dikelola secara interdisiplin oleh profesional dari berbagai
bidang, yaitu psikiater, dokter, pekerja sosial, perawat, psikiater, konselor.

Referensi

1. Fakhriyani, Diana Vidya. 2019. Kesehatan Mental. Pamekasan: Duta Media


Publishing

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Riset Kesehatan Dasar


2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

3. Simanjuntak, Julianto. 2019. Merawat Kesehatan Mental Keluarga.


Tanggerang: Yayasan Pelikan

4. Undang-Undang Republik Indonesia No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan


Jiwa

15

Anda mungkin juga menyukai